28
dan semakin sulit pemecahannya. Awalnya, berkembangnya kawasan perkotaan diharapkan menjadi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi wilayah keseluruhan
yang memberikan tetesan ke wilayah perdesaan sekitarnya trickle down. Faktanya adalah kegagalan pembangunan di wilayah perdesaan menyebabkan
terjadinya urban biased dan mengalami kekurangan investasi modal, sehingga dampaknya telah menimbulkan kehilangan kesempatan kerja bagi masyarakat
perdesaan. Dilain pihak lemahnya posisi tawar masyarakat perdesaan memperburuk situasi ini.
Dengan terjadinya disparitas spatial, pembangunan kutub-kutub pertumbuhan di kota-kota besar growth pole strategy yang semula diramalkan
bakal terjadi penetesan trickle down effect dari kutub pusat pertumbuhan ke wilayah hinterland-nya ternyata tidak terjadi. Bahkan yang terjadi adalah net
effect-nya menimbulkan pengurasan yang besar yang besar masive backwash effect dari wilayah perdesaan ke kawasan kota-kota. Dengan perkataan lain,
melalui strategi kutub pertumbuhan yang urban biased, telah menyebabkan terjadinya transfer neto sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan
perkotaan secara besar-besaran.
2.5 Pembiayaan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Pesisir Terpadu
Pihak yang berperan dalam pembangunan secara umum terdiri dari tiga bagian besar yaitu Pemerintah, Masyarakat, dan Pengusaha. Khusus untuk Kota
Bontang Pemerintah kota sudah sangat terbantu karena terdapat dua perusahaan besar di Kota Bontang PKT dan BADAK, disamping itu beberapa
perusahaan swasta lainnya. Agar lebih sinergi kegiatan pembangunan di Kota Bontang seyogyanya ada koordinasi diantara pihak tersebut.
Salah satu tantangan utama dalam pengelolaan lingkungan pesisir dan laut, adalah untuk menghasilkan kelangsungan penyediaan dana untuk
mendukung manajemen pengelolaan, pemeliharaan infrastruktur, perbaikan lingkungan, dan meningkatkan koordinasi serta menerapkan regulasi. Kurangnya
dana sering mengakibatkan kegagalan dalam pelaksanaan program pengelolaan.
Disamping itu, Pemerintah Daerah juga memerlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara proporsional yang diwujudkan dengan
29
pengaturan, pembagian dan pemanfataan sumberdaya nasional yang berkeadilan, perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan terdiri
dari Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan nilai-nilai penerimaan yang sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber
keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan. Pengelolaan sumberdaya pesisir perlu pendanaan yang proporsional
sehingga Kabupaten Kota dapat memanfaatkan alokasi sumber-sumber pembiayaan dalam rangka disentralisasi. Apabila dalam pengelolaannya meliputi
dua atau lebih wilayah kabupaten kota maka pembiayaannya melibatkan dana alokasi propinsi. Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dapat
optimal ditunjang dengan sumberdaya nasional sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
2.5.1. Anggaran Formal
Mekanisme pembiayaan yang inovatif perlu dikembangkan untuk memastikan program pengelolaan masih dapat diterapkan secara berkelanjutan.
Berikut adalah beberapa alternatif pilihan dalam pendanaan yang berkelanjutan.
1 Anggaran Reguler Pemerintah
2
Salahsatu pendekatan konvensional dalam pembiayaan berkelanjutan adalah dari alokasi anggaran pemerintah. Pemerintah umumnya akan melakukan
penganggaran belanja rutin terhadap sektor-sektor prioritas dalam proses pembangunan wilayah, melalui instansi tekhnis terkait maupun melalui badan
legislasi secara reguler setiap tahun anggaran.
Biaya dan Pajak Retribusi.
Pendekatan lain yang dapat dilakukan dalam pembiayaan berkelanjutan adalah dengan memberikan beban biaya bagi penggunaan kawasan, biaya
perizinan dan biaya layanan. Sistem biaya merupakan mekanisme yang berguna untuk menghasilkan pendapatan untuk pengelolaan lingkungan dan untuk
mempertahankan penyediaan layanan secara profesional dan proyek-proyek perbaikan lingkungan lainnya. Namun, infrastruktur atau regulasi juga harus
30
disiapkan untuk menunjang pengelolaan serta penggunaan pendapatan yang dikumpulkan.
Di Xiamen Cina, sebuah sistem perizinan telah diadopsi untuk penggunaan perairan pesisir. Kota ini mengembangkan skema laut
menggunakan zonasi yang mengalokasikan wilayah tertentu seperti penggunaan untuk galangan kapal, fasilitas rekreasi, memancing dan kegiatan lainnya yang
menggunakan perairan pesisir memerlukan izin dari Biro Perikanan dan Kelautan Xiamen.
Demikian juga, pelabuhan yang menyediakan fasilitas penerimaan limbah, dapat membebankan biaya yang sesuai. Biaya yang dikumpulkan dari
pengolahan limbah bisa menghasilkan dana besar untuk pemeliharaan dan operasi. Di Bremen Port, biaya lingkungan yang dikenakan pada kapal-kapal di
pelabuhan yang menggunakan fasilitas wilayah perairan. Biaya tambahan lingkungan juga dapat dipungut dari semua kargo yang dikelola oleh syahbandar
pelabuhan, dengan memberikan kontribusi untuk biaya fasilitas penerimaan Roos, 1997; Challis, 1997.
2.5.2. Sektor Publik dan Kemitraan Swasta
Di Afrika Selatan, kargo perpajakan yang digunakan sebagai sarana untuk menghasilkan pendapatan untuk mendanai navigasi dan
manajemen polusi.
Kemitraan swasta adalah mekanisme pembiayaan yang dapat meningkatkan upaya publik dalam pengelolaan lingkungan. Sektor swasta secara
keseluruhan memiliki sumberdaya keuangan dan keterampilan, untuk merancang, membangun dan transfer fasilitas dan layanan untuk memperbaiki
lingkungan: misalnya, perencanaan dan operasionalisasi fasilitas pengolahan air limbah, menerapkan pelatihan khusus, dan melakukan survei sumberdaya alam
dan lingkungan. Keterlibatan sektor swasta dapat dipercepat melalui penciptaan kebijakan yang dinamis dan lingkungan investasi yang adil sehingga peran sektor
publik secara efektif dapat terpenuhi. Pada dasarnya, mengubah isu-isu lingkungan menjadi peluang investasi
dapat difasilitasi oleh sektor publik melalui reformasi kebijakan yang mendorong investasi sektor swasta. Kerangka Integrated Coastal Management ICM
memungkinkan prioritas masalah lingkungan yang memerlukan manajemen