Implementasi Kepemimpinan Asih KEPEMIMPINAN JAWA MASA DEPAN

kamukten kemuliaan hidup itu dirangsang tuna ginayuh luput. Artinya, jika belum menjadi takdirnya, kedudukan itu sulit dikejar. Dalam ungkapan Jawa, dikemukakan bahwa siji pati loro jodho lan telu tibaning wahyu, ihwal wahyu ini sulit diburu. Itulah sebabnya, generasi muda harus tahu diri, bisa mawas diri, jika ingin bercita-cita. Mengejar cita-cita boleh, namun dilarang mencari jalan pintas yang tidak dibenarkan oleh aturan.

D. Kepemimpinan Asah dan Aplikasinya

Kepemimpinan asah berhubungan dengan berbagai bidang, yakni: Pertama, pria sebagai pemimpin wanita. Pria adalah pimpinan keluarga, sekaligus menjadi pimpinan isteri. Pria harus memiliki sifat mengku melindungi. Namun, dalam mengayomi itu, ada hal yang perlu diingat, yaitu harus dilandasi nalar pikiran dan hukum. Artinya, seorang pria tidak boleh langsung memiliki semua hak milik wanita isteri. Jika pria sekaligus ingin memiliki harta kekayaan wanita, pria tadi tergolong hina. Kepemimpinan pria tersebut harus menghargai hak-hak yang dipimpin, tidak mentang-mentang berkuasa lalu ingin menguasai segalanya. Pimpinan hendaknya menerapkan falsafah kawicaksanan, untuk menjaga keselarasan dengan bawahan. Maksudnya, prinsip harmoni dalam hal ini menjadi sasaran utama oleh pimpinan dalam keluarga, agar tetap terjaga keutuhan dan tanpa konflik. Prinsip harmoni dalam keluarga penting, yakni bisa dilakukan dengan memperhatikan harkat dan martabat anggota keluarga. Masing-masing anggota pria-wanita memiliki hak asasi yang harus ditegakkan. Hak-hak mereka dilindungi oleh aturan baik secara tertulis maupun tidak. Aturan ini yang harus dipatuhi oleh semua pihak terkait. Kedua, orang tua sebagai pemimpin anak-anaknya. Orang tua wajib memberikan pesan-pesan kepada anak. Dalam kaitan ini, orang tua memiliki falsafah sebagai sembur-sembur adas, siram-siram bayem. Maksudnya, menjadi penyejuk anak- anaknya karena petuah dan petunjuk yang mereka berikan. Pesan-pesan itu banyak terkait dengan masalah-masalah etika kehidupan dan biasanya disampaikan dalam bentuk wewaler larangan, agar anak-anaknya hidup selamat. Di antara pesan itu adalah: a jangan sampai terkecoh, b jangan malu, c jangan berbuat rusuh, d jangan berbuat jahat terhadap sesama warga, e jangan membuat marah orang tua. Orang tua mempunyai tanggung jawab dalam mardi siwi mendidik dan mendewasakan anak. Ajaran yang disampaikan adalah tentang kehidupan. Anak hendaknya bisa memegang ilmu tasawuf dan hakikat hidup, yakni: a tak perlu susah jika diduga orang bodoh, b senang hati jika dihina, c jangan manja dan gila pujian. Dalam konteks dijelaskan bahwa anak terutama pemuda, hendaknya menguasai ilmu gaib yang sungguh-sungguh, jangan sampai hanya seperti boreh bunga harum hanya diluar daging saja pemakaiannya. Artinya, jika ada bahaya tidak berani menghadapi. Itulah sebabnya anak jangan malu-malu bertanya kepada para ahli tentang ilmu kehidupan. Hakikat kebenaran ilmu itu tidak harus dimiliki orang yang lebih tua, bisa jadi juga dimiliki anak muda, karena itu jangan segan bertanya. Indikasi tersebut terkandung pesan filosofi bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk mendewasakan anak. Kewajiban ini sudah menjadi tugas naluriah dan Ilahiah. Karena itu, ia bertugas untuk memberikan bekal etik dan moral kepada anak yang dipimpin, agar hidupnya kelak selamat. Agar anak-anaknya menjadi manungsa utama atau manungsa sejati. Khusus kepemimpinan orang tua terhadap anak wanita memiliki ciri tersendiri. Orang tua wajib memberikan petuah kepada anak wanita tentang bagaimana perjodoan. Bagaimana jika wanita suwita mengabdi kepada laki-laki suami. Laki-laki akan lebih senang jika isteri wanita yang dipimpin bersikap: a rajin, b tak membuat kecewa, c sungguh-sungguh dalam bekerja pethel, d tegen tidak banyak tingkah, e wekel penuh perhitungan dalam bekerja, f berhati-hati. Dari sini menunjukkan betapa perhatian orang tua terhadap anak wanita agar kelak dapat hidup bahagia. Orang tua selalu menghendaki agar kelak anaknya wanita bersikap setia, berbakti kepada suami. Dari falsafah asah tersebut terkandung pesan bahwa orang tua memiliki tanggung jawab moral dalam mendewasakan anak, terutama wanita. Wanita sudah perlu dibekali pendidikan keluarga sejak dini, agar kelak hidup bahagia, bisa membentuk keluarga sakinah, mawadah wa rohmah. Wanita, dalam kehidupan orang Jawa sering dikatakan satru munggwing cangklakan, karena itu orang tua cukup hati- hati dalam memberikan bekal hidup. Ketiga, kepemimpinan raja terhadap abdi raja. Tugas raja bertanggung jawab memberikan petuah tentang kewajiban abdi raja, antara lain: a mengikuti wiradat, mengikuti ombyaking kahanan atau situasi dan kondisi, b rajin bekerja, c membantu menjaga ketenteramanan negara, d menjaga agar negara tidak rugi, e ikut menjaga negara jika dalam bahaya, f jangan sampai iklas jika negara dirusak orang lain. Seorang raja juga bertuga menatar moralitas para prajurit. Petuah tersebut lebih berkaitan dengan masalah etika yang menyangkut keajiban seorang prajurit. Seorang prajurit hendaknya: a jangan mudah berkecil hati, putus asa, dan kurang bersemangat, b hendaknya berhati-hati dalam melaksanakan kewajiban, c menjaga kondisi badan secara teratur, d menjaga keselamatan leluhurnya, jangan sampai punah keturunannya. Termasuk moralitas adalah etika dan kewajiban prajurit, yaitu: a menurut aturan negara, 2 ingat awal mula memperoleh kedudukan, dan c jangan ingkar janji sebab akan membuat malu orang tua sendiri. Di sini seorang raja sebagai pucuk pimpinan mempunyai tugas untuk mengatur prajurit. Aturan tersebut berupa etika kenegaraan atau tatacara kenegaraan. Aturan ini mengikat sikap dan perilaku seorang prajurit dalam praktek bernegara. Keempat, kepemimpinan raja terhadap prajurit. Raja wajib memberikan petuah kepada prajurit agar mereka jangan hanya seperti “kambing”, hanya menjadi perusuh negara dan juga jangan hanya seperti ulat yang selalu menjadi hama tanaman yang daunnya sedang rimbun. Prajurit hendanya selalu meluhurkan atasannya. Agar selamat dan agar semua belum terlanjur, segera tobatlah serta minta ampun lahir batin kepada Tuhan. Kelima, kepemimpinan raja terhadap anak-anaknya. Tugas raja harus mendidik anak-anaknya. Pesan-pesan edukatif yang diberikan, antara lain: a anak raja harus ingat eling terhadap perjuangan leluhurnya ayahnya dan percaya diri, b mendoakan anak-anaknya, semoga anaknya bisa meneruskan perjuangan orang tuanya, c memberikan pertimbangan tentang pernikahan anaknya, yakni harus mendapatkan jodoh yang seimbang kedudukannya, d harus memiliki rumah atas usahanya sendiri, e harus memiliki kedudukan yang pasti, f sudah memiliki kewibawaan yang besar, g hendaknya bersikap narima ing pandum, menerima pemberian Tuhan dengan ikhlas, dan h selalu bersyukur. Keenam, kepemimpinan raja terhadap isteri prameswari. Seorang raja harus menunjukkan tauladan sikap sabda pandhita ratu. Raja tetap setia janji, ia bersikap berbudi bawaleksana. Hal ini ditunjukkan oleh raja di kerajaan Sokadana, bernama Prabu Dewa Wiswara dan patih Jayengpati keduanya berdialog tentang akan menjatuhkan hukuman kepada isteri pingitan dari Blambangan bernama dewi Tunjungsari. Sang dewi dituduh slingkuh dengan abdinya bernama si Panoleh, dan telah ada saksi. Itulah sebabnya, meskipun isterinya sendiri, karena bersalah tetap dijatuhi hukuman. Dalam hal ini raja tidak membeda-bedakan bawahanya, siapa pun bisa kena hukuman jika keliru. Dari pembahasan di atas dapat diketengahkan bahwa seorang pimpinan yang memegang falsafah asah mempunyai tugas mengayomi, mengatur, mendidik akhlak, dan memberi contoh perbuatan yang baik kepada bawahan. Dalam kaitan ini, atasan berhak mengatur segalanya, terutama masalah etika dan persyaratan dan atau tatacara menjadi bawahan. Teknik memberikan aturan adalah dengan berwasiat atau pun memberikan nasehat. Penyampaian petuah dilakukan dengan sentuhan rasa dan atau kemanusiaan. Bahkan tak jarang pesan moral itu yang menggunakan estetika simbolik. Dengan cara demikian diharapkan bawahan lebih taat. Etika dan tatacara itu dimaksudkan agar negara yang dipimpin selamat. Bawahan harus memegang prinsip hormat dan menghargai atasan.

E. Kepemimpinan Asuh dan Masa Depannya

Masa depan pemimpin memang tidak mudah diraih. Masa depan cerah selalu menjadi dambaan setiap orang. Tom Chapell Bashori, 2010:11 menyarankan agar pimpinan dapat memberi “common goodnss in others” artinya pimpinan itu harus berguna bagi orang lain migunani tumrap wong liya. Kepemimpinan asuh berkaitan dengan beberapa bidang yang menjanjikan masa depan. Berbagai bidang tersebut apabila dikelola secara baik, hasilnya akan memuaskan. Pertama, kepemimpinan raja terhadap bawahan. Tugas dan kewajiban seorang raja adalah : 1 bertugas sebagai pembimbing bawahan agar tidak meninggalkan jasa para leluhur. Ia harus berusaha memikirkan nasib keturunannya nanti. Jika tidak, sama saja ia hanya menyiksa terhadap trahnya. Akhirnya trah tersebut punah. Di sini raja bertanggung jawab dalam pelestarian keturunan, raja bertugas memelihara trah bersama bawahan; 2 mempunyai hak dan wewenang memberikan hukuman kepada bawahan. Maksudnya, jika ada bawahan yang salah, atasan berhak menghukum atau memberikan peringatan sekadarnya. Artinya, sesuai dengan kesalahannya. Oleh karena itu raja harus bersikap adil, jangan emban cinde emban siladan pilih kasih dalam menghukum; 3 raja harus rela dan ikhlas terhadap kedudukannya jika sewaktu-waktu digantikan. Kedudukan tidak akan selamanya. Hanya saja, raja menghendaki bahwa penggantinya nanti harus orang yang baik tingkah lakunya dan tidak bertingkah hina. Orang demikian suatu saat bahkan akan diminta menggantikan kedudukan pimpinan. Di sinilah mengisyaratkan bahwa kedudukan tidak usah diminta. Dari uraian tersebut terkandung pesan filosofi bahwa pimpinan bertanggung jawab terhadap sempuluring negara pelestarian negara. Trah dalam suatu kerajaan harus tetap dijaga kontinuitasnya. Pimpinan wajib membimbing dan membina ke arah