Aspek-aspek Minat: Perspektif Psikologi Pendidikan dan Psikologi Belajar
39
pleasure. Sebagai contoh, menulis ayat-ayat al-Quran atas anjuran Nabi SAW seperti yang dikatakan oleh D. Sirojuddin AR tidak lain
menanamkan kecintaan terhadap Tuhan dan agamanya, dan menawarkan suasana penyejuk hati bagi sang khattat, sekaligus memberikan maslahat
atas kemandirian masa depan secara ekonomi.
69
Teori minat diatas tidak jauh berbeda dengan teori minat menurut Lefrancois.
Lefrancois mengatakan
bahwa pola
hubungan minat
komponen kognisi dan emosi disebut dengan “need-drive theory”. Teori ini
menjelaskan bahwa
untuk menanamkan
minat dan
mempertahankannya, seseorang harus berusaha atau bertindak secara fokus dan kontinu. Lebih lanjut, ia berkata: “need-drive theory offers one
way to define pain and pleasure. A need is a specific or general state of deficiency or lack, within an organism. Drives, however are the energies
or the tendencies to react that arre aroused by needs. Example, hungry, food, and gaining the food”.
70
Seseorang yang berminat terhadap suatu objek akan menaruh perhatian fokus. Objek tersebut memberikan suatu kesan yang membekas
pada dirinya. Tanggapan terhadap kesan tersebut menimbulkan kesadaran, selanjutnya ia menyadari bahwa objek itu memberikan keuntungan
baginya. Hal ini ditandai dengan adanya persetujuan untuk memenuhi kemauan dan kepuasan. Setelah itu, ia memberikan penilaian baik dan
buruknya, berarti atau tidaknya, dan berguna atau tidaknya objek tersebut bagi dirinya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Dalam istilah
psikologi, penilaian ini disebut utility.
71
Pada tahap ini seseorang menetapkan
sebuah komitmen
terhadap nilai-nilai
meaningfull meaningfullness tersebut. Pada tahap ini disebut dengan “making a
decitions”.
69
Tim 7 Lemka, Pak Didin Sirojuddin Menabur Ombak Kaligrafi: Cuplikan Media, Jakarta: Studio Lemka, 2002, h. 17.
70
Guy R. Lefrancois, Psychology of Teaching, 5th. Edition, California: Wadworth Publishing Comp., 1985, h. 310.
71
Doughlas a. Bernstein Peggy W. Nash, Essencial of Psycholgy, New York: Houghton Mifflin Company, 1999, h. 235.
Draft Only
40
“Making a decitions” adalah dimensi minat sub ketiga dari teori taksonomi Bloom diatas, yang merupakan suatu aspek minat dalam
penetapan keputusan atau komitmen atas beberapa pertimbangan yang pada akhirnya memberikan keuntungan bagi dirinya. Menurut Dr.
Jalaluddin Rahmat M.Sc, penetapan keputusan memberikan implikasi jangka panjang bagi kehidupan seseorang. Komponen kognisi dan
emosilah yang bekerja didalam aspek minat ini dimulai dari receiving hingga making a decition.
72
Pada tahap selanjutnya disebut valuing, yaitu dimensi minat sub keempat dan kelima teori aspek minat taksonomi Bloom diatas. Valuing
mencakup keyakinan sebagai manifestasi antar emosi seorang khattat terhadap kaligrafi yang didukung penuh atas ajaran Islam, yang pada
akhirnya menjadi landasan atau falsafah hidupnya. Hamid Abu al-A’la dalam syairnya yang berjudul Huzn al-Khat
Min Asma al-Funun kaligrafi adalah seni yang paling unggul dalam kitabnya Nas’at wa Thatawwur al-Kitabat al-Khattiyyah dalam tulisan
Fauzi Salim Afifi mengutip dari Makin mengekspresikan kaligrafi sebagai keyakinan dan falsafah hidup dalam bait-baitnya sebagai berikut:
“Aku telah meminum seni dari mata air yang paling manis, dan kaligrafi adalah seni yang tertinggi”
“Eloknya tulisan adalah bersinarnya tiap hati, enaknya badan, dan nikmatnya mata”
“Indahnya tulisan bagi orang-orang fasih bak mahkota bersinar, karena kecantikannya di atas batok kepala”
“kaligrafi adalah ucapan dimana huruf kaf berbangga, dimana Allah telah menitahkan dari huruf kaf dan nun”
“Dan telah kuperindah tulisan, supaya bagus para makhluk sepanjang hari ayat-ayat seni”
”Telah kutulis sebuah mushaf mahal dengan khat naskhi yang diukir dengan tangan kanan”
“Hafiz Usman telah mengangkat kaligrafi ini dalam seninya yang menyinari, laksna mentari pagi hari yang benderang”
“Mukjizat menambahkan keindahan atas malam-malam, tiap waktu dan masa”
72
Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, cet., ke-16, h. 70.
Draft Only
41
“Antusiasku pada khat ketika usiaku 10 tahun, dan menjadi kecenderungan dan esok menjadi keyakinanku”
“Mata di depannya menjadi bingung, adakah yang terlihat sekelompok pengendara ataukah penyebar agama?”
“Dengan kaligrafi kehidupan berlalu dengan cepat, maka kaligrafi berada di bagian depan perahu itu”
“Dengan kaligrafi kuarungi lautan ilmu, dengan seni ucapan berpagarkan hiasan nan manis”
“Esok, perbendaharaanku yang amat berharga, tanganku banyak berhias permata, gedung yang mahal harganya”
73
Syair diatas
seolah-olah menjadikan
kaligrafi sebagai
kecenderungan jiwa yang tiada habisnya, sebab begitu kuatnya keyakinan itu dilandasi dengan ajaran al-Quran dengan mukjizatnya yang teragung.
Hal senada didukung kuat oleh Hamid Abu al-A’la dalam syairnya yang begitu mencintai kaligafi, dan tertanam kuat di jiwanya. Ia berkata:
“Ghirahku pada kaligrafi bagaikan dilukai musuh, dan kan kutebus dengan jiwa dan tangisan”
“Kepayanganku pada kaligrafi seakan-akan daku bagai Kais Laila, namun bukan pula karena kerasukan jin atau pun sakit ingatan”
“Dan kujaga sepenuh hatiku kesucian kaligrafi, untuk kekuatan dan kesucian yang terjaga”
“Hai orang yang berilmu, sesungguhnya khat adalah seni tersendiri bagai sesuatu yang diikat dalam bui”
“Kapan semuanya sepi darinya, hingga kita dapat melihatnya dengan suasana hati yang asih”
“Ketika engkau menghendaki kesuksesan bagusnya tulisan dan martabat di alam ini, maka berhiaslah”
“Pilihlah tiga hal, berpedomanlah pada tiga hal ini, karena ketiganya adalah dasar tertentu kilau dan indahnya tulisan”
“Yaitu tulisan, tulisan yang tepat, dan keindahan, ketiga hal ini bersatu maka mata akan senang memandang”
74
“Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama, dan kaligrafi yang indah menjadi penolog di hari kiamat”. Inilah
ungkapan atau ekspresi emosi Abu al-A’la dalam syairnya sebagai berikut:
73
Nurul Makin, Kapita Selekta Kaligrafi,.., h. 167-169.
74
Nurul Makin, Kapita Selekta Kaligrafi,.., h. 169-170.
Draft Only
42
“Tulisan tetap indah setelah ditulis, sementara penulis kaligrafi telah terkubur di bumi”
“Sebutan yang baik selalu lalu terngiang setelah mengkreasikannya, dan abadinya diiringi nama baik sekaligus puji sanjungan”
“Tiada hari dari seorang penulis kecuali akan musnah, dan sesuatu yang ditulis dengan tangannya akan abadi sepanjang masa”
“Maka janganlah
engkau tulis
khatmu, kecuali
sesuatu yang
menggembirakanmu ketika engkau melihatnya di hari kiamat” “Maka semua amal Perbuatan manusia akan ditemuinya esok hari, ketika
bertemu dengan tulisan yang digelar” “Bergembiralah Karena cukup bagimu, jari-jari itu menulis”
75
Demikianlah bait-bait syair yang telah diungkapkan seorang khattat yang merindukan kecintaan kaligrafi, dengan keyakinan kuat
bahwa mempelajari kaligrafi senantiasa menambah kecintaannya kepada al-Quran atau ajaran Islam. Allah memandang itu sebagai amal ibadah
yang dinilai dengan pahala sebagaimana kita membaca al-Quran. Jadi, keyakinan untuk memperindah tulisan ayat-ayat al-Quran merupakan
stimulus akhir tahap ketiga yang kuat terhadap minat atau kecintaan pada kaligrafi al-Quran.