Latar Belakang Analisis Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Hidroponik pada Parung Farm Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat

xiv I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian mengingat luasnya lahan yang tersedia dan tingkat kesuburan lahan yang tinggi. Sektor pertanian melalui sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan telah ikut mendukung perekonomian Indonesia dan ketahanan pangan. Kinerja sektor pertanian mengalami perbaikan atau peningkatan terlihat dari peningkatan proporsi pada PDB tahun 2008 dan 2009 sebesar 0,7 persen 1 . Kenaikan proporsi sektor pertanian dalam PDB dapat berarti bahwa jumlah produksi komoditas pertanian meningkat atau kenaikan harga sektor pertanian pada tahun tersebut. Kenaikan harga atau jumlah produksi menandakan kenaikan permintaan akan komoditas pertanian. Perkembangan positif dari sektor pertanian perlu mendapat dukungan agar bisa menjadi penggerak ekonomi. Sub sektor utama dari pertanian yang cukup berpotensi adalah tanaman hortikultura. Secara umum tanaman hortikultura terdiri atas komoditas tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat-obatan biofarmaka. Hortikultura memiliki sifat-sifat khas seperti komoditinya mudah rusak, bervolume dalam penyimpanan dan memiliki masa panen yang melimpah 2 . Perkembangan hortikultura memiliki prospek yang baik di Indonesia. Pengembangan usaha hortikultura berfungsi ekonomi, ekologi dan sosial. Komoditas hortikultura berpotensi ekonomis karena permintaan yang tinggi dan pertumbuhan yang meningkat 3 . Hal ini mengingat kondisi dan luas lahan yang tersedia di Indonesia yang cocok dengan banyak jenis komoditi tanaman hortikultura. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimat memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura. Sayuran 1 Ika Akbarwati. 2009. Prospek Cerah Ekonomi Indonesia di 2010. http:www.managementfile.comcolumn.php diakses 13 Oktober 2010 2 Sunu, Pratingnja dan Wartoyo. 2006.Buku Ajar Dasar Hortikultura. http:pertanian.uns.ac.id~agronomidashor.html 12 Oktober 2010 3 Suswono. 2010. Potensi Pengembangan Tanaman Hortikultura. http:www.suarakarya- online.com diakses 13 Oktober 2010 xv sebagai salah satu bagian dari hortikultura memiliki peran dan peluang usaha yang cukup baik. Tabel 1 . Nilai Produk Domestik Bruto PDB Hortikultura Berdasarkan Harga yang Berlaku di Indonesia Tahun 2003-2008 No. Komoditas Nilai PDB Dalam Milyar Rupiah 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1. Buah- buahan 28.246 30.765 8,92 31.694 3,02 35.448 11,84 42.362 19,50 42.660 0,70 2. Sayuran 20.573 20.749 0,86 22.630 9,07 24.694 9,12 25.587 3,62 27.423 7,18 3. Tanaman Hias 4.501 4.609 27,79 2.806 288,64 3.762 34,07 4.105 9,12 4.118 0,32 4. Biofarmaka 565 722 27,79 4.662 1,15 4.734 1,54 4.741 0,15 6.091 24,48 Total Hortikultura 53.885 56.844 61.792 68.639 76.795 80.292 Tabel 1 memperlihatkan bahwa sayuran selain menyumbang peranan dalam asupan gizi dan nutrisi juga menyumbang sekitar 7,18 persen dari total PDB. Peningkatan ini menandakan respon pasar akan produk sayuran cukup baik. Walaupun mengalami penurunan pada tahun 2005 namun mengalami peningkatan kembali pada tahun 2008. Hal ini menandakan komoditas sayuran memiliki peluang usaha yang cukup baik untuk dikembangkan lebih lanjut. Sayuran selain dijual dalam bentuk segar juga digunakan dalam industri makanan kalengan dan industri makanan olahan lainnya. Menurut data dari Kementerian Pertanian, tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia pada tahun 2009 adalah 40,1 kilogram per kapita per tahun. Angka ini menunjukkan peningkatan sejak tahun 2005 yaitu 35,60 kilogram 4 . 4 Kuntarsih, Sri.2010. Konsumsi Sayur Masyarakat Indonesia di Bawah Rekomendasi FAO.http:agro.agroprima.comindex.php diakses pada tanggal 12 Okober 2010 xvi Angka ini masih dibawah standar konsumsi sayuran yang direkomendasikan oleh FAO yaitu sebesar 73 kilogram per kapita pertahun. Hal ini juga sejalan dengan kenaikan pertumbuhan penduduk sebesar 1,33 persen pertahun sementara jumlah penduduk Indonesia saat ini sebesar 230 juta jiwa 5 . Kenaikan tingkat konsumsi sayuran yang disertai dengan kenaikan jumlah penduduk ini berarti masyarakat mulai menganggap penting konsumsi sayuran dalam menu makanannya. Tabel 2. Volume Nilai Ekspor dan Impor Komoditas Hortikultura Tahun 2007- 2008 No . Komoditas Hortikultura Volume juta kg Nilai juta US Perkembangan 2007 2008 2007 2008 Volume Nilai 1 Sayuran Ekspor 209,35 175,93 137,11 171,46 -15,96 25,06 Impor 237,30 262,86 107,10 153,17 10,77 43,02 2 Buah-buahan Ekspor 157,62 323,89 93,65 234,86 105,49 150,78 Impor 357,43 329,77 320,44 315,94 -7,74 -1,40 3 Tanaman Hias Ekspor 15,88 3,34 12,57 9,23 -78,97 -26,57 Impor 9,42 7,87 5,13 4,12 -16,45 -19,69 4 Biofarmaka Ekspor 7,68 14,67 6,36 9,44 91,02 48,43 Impor 1,45 0,72 0,86 0,59 -50,34 -31,40 Sumber : Badan Pusat Statistik 2009 Kenaikan permintaan akan komoditas sayuran ini juga dibuktikan dengan jumlah volume impor. Tabel 2 memperlihatkan bahwa terdapat kenaikan volume 5 ZulfaDLI. 2010.. Mendefinisikan Kemiskinan.http:www.balipost.co.idmediadetail.php?module=detailopiniindexkid=4 id=4081diakses pada tanggal 12 Okober 2010 xvii impor sebesar 10,77 yang menandakan bahwa terdapat bagian permintaan yang belum diisi oleh produksi dalam negeri atau produksi dalam negeri masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ini merupakan peluang usaha bagi para petani dan perusahaan pertanian untuk membuka peluang usaha di bidang pertanian sayuran. Dua contoh sayuran di Indonesia adalah bayam dan kangkung. Kedua tanaman ini telah cukup dikenal di masyarakat dan umumnya dijual dalam bentuk segar. Bayam dan kangkung bukan merupakan tanaman musiman dan dapat ditanam di hampir seluruh daerah Indonesia. Selain digunakan sebagai bahan pangan, bayam dan kangkung juga digunakan dalam industry lainnya seperti industri kosmetik dan obat-obatan. Tabel 3. Perkembangan Produksi Bayam dan Kangkung di Indonesia Periode 2003-2007 dalam ton Tahun Produksi Bayam Peningkatan Produksi Kangkung Peningkatan 2003 109.423 - 208,450 - 2004 107.737 -1,54 212,870 2,12 2005 123.785 14,89 229,997 8,04 2006 149.435 20,72 292,950 27,37 2007 155,863 4,30 335,086 14,38 Sumber :Badan Pusat Statistik 2008 Tabel 3 memperlihatkan bahwa bayam dan kangkung mengalami kenaikan produksi. Hal ini membuktikan bahwa permintan akan kedua sayuran ini juga mengalami peningkatan. Bayam mengalami kenaikan produksi mulai tahun 2005 setelah mengalami penurunan pada tahun 2004. Kangkung memiliki kenaikan produksi yang lebih tinggi dibanding bayam terutama pada tahun 2006. Hal ini mengisyaratkan permintaan masyarakat akan komoditi kangkung lebih tinggi dibandingkan bayam. Pasar yang dituju untuk bayam dan kangkung mencakup mulai dari pasar tradisional hingga pasar ekspor. Pemasaran produk tergantung dari kualitas xviii produk grade dan manajemen pemasaran yang diterapkan perusahaan. Perusahaan agribisnis biasanya mentargetkan kalangan kelas atas sebagai calon konsumen dan memasarkan produknya ke supermarket dan pasar luar negeri. Hal ini akan memberikan harga jual produk yang lebih tinggi dan menjamin pemasaran dan penjualan produk. Namun hal ini juga menuntut manajemen mutu produk dari perusahaan. Salah satu daerah penghasil bayam dan kangkung di Indonesia adalah Bogor. Beberapa faktor penyebabnya adalah kondisi iklim dan tanah yang cocok dengan kedua jenis sayuran tersebut. Bogor juga dekat dengan kota-kota besar seperti Jakarta sebagai sasaran tempat pemasaran. Tabel 4 menunjukkan perkembangan produksi beberapa sayuran di kota Bogor. Tabel 4. Produksi Tanaman Sayuran Utama Kabupaten Bogor Periode 2004-2007 Komoditas Sayuran Tahun Peningkatan rata-rata 2004 2005 2006 2007 Mentimun 14.003 25.836 29.366 22.860 21,68 Kacang Panjang 10.798 14.874 17.489 16.446 16,32 Bawang Daun 8.403 5.888 14.360 3.398 -69,44 Kangkung 7.394 11.846 28.453 21.739 56,66 Bayam 6.987 13.493 29.853 12.258 23,48 Sumber : Badan Pusat Statistik 2008 Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa tanaman bayam dan kangkung menunjukkan perkembangan positif tiap tahunnya. Walaupun tingkat produksi bayam dan kangkung di Kota Bogor turun pada tahun 2004 namun kondisi ini membaik pada tahun-tahun berikutnya. Bayam dan kangkung merupakan dua komoditi tanaman dengan peningkatan rata-rata pertahun tertinggi. xix Seperti usaha lain pada umumnya usaha pertanian bayam dan kangkung memiliki risiko tersendiri pada tiap subsistem. Risiko ini perlu diperhitungkan dalam perencanaan bisnis sehingga perlu adanya identifikasi risiko. Hal ini untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi dan membuat perencanaan manajemen risiko. Dengan membuat manajemen risiko perusahaan dapat meminimalisir kerugian yang mungkin terjadi. Beberapa risiko yang terdapat pada usaha pertanian adalah risiko produksi, risiko harga dan risiko pemasaran. Risiko produksi berdampak pada kegagalan panen atau penurunan jumlah panen dari hasil yang diharapkan. Risiko harga mencakup fluktuasi harga jual dan kenaikan harga input produksi. Risiko pemasaran mencakup pada keberhasilan penjualan dan pemasaran hasil produksi ke tangan konsumen. Tabel 3 dan Tabel 4 memperlihatkan bahwa komoditas bayam dan kangkung mengalami fluktuasi jumlah produksi. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa bayam mengalami kenaikan dari tahun 2004 hingga tahun 2006 namun mengalami penurunan pada tahun 2007. Kondisi ini mengisyaratkan adanya risiko produksi pada tanaman bayam dan kangkung. Risiko ini perlu diidentifikasi dan dikaji lebih lanjut. Salah satu perusahaan pertanian yang memproduksi bayam dan kangkung di kabupaten Bogor adalah Parung Farm.

1.2 Perumusan Masalah