Garam Sebagai Pengawet Makanan

18 hidrofobik yang terjadi antara gugus nonpolar dari protein dari asam amino yang memiliki rantai samping non polar dan tanin cincin benzena. Adapun yang mendominasi kekuatan ikatan ini adalah ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Interaksi tanin-protein sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan. Interaksi yang optimal terjadi pada pH isoelektrik protein Hidayat 2000. Nilai pH yang rendah akan menurunkan kekuatan ikatan tanin-protein sebagai akibat adanya efek elektrostatik dari protein. Senyawa tanin biasanya terdapat pada tanaman dan dapat bereaksi dengan kulit hewan mengakibatkan warna coklat, oleh karena itu sering digunakan untuk menyamak kulit. Tanin membentuk warna kehitaman dengan beberapa ion logam misalnya ion besi, kalsium, tembaga dan ion magnesium. Senyawa tanin terdiri dari katekin, leukoantosianin dan asam galat, asam kafeat dan khlorogenat serta ester dari asam-asam tersebut yaitu 3 - galloilepikatekin, 3 - galloilgallokatekin, fenilkafeat dan sebagainya. Muctadi 1989. Adanya tanin tersebut dapat menyebabkan warna daging biji picung menjadi coklat. Reaksi tersebut dikenal dengan reaksi “browning enzymatic”, yang terjadi jika dikatalis oleh enzim polifenolase dengan substrat berupa senyawa fenolik Winarno 1991. Efektivitas antimikroba dalam mengawetkan bahan makanan terjadi baik dengan cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme Winarno 1991. Mekanisme zat antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba antara lain : 1 merusak dinding sel bakteri sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, 2 mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, misalnya oleh senyawa fenolik, 3 menyebabkan denaturasi sel, misalnya oleh alkohol dan 4 menghambat kerja enzim di dalam sel Reid dan Pelczar 1977 dalam Winarno 1991.

2.5 Garam Sebagai Pengawet Makanan

Penggunaan garam sebagai bahan pengawet makanan khususnya untuk produk perikanan tampaknya masih tetap diandalkan oleh negara-negara berkembang dan peranannya masih tetap menduduki yang terpenting dalam pengolahan tradisional. Keampuhan daya pengawet dari garam yang murah dan 19 aman bagi kesehatan dan tersedia dimana-mana barangkali merupakan faktor – faktor penting yang menentukan pilihan terhadap pemakaian garam. Garam merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bumbu, bahan pengawet pada ikan, telur, daging dan buah serta untuk industri kimia. Afriantono 1989 menyatakan bahwa penggunaan garam dalam proses pengolahan bertujuan untuk memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan dalam tubuh ikan, serta menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan organisme lainnya. Sedangkan menurut Afriantono 1989 perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk melarutkan sisa-sisa darah, memberikan rasa dan memperbaiki tekstur ikan. Selain dapat menarik air, garam juga mencegah terjadinya proses autolisis oleh enzim sebab kebanyakan enzim tersebut akan musnah atau ditahan aktifitasnya Moelyanto 1982. Menurut Afriantono 1989, selama proses penggaraman akan terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan yang diikuti dengan keluarnya cairan dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan garam di sekitar tubuh ikan dengan cairan yang ada dalam tubuh ikan. Cairan ini dengan cepat akan melarutkan kristal garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan. Lama-kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan, bahkan akhirnya pertukaran garam dan cairan tersebut terhenti setelah terjadi keseimbangan. Larutan garam dapur yang encer mempunyai tekanan uap yang sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan air murni, demikian juga titik bekunya menjadi lebih rendah. Masing-masing molekul garam bergabung sedemikian rupa dengan molekul air sehingga tidak lagi menunjukkan sifat-sifat normalnya Widaningsih 2001. Perendaman dalam air garam brine merupakan salah satu usaha untuk mengurangi drip pada produk-produk seperti fillet ikan, jadi sebaiknya fillet direndam dulu dalam brine sebelum dibekukan. Penyebab perendaman dalam brine dapat mengurangi drip masih belum diketahui. Adanya ion-ion Na + dan K + 20 yang diserap myosin dan penambahan muatan listrik pada protein serta akibat penambahan NaCl KCl, secara sederhana merupakan pengisapan air hydration yang bertambah dari bagian-bagian protein yang muatan listriknya makin besar Moelyanto 1982. Di samping memberikan rasa gurih pada ikan yang diolah, garam dapat menarik cairan dari dalam tubuh ikan maupun bakteri. Proses ini akan menghambat aktivitas biologis bakteri bahkan dapat menyebabkan kematiannya Afriantono 1989. Sebenarnya garam tidak bersifat membunuh mikroorganisma germicidal. Ingram dan Kitchel 1967 telah memberikan indikasi berbagai mikroorganisma, khususnya bakteri patogen yang mungkin dapat tumbuh pada produk-produk yang diawet dengan garam. Dalam konsentrasi rendah 1-3 justru garam membantu pertumbuhan bakteri. Ada bakteri yang dapat tumbuh pada garam konsentasi tinggi misalnya : red halophilic bacteria merah. Aktomiosin tak larut dalam air tetapi larut dalam larutan garam NaCl + 1,0 Hadiwiyoto 1983.

2.6 Mutu Mikrobiologis