Kedudukan Peraturan Daerah dalam Peraturan Perundang-undangan

Dalam undang-undang ini belum dikenal perda dalam hierarki, justru peraturan menteri merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang berada dibawah peraturan pemerintah. Hal ini dapat dimengerti, mengingat Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 menganut sistem parlementer, sehingga presiden hanya bertindak sebagai kepala negara dan tidak mempunyai wewenang untuk membentuk keputusan yang bersifat mengatur. 31 Dalam sistem hukum nasional, tata urutan perundang-undangan secara positiefrechttelijk lebih lanjut diatur dalam Tap MPRS Nomor XMPRS1996 tentang Memorandum DPRGR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia. 32 Tetapi didalamnya perda tidak termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan. Kedudukan perda dalam jenis dan hierarki perundang-undangan mulai dikenaldiakui setelah ditetapkan Tap MPR Nomor IIIMPR2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. 33 Dalam pasal 2 dirumuskan bahwa peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan hukum dibawahnya, yang meliputi: 1 UUD 1945, 2 Tap MPR, 3 Undang-undang, 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, 5 Peraturan Pemerintah, 6 Keputusan Presiden, 7 Peraturan Daerah. Dalam pasal 31 Maria Farida Indrati Soeprapto, Buku I. Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya ,Cet-1, Yogyakarta: Kansius, 2007 h. 71 32 Engelbrecht. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru- van Hoeve, 2006 h. 54 33 Engelbrecht, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru- van Hoeve, 2006 h. 24 3 butir 7 dirumuskan bahwa perda merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan yang dibentuk oleh DPRD bersama kepala daerah. Pasca perubahan UUD NRI 1945 dan setelah Tap MPR No IMPR2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPR Sementara dan Ketetapan MPR Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002, kedudukan perda secara formal dalam peraturan perundang-undangan nasional menempati posisi kuat dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya setelah dirubahnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disini perda menjadi dua bentuk pertama, perda provinsi dan kedua perda kabupatenkota. Dalam pasal 7 ayat 1, perda merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang kedudukannya dibawah Peraturan Presiden. Perda merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang pembentukannya melibatkan lembaga perwakilan. Itu sebabnya jenis perda tersebut mempunyai keistimewaan dalam hal materi muatannya. Perda mempunyai keistimewaan karena dapat memuat ketentuan pidana dalam materi muatannya. Perda juga merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang jenis dan kedudukannya diatur dalam UUD NRI 1945. 34 34 Ahmad Yani, Pembentukan Undang-undang Dan Perda, Cet-1, Jakarta: Rajawali Pers, 2011 h. 13 31 BAB III KEWENANGAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH

A. Tinjauan Umum Keputusan Menteri

1. Dasar Hukum dan Fungsi Keputusan Menteri

Jabatan Menteri Negara menurut ketentuan Pasal 17 UUD NRI 1945 itu haruslah diisi berdasarkan merit sistem. Itulah konsekuensi dari pilihan sistem pemerintahan presidensil yang dianut dalam UUD NRI 1945. Dengan demikian kekuasaan para Menteri Negara bersifat meritokratis meritocracy, sehingga dalam memimpin kementerian yang menjadi tugasnya, para menteri itu pula diharapkan bekerja menurut standar yang bersifat meritokratis. 35 Berkenaan dengan tugas menteri dibidangnya, salah satunya dapat menerbitkan keputusanperaturan menteri guna memberikan payung hukum dalam melaksanakan pemerintahan. Oleh karena itu, menurut Maria Farida S, ada empat fungsi dan dasar diterbitkannya keputusan menteri adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan peraturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintah dibidangnya. b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam peraturan presiden. Fungsi ini merupakan delegasian berdasarkan ketentuan pasal 17 UUD NRI 1945 perubahan yang menentukan bahwa: 1 Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. 2 Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden 3 Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 35 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Cet-2 , Jakarta: Konstitusi Press, 2006 h.176 c. Menyelenggarakan peraturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang secara tegas menyebutkannya. d. Menyelengarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam peraturan pemerintah yang tegas-tegas menyebutkannya. 36 Keputusan menteri ini merupakan salah satu instrument hukum, sehingga keberadaan Keputusan Menteri masih sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan diatasnya yang secara tegas mendelegasikan. 37

2. Materi Muatan Keputusan Menteri

Materi muatan berkaitan erat dengan jenis peraturan perundang-undangan dan terkait dengan pendelegasian pengaturan. Selain terkait dengan jenis dan pendelegasian, materi muatan terkait dengan cara merumuskan norma. Perumusan norma peraturan menteri harus ditujukan langsung kepada pengaturan lingkup bidang tugasnya menteri atau kementeriannya yang berasal dari pendelegasian dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. 38 Dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang akan dituangkan dalam peraturan tersebut. A.Hamid S. Attamimi membagi sepuluh materi muatan peraturan perundang-undangan, yakni: 36 Maria Farida Indirati Soeprapto, Buku 1, Ilmu Perundang-undangan Jenis, Fungsi dan Materi Muatan , Cet-1, Yogyakarta: Kanisius, 2007 h. 225-227 37 Suhariyono Ar, Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri. Jurnal legislasi Indonesia, Cet- 1, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan HAM RI, Volume 1, Nomor 2, 2004 h. 120 38 Suhariyono Ar, Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri. Jurnal legislasi Indonesia, Cet- 1, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan HAM RI, Volume 1, Nomor 2, 2004 h.124