Model Evaluasi Evaluasi Program

staf yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan objektif program. Tipe evaluasi ini diawali dengan analisis dari system pemberian layanan dari suatu program. Dalam upaya mengkaji nilai komponen pemberian layanan, hasil analisis harus dikaji berdasarkan criteria yang relevan lembaga; tujuan proses proses goals dan kepuasan klien. c. Evaluasi hasil outcomes diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak overall impac dari suatu program terhadap penerima layanan recipients. Pertanyaan utama yang muncul dari evaluasi ini adalah bila suatu program telah berhasil mencapai tujuannya, bagaimana penerima layanan akan menjadi berbeda setelah ia menerima layanan tersebut? Berdasarkan pertanyaan ini seorang evaluator akan mengkonstruksikan criteria keberhasilan dari suatu program. Kriteria keberhasilan ini akan dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan suatu program berorientasi pada program = program oriented ataupun pada terjadinya perubahan perilaku dari klien berorientasi pada klien = client oriented. 8 Selain itu, ada jenis model evaluasi lainnya, yaitu model evaluasi CIPP Context, Input, Process dan Product. Model evaluasi ini mulai dikembangkan oleh Danile Stufflebeam pada tahun 1966. Stufflebeam mendefinisikan seperti yang dikutip oleh Wirawan, evaluasi sebagai proses melukiskan delineating, memperoleh, dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif-alternatif pengambilan keputusan. 8 Isbandi Rukminto Adi, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, h. 189-190. Stufflebeam menyatakan model evaluasi CIPP merupakan kerangka yang komperhensif untuk mengarahkan pelaksanaan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif terhadap objek program, proyek, personalia, produk, institusi, dan sistem. Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi: a. Evaluasi Konteks Context Evaluation. Menurut Daniel Stufflebeam seperti yang dikutip oleh Wirawan, evaluasi konteks untuk menjawab pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan? What needs to be done? Evaluasi ini mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang mendasari disusunnya suatu program. 9 Stufflebeam dalam Hamid Hasan menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan. 10 b. Evaluasi Masukan Input Evaluation. Evaluasi Masukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan: Apa yang harus dilakukan? What should be done? 11 Menurut Eko Putro Widyoko seperti yang dikutip oleh Dewi Silvia, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi 9 Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 92. 10 Dewi Silvia, “Evaluasi Program,” artikel diakses pada 07 April 2014 dari http:yudistiadewisilvia.wordpress.com20130424evaluasi-program 11 Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 93. untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: 1 Sumber Daya Manusia; 2 Saran dan Prasarana; 3 Dana atau anggaran, dan 4 Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. c. Evaluasi Proses Process Evaluation. Evaluasi Proses berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan? Is it being done? 12 Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. 13 d. Evaluasi Produk Product Evaluation. Evaluasi Produk diarahkan untuk mencari jawaban pertanyaan: Did it succed? Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan manfaat, baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. 14 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model evaluasi CIPP karena model ini lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses dan hasil. 12 Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 94. 13 Dewi Silvia, “Evaluasi Program.” 14 Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 94.

4. Indikator Keberhasilan

Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk suatu proses evaluasi, Feurstein seperti yang dikutip oleh Isbandi Rukminto Adi mengajukan beberapa indikator yang perlu untuk dipertimbangkan, diantaranya: 1. Indikator Ketersediaan Indicator of Availability. Indikator ini melihat apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu prose situ benar-benar ada. 2. Indikator Relevansi Indicator of Relevance. Indikator ini menunjukkan seberapa relevan ataupun tepatnya sesuatu yang teknologi atau layanan yang ditawarkan. 3. Indikator Keterjangkauan Indicators of Accessibility. Indikator ini melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam ‘jangkauan’ pihak-pihak yang membutuhkan. 4. Indikator Cakupan Indicators of Coverage. Indikator ini menunjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan menerima layanan tersebut. 5. Indikator Upaya Indicators of Efforts. Indikator ini menggambarkan berapa banyak upaya yang sudah ‘ditanamkan’ dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. 6. Indikator Efisiensi Indicators of Efficiency. Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktivitas yang dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaaatkan secara tepat guna efisien atau tidak memboroskan sumber daya yang ada dalam upaya mencapai tujuan. 7. Indikator Dampak Indicators of Impact. Indikator ini melihat apakah sesuatu yang kita lakukan benar-benar memberikan suatu perubahan di masyarakat. 15

5. Tujuan Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan objek evaluasinya. Tujuan melaksanakan evaluasi antara lain: a. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat. Program dirancang dan dilaksanakan sebagai layanan atau intervensi sosial untuk menyelesaikan masalah, problem, situasi, keadaan yang dihadapi masyarakat. Program juga diadakan untuk mengubah keadaan masyarakat yang dilayani. b. Menilai apakah program telah direncanakan sesuai dengan rencana. Setiap program direncanakan dengan teliti dan pelaksanaannya harus sesuai dengan rencana tersebut. 15 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001, h. 130-132. c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar. Setiap program dirancang dan dilaksanakan berdasarkan standar tertentu. d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan dimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan. 16 e. Pengembangan staf program. Evaluasi dapat dipergunakan mengembangkan kemampuan staf garis depan yang langsung menyajikan layanan kepada klien dan para pemangku kepentingan lainnya. Evaluasi memberikan masukan kepada manajer program mengenai kinerja staf dalam melayani masyarakat. f. Memenuhi ketentuan undang-undang. Seiring suatu program disusun untuk melaksanakan undang-undang tertentu. Suatu program dirancang dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan undang-undang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. g. Akreditasi program. Lembaga-lembaga yang melayani keburuhan masyarakat, seperti sekolah, universitas, hotel, rumah sakit, pusat kesehatan, dan perusahaan biro perjalanan perlu dievaluasi untuk menentukan apakah telah menyajikan layanan kepada masyarakat sesuai dengan standar yang telah ditentukan. 16 Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 22.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Menjalankan Program Terapi Pada Pasien Terapi Rumatan Metadon Di Puskesmas Bogor Timur Kota Bogor

0 30 138

PENDAHULUAN Pengaruh Konseling Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Program Terapi Rumatan Metadon Di Puskesmas Manahan Solo.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Konseling Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Program Terapi Rumatan Metadon Di Puskesmas Manahan Solo.

0 1 4

PENGARUH KONSELING TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI Pengaruh Konseling Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Program Terapi Rumatan Metadon Di Puskesmas Manahan Solo.

0 0 15

PENGARUH KONSELING TERHADAP PENURUNAN DEPRESI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON Pengaruh Konseling Terhadap Penurunan Depresi Pada Pasien Program Terapi Rumatan Metadon Di Puskesmas Manahan Solo.

0 3 15

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KETERATURAN TERAPI RUMATAN METADON DI KLINIK Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Keteraturan Terapi Rumatan Metadon di Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Puskesmas Manahan Surakarta.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KETERATURAN TERAPI RUMATAN METADON DI KLINIK PROGRAM TERAPI Hubungan Antara Tingkat Depresi dengan Keteraturan Terapi Rumatan Metadon di Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Puskesmas Manahan Surakarta.

0 2 14

PENDAHULUAN Hubungan Antara Tingkat Depresi dengan Keteraturan Terapi Rumatan Metadon di Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Puskesmas Manahan Surakarta.

0 1 4

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KETERATURAN TERAPI RUMATAN METADON DI KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON Hubungan Antara Tingkat Depresi dengan Keteraturan Terapi Rumatan Metadon di Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Puskesmas Manahan

0 0 19

Faktor Yang Melatarbelakangi Keikutsertaan WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) Pengguna Heroin Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Di Poliklinik Lapas Klas IIA Denpasar.

0 2 33