28
Haidari menyebut al-Quran sebagai juz’un asasiyyun min al-fann al-Islâmy bagian paling mendasar dari seni Islam. Sementara D. Sirojuddin AR sendiri
menyebut kaligrafi itu merupakan khasanah kebudayaan Islam, yang secara tradisional terus hadir sepanjang ruh perkembangan agama Islam, karena ia
berfungsi sebagai bahasa visual dari ayat-ayat al-Quran.
41
Hamka dalam tafsir al-Azhar, sebagaimana dikutip Sirojuddin AR mengatakan dengan kalam pena ilmu pengetahuan dicatat, bahkan kitab-
kitab suci yang diturunkan Allah ta’ala kepada nabi-nabinya baru menjadi dokumentasi agama setelah semuanya dicatat. Kitab suci al-Quran sendiri
yang mulanya hafalan, kemudian catatan yang berserakan itu dibukukan menjadi mushaf, setelah itu terciptalah berbagai ilmu-ilmu agama yang lain
seperti tafsir
al-Quran, ilmu
hadits, dan
sebagainya.
42
Semuanya dikembangkan dengan “Nun, wa alqalami wa ma yasturûn”.
Dengan tinta, pena dan apa yang manusia tuliskan diatas media berbagai ragam terciptalah kesempurnaan wahyu sejak 14 abad yang lalu.
Maka dari itu, peranan kaligrafi memang sangat penting, karena ia mampu mengikat ilmu pengetahuan. Ini tentu sejalan dengan sabda Nabi SAW
diriwayatkan dari Tabrani mengutip dari Sirojuddin yang artinya: “ikatlah ilmu dengan tulisan.”
43
E. Pengertian Minat Menulis Kaligrafi al-Quran
Minat menurut bahasa artinya kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu; gairah; keinginan; dan suka terhadap sesuatu.
44
Dalam Ensiklopedi Umum disebutkan bahwa minat adalah kecenderungan bertingkah laku yang
terarah pada objek kegiatan atau pengalaman tertentu.
45
Sedangkan dalam kamus lengkap Indonesia-Inggris, minat disebut dengan term “interest; liking;
41
Sirojuddin, Gores Kalam,..., h. 35.
42
Sirojuddin, Tafsir Al-Qalam,..., h. 70.
43
Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi, al-Jami’ As-Saghir, Juz 2., h. 88
44
Frista Arimanda W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,Jombang: Lintas Media, tt, h. 816
45
Hasan Shadily, Ensiklopedi Umum, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1983, jilid.4, h. 2252
Draft Only
29
desire; attention”. Jika seseorang berminat terhadap sesuatu, maka dikatakan “someone to be interested...; have an interested to...; have a liking ...”.
Adapun subjek atau peminat disebut dengan “devoote, amateur, fan, admirer, supporter, dan interested person”. Sedangkan peminatan dalam tingkat
pendidikan tinggi disebut dengan concentration atau majority.
46
Minat secara istilah menurut beberapa pakar psikologi dan pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Menurut Slameto, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan serta keterikatan pada sesuatu hal atau aktifitas tanpa ada yang
menyuruh.
47
b. Menurut Muhibbin Syah, minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi, atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
48
c. Crow Crow mengatakan minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita untuk cenderung atau merasa tertarik
pada orang, benda, kegiatan, ataupun bisa berupa pengalaman efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.
49
d. Menurut Doyles Fryer minat adalah gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau aktifitas yang menstimulir perasaan senang kepada individu.
50
e. Sedang Witherington berpendapat bahwa minat adalah kesadaran
seseorang pada sesuatu, seseorang, suatu soal atau situasi yang bersangkut paut dengan dirinya. Tanpa kesadaran seseorang pada suatu objek, maka
individu tidak akan pernah mempunyai minat terhadap sesuatu.
51
f. Herbart
mengartikan minat
sebagai sumber
motivasi yang
akan mengarahkan seseorang pada apa yang akan mereka lakukan bila diberi
46
Alan M. Steven A. Ed Schimidgall Tellings, Kamus Lengkap Indonesia-Inggris, terj. A Comprehensive Indonesia-english Dictionary, Jakarta: Mizan, 2008, cet.ke-2, h. 635.
47
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Adi Mahasatya, 2002, cet. 4, h. 180
48
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001 cet. Ke-6, h. 136
49
Abdul Rahman Abror, Psikologi Pendidikan, Yogya: PT. Tiara Wacana, 1993, cet., ke-1, h. 122.
50
Wayan Nurkanca dan P.P.N. Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, cet.ke-4, h. 229
51
Witherington, H.C., , Psikologi Pendidikan, penerj. Buchairi. Jakarta: Aksara Baru, 1989, h. 87
Draft Only
30
kebebasan untuk memilihnya. Bila mereka melihat sesuatu itu mempunyai arti bagi dirinya, maka mereka akan tertarik terhadap sesuatu itu yang pada
akhirnya nanti akan menimbulkan kepuasan bagi dirinya.
52
g. Sedangkan Drever mengartikan minat interest ke dalam dua pengertian, baik fungsional maupun struktural. Minat dalam pengertian fungsional
menunjukan suatu jenis pengalaman perasaan yang disebut kegunaan worthwhileness yang dihubungkan dengan perhatian pada objek atau
tindakan. Sedang minat dalam pengertian struktural adalah elemen atau hal dalam sikap individu, baik bawaan ataupun karena perolehan, sehingga
seseorang itu cenderung memenuhi perasaan worthwhileness dalam hubungannya dengan objek-objek atau hal-hal yang berhubungan dengan
subjek khusus, atau bidang pengetahuan khusus. Apa yang disebut sebagai “doctrine of interest” dalam pendidikan harus berdasarkan pada minat
anak, dan selanjutnya minat baru dikembangkan berdasarkan minat yang sudah ada tersebut.
53
h. Dalam kamus psikologi, Chaplin menyebutkan bahwa interest atau minat dapat diartikan sebagai:
- Suatu sikap yang berlangsung terus menerus yang memberi
pola pada perhatian seseorang sehingga membuat dirinya selektif terhadap objek minatnya.
- Perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas pekerjaan atau
objek itu berharga atau berarti bagi individu. -
Satu keadaan motivasi atau satu set motivasi yang menuntut tingkah laku menuju satu arah tertentu.
54
i. Dalam “Encyclopedia of Psychology”, minat adalah kecenderungan
tingkah laku yang mengarah pada tujuan yang pasti, berupa aktivitas- aktivitas atau pengalaman yang menarik dari tiap individu. Apabila
52
Howard C. Warren, Dictionary of Psychology, Massachussets: Houghton Mifflin Company, 1934, h. 141
53
Stephen J, The Penguin Dictionary of Psychology, Great Britain: Hazell Watson Viney Ltd, 1981, h. 142
54
J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Dictionary of Psychology, Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2006, cet. Ke-8, h. 225
Draft Only