Pembentukan Peraturan Daerah Pembentukan Peraturan Daerah dan Kedudukannya

d. Hasil penyusunan disepakati menjadi Prolegda dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD dan ditetapkan dengan keputusan DPRD. 2 Penyusunan raperda a. Raperda berasal dari DPRD atau kepala daerah dimana raperda tersebut disertai dengan penjelasan atau keterangan danatau Naskah Akademik. b. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi raperda yang berasal dari DPRD dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi, dan yang berasal dari kepala daerah dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. c. Penyusunan raperda yang berasal dari kepala daerah lebih lanjut diatur dengan peraturan presiden dan raperda dapat juga diajukan oleh anggota komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi 28 yang ketentuan lebih lanjutnya diatur dalam Peraturan DPRD. d. Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada kepala daerah, dan yang disiapkan oleh kepala daerah disampaikan dengan surat pengantar kepala daerah kepada pimpinan DPRD. 28 Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijakan Beleidsregel Pada Pemerintahan Daerah, Cet-1, Yogyakarta: Pusat Studi FH UII, 2005 h. 71 e. Apabila dalam satu masa sidang DPRD dan kepala daerah menyampaikan raperda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah raperda dari DPRD sedangkan raperda dari kepala daerah dijadikan untuk dipersandingkan. 3 Pembahasan dan penetapan raperda a. Pembahasan raperda dilakukan oleh DPRD bersama kepala daerah dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan yang dilaksanakan dalam rapat komisipanitiabadanalat kelengkapan DPRD. b. Raperda dapat ditarik kembali sebelum dibahas oleh DPRD dan kepala daerah sedangkan raperda yang sedang dibahas dapat ditarik hanya dengan persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah. c. Raperda yang telah disetujui bersama, disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 tujuh hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah. d. Raperda ditetapkan oleh kepala daerah dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan kepala daerah, jika tidak ditandatangani dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak disetujui bersama, maka raperda tersebut sah menjadi peraturan daerah. Lalu dalam hal penetapan perda H.A.W. Wijaya menambahkan bahwa p eraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 29 Selanjutnya menurut Nomensen Sinamo menjelaskan peraturan daerah dibentuk berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi: a. Kejelasan tujuan b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat c. Kesesuaian antara jenis d. Dapat dilaksanakan e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan f. Kejelasan rumusan dan g. Keterbukaan 30

2. Kedudukan Peraturan Daerah dalam Peraturan Perundang-undangan

Secara materiil, kedudukan perda dalam peraturan perundang-undangan nasional selalu menempati kedudukan yang strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, tetapi secara formal kedudukan perda belum diakui dalam hierarki peraturan perundang-undangan baik pada masa awal kemerdekaan maupun pada era demokrasi terpimpin. Hierarki peraturan perundang-undangan mulai dikenal sejak dibentuknya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1950 tentang Peraturan Tentang Jenis dan Bentuk Peraturan. 29 HAW Wijaya, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU 32 2004 , Cet-2, Jakarta: PT Raja Grrafindo Persada, 2005 h. 244 30 Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan daerah di Indonesia, Cet-1, Jakarta: Pustaka Mandiri, 2010 h. 102 Dalam undang-undang ini belum dikenal perda dalam hierarki, justru peraturan menteri merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang berada dibawah peraturan pemerintah. Hal ini dapat dimengerti, mengingat Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 menganut sistem parlementer, sehingga presiden hanya bertindak sebagai kepala negara dan tidak mempunyai wewenang untuk membentuk keputusan yang bersifat mengatur. 31 Dalam sistem hukum nasional, tata urutan perundang-undangan secara positiefrechttelijk lebih lanjut diatur dalam Tap MPRS Nomor XMPRS1996 tentang Memorandum DPRGR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia. 32 Tetapi didalamnya perda tidak termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan. Kedudukan perda dalam jenis dan hierarki perundang-undangan mulai dikenaldiakui setelah ditetapkan Tap MPR Nomor IIIMPR2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. 33 Dalam pasal 2 dirumuskan bahwa peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan hukum dibawahnya, yang meliputi: 1 UUD 1945, 2 Tap MPR, 3 Undang-undang, 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, 5 Peraturan Pemerintah, 6 Keputusan Presiden, 7 Peraturan Daerah. Dalam pasal 31 Maria Farida Indrati Soeprapto, Buku I. Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya ,Cet-1, Yogyakarta: Kansius, 2007 h. 71 32 Engelbrecht. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru- van Hoeve, 2006 h. 54 33 Engelbrecht, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru- van Hoeve, 2006 h. 24