Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Sistematika Penulisan Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Menikah dengan Pariban dalam Suku Batak

maka suami atau istri akan merasakan ketidakpuasan dalam pernikahannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Epstein Eidelson 1981 pasangan yang tidak bahagia menunjukkan harapan yang tidak realistik terhadap pasangannya dalam Santrock, 1995. Menurut Tambunan 1982 pasangan suami istri yang menerima paribannya sebagai suami atau istri harus menjalani hubungan pernikahan yang baik terlepas dari harapan yang dimiliki suami atau istri terhadap pasangannya, karena hubungan yang baik antara suami istri sangat menentukan keberhasilan sebuah rumah tangga yang bahagia sehingga akan berujung pada kepuasan pernikahan. Kalau suatu pernikahan dengan pariban itu berhasil baik, sudah tentu segala sesuatu akan dapat tercapai dengan baik dan memuaskan baik itu dalam kehidupan rumah tangga maupun dimasyarakat. Pasangan yang memiliki pandangan yang positif terhadap hidup juga lebih bisa menjaga hubungan pernikahan yang memuaskan DeGenova, 2008. Berdasarkan fenomena diatas, pernikahan pariban masih banyak terjadi dalam Budaya Batak. Untuk itu peneliti ingin mengetahui gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam suku Batak”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai: “Gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam Suku Batak berdasarkan aspek-aspek kepuasan pernikahan?” Universitas Sumatera Utara

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Kepuasan Pernikahan pada Pasangan yang Menikah dengan Pariban dalam Suku Batak.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain, adalah:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis membangun dan mengembangkan khasanah keilmuan dan pengetahuan bidang Psikologi khususnya Psikologi Perkembangan. Penelitian ini ingin memberikan sumbangan yang berupa kajian yang mendalam mengenai kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam Suku Batak.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan masukan kepada pasangan yang menikah melalui perjodohan untuk mencapai kepuasan pernikahan. b. Memberikan informasi kepada pasangan yang menikah dengan pariban mengenai apa-apa saja aspek yang bisa mempengaruhi kepuasan pernikahan. c. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan penelitian dapat dijadikan sebagai masukan dan acuan sehingga dapat menjadi rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya. Universitas Sumatera Utara

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi atas lima bab dan masing-masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Sistematika penulisan penelitian ini adalah: Bab I: Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang menjelaskan dan mendukung data penelitian. Meliputi landasan teori mengenai Pernikahan, Kepuasan Pernikahan, Budaya Batak, Pernikahan dalam Budaya Batak, Dewasa Awal, dan Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Pasangan yang Menikah dengan Pariban dalam Suku Batak. Bab III: Metodologi Penelitian Bab ini membicarakan tentang metode kualitatif yang digunakan termasuk teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini serta metode pengambilan data. Selain itu juga memuat responden penelitian dan lokasi penelitian. Bab IV: Analisa dan Interpretasi Bab ini akan memuat deskripsi data, analisa data, dan pembahasan. Bab V: Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Bab ini akan menjelaskan kesimpulan dari penelitian ini, diskusi mengenai hasil penelitian yang ada serta saran-saran yang dianjurkan mengenai penelitian ini. Universitas Sumatera Utara 10 BAB II LANDASAN TEORI

A. Kepuasan Pernikahan 1. Defenisi Pernikahan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa Hadikusuma, 2007. Menurut Duvall Miller 1985 Pernikahan merupakan suatu bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan yang meliputi hubungan seksual, legitimasi untuk memiliki keturunan memiliki anak, dan penetapan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing pasangan. Menurut Papalia, Olds Feldman, 2008 ; Atwater Duffy, 2005 ; Santrock, 1995 pernikahan adalah pernyataan telah menikah yang melibatkan hubungan antara laki-laki dan perempuan secara legal dan tinggal bersama juga penyatuan antara dua sistem keluarga yang saling beradaptasi secara keseluruhan dan mengembangkan sebuah sistem baru yaitu sistem ketiga. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang bersatu secara legal, meliputi hubungan seksual, memiliki keturunan, memiliki kewajiban, tinggal bersama, serta menyatukan dua sistem keluarga yang berbeda. Universitas Sumatera Utara

2. Bentuk-Bentuk Pernikahan

Adat pernikahan sangat beragam akan tetapi secara umum ada beberapa bentuk pernikahan menurut Papalia, Olds, Feldman 2008, yaitu : 1 Pernikahan Monogami Pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dimana pada prinsipnya suami hanya mempunyai satu istri begitupun sebaliknya istri hanya mempunyai satu suami. 2 Pernikahan Poligami Pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dimana seorang laki-laki menikahi banyak perempuan. 3 Pernikahan Poliandrus Pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dimana perempuan menikahi lebih dari satu laki-laki atau memiliki suami lebih dari satu. Menurut Coleman Watson 2005 dan Prinst 2004 dalam Budaya Batak ada beberapa sistem pernikahan pada masyarakat Indonesia, yaitu : 1 Sistem Endogami Pada sistem ini seseorang harus menikah dengan sesama anggota kelompok atau komunitas tertentu. Pada sistem ini seseorang hanya diperbolehkan menikah dalam keluarganya sendiri Prinst, 2004. 2 Sistem Eksogami Pada sistem ini seseorang harus menikah dengan orang dari luar suku keluarganya atau dari luar marganya. Universitas Sumatera Utara 3 Sistem Eleutherogami Pada sistem ini tidak dikenal adanya larangan-larangan atau keharusan menikah dengan kelompok tertentu. Larangan-larangan yang ada hanyalah yang memiliki ikatan darah atau kekeluargaan dekat Prinst, 2004.

3. Proses Menuju Ikatan Pernikahan

Menurut Papalia, Olds, Feldman 2008 secara sejarah dan lintas kultural cara paling umum dalam memilih pasangan untuk memasuki ikatan pernikahan bisa dilakukan melalui berbagai cara, yaitu: a Perjodohan Perjodohan adalah suatu cara untuk mencari pasangan hidup seseorang dengan landasan keserasian antara kedua belah pihak. Perjodohan bisa dilakukan oleh orangtua maupun mak comblang. Perjodohan bisa terjadi dari masa-masa kanak-kanak dan individu yang dijodohkan akan bertemu saat pernikahan hendak dilaksanakan. b Pacaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pacaran didefenisikan sebagai, “Hubungan dengan teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan bathin, biasanya menjadi tunangan atau kekasih”. Menurut kamus bahasa Indonesia kontemporer Salim Salim, 1991, pacaran didefenisikan sebagai: “Hubungan dengan lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan cinta kasih”. Universitas Sumatera Utara Menurut DeGenova 2008 pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas untuk mengenal satu sama lain, mempelajari, bersosialisasi, dan memilih pasangan dengan pilihan mutual. Proses pacaran dilakukan sebagai dasar pernikahan.

4. Definisi Kepuasan Pernikahan

Menurut Hawkins dalam Olson dan McCubbin, 1983 kepuasan pernikahan merupakan evaluasi perasaan subjektif akan kebahagiaan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan dalam pernikahan dengan mempertimbangkan keseluruhan aspek dalam penikahan. Menurut DeGenova 2008; Bradbury, Fincham Beach 2000 kepuasan pernikahan merupakan sejauh mana pasangan puas dan memiliki perasaan yang positif terhadap hubungan pernikahan serta terpenuhinya harapan dan kebutuhan pasangan dalam hubungan pernikahan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah evaluasi perasaan subjektif akan kebahagiaan, pengalaman menyenangkan, perasaan yang positif terhadap hubungan pernikahan serta terpenuhinya harapan dan kebutuhan. Universitas Sumatera Utara

5. Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan

Menurut Olson McCubbin 1983 terdapat beberapa aspek dalam pernikahan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pernikahan, antara lain : a. Personality issue Aspek ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan- kebiasaan serta kepribadian pasangan. Melihat bagaimana persepsi indivdu terhadap perilaku dan sifat pasangan. Sifat contohnya lambat, pemarah, pemurung, pecemburu, dan posesif, juga melihat bagaimana ketergantungan, dan kecenderungan pasangan dalam mendominasi di dalam rumah tangga. Biasanya sebelum menikah individu berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia. Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila individu bisa menyesuaikan diri dengan pasangan dan merasa puas dengan kepribadian pasangan. Sedangkan kepuasan pernikahan dikatakan tidak tercapai apabila individu kurang menerima atau kurang nyaman dengan kepribadian dan perilaku pasangan. Universitas Sumatera Utara

b. Communication

Aspek ini melihat bagaimana perasaan, keyakinan dan sikap individu dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Seberapa penting peran komunikasi di dalam hubungan pernikahan. Area ini berfokus pada rasa senang yang dialami pasangan suami istri dalam berkomunikasi dimana mereka saling berbagi dan rasa yakin terhadap pasangan, persepsi pasangan dalam menerima dan memberikan informasi, dan respon yang diberikan saat berkomunikasi dengan pasangan. Laswell 1991 membagi komunikasi pernikahan menjadi lima elemen dasar, yaitu: keterbukaan diantara pasangan openness, kejujuran terhadap pasangan honesty, kemampuan untuk mempercayai satu sama lain ability to trust, sikap empati terhadap pasangan empathy, dan kemampuan menjadi pendengar yang baik listening skill. Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila pasangan menyadari dan puas dengan tipe komunikasi yang ada di dalam pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan dikatakan tidak tercapai apabila kurang puas dengan komunikasi di dalam pernikahan. c. Conflict resolution Aspek ini berfokus untuk menilai sikap individu, perasaan, keyakinan yang mengarah terhadap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya di dalam sebuah hubungan pernikahan. Area ini juga berfokus pada keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah yang muncul serta strategi dan prosedur yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Area ini juga menilai bagaimana anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah Universitas Sumatera Utara bersama-sama serta membangun kepercayaan satu sama lain. Dan pasangan puas dengan cara pemecahan masalah yang dilakukan. Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila adanya sikap yang realistis mengenai konflik di dalam hubungan pernikahan, dan nyaman dengan cara pemecahan masalah yang dilakukan di dalam hubungan pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila adanya rasa tidak puas dengan cara pemecahan masalah dalam hubungan pernikahan. d. Financial management Aspek ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk- bentuk pengeluaran, dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Aspek ini berfokus kepada apakah individu cenderung menjadi boros atau menabung, memperhatikan masalah kredit dan utang, membuat keputusan dalam membelanjakan keuangan rumah tangga, adanya rasa puas terhadap status ekonomi dalam hubungan pernikahan. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan Hurlock, 1980. Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap pasangannya dan ketidakpercayaan terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan. Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila adanya rasa puas terhadap pengaturan keuangan yang dilakukan oleh pasangan dan sikap yang realistis terhadap keuangan rumah tangga. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai Universitas Sumatera Utara apabila menunjukkan adanya berbagai masalah karena pengaturan keuangan dalam hubungan rumah tangga.

e. Leisure activity

Aspek ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Area ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang bersama pasangan. Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila menunjukkan adanya kecocokan, fleksibilitas, dan kesepakatan dalam menggunakan waktu bersama. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila menunjukkan adanya ketidakpuasan dalam menghabiskan waktu luang bersama pasangan di dalam hubungan pernikahan. f. Sexual relationship Aspek ini menilai perasaan individu dan konsen pada kasih sayang dan hubungan seksual. Merefleksikan kepuasan dalam mengekspresikan kasih sayang, rasa nyaman dalam membicarakan masalah seksual, sikap terhadap perilaku seksual, hubungan seksual, keputusan dalam pengendalian kelahiran, dan perasaan tentang kesetiaan terhadap pasangan. Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak tercapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, dan dapat membaca Universitas Sumatera Utara tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri. Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila mencerminkan kepuasan dalam mengekspresikan kasih sayang dan sikap positif tentang peran seksualitas dalam pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila mencerminkan adanya ketidakpuasan dalam mengekspresikan kasih sayang dalam hubungan pernikahan dan perselisihan atas keputusan mengenai pengendalian kelahiran. g. Children and Marriage Aspek ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan anak, kesepakatan dalam jumlah anak. Fokusnya adalah seberapa besar pengaruh anak dalam hubungan rumah tangga, kepuasan terhadap peran dan tanggung jawab sebagai orangtua dalam membesarkan anak. Bagaimana orangtua menerapkan keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud. Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila ada kesepakatan mengenai jumlah anak yang diinginkan, persepsi mengenai pengaruh anak dalam hubungan pernikahan, dan kepuasan terhadap peran dan tanggungjawab orangtua. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila kurangnya kesepakatan mengenai keputusan untuk memiliki anak dan ukuran keluarga yang dimiliki, Universitas Sumatera Utara konsep yang berlebihan terhadap pengaruh anak dalam hubungan pernikahan, dan rasa tidak nyaman mengenai peran dan tanggung jawab orangtua.

h. Religious orientation

Aspek ini menilai sikap individu, perasaan dan perhatian mengenai makna keyakinan beragama serta bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan sehari- hari dan dalam pernikahan. Jika seseorang memiliki keyakinan beragama, dapat dilihat dari sikapnya yang perduli terhadap hal-hal keagamaan dan mau beribadah. Umumnya, setelah menikah individu akan lebih memperhatikan kehidupan beragama. Orangtua akan mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai agama yang dianut kepada anaknya. Mereka juga akan menjadi teladan yang baik dengan membiasakan diri beribadah dan melaksanakan ajaran agama yang mereka anut. Kepuasan pernikaha akan tercapai apabila mencerminkan pandangan yang lebih tradisional bahwa agama merupakan komponen yang sangat penting di dalam sebuah pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila mencerminkan interpretasi yang lebih individualitas dan kurangnya peran agama dalam pernikahan. i. Family and Friends Aspek ini dapat melihat bagaimana perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman. Aspek ini juga merefleksikan harapan dan perasaan senang menghabiskan waktu bersama keluarga besar dan teman-teman. Pernikahan akan cenderung lebih sulit jika salah satu pasangan menggunakan sebagian waktunya bersama keluarganya sendiri, jika Universitas Sumatera Utara ia juga mudah dipengaruhi oleh keluarganya dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu lama Hurlock, 1980. Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila mencerminkan hubungan yang nyaman dengan keluarga dan teman. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila mencerminkan adanya ketidaknyamanan ketika bersama keluarga dan teman-teman, dan adanya potensi untuk munculnya konflik.

j. Egalitarian role

Aspek ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, peran rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila menunjukkan adanya peran yang beragam dalam pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila menunjukkan kurangnya kepuasan, yang mengindikasikan adanya peran suami-istri secara tradisional dalam pernikahan dan tanggung jawab dalam rumah tangga. Universitas Sumatera Utara

B. Budaya Batak 1. Defenisi Budaya Batak

Budaya batak adalah salah satu Budaya yang memegang teguh adat istiadat kebudayaannya. Budaya yang memiliki solidaritas kekeluargaan yang erat diantara satu marga dengan marga lainnya sehingga hal ini menjadi semacam tata hidup yang bernilai tinggi. Baik secara formal atau tidak sifat kekeluargaan berdasarkan Dalihan Na Tolu yang menjadi landasan hidup masyarakat Batak Tambunan, 1982. Masyarakat Batak mempertahankan kelestarian budayanya dengan mengikuti garis keturunan Ayah patrilineal. Garis keturunan yang bersifat patrilineal turut menentukan dengan siapa seseorang boleh menikah dan tidak boleh menikah. Oleh karena itu pernikahan di daerah Batak bersifat eksogami Tambunan, 1982. Eksogami artinya pernikahan dilakukan diluar klan atau marga. Masyarakat Batak secara sadar mengikuti marga turun temurun. Anak- anak lelaki dan perempuan dari seorang ayah menggunakan marga ayahnya, dan pernikahan semarga sangat terlarang karena orang semarga masih dianggap saudara kandung. Dan seorang wanita tidak berhak lagi memakai marga ayahnya setelah ia menikah, dan secara otomatis pula ia memakai marga suaminya Tambunan, 1982. Universitas Sumatera Utara

2. Pernikahan dalam Budaya Batak

Pernikahan adalah suatu keharusan bagi setiap orang. Selain panggilan alamiah, pernikahan dianggap suci dan membawa kebahagiaan untuk meneruskan keturunan. Adat istiadat pernikahan dalam Budaya Batak merupakan salah satu bagian dari kebudayaan Tambunan, 1982. Pernikahan dalam Budaya Batak harus keluar dari klan atau marga dan harus pula dikuatkan oleh adat. Adat dan jiwa itu mengikat batin kedua mempelai, disamping cinta kasih yang telah dahulu mempersatukan kedua insan tersebut. Pernikahan dalam Budaya Batak hanya mengizinkan bentuk pernikahan monogami. Pernikahan monogami merupakan pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan di mana seorang suami hanya memiliki satu istri begitupun sebaliknya seorang istri hanya memiliki satu suami Tambunan, 1982. Pernikahan dalam masyarakat Batak itu sendiri terjadi bukan hanya antara kedua individu yang akan menikah, tetapi juga pernikahan antar dua keluarga. Tidak jarang orangtua dan keluarga menolak pilihan calon pasangan hidup anak mereka jika calonnya tersebut bukan berasal dari Batak Tambunan, 1982. Hal ini disebabkan adanya kekhwatiran akan lunturnya kekerabatan dalam suatu keluarga terjadi jika seorang anak tidak menikah dengan seseorang yang tidak dekat dengan keluarganya. Terlebih lagi jika kedekatan antar keluarga yang telah bersatu tidak dapat terjalin Tambunan, 1982. Universitas Sumatera Utara 3. Jenis-Jenis Pernikahan dalam Budaya Batak Menurut Prinst 2004 jenis-jenis pernikahan dalam Budaya Batak adalah sebagai berikut: 1. Pernikahan dengan Pariban Pada masyarakat Batak, jika berbicara tentang pernikahan maka tidak jauh-jauh dari yang namanya pasangan hidup. Baik itu perjodohan dengan pariban maupun pacaran dengan pariban. Hal ini bukanlah hal yang aneh, karena dengan berbagai macam tradisi di masyarakat Batak, terkadang pemuda Batak pun dituntut untuk memiliki pasangan hidup yang berasal dari suku sendiri. Masyarakat Batak tentu tidak asing lagi dengan yang namanya perjodohan dengan pariban. Seorang pemuda Batak pertama-tama akan dipasangkan dengan anak perempuan mama ‟nya atau tulang paman, saudara ibu, sedangkan pemudi dengan anak laki-laki bibinya Tambunan, 1982. Awal sejarah dari perjodohan dengan pariban sendiri adalah pembagian harta warisan. Di masyarakat Batak tradisional dahulu, seorang anak dinikahkan dengan paribannya supaya harta keluarganya tidak jatuh ke tangan orang lain. Hal ini dilakukan agar harta keluarga diturunkan kepada saudara sendiri yang sudah jelas siapa orangnya dari pada harta keluarga nanti akan diwariskan kepada orang yang tidak dikenal Lacapitale, 2012. Tradisi perjodohan dengan pariban masih bertahan hingga sekarang. Namun sesuai dengan perkembangan jaman, tujuan perjodohan dengan pariban sudah tidak lagi seputar persoalan harta warisan. Saat ini, tujuan perjodohan dengan pariban sering kali demi menjaga kekerabatan di dalam sebuah keluarga Universitas Sumatera Utara besar. Karena tidak jarang ada kekhawatiran akan longgarnya hubungan kekerabatan di dalam keluarga besar jika anak di dalam keluarga tersebut menikah dengan orang yang tidak dekat dengan keluarganya. Khawatir akan adanya perubahan hubungan kekerabatan di dalam keluarga Lacapitale, 2012. Penentuan pasangan hidup di masyarakat Batak sendiri masih dipegang oleh orangtua dan keluarga. Orang Batak sangat menghormati orang tua. Etika hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral sebagaimana yang tercantum dalam ajaran agama leluhur merupakan ciri lain dari suku Batak. Mereka mengatakan bahwa orangtua merupakan wali dari Allah di dunia Tambunan, 1982. Pacaran dengan pariban juga merupakan hal yang biasa dalam Budaya Batak. Pacaran dengan pariban tidak boleh main-main, sekali pacaran dengan pariban maka harus melanjutkan ke jenjang pernikahan. Pacaran dengan pariban juga dilandaskan kecocokan dengan pariban yang akan mempengaruhi kebahagiaan rumah tangga. 2. Pernikahan Gancih abu ganti tikar Pernikahan dimana seorang perempuan menikah dengan seorang laki-laki menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai istri Prinst, 2004. 3. Pernikahan Lako man turun ranjang Pernikahan dimana seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan yang awalnya adalah istri saudaranya atau bapaknya yang telah meninggal Prinst, 2004. Universitas Sumatera Utara

C. Dewasa Awal 1. Defenisi Dewasa Awal

Istilah adult berasal dari bentuk lampau kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna, atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, individu dewasa awal adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan individu dewasa lainnya Hurlock, 1980. Masa dewasa awal dimulai pada umur 20 sampai 40 tahun Papalia, Olds Feldman, 2008 saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif Hurlock, 1980. Individu dewasa awal diharapkan memainkan peranan baru seperti peran suamiisteri, orang tua, pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. Menurut Santrock 1995 masa dewasa awal adalah masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa dan transisi dari sekolah menengah ke atas menuju universitas. Pada masa dewasa awal tidak hanya mencapai puncak kemampuan fisik saja tetapi juga penurunan kemampuan fisik.

2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Menurut Hurlock 1980 tugas perkembangan pada individu dewasa awal, antara lain: a Mulai bekerja b Memilih pasangan atau teman hidup Universitas Sumatera Utara c Belajar hidup bersama suami atau istri membentuk sebuah keluarga d Mengasuh dan membesarkan anak e Mengelola rumah tangga f Mengambil tanggung jawab sebagai warga Negara g Mencari kelompok sosial yang menyenangkan Menurut Havighurst dalam Aiken, 2002 tugas perkembangan dewasa awal adalah: a Mencari dan menemukan calon pasangan hidup serta menikah b Membina kehidupan rumah tangga c Meniti karier dalam rangka memantapkan kehidupan rumah tangga d Menjadi warga Negara yang bertanggung jawab

D. Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Menikah dengan Pariban dalam Suku Batak

Menurut Hawkins dalam Olson McCubbin, 1983 kepuasan pernikahan adalah perasaan subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan dalam pernikahan dengan mempertimbangkan keseluruhan aspek dalam pernikahan. Kepuasan pernikahan termasuk kualitas pernikahan, penyesuaian pernikahan dan kebahagiaan pernikahan Papalia, Olds, Feldman, 2008. Kepuasan pernikahan juga ditandai dengan terpenuhinya harapan-harapan mengenai pernikahan. Ketika seseorang merasa pernikahannya tidak sesuai dengan harapan maka akan tercapai rasa tidak bahagia. Menurut Dariyo 2003 kebahagiaan lahir dan batin dalam membina kehidupan rumah tangga dapat diraih Universitas Sumatera Utara dengan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam pernikahan. Penentuan pasangan hidup dalam masyarakat Batak masih ditentukan oleh orangtua. Karena pernikahan dalam budaya Batak tidak hanya antara dua individu melainkan pernikahan antar dua keluarga. Tidak jarang orangtua dan keluarga menolak pilihan calon pasangan hidup anak mereka jika calonnya tersebut bukan berasal dari orang Batak. Para orang tua mengatur kesepakatan dalam menentukan pernikahan, siapa pasangan yang cocok untuk anaknya, dengan cara di jodohkan Tambunan, 1982. Pernikahan berdasarkan perjodohan biasa disebut pernikahan dengan pariban dalam budaya Batak. Pernikahan pariban juga bisa terjadi dengan cara pacaran dengan pariban. Pernikahan yang ideal menurut budaya Batak dimana seorang laki-laki mengambil anak perempuan pamannya untuk dijadikan istri. Dalam budaya Batak hubungan pernikahan antara suami-istri sangat menentukan keberhasilan dan kepuasan sebuah rumah tangga dapat tercapai. Banyak faktor yang harus diketahui suami-istri dalam usaha mencapai kepuasan pernikahan itu Tambunan, 1982. Menurut Tambunan 1982 pasangan suami istri yang menerima impal atau paribannya sebagai suami atau istri harus menjalani hubungan pernikahan yang baik terlepas dari harapan yang dimiliki suami atau istri terhadap pasangannya, karena hubungan yang baik antara suami istri sangat menentukan keberhasilan sebuah rumah tangga yang bahagia sehingga akan berujung pada kepuasan pernikahan. Kalau suatu pernikahan dengan pariban itu berhasil baik, Universitas Sumatera Utara sudah tentu segala sesuatu akan dapat tercapai dengan baik dan memuaskan baik itu dalam kehidupan rumah tangga maupun dimasyarakat. Puas atau tidaknya pasangan dalam hubungan pernikahannya dapat pula dilihat dari berbagai kesamaan yang dimiliki pasangan. Pasangan pernikahan dengan pariban berasal dari budaya yang sama, memakai bahasa yang sama, menganut agama yang sama. Hal ini dipertegas oleh penelitian yang dilakukan oleh Bradburry et al 2000 mengenai faktor yang menentukan kepuasan pernikahan bahwa memiliki banyak kesamaan dengan pasangan baik itu suami atau istri akan mempengaruhi kepuasan pernikahan. Universitas Sumatera Utara

E. Dinamika Teoritis