a. Yang tegas-tegas diperintahkan oleh UUD dan Tap MPR
b. Yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD
c. Yang mengatur hak-hak asasi manusia
d. Yang mengatur hak dan kewajiban warga Negara
e. Yang mengatur pembagian kekuasaan Negara
f. Yang mengatur organisasi pokok lembaga-lembaga tinggi negara
g. Yang mengatur pembagian wilayahdaerah negara
h. Yang mengatur siapa warga negara dan cara memperolehkehilangan
kewarganegaraan i.
Yang dinyatakan oleh suatu undang-undang untuk diatur dengan undang- undang.
39
Dalam konteks ini, A. Hamid S. Attamimi mempertegas bahwa perincian butir-butir diatas menunjukkan pena-pena penguji testpennen untuk menguji
apakah suatu materi peraturan perundang-undangan negara termasuk materi muatan atau tidak. Berkenaan dengan materi muatan keputusan menteri, dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak ditegaskan secara implisit mengenai materi
muatannya. Akan tetapi menurut Maria Farida Indrati Soeprapti, materi muatan
peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Keputusan Menteri yakni merupakan materi muatan yang bersifat atribusian maupun delegasian dari materi
muatan undang-undang atau Keputusan Presiden, karena peraturan perundang-
39
A. Hamid S Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Negara Suatu Studi AnalisisMengenai Keputusan Presiden yang
Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV , Cet-1, Jakarta: Disertasi Doktor UI,
1990 h. 218-219
undangan lainnya merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang dan Keputusan Presiden.
40
Telah dijelaskan diatas, bahwa fungsi Keputusan Menteri adalah dalam rangka menyelenggaarakan ketentuan Pasal 17 ayat 1 UUD NRI 1945, Undang-
undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden sehingga materi muatan Keputusan Menteri harus bersumber dan berlandaskan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ada diatasnya, baik bersumber dari delegasi maupun atribusi.
3. Kedudukan Keputusan Menteri Dalam Hierarki Perundang-undangan
Jika dilihat eksistensi atau kedudukan KeputusanPeraturan Menteri dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini, tentunya ada sedikit
penegasan dan pengakuan KeputusanPeraturan menteri. Dalam rumusan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, hierarki terdiri dari UUD NRI 1945, Tap MPR, Undang- undangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden dan Perda Provinsi, Perda KabupatenKota. Artinya bila hanya menelaah pasal tersebut, maka akan menimbulkan beberapa penafsiran yang salah
satunya menyatakan bahwa KeputusanPeraturan Menteri itu tidak diakui dan tidak masuk dalam tata urutan peraturan perundang-undangan.
40
Maria Farida Indrati Soeprapto, Buku 1, Ilmu Perundang-undangan Jenis, Fungsi dan Materi Muatan
, Cet-1, Yogyakarta: Kanisius, 2007 h. 243
Oleh karenanya harus ditelaah dan dikaji lebih mendalam rumusan yang terkandung dalam Pasal 8 ayat 1 dan 2 dikatakan bahwa:
1 Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat 1 mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau
komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenKota, BupatiWalikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
2 Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan.
Kemudian sebagai pendukung argumentasi dalam pasal di atas, maka jenis peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan pasal 7 ayat 1 yakni salah
satunya peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri sebagaimana tertera pada Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. Dari penjelasan pasal 8 di atas, dapat disimpulkan bahwa, Menteri dapat membentuk suatu peraturan perundang-
undangan yang disebut Keputusan MenteriPeraturan Menteri, sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dengan adanya rumusan “sepanjang diperintah oleh peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi” dalam pasal 8 ayat 2 Undang-undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut, maka Menteri hanya dapat membentuk KeputusanPeraturan Menteri apabila undang-