B. Pasangan 2 Responden 3 4 1. Identitas Diri Responden 3 4
Tabel 6. Identitas Responden 3 4 Keterangan
Suami Istri
Nama Inisial AS
DS Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Usia 32 tahun
33 Tahun Pendidikan
Sarjana Sarjana
Agama Islam
Islam Pekerjaan
Guru Pengawas Apoteker
Umur pada saat menikah 26 tahun
27 tahun Proses menikah
Dijodohkan Jumlah Anak
2 orang Usia pernikahan
6 tahun
2. Jadwal Wawancara Pasangan 2 responden 3 4 Tabel 7. Jadwal Wawancara Responden 3
Responden Hari Tgl
Wawancara Waktu
Wawancara Tempat
Wawancara
AS 24 februari 2013
15.00-17.00 Wib Rumah AS
AS 05 April 2013
17.00-18.10 Wib Rumah AS
Tabel 8. Jadwal Wawancara Responden 4 Responden
Hari Tgl Wawancara
Waktu Wawancara
Tempat Wawancara
DS 27 februari 2013
15.00-17.00 Wib Rumah AS
DS 05 April 2013
14.00-16.00 Wib Rumah AS
3. Gambaran Umum Pasangan 2
Pasangan 2 merupakan pasangan yang menikah melalui proses perjodohan yang dilakukan oleh orangtua. AS merupakan anak kedua dari empat bersaudara
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pasangan anak ketiga dari lima bersaudara. Latar belakang sosial ekonomi AS hampir sama dengan istri. Alasan AS menikah dengan pasangan
karena ada faktor rasa tersaingi dengan sang adik yang ingin menikah mendahului AS, sehingga AS juga memutuskan untuk segera menikah. Meskipun disaat ingin
menikah AS mengaku tidak punya calon istri, sehingga AS mengutarakan niatnya untuk menikah dan meminta orangtua untuk mencarikan pasangan yang tepat
untuk AS. Keluarga AS merupakan keluarga yang masih memegang teguh adat
istiadat Batak, terutama untuk pernikahan dengan keluarga seperti pernikahan pariban masih dilakukan dalam keluarga. Akhirnya orangtua memperkenalkan AS
dengan paribannya sendiri yaitu DS. Saat mengetahui ingin dinikahkan dengan pariban AS pun tidak menolak perjodohan tersebut karena sudah mengenal
dengan baik pariban dan keluarga pariban. AS bekerja sebagai Guru tidak tetap Honorer di sebuah Sekolah Dasar
sedangkan pasangan merupakan pengawas disalah satu Apotik di daerah kecamatan Natal.
4. Analisa Data Wawancara Responden 3 I.
Pernikahan pariban
AS dan pasangan sudah saling mengenal sejak kecil karena adanya hubungan persaudaan antara keluarga AS dengan keluarga pasangan. Hubungan
persaudaraan ini yang membuat AS dan pasangan sering bertemu saat masih kanak-kanak. Namun disaat menginjak usia remaja keduanya menjadi jarang
Universitas Sumatera Utara
bertemu. Pertemuan kembali terjadi saat AS menjalani kuliah di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di kota Medan.
Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana, AS tidak punya keinginan untuk menikah cepat-cepat. Keinginan menikah muncul saat sang adik
memutuskan untuk menikah sehingga AS merasa kalau dirinya sebagai abang tidak boleh dilangkahi oleh adik. Menurut AS pernikahan merupakan menyatukan
dua hati secara syah menurut hukum dan untuk menjalankan perintah agama. “….Pernikahan itu menyatukan 2 hati secara agama melaksanakan sunah
Rasul. Jadi dengan menikah itu kita bisa menjalankan perintah agama. Jadi sebuah pernikahan tidak hanya resmi secara hukum tapi juga untuk
tujuan agama.
” R3, W1, 1-16
Saat AS memiliki keinginan yang kuat untuk menikah, AS tidak memiliki calon istri. Untuk melaksanakan niatnya AS mencoba menyatakan keinginan
kepada kedua orangtua. Orangtua AS pun menyambut keinginan sang anak dengan baik dan mencarikan calon istri untuk AS. Calon yang dipilih orangtua
AS adalah pariban AS. “ Kami menikah dengan cara dijodohkan hehehe… seperti jaman Siti
Nurbaya aja yah…” R3, W1, 34-82
“Pernikahan pariban itu ya… tentunya pernikahan keluarga dan meningkatkan hubungan kekeluargaan lebih kuat. Sebenarnya pernikahan
dengan pariban itu sama saja dengan pernikahan pada umumnya. Namun yang membedakan pernikahan pariban dengan pernikahan lainnya ya
palingan itu ya sama keluarga nikahnya
.” R3, W1, 17-34
Ketika orangtua memberitahukan kepada AS bahwa dirinya akan dijodohkan dengan salah seorang paribannya, AS menerima keadaan tersebut.
Setelah AS mengetahui akan dijiodohkan dengan pariban yang mana, AS pun
Universitas Sumatera Utara
merasa yakin untuk menjadikan pariban sebagai istri karena faktor kedekatan di waktu kecil yang sudah mengenal pasangan dengan baik dan juga mengenal
kehidupan keluarga pasangan dengan baik. Hal ini menjadi dasar AS yakin dengan pasangan. Menikah dengan pariban membuat hubungan kekeluargaan
menjadi semakin dekat dan harta keluarga tidak jatuh kepada orang lain. “Yang membuat yakin untuk menjadikan istri itu ya karena keluarga juga.
Karena emang udah kenal juga ama keluarga istri, tau keluarga istri bagaimana, baik. Makanya abang yakin untuk menjadikan istri atau si
pariban abang ni sebagai istri abang. Lagipula nikah sama pariban ni juga membuat harta gak pigi jauh-jauh. Kan kita-kita juga yang dapat bagiannya.
Udah gitu hubungan keluarga menjadi semakin dekat dengan menikahnya
saya sama istri.” R3, W2, 1-25
II.Kepuasan pernikahan a.
Personality issue
Menikah dengan pariban, menurut AS, ia tidak terlalu banyak melakukan penyesuaian, karena sudah mengenal pariban sejak kecil. Hanya setelah beranjak
remaja AS menjadi jarang betemu dengan pariban karena aktivitas sekolah dan kuliah yang mereka jalani.
“Penyesuaian sama istri sebetulnya gak ada masalah, selama kita masih bisa saling mengerti dan mengingatkan itu udah cukup menurut saya.
Antara saya yang tidak terlalu serius orangnya alias suka bercanda dengan istri yang seius sekali yang biasa saya bilang muka eksakta akibat
terlalu serius. Jadi saya harus mencoba mengerti istri saya.
” R3, W1, 85-103
Penyesuaian awal yang AS lakukan setelah menikah dengan pasangan adalah memahami kebiasaan dalam kehidupan keluarga pasangan. Awal
pernikahan dengan pasangan, AS belum memiliki rumah sehingga harus tinggal
Universitas Sumatera Utara
serumah dengan mertua. Kebiasaan yang sering dilakukan di rumah mertua sempat membuat AS merasa canggung, karena AS belum terbiasa melakukan
dengan kebiasaan tersebut. Akhirnya AS mencoba menyesuaikan diri dengan kebiasaan tersebut.
“Penyesuaian yang saya lakukan itu ya berjalan seiring waktu aja. Awal- awal mungkin agak ngerasa canggung ya, karena awal menikah masih
tinggal sama keluarga istri, sampai istri melahirkan anak pertama barulah saya dan istri menempati rumah sendiri....Udah gitu sama semua
keluarga istri juga melakukan penyesuaian. Sama-sama keluarga istri juga sebetulnya melakukan penyesuaian, walaupun saudara tapi tetap
aja..
.” R3, W2, 91-123
Selain menyesuaikan dengan kebiasaan dalam keluarga pasangan, AS juga harus menyesuaikan diri dengan sifat pasangan. Pasangan merupakan orang yang
pendiam dan selalu serius dalam menanggapi sesuatu. Hal ini sangat berkebalikan dengan sifat AS yang sangat suka bercanda. Perbedaan kepribadian antara AS dan
pasangan membuat AS merasa kesal, karena AS merasa pasangan tidak bisa diajak untuk bercanda. Untuk mengatasi rasa kesal tersebut AS mencoba
membiasakan pasangan untuk bercanda. “Untuk penyesuaian yang saya udah lakukan sepertinya pada sifat istri
dulu baru penyesuaian yang lain. Penyesuaian yang telah saya lakukan itu penyesuaian sifat dan memakluminya dan jika tidak ada yang cocok
segera di komunikasikan. Sifat istri saya kan serius tu lihat aja mukanya, muka eksakta, hehehe ….tertawa. Makanya saya yang suka bercanda ni
kadang- kadang takut juga salah omong dan istri „saltang‟ alias salah
tangkap dengan maksud yang saya utarakan”
R3, W1, 104-128 “Kesal iya, karena saya kan orangnya suka bercanda, suka tertawa. Nah
disatukan dengan istri yang pendiam kadang suka geram juga. Tapi saya coba untuk ubah sedikit-sedikit lah. Kalau untuk saya gak papa lah istri
diam memang saya udah tau sifat dia begitu. Tapi kalau tamu datang saya selalu mengatakan pada istri untuk tidak merengut aja kalau ada tamu
datang. Tersenyum sama tamu. Namanya kita kan perlu sosialisasi.
Universitas Sumatera Utara
Setidaknya basa-basi saya bilang. Jangan seperti hidup di dunia ini sendiri. Saya arahkan istri untuk bagaimana berperilaku.“
R3, W2, 150-179
Perbedaan sifat dan perilaku antara AS dengan pasangan seringkali membuat AS lebih menjaga sikap ketika berbicara dengan pasangan. AS juga
sering merasa serba salah dalam bersikap, karena pasangan selalu menanggapi dengan cara yang berbeda.
“…Menurut saya sifat kurang suka bercanda. Itu paling fatal dulu menurut saya. Karena saya kan orangnya suka bercanda nah istri saya
kurang suka bercanda, kadang-kadang mau bercanda pikir-pikir dulu, karena takut si istri nanggapinya lain, wah bisa gawat urusannya. Kalau
untuk penyesuaian seperti itu ya pande-pande kita aja lah. Kadang kita yang mesti terima. Mulai proses 4 bulan setelah menikah itu lah mulai lah
ada perubahan, yang awalnya diam aja sekarang aja kakak ini dah mulai banyak cerita karena suami suka cerita.
” R3, W1, 155-185
Menurut AS, ia belum terlalu mengenal perbedaan perilaku dan sikap pasangan saat sebelum menikah dengan sesudah menikah karena setelah
menginjak usia remaja AS jarang bertemu dengan pasangan. AS menjadi lebih mengenal perilaku pasangan setelah menikah.
“Kalau perbedaan kita tidak tahu karena proses perkenalan cuma singkat cuma 3 bulan aja, lalu menikah. Sebenarnya sudah kenal istri dari kecil
hanya kesibukan membuat saya dan istri jarang bertemu. Jadi ketemu lagi pas saya ingin menikah. Cara saya mensiasati perbedaan biasanya
dengan diarahkan pada komunikasi dan lebih interaktif lagi. Diajak-ajak lah si istri untuk bercanda walaupun terkadang tanggapan yang saya
dapat gak sesuai dengan harapan, tapi dicoba untuk dimengerti saja.
” R3, W1, 129-154
Perbedaan lain yang membuat AS tidak suka pada sifat pasangan adalah mengenai cara pasangan dalam mengekspresikan rasa tidak suka. Saat pasangan
merasa tidak suka ia akan menunjukkan dengan ekspresi wajah yang melotot sedangkan AS berharap pasangan lebih mengkomunikasikan rasa tidak suka
Universitas Sumatera Utara
dengan cara membicarakan hal tersebut kepada AS. AS mencoba mengutarakan kepada pasangan dan pasangan mencoba menerima masukan yang diberikan AS
dengan berjanji akan merubah sedikit-sedikit kebiasaan buruk yang ia miliki. “Iya istri saya kalau lagi diajak ngomong, gak sesuai sama dia matanya
kayak nantang gitu, saya gak suka kalau istri saya udah ngelihat dengan cara gitu, melotot gitu, kayaknya mau ngomong tapi bukan mulut yang
berbicara malah matanya yang melotot. Pokoknya kalau udah gitu buat saya kesal, gak suka lah pokoknya. Kalau sama saya ya kalau ada yang
gak disukai ngomong aja langsung jangan diam tapi mata melototin saya gitu. Udah sering saya bilang tapi istri saya ni susah mungkin mengubah
k
ebiasaan tersebut.” R3, W2, 207-234
“Pernah saya bilangin sama istri kalau saya gak suka sama sifatnya yang nantang saya kalau lagi gak suka sama apa yang saya ucapkan. Ya
dibilangin bagus-bagus lah tentunya nanti takut salah tangap. Saya bilang kalau memang gak suka ya.. langsung dibilang sama saya jangan malah
matanya yang bilang sama saya. Biar saya tahu salah saya dimana, jangan diam saja. Ya pada saat itu istri saya janji mau merubah sifatnya
tersebut. Istri mau lah merubah kebiasaan-kebiasaan buruk
beliau.” R3, W2, 235-277
Menikah dengan pariban menurut AS membuat pasangan menjadi lebih berani dalam bersikap. Hal ini disebabkan pasangan sudah mengenal AS sejak
kecil sehingga tidak ada rasa segan terhadap pasangan walaupun AS bukan sepupu lagi melainkan suami pasangan.
“Kalau pariban gitu bisa suka-suka hatinya saja. Hehehe… tertawa sambil bercanda. Berharapnya istri gak ngotot. Kalau salah tanggap ni
susah bawaannya emosi. Kalau saya emosi sikit-sikit aja tapi kalau perempuan kan gitu kalo udah merajuk, dah tau salah, tetap ngotot yang
paling benar. “ R3, W1, 186-202
AS berharap pasangan bisa menjadi seorang istri yang murah senyum, lebih bersosialisasi dengan tetangga, tidak terlalu serius menanggapi sesuatu. AS
tidak hanya berharap namun juga membantu pasangan untuk bisa berubah ke arah yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
“Dibilang terpenuhi udah, tapi dibilang masih kurang juga masih kurang. Saya tu inginnya istri ni lebih bersosialisasi lagi lah sama orang, jangan
merengut aja kalau lihat orang. Senyum lah sedikit. Jangan dibawa terus
lah muka eksakta itu. Hehehehe…Saya selalu mencoba untuk merubah istri seperti bagaimana istri yang saya harapkan.”
R3, W2, 278-295
Penyesuaian dalam pernikahan menurut AS lebih mudah dilakukan karena menikah dengan saudara atau menikah dengan pariban. Pernikahan dengan
saudara membuat AS menjadi lebih mudah untuk mengerti perilaku pasangan sehingga memudahkan AS untuk menyesuaikan diri dengan pasangan. Walaupun
ada beberapa perbedaan yang besar tapi hal itu coba dimaklumi dan dimengerti. “Penyesuaian kalau dibilang lebih mudah, sepertinya memang lebih
mudah, karena udah saling kenal itu ya mungkin. Walaupun berbeda tapi kan kita udah tau dasarnya bagaimana, jadi tinggal menyesuaikan dan
mengikuti saja. Kalau gak sesuai di coba untuk diluruskan biar ada kesesuaian. Tapi kalau saya menikah dengan perempuan yang bukan saya
kenal mungkin akan sangat sulit untuk menyesuaikan diri. Harus lebih di maklumi dan di
mengerti aja lah.” R3, W2, 124-149
b. Communication
Pada awal pernikahan dengan pasangan, hubungan komunikasi AS dengan pasangan terbilang kurang lancar. AS yang suka bercanda terkadang membuat
pasangan salah sangka. Sehingga AS selalu mencoba mencairkan suasana dan membiasakan pasangan berkomunikasi disertai dengan canda. Pasangan AS yang
awalnya kurang suka tersenyum menjadi lebih sering tersenyum saat berkomunikasi.
“Lebih terbuka sekarang lah daripada dulu. Kalau dulu ehhmmm diam aja sekarang. Alhamdulillah sekali sekarang istri lah udah cukup terbuka
dibandingkan dengan awal-awal menikah. Namanya istri ni dulu kan kuliah di bidang Eksakta jadi bawaannya serius aja.
”
Universitas Sumatera Utara
R3, W1, 203-218 Topik-topik yang sering AS bicarakan dengan pasangan biasanya
mengenai masalah-masalah yang ada dalam rumah tangga seperti anak-anak. Bagaimana anak-anak di rumah, apa saja yang terjadi selama AS bekerja. Selain
mengenai masalah anak-anak, AS dan pasangan juga sering membicarakan mengenai keluarga besar baik dari keluarga AS maupun dari keluarga pasangan.
“Kalau hal yang sering dibicarakan sama istri, ya palingan masalah anak-anak, masalah keluarga, masalah keuangan, pokoknya ada masalah
dinikmati aja lah dan berbagi bersama.” R3, W1, 255-277
Walaupun pasangan lebih banyak diam daripada berbicara, namun AS percaya dengan ucapan pasangan. Menurut AS kalau tidak ada rasa percaya
terhadap pasangan bagaimana bisa membangun sebuah rumah tangga. “InsyaAllah percaya karena jarang ngomong ya. Jadi sekali ngomong ya
percaya lah. Lagipula rasa saya kalo gak percaya sama istri, saya sebagai suami nya siapa lagi yang percaya. Lagipula kalau gak percaya yang ada
rasa curiga aja bagaimana sebuah pernikahan bisa berjalan sampai sekarang.
” R3, W1, 237-253
Menurut AS, ia dan pasangan juga memiliki perbedaan dalam berkomunikasi, ketika berbicara nada suara AS lebih tinggi dari pasangan, namun
hal itu bukan bermaksud marah pada pasangan. Darah Batak yang mengalir di dalam tubuh AS membuat is berbicara dengan cara seperti itu. Pasangan tidak
pernah mengeluhkan hal tersebut karena pasangan juga berasal dari Budaya Batak sehingga pasangan mengerti bagaimana karakter orang Batak.
“Kalau berkomunikasi tentu nada suara saya lebih tinggi dari istri, mungkin karena pengaruh budaya kali ya, kan kalau orang Batak ni kan
agak kuat-kuat kalau ngomong. Maksudnya ngomong tinggi-tinggi bukan berarti saya marah. Jadi jangan sampe salah arti lah. Tapi bisa juga istri
Universitas Sumatera Utara
saya lebih kuat kalau bicara itu kalau lagi emosi. Malah dia yang meninggi suaranya nah kalau udah begini saya lah yang diam. Kalau saya
ngomong tinggi juga jadi emosi dua-dua nantinya. Payah jadinya kan. Bisa menimbulkan konflik di dalam rumah tangga
.” R3, W2, 339-397
“Gak, istri saya udah ngerti saya memang kalau ngomong begini. Kan bukannya saya marah, lagipula istri dah terbiasa dengan orang bicara
dengan nada tinggi, ayahnya istri saya itu orangnya keras. Ketat sama anak-anaknya. Makanya mungkin istri saya pendiam dan muka serius.
Hehehe… Bawaan dari rumah barangkali. Kalau kita orang Batak kan emang dibilang orang keras, kasar. Padahal bukan seperti itu hatinya.
Hanya tampilan luar aja, tapi hati lembut.” R3, W2, 398-422
Komunikasi di dalam rumah tangga merupakan hal yang penting bagi AS. Karena menurutnya dengan terjalinnya komunikasi yang baik antara dirinya
dengan pasangan maka segala masalah yang ada dalam rumah tangga bisa diatasi. “Oh penting sekali. Karena kalau di komunikasi saja udah gak lancar
gimana itu menjalankan biduk rumah tangga. Ada hal yang perlu dibicarakan malah gak dibicarakan, jadi misskomunikasi nanti, jadi repot
urusannya kalau udah gitu. Lagipula dengan komunikasi membuat hubungan di dalam rumah tangga menjadi langgeng, pernikahan juga
menjadi lebih hangat. Lebih bahagia kalau komunikasi bisa berjalan dengan lancar semua masalah di dalam rumah tangga juga lancar
penyelesaiannya.” R3, W2, 448-477
c. Conflict resolution
Dalam rumah tangga AS dengan pasangan setiap masalah yang datang harus segera diselesaikan. Masalah yang sering dialami AS dengan pasangan lebih
kepada kurang terbukanya pasangan. Pasangan lebih memilih diam kalau merasa tidak cocok dengan apa yang AS lakukan.
“Kalau ada konflik itu wajib segera diselesaikan. Itu kalau saya, tapi istri gak juga. Kalau ada masalah nanti, ada aja gitu masalah yang susah istri
untuk diajak selesaikan.” R3, W1, 299-307
Universitas Sumatera Utara
Saat memiliki masalah maka AS akan memberitahukan kepada pasangan mengenai masalah yang sedang ia hadapi.
“Oh tentu saya cerita, karena gak mungkin saya cerita masalah saya sama ibu saya kan, dah punya istri jadi harus menceritakan pada istri
kalau saya lagi menghadapi masalah.” R3, W1, 308-317
Jika terjadi perbedaan pendapat antara AS dengan pasangan, biasanya pasangan akan mengalah agar masalah tidak membuat rumah tangga terganggu.
Pada awal pernikahan, menurut AS, ia lebih banyak mengalah sambil berusaha memahami pasangan, namun untuk sekarang pasangan yang lebih banyak
mengalah. Kadang-kadang AS dan pasangan saling pengertian terhadap masalah yang sedang dihadapi dengan cara saling mengalah.
“Kalau dulu ya, awal-awal menikah itu saya yang sering mengalah. Tapi sekarang malah istri yang sering mengalah. Kadang-kadang malah
balance ya pokoknya kalau yang ngalah itu sama-sama lah. Seimbang lah gitu. Kalau saya lagi emosi istri yang coba mengalah, tapi kalau istri yang
emosi saya yang mengalah. Tapi lebih banyakan istri saya yang mengalah
kayaknya.” R3, W2, 478-499
Dalam menyelesaikan masalah rumah tangga, AS akan mengajak pasangan untuk melakukan diskusi. Namun AS merasa pasangan kurang
mengambil peran saat berdiskusi, pasangan lebih banyak diam. Hal ini membuat AS merasa kurang puas dengan penyelesaian masalah dalam rumah tangga.
“Yang selalu nyari pemecahan masalah itu kalau untuk sekarang seimbang lah. Waktu yang menyelesaikan masalah dalam rumah tangga
saya dan istri. Misalnya ni kan ada orang yang punya masalah kadang saya bahas sama istri, nah gara-gara hal itu bisa saja saya dan istri
beradu pendapat. Kalau udah gitu saya bilang lah, udah jangan di
teruskan lagi. Orang yang punya masalah kok jadi kita yang bertengkar.” R3, W2, 412-433
Sejauh ini saya merasa kurang puas dengan cara penyelesaian dalam rumah tangga saya, karena istri saya susah untuk diajak berdiskusi
Universitas Sumatera Utara
mengenai masalah yang sedang dihadapi. Apalagi yang agak menyinggung di hati nanti, udah lah istri saya pasti bakalan pake jurus
diam seribu bahasa. Gimana masalah bisa kelar kalau gitu. Nanti saya saja yang membuat keputusan takuktnya istri gak suka. Tapi gak ngomong
kalau dia gak suka. Jadi gak enakan pula kan.walaupun bibir gak bicara kan bahasa tubuh bisa kita lihat. Apalagi saya udah lumayan lama
menikah sama istri jadi kan pasti ngerti gimana gerak gerik bahasa tubuhnya.
R3, W2, 549-583
d. FinanciaL management
Pendapatan keluarga berasal dari AS dan pasangan. Setiap pendapatan bulanan akan diserahkan sepenuhnya kepada pasangan. Pasangan yang akan
mengatur segala keperluan rumah tangga dan kebutuhan anak-anak. “Kalo rumah tangga kami yang mengatur keuangan itu istri saya. Saya
kalo ada duit langsung saya kasih sama orang rumah, kalo ada keperluan baru saya minta.
” R3, W1, 355-363
AS mengatakan kalau ia sangat percaya pada pengelolaan keuangan yang dilakukan pasangan. Bahkan menurut AS, tidak pernah terjadi konflik dalam
rumah tangga karena pengaturan keuangan yang tidak baik. “Istri saya orang paling jago dalam mengatur keuangan. Pokoknya
percaya sekali, apalagi istri saya ni gak pernah ngeluh sama pemasukan yang saya berikan. Malah kalau keuangan dah semakin menipis, biasanya
istri akan bilang sama saya, „yah, uang kita tinggal sedikit, jadi harus lebih hemat. kalau uang bulanan semakin menipis, jadi saya harus pande-
pande mengatur pengeluaran saya. ”
R3, W1, 380-401 Pengaturan keuangan yang dilakukan oleh pasangan atas keinginan AS
sendiri. AS memiliki kelemahan dalam mengatur keuangan karena AS adalah orang yang boros sehingga ia tidak yakin kalau dirinya bisa mengatur keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Karena boros AS meminta pasangan untuk mengatur keuangan dalam rumah tangga.
“Saya. Saya yang menyuruh istri untuk mengatur keuangan rumah tangga. Istri saya ni enak gak pelit. Makanya saya suka kalau istri yang
megang keuangan. Kan biasanya perempuan kalau udah disuruh megang uang, duit dia duit dia, duit suami juga duit dia. Istri saya gak kek gitu
orangnya. Malah kalau ngasih-ngasih sama orangtua istri saya juga gak pelit. Kalau saya kan royal sama semuanya. Makanya keuangan istri yang
ngatur. Nah kalau istri royal sama orang lain pelit sama diri sendiri. Yang
penting orang lain senang.” R3, W2, 585-613
Menurut AS pasangan adalah orang yang paling bisa dihandalkan dalam mengatur keuangan. Pasangan orangnya sangat terbuka dalam mengatur keuangan
sehingga AS sangat senang dengan cara pasangan dalam mengendalikan segala keuangan rumah tangga.
“Gak keberatan sama sekali. Karena istri saya kan gak pelit kalau di mintai lagi. Cuma agak pelit sama diri sendiri itu aja. Misalnya abang
kasih uang buat beli keperluan rumah dan juga buat beli baju. Eh si istri gak beli baju malah lebih mendahulukan keperluan rumah. Kalau udah
gitu pas saya beli baju banyak. Saya bilang kalau saya beli baju nanti banyak, jangan protes kan udah saya kasih uang, kenapa gak didahulukan
diri sendiri malah keperluan rumah tangga aja yang di pikirkan. Kan bukan salah saya. Saya udah kasih uang. Karena ada keterbukaan juga
lah makanya saya percaya sama pengaturan keuangan yang di buat sama
istri saya.” R3, W2, 614-648
Pasangan tidak pernah meminta barang-barang yang tidak bisa AS berikan. AS sangat bersyukur karena pasangan mau diajak untuk hidup sederhana.
“Minta mobil pribadi gitu ya. Hahaha… saya bersyukur istri saya mau diajak hidup sederhana. Gak pernah minta yang saya gak bisa beri dan
belikan. Apalagi gaji guru honer dek, untuk makan sebulan aja udah
Alhamdulillah. Gak pernah lah istri minta belikan sesuatu yang wah.” R3, W2, 683-697
Universitas Sumatera Utara
Menurut AS, ia tidak pernah mempermasalahkan gaji yang diterima oleh pasangan. Uang tersebut merupakan hak pasangan sehingga AS tidak pernah ikut
campur terhadap gaji yang diterima pasangan. “Hmmm… kalau saya gak terlalu memaksakan hal tersebut, itu kan
penghasilan istri jadi istri mau pake uang itu untuk apa gak terlalu saya permasalahkan. Yang penting keuangan keluarga tetap nomor satu.
Karena saya dan isrti bekerja, kadang kami bisa bantu keluarga yang lain, ngirimin uang sama mertua, atau istri saya ngasih uang sama Ibu
saya. Gak masalah sama saya itu.” R3, W2, 649-670
e. Leisure activity
Aktivitas yang dilakukan AS lebih banyak untuk keluarga daripada diri sendiri. Pekerjaan AS sebagai guru Honorer masih membuatnya memiliki waktu
untuk berkumpul bersama dengan anak dan istri. “Waktu yang dihabiskan dengan pasangan itu sering ya, setiap hari kan
bertemu di rumah. Karena kan pekerjaan saya gak sampe malam-malam sekali jadi tiap saat selagi di rumah juga sama istri.”
R3, W1, 413-424 Menurut AS tidak ada aktivitas khusus yang ia lakukan dengan pasangan.
AS lebih suka menghabiskan waktu dengan teman-teman daripada berduaan dengan pasangan, karena dengan berkumpul dengan teman-teman AS bisa
mendapat info mengenai pekerjaan. Untuk sekarang menurut AS waktu untuk bekerja dan mencari uang bukan untuk bersantai-santai dengan pasangan.
“Gak ada ya kalau untuk menghabiskan waktu berdua, malah saya rasa kalau untuk berdua saya jarang menghabiskan waktu dengan pasangan.
Tapi kalau sama-sama anak sering. Namun untuk menghabiskan waktu berdua, gak lah. Saya lebih suka menghabiskan waktu di luar sama teman
daripada sama istri. Kalau sama teman kadang saya dapat job juga. Ya itu yang dibutuhkan sekarang namanya guru honor ni kan gak bisa juga
berpatokan sama kerjaan yang itu aja. Untuk sekarang waktunya untuk
Universitas Sumatera Utara
mencari uang bukan waktu untuk bersenang-senang, ada nanti waktunya untuk bersenang-
senang.” R3, W2, 698-729
Kalau ada waktu luang biasanya AS mengajak anak-anak untuk menonton TV bersama. Karena AS dengan pasangan kurang menyukai jalan-jalan sehingga
kalau menghabiskan waktu lebih banyak di rumah kalau pun jalan-jalan hanya untuk menyenangkan anak-anak.
“Palingan nonton TV lah, jalan-jalan saya dan istri kurang suka jalan- jalan, lebih suka di rumah. Makanya palingan habiskan waktu di rumah
aja nonton TV sama anak-anak. Kadang-kadang karena nengok anak- anak makanya pigi jalan-jalan
.” R3, W1, 425-437
Kebiasaan AS yang senang menghabiskan waktu dengan teman-teman dan jarang mengajak pasangan untuk melakukan aktivitas berdua tidak pernah
membuat pasangan marah. Bahkan pasangan sangat pengertian dengan kondisi tersebut.
“… istri saya orangnya ngerti kok, lagipula istri saya kan orangnya gak suka jalan-jalan, bukan gak suka juga sih, tapi tidak terlalu suka. Lebih
enak di rumah. Jadi istri tidak pernah mengeluh kalau saya jarang
mengajak istri untuk melakukan rekreasi. Apalagi berdua, jarang.” R3, W2, 730-744
f. Sexual relationship
Dalam pernikahan AS dengan pasangan, penyesuaian dalam berhubungan seksual menurut AS berjalan dengan lancar.
“Penyesuaian seksual biasa aja ya, lancar-lancar aja. Pokoknya saling ngerti aja ya. Kesepakatan dalam berhubungan seksual terkadang ada ya.
Kalau istri lagi mau, OK lanjut, tapi kalau gak ya mau bilang apa .”
R3, W1, 447-457
Universitas Sumatera Utara
AS lebih terbuka dalam mengkomunikasikan masalah seksual sedangkan pasangan tertutup. Selain sulit untuk diajak membicarakan masalah seksual, AS
juga akan kesal saat pasangan menolak melakukan hubungan seksual. Jika pasangan menolak AS akan menanyakan alasan pasangan.
“Kesal juga ya, namanya hubungan seksual dalam rumah tangga itu hal yang penting ya. Walaupun saya dan istri mencoba untuk saling mengerti
kalau untuk dalam berhubungan seksual. Namun disaat saya lagi ingin istri gak mau,
walau nerima tapi hati ni gak nerima.” R3, W2, 745-759
“Ya, saya tanya sama istri kenapa gak mau. Walaupun istri terlihat capek kan namanya saya laki-laki kadang-kadang lagi pingin susah kalau gak
dikasih. Lebih banyak gak terima sebetulnya kalau istri lagi gak mau.”
R3, W2, 760-771 Untuk mengatasi hal tersebut, AS mencoba memahami pasangan dengan
melihat gerak-gerik pasangan, apakah pasangan sedang malas atau tidak. Dengan begitu menurut AS masalah bisa sedikit teratasi.
“…dengan adanya rasa saling mengerti bisa membuat keinginan kita tercapai. Kadang kalau dari bahasa tubuh kan bisa di tengok itu apakah
istri emang lagi mau atau lagi malas kalau misalnya saya yang lagi
pengin. Kalau bahasa tubuh istri lagi malas ya gak saya paksa.” R3, W1, 458-475
Peran hubungan seksual di dalam sebuah pernikahan cukup penting menurut AS. Karena dengan berhubungan seksual maka sepasang suami-istri bisa
merasa dirinya lebih dekat dan bisa mengekspresikan rasa sayang. “Peran hubungan seksual di dalam rumah tangga itu cukup penting
menurut saya. Karena disaat itu kita sebagai suami-istri bisa mengekspresikan rasa sayang pada pasangan. Lagipula dalam sebuah
pernikahan itu melakukan hubungan suami-istri kan ibadah. Kadang dengan hubungan seksual keharmonisan sebuah keluarga bisa terwujud.
R3, W2, 832-852
Universitas Sumatera Utara
g. Children and marriage
Hubungan AS dengan anak-anak tergolong sangat baik. Karena AS merupakan tipe orang yang selalu mengutamakan keluarga dari segalanya.
Kehadiran kedua buah hatinya membuat AS semakin termotivasi untuk bekerja. “Pengaruh anak oh besar sekali, membuat saya jadi lebih termotivasi
dalam hidup, lebih semangat lagi untuk bekerja. Dapat kekuatan mistik. Labih bahagia dengan adanya anak-anak, pulang kerja capek dengar
suara anak-anak rasa capek saya tuh hilang.
” R3, W1, 497-510
Di dalam Budaya Batak memiliki anak laki-laki merupakan suatu kebanggaan, karena seoarang anak laki-laki akan meneruskan marga keluarga.
Menurut AS memiliki anak laki-laki itu merupakan kebanggaan tersendiri. AS merasa sangat beruntung karena memiliki anak laki-laki dan perempuan sehingga
pernikahan terasa lebih lengkap. “Menurut saya iya, karena anak laki-laki itu penerus keturunan, penerus
marga, ketika di dalam pernikahan keluarga Budaya Batak tidak memiliki anak laki-laki maka pasti rumah tangganya terasa kurang lengkap.
Alhamdulillah saya memiliki anak laki-laki dan anak perempuan, yang membuat saya bahagia dan rumah tangga saya terasa lengkap. Anak-anak
saya merupakan penye
mangat bagi saya.” R3, W2, 881-903
Di rumah AS memberlakukan disiplin terhadap anak, sebagai seorang Guru beliau mendidik anak dengan cara yang baik, tidak pernah membentak,
namun menegakkan disiplin dengan cara yang tegas. AS menerapkan pola disiplin dari sekarang agar anak-anak menjadi terbiasa saat memasuki usia sekolah. AS
menginginkan anak-anaknya kelak lebih berhasil dari dirinya. Lebih memiliki pendidikan yang tinggi. Tanggung jawab dalam mendidik anak biasanya AS
lakukan secara bersama dengan pasangan.
Universitas Sumatera Utara
“Kalau harapan terhadap pendidikan anak itu yang bisa lebih tinggi. Maunya anak-anak bisa memiliki pendidikan yang jauh lebih tinggi dari
saya. Jadi gini ibaratnya setinggi-tingginya dia kalau jatuh kan jatuhnya ke awan. Jadi kalau setinggi-tingginya SMA nanti jatuhnya ke SD.
” R3, W1, 511-525
“Kalau untuk tanggung jawab saya berusaha memenuhi tanggung jawab sebagai orangtua. Saya berusaha agar anak-anak bisa mendapatkan
pendidikan yang bagus walau anak saya belum sekolah misalnya seperti guru
mengaji saya berusaha mencarikan yang terbaik buat anak.” R3, W2, 918-933
Dalam mendidik dan mengasuh anak AS dengan pasangan menerapkan pola asuh yang berbeda. AS mendisiplinkan anak-anak sedari kecil namun
pasangan selalu membela anak-anak. AS tidak setuju dengan cara pasangan dalam mengasuh anak karena AS tidak ingin anak-anak menjadi tidak disiplin.
“Saya gak suka dengan ketidak disiplinan istri terhadap anak-anak. Setiap saya mengeraskan anak istri saya selalu membela. Bagaimana anak bisa
disiplin kalau dia selalu di hadapkan pada dua hal yang berbeda.”
R3, W2, 868-880 Menurut AS tidak ada kesepakatan dalam mendidik dan mengasuh anak di
dalam rumah tangga. AS dan pasangan mencoba untuk saling mengerti dengan peran dan tanggung jawab terhadap anak.
“Gak ada kesepakatan, ya, gimana ya, ya kalau saya gak sibuk saya akan bantu istri. Ya namanya istri sibuk di rumah terus kerja juga, sibuk ngurus
rumah sibuk masak, ya saling mengert i.”
R3, W1, 526-535
h. Religious orientation
AS dan pasangan merupakan keluarga yang taat menjalankan ibadah. AS membagi tugas dengan pasangan dalam mendidik anak menjalankan ibadah
agama. AS mengajarkan nilai-nilai keagamaan sedari dini kepada anak-anak.
Universitas Sumatera Utara
“Dalam hal mendidik anak dalam agama, saya dan istri biasanya saling kerja sama agar tercapai kesepakatan, toh sama-sama anak kita kan. Jadi
tidak mengambil keputusan secara sepihak saja. Jadi tiap saya shalat anak diajak ke Masjid. Kalau lagi gak ada waktu ngajari anak ngaji.
Ngajari hafalan doa-doa. Bahkan saya mengdatangkan guru ngaji buat anak.
” R3, W1, 554-573
Dalam hal pengajaran agama AS juga selalu meluangkan waktunya dengan anak-anak untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan
agama. “Untuk penerapan dalam hal agama biasanya saya membiasakan anak
untuk shalat sama-sama, bahkan saya ajak anak saya yang peling besar Shalat
di Masjid. Sebelum makan baca doa. Ya yang seperti itu lah..” R3, W1, 563-573
AS dan pasangan memiliki pola kebiasaan yang berbeda dalam melaksanakan perintah agama. Dalam keluarga pasangan melakukan Shalat
berjama‟ah wajib dilakukan setiap malam sedangkan AS selalu melakukan Shalat sendiri-sendiri. Setelah memiliki rumah AS berusaha untuk melakukan Shalat
berjama‟ah dengan pasangan. “…di rumah istri saya ni kan selalu mengadakan Shalat berjama‟ah
dengan keluarga setiap malam, nah kalau di rumah saya gak ada pula kebiasaan seperti itu. Tapi dari dulu sebelum saya menikah dengan istri,
saya sering pulang kuliah datang ke rumah untuk ikut shalat berjama
‟ah. Jadi di awal menikah kan saya masih tinggal sama keluarga istri. Nah
saya agak canggung juga dulu, karena saya udah harus ada di rumah sebelum azan Maghrib biar bisa melakukan Shalat berjama
‟ah. Itu dulu yang harus saya sesuaikan dengan diri saya. Bagus memang tapi kan
saya karena gak terbiasa jadi merasa lain. Mulai lah dikit-dikit saya belajar ngikuti aturan dan kebiasaan yang ada di rumah istri.”
R3, W2, 45-90 Menurut AS peran agama dalam sebuah pernikahan sangat penting.
Karena tanpa peran agama dalam sebuah rumah tangga ibarat sebuah rumah tanpa
Universitas Sumatera Utara
tiang. Rumah tangga tidak akan kokoh kalau tidak dilandasi dengan agama yang kuat.
“Penting sekali kalau agama dalam pernikahan. Kalau gak ada agama sama aja seperti rumah tanpa tiang. Gak ada yang mengokohkan sebuah
pernikahan. Jadi dengan adanya agama saya merasa saya ada pegangan
dalam berumah tangga, lebih nyaman gitu.” R3, W2, 934-947
i. Family and friends
AS memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga istri, bahkan AS menjadi menantu kesayangan mertua. Mertua tidak segan-segan untuk mengajak
AS mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah inti dalam keluarga. Kalau ada waktu luang AS akan mengajak keluarga untuk mengunjungi keluarga
pasangan. “Hubungan dengan keluarga istri ya tentu dekat, namanya masih
keluarga. Malah kadang-kadang untuk urusan yang sangat keluarga inti yang tau saya juga ikut dilibatkan Bagus-bagus aja lah pokoknya. Kek
masalah warisan saya yang di suruh urus. Agak-agak ngerasa gimana juga, tapi ya mencoba melakukan yang terbaik untuk keluarga istri.
.” R3, W1, 595-613
Hubungan baik dengan keluarga pasangan menurut AS ada hubungan dengan faktor pariban dan kekeluargaan. AS mendapat perlakuan lebih baik
karena menjadi menantu dan merupakan saudara dari keluarga pasangan. Lagipula Budaya juga mempengaruhi hubungan dengan mertua.
“Berbeda sekali ya. Saya jauh lebih kesayangan daripada menantu yang lain. Menantu pertama kan perempuan jadi ibu mertua gak mungkin
cerita-cerita hal yang khusus dengan dia. Yang kedua laki-laki tapi orang Jawa. Jadi kadang ngomong suka gak nyambung. Makanya selalu saya
yang jadi tempat bertukar pikiran mertua. Sampai mengenai masalah warisan selalu saya yang selalu di mintai pendapat. Dua lagi gak pernah
di
mintai saran. Mungkin karena saudara juga ya.” R3, W2, 948-973
Universitas Sumatera Utara
Hubungan dengan saudara pasangan juga semakin dekat setelah AS menikah dengan pasangan. AS sering dijadikan tempat berbagi cerita oleh
saudara-saudara pasangan. “Hubungan dengan para ipar semakin dekat lah setelah menikah. malah
saya heran kalau datang ke rumah mertua, saya kok jadi tempat curhat terus ya. Kalau dulu gak gitu-gitu kali. Apa karena sifat saya yang suka
bercanda, jadi mereka senang cerita sama saya. Keluarga istri saya ni orangnya lebih banyak diam semua. Mungkin karena pengaruh rumah
komplek ya jadi sosialisasi agak kurang gak kayak saya di sini mau dari tukang tipu sampe orang hebat kan selalu bersosialisasi, pengaruh
pengalaman juga mungkin.” R3, W2, 974-1002
AS kurang mengenal teman- teman pasangan, karena pasangan berdomisili di Medan, sedangkan AS berdomisili di Natal. Sehingga membuat AS jarang
bertemu dengan teman-teman istri. Walaupun semasa kuliah AS tinggal di Medan, AS mengaku kurang mengenal pasangan.
“Teman-teman istri saya kurang kenal ya, karena kan istri saya tinggal di Medan, sedangkan saya di sini, setelah menikah istri tinggal sama saya di
sini, paling kenal teman istri yang dekat-dekat aja lah, atau yang sering
ketemu kalo ada acara.” R3, W1, 618-631
Menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman-teman pasangan jarang dilakukan oleh AS dan pasangan. Disebabkan jarak antara AS dengan para orang-
orang terdekat pasangan. Namun menghabiskan waktu dengan keluarga sendiri ataupun keluarga pasangan sama menyenangkannya menurut AS.
“Hubungan dengan teman-teman istri saya kurang kenal ya, karena kan istri saya tinggal di Medan, sedangkan saya di sini, setelah menikah istri
tinggal sama saya di sini, paling kenal teman istri yang dekat-dekat aja lah, atau yang sering ketemu kalo ada acara
.” R3, W1, 629-642
“Menurut saya dimana saja itu enak, karena semuanya keluarga saya juga. Mau itu di rumah saya ataupun di rumah istri, sama saja. Karena
Universitas Sumatera Utara
tinggal sama keluarga juga. gak ada lah yang beda, sama saja menurut saya karena dua-duanya keluarga saya dan saya sudah mengenal mereka
dari dulu.” R3, W2, 1003-1018
j. Egalitarian role
AS berperan sebagai kepala rumah tangga, sekaligus pencari nafkah utama untuk menunjang ekonomi keluarga. Selain menjadi tulang punggung keluarga,
AS juga terkadang membantu istri dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. “Peran saya dalam rumah tangga itu tentunya sebagai kepala keluarga,
sebagai pencari nafkah buat keluarga. Walau istri saya juga bekerja tapi tetap saya yang pemegang pencari nafkah utama
.” R3, W1, 654-664
“Kadang-kadang kalau melihat istri kecapean, saya membantu sedikit- sedikit lah pekerjaan rumah tangga. Kek menyapu halaman..”
R3, W1, 678-685
Peran beragam yang AS jalankan di dalam rumah tangga membuat AS senang dan bahagia. Menurutnya memiliki banyak peran di dalam rumah tangga
membuat hidup menjadi lebih bermakna. “Iya, saya senang bisa seperti itu, saya merasa hidup ini lebih bermakna,
ada artinya gitu. Tidak hanya sebagai kepala keluarga, jadi seorang ayah, jadi seorang teman untuk istri, jadi panutan pokoknya semuanya lah. Saya
senang dengan hal itu semua.” R3, W2, 1040-1053
Walaupun AS sudah menopang ekonomi keluarga. Namun AS juga mendukung pasangan untuk bekerja.
“Saya mendukung istri kerja ya, jaman sekarang kalau hanya suami yang kerja ya susah, tapi kalau saya kepala dinas istri gak kerja gak papa, gak
usah kerja. Ni saya Cuma seorang guru, Guru honor lagi berapa lah gaji seorang guru. Jadi butuh pemasukan lain juga. tapi tetap saya yang jadi
pencari nafkah utama.” R3, W1, 686-702
Universitas Sumatera Utara
5. Interpretasi Intra Responden 3 Tabel 9. Interpretasi Intra Responden 3