mempunyai sedangkan 11 bidan lainnya tidak memilikinya. Alasan bidan tidak menyediakan alat pengukur pita centimeter karena untuk mengukur TFU dapat
dilakukan dengan menggunakan ukuran jari tangan. Sedangkan alat pengukur kadar hemoglobin seperti Hb Sahli dan lain-lain, hanya 5 bidan yang memiliki
sedangkan 7 bidan lainnya tidak memilikinya.
5.2. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia
Remaja
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden hanya tamat SDSMP 62,9, selebihnya berpendidikan SMAKuliah 37,1.
Responden yang berpendidikan SDSMP dasar sebagian besar mengalami anemia yaitu 27 orang 69,2, sedangkan responden yang berpendidikan SMAperguruan
tinggi sebagian besar tidak anemia yaitu 14 orang 60,9. Hasil uji regresi Chi- Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan pendidikan responden
dengan kejadian anemia p=0,033 0,05. Rendahnya tingkat pendidikan ibu hamil dapat menyebabkan keterbatasan
dalam upaya menangani masalah gizi dan kesehatan keluarga. Ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD sebanyak
66,15 menderita anemia dan merupakan prevalensi terbesar dibandingkan dengan kategori pendidikan sedang maupun tinggi Tristiyanti, 2006.
Pendidikan adalah usaha kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan
penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan
Universitas Sumatera Utara
potensi pribadinya, yang berupa rohani cipta, rasa, karsa dan jasmani. Pendidikan merupakan kemajuan-kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai
suatu kesatuan Notoatmodjo, 2010. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan
perilaku untuk hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi-informasi dan mengimplementasikannya dalam
perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya tingkat pendidikan wanita sangat memengaruhi kesehatannya Notoatmodjo, 2007
Dari hasil penelitian Hendro 2006, menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan status anemia, karena dengan tingkat pendidikan
yang rendah diasumsikan pengetahuannya tentang gizi rendah, sehingga berpeluang untuk terjadinya anemia sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi maka
kemungkinan besar pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga diasumsikan kecil peluang terjadinya anemia.
Tinggi rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat pemahaman seseorang tentang zat besi Fe serta kesadarannya terhadap konsumsi tablet zat besi
Fe. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap informasi yang diperoleh tentang konsumsi zat besi untuk pencegahan terjadinya
anemia. Dalam penelitian ini berdasarkan uji statistik Chi-Square pendidikan tidak berpengaruh signifikan tergantung kejadian anemia disebabkan karena terdapat
responden yang berpendidikan rendah SDSMP yang tidak mengalami anemia 30,8, dan juga masih ditemukan responden yang berpendidikan tinggi
Universitas Sumatera Utara
SMAKuliah mengalami anemia sebesar 39,1. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa responden yang berpendidikan rendah tidak mengalami anemia, hal
ini walaupun responden hanya berpendidikan rendah SDSMP tetapi karena faktor keinginan dari dalam diri responden agar kehamilan dapat berjalan dengan baik serta
mendapat dukungan dari orang tua ataupun tenaga kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan ANC maka responden akan terhindar dari kejadian anemia.
Sebaliknya terdapat 9 responden yang berpendidikan tinggi mengalami anemia, hal ini mungkin disebabkan asupan zat besi tidak adekuat, dan dalam proses kehamilan
mengalami gangguan-gangguan yang dapat menyebabkan berkurangnya absorbsi zat besi, namun bisa juga karena ketidakpatuhan responden dalam mengkonsumsi tablet
besi serta cara konsumsi yang tidak tepat seperti minum tablet besi dengan minum teh atau kopi.
5.3. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan