KEEFEKTIFAN MODEL MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS LAPORAN PENGAMATAN PADA SISWA KELAS V SDN 1 KARANGBAWANG BANYUMAS

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL MIND MAPPING

DALAM PEMBELAJARAN MENULIS LAPORAN PENGAMATAN PADA SISWA KELAS V SDN 1 KARANGBAWANG

BANYUMAS

SKRIPSI

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh

Titik Nur Rochmah 1401411146

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

Motto

(1) Man Jadda Wa Jadda (Barang Siapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan

berhasil). (Pepatah Arab)

(2) Aku menemukan bahwa keluarga dapat memberimu dukungan dan

kenyamanan terbaik ketika kau sedih. (Cho Kyuhyun)

(3) Goreskan tintamu pada selembar kertas kosong, lalu lihatlah makna yang

muncul untukmu dan dunia. (Penulis)

Persembahan

Untuk Ibu Suminah, Bapak Warso,

Keluargaku, dan sahabatku Dewi Ermita


(6)

vi

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Keefektifan Model Mind Mapping dalam Pembelajaran Menulis Laporan Pengamatan pada Siswa Kelas V SDN 1 Karangbawang Banyumas. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar pada Universitas Negeri Semarang.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dan

pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa

UNNES.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang

telah memberi izin untuk melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas

Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberi kesempatan kepada penulis

untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi ini.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu

Pendidikan UNNES yang telah memfasilitasi dalam pembuatan skripsi ini.

5. Drs. Suwandi, M.Pd., Dosen pembimbing yang telah memberi arahan,

bimbingan, dan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi.


(7)

vii

7. Kuswanto, S.Pd., Kepala SDN 1 Karangbawang Banyumas yang telah

memberikan ijin melaksanakan penelitian.

8. Harsiti, S.Pd. SD. dan Siti Rohmah S.Pd., guru kelas VB dan VA SDN 1

Karangbawang Banyumas yang telah membimbing penulis dan menjadi

observer kegiatan penelitian.

9. Siswa kelas V SDN 1 Karangbawang Kabupaten Banyumas yang telah

menjadi sumber data penelitian,

10. Teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan

UNNES angkatan 2011 yang saling memberikan semangat dan motivasi.

11. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Semoga kebaikan dari semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan skripsi ini dapat diterima oleh Allah SWT. Penulis berharap skripsi

ini bermanfaat bagi semua pihak, sehingga dapat meningkatkan kualitas

pendidikan di Indonesia.

Tegal, 29 Mei 2015


(8)

viii

Rochmah, Titik Nur. 2015. Keefektifan Model Mind Mapping dalam Pembelajaran Menulis Laporan Pengamatan pada Siswa Kelas V SDN 1 Karangbawang Banyumas. Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Drs. Suwandi, M.Pd.

Kata Kunci: hasil belajar, menulis laporan pengamatan, model mind mapping Salah satu materi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di kelas V yaitu menulis laporan pengamatan. Tujuan laporan pengamatan yaitu memberikan informasi dan fakta hasil pengamatan kepada masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara, pembelajaran menulis laporan pengamatan masih menerapkan model konvensional, tanpa diselingi model lain. Hal ini menyebabkan siswa jenuh dalam pembelajaran, sehingga tidak semua siswa mampu menguasai materi. Siswa juga mengalami kesulitan mengembangkan ide dan objek yang diamati. Oleh karena itu, peneliti ingin menerapkan model pembelajaran yang tidak menjenuhkan siswa. Salah satu model yang dapat diterapkan yaitu model pembelajaran mind mapping. Model tersebut mampu mengembangkan semangat, kreativitas, dan ide siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan model mind mapping dalam menilai hasil belajar psikomotor berupa menulis laporan pengamatan. Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas V SDN 1 Karangbawang 2014/2015. Kelas VA menjadi kelas kontrol yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Kelas VB menjadi kelas eksperimen yang menerapkan model pembelajaran mind mapping. Populasi penelitian berjumlah 83 siswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik proportionate random sampling. Pada teknik ini, diperoleh 68 siswa sebagai sampel. Jumlah sampel masing-masing kelas yaitu 34 siswa. Desain penelitian yang digunakan yaitu desain quasi experimental dengan bentuk nonequivalent control group design. Desain ini menghendaki adanya tes awal dan tes akhir penelitian.

Pengujian hipotesis menggunakan uji t. Hasil uji hipotesis pertama yaitu thitung > ttabel (3,652 > 1,997). Nilai tersebut menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata nilai antara kelas eksperimen dan kontrol. Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan thitung > ttabel (5,829 > 2,035). Hal ini menunjukkan rata-rata nilai kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran mind mapping efektif diterapkan dalam pembelajaran menulis laporan pengamatan pada siswa kelas V SDN 1 Karangbawang.


(9)

ix

JUDUL... ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR DIAGRAM ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Pembatasan Masalah dan Paradigma Penelitian ... 11

1.3.1 Pembatasan Masalah ... 11

1.3.2 Paradigma Penelitian ... 12

1.4 Rumusan Masalah ... 12

1.5 Tujuan Penelitian ... 13

1.6 Manfaat Penelitian ... 14

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 14

1.6.2 Manfaat Praktis ... 15

2. KAJIAN PUSTAKA ... 17

2.1 Landasan Teori... 17

2.1.1 Belajar ... 17


(10)

x

2.1.4 Hasil Belajar... 23

2.1.5 Karakteristik Siswa Usia Sekolah Dasar ... 24

2.1.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar ... 27

2.1.7 Menulis Laporan Pengamatan ... 28

2.1.8 Model Pembelajaran ... 32

2.1.9 Model Pembelajaran Mind Mapping ... 33

2.2 Kajian Empiris ... 40

2.3 Kerangka Berpikir ... 47

2.4 Hipotesis Penelitian ... 49

3. METODE PENELITIAN ... 50

3.1 Desain Penelitian ... 50

3.2 Variabel Penelitian ... 51

3.3 Populasi dan Sampel ... 52

3.3.1 Populasi……… . 52

3.3.2 Sampel………... 53

3.4 Data Penelitian ... 54

3.4.1 Sumber Data... 55

3.4.2 Jenis Data ... 55

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 56

3.5.1 Wawancara ... 57

3.5.2 Observasi... 57

3.5.3 Dokumentasi ... 58

3.5.4 Tes ... 59

3.6 Instrumen Penelitian ... 60

3.6.1 Pedoman Wawancara ... 60

3.6.2 Lembar Pengamantan... 61

3.6.3 Dokumen ... 61

3.6.4 Soal-soal Tes ... 62

3.6.4.1 Uji Validitas ... 63


(11)

xi

3.6.4.4 Daya Beda Soal ... 70

3.7 Teknik Analisis Data... 72

3.7.1 Deskripsi Data ... 72

3.7.2 Uji Kesamaan Rata-rata ... 73

3.7.3 Uji Prasyarat Analisis ... 75

3.6.3.1 Uji Normalitas ... 75

3.6.3.2 Uji Homogenitas ... 76

3.7.4 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 77

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 79

4.1 Deskripsi Pelaksanaan Pembalajaran ... 79

4.1.1 Kelas Eksperimen ... 80

4.1.2 Kelas Kontrol ... 83

4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 85

4.2.1 Deskripsi Hasil Belajar Siswa ... 85

4.2.2 Deskripsi Aktivitas Belajar Siswa ... 89

4.2.2 Deskripsi Nilai Penerapan Model Pembelajaran... 92

4.3 Analisis Statistik Data Penelitian ... 95

4.3.1 Uji Normalitas Data ... 95

4.3.2 Uji Homogenitas Data... 96

4.3.3 Pengujian Hipotesis (Uji t)... 97

4.3.3.1 Hipotesis pertama... 98

4.3.3.2 Hipotesis Kedua ... 100

4.4 Pembahasan... 101

5. PENUTUP ... 107

5.1 Simpulan ... 107

5.2 Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(12)

xii

3.1 Kriteria Penilaian Menulis Laporan Pengamatan ... 60

3.2 Kategori Validitas Soal ... 65

3.3 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Soal ... 65

3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Setiap Aspek Soal ... 66

3.5 Reliabilitas Soal ... 67

3.6 Reliabilitas Setiap Aspek Soal ... 68

3.7 Kategori Indeks Tingkat Kesulitan Soal ... 69

3.8 Rekapitulasi Indeks Tingkat Kesulitan Setiap Apek Soal ... 69

3.9 Rekapitulasi Daya Pembeda Setiap Apek Soal ... 71

3.10 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Secara Empiris ... 73

3.11 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Secara Statistik ... 74

4.1 Deskripsi Nilai Tes Awal... 87

4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal………... 88

4.3 Deskripsi Nilai Tes Akhir ... 89

4.4 Distribusi Frekuensi Data Nilai Tes Akhir ... 89

4.5 Nilai Pelaksanaan Model Mind Mapping ... 93

4.6 Nilai Pelaksanaan Model Konvensional ... 94

4.7 Hasil Uji Normalitas Data Nilai Tes Awal ... 95

4.8 Hasil Uji Normalitas Data Nilai Tes Akhir ... 96

4.9 Hasil Uji Homogenitas Data Tes Awal ... 97

4.10 Hasil Uji Homogenitas Data Tes Akhir ... 97

4.11 Hasil Uji t ... 99


(13)

xiii

1.1 Paradigma Penelitian Sederhana ... 11 2.1 Kerangka Berpikir ... 48 3.1 Skema Desain Nonequivalent Control Group ... 50


(14)

xiv

4.1 Histogram Rata-rata Nilai Tes Awal dan Tes Akhir ... 86 4.2 Histogram Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 90 4.3 Histogram Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 91


(15)

xv

1. Pedoman Penelitian ... 116

2. Daftar Populasi Kelas Kontrol ... 117

3. Daftar Populasi Kelas Eksperimen ... 118

4. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 119

5. Daftar Sampel Kelas Eksperimen ... 120

6. Daftar Sampel Kelas Kontrol ... 121

7. Pedoman Wawancara Tidak Terstuktur ... 122

8. Daftar Nilai Tes Awal Kelas Kontrol ... 123

9. Daftar Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen ... 124

10.Daftar Nilai Tes Akhir Kelas Kontrol ... 125

11.Daftar Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen ... 126

12.Program Semester ... 127

13.Silabus Pembelajaran ... 129

14.Jadwal Pelajaran Kelas VA ... 130

15.Jadwal Pelajaran Kelas VB ... 131

16.Deskriptor Pedoman Penilaian Aktivitas Belajar Siswa ... 132

17.Lembar Penilaian Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol I ... 134

18.Lembar Penilaian Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol II ... 136

19.Lembar Penilaian Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen I ... 138

20.Lembar Penilaian Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen II. ... 140

21.Lembar Pengamatan Model Konvensional I ... 142

22.Lembar Pengamatan Model Konvensional II ... 144

23.Lembar Pengamatan Model Mind Mapping I ... 146

24.Lembar Pengamatan Model Mind Mapping II ... 148

25.Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 150

26.Soal Tes Uji Coba ... 151

27.Telaah Hasil Validasi Soal oleh Ahli I... 152

28.Telaah Hasil Validasi Soal oleh Ahli II ... 154


(16)

xvi

31.Daftar Nilai Tes Uji Coba ... 161

32.Soal Tes ... 162

33.Kriteria Penilaian Menulis Laporan Pengamatan ... 163

34.Silabus Pengembangan Kelas Kontrol ... 165

35.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 167

36.Silabus Pengembangan Kelas Eksperimen ... 172

37.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ………..…... 175

38.Materi Pembelajaran ... 180

39.Lembar Kerja Siswa ... 184

40.Kisi-Kisi Soal Evaluasi ... 185

41.Soal Evaluasi ... 186

42.Lembar Instruksi Pengamatan Kelas Eksperimen ... 187

43.Lembar Instruksi Pengamatan Kelas Kontrol ... 188

44.Hasil Uji Normalitas Data ... 189

45.Hasil Uji Homogenitas dan Hipotesis ... 193

46.Dokumentasi Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 195

47.Dokumentasi Pembelajaran Kelas Kontrol………..…….…… …. 197

48.Contoh Hasil Mind Mapping Siswa ... 198

49.Contoh Hasil Laporan Pengamatan Kelas Eksperimen ... 199

50.Contoh Hasil Laporan Pengamatan Kelas Kontrol ... 200

51.Surat Izin Penelitian ... 201

52.Surat Rekomendasi Penelitian Kesbangpol Banyumas ... 202

53.Surat Izin Penelitian BAPPEDA Banyumas ... 203

54.Surat Izin Penelitian Dinas Pendidikan Banyumas ... 204

55.Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 205


(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bagian pendahuluan dijelaskan mengenai hal-hal yang mendasari

penelitian. Bagian ini berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah dan paradigma penelitian, rumusan masalah, tujuan

penelitian, serta manfaat penelitian.

1.1

Latar Belakang Masalah

Setiap manusia memiliki tujuan dalam kehidupannya. Untuk mencapai

tujuan hidup, manusia melakukan berbagai usaha yang mampu mengembangkan

potensi yang dimilikinya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

mengembangkan potensinya yakni melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan UU

Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 1 yang menjelaskan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pengertian pendidikan ini sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yang

terdapat di dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 Ayat 1 yang

menyebutkan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.


(18)

Pemerintah dalam melaksanakan fungsi pendidikan nasional membentuk

satuan pendidikan. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 10 menjelaskan bahwa satuan pendidikan adalah

layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non

formal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan

informal berlangsung di keluarga. Pendidikan non formal merupakan pendidikan

yang dilaksanakan di masyarakat, contohnya kursus dan latihan-latihan.

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang berlangsung di sekolah-sekolah.

Pendidikan formal berlangsung pada tiga jenjang yakni pendidikan dasar,

menengah, dan tinggi. Pendidikan dasar terdiri atas jenjang sekolah dasar dan

sekolah menengah pertama. Pendidikan menengah terdiri atas sekolah menengah

atas dan setingkatnya. Pendidikan tinggi terdiri atas perguruan tinggi dan sekolah

tinggi.

Sekolah dasar merupakan salah satu jenjang pendidikan dasar. Sekolah

dasar merupakan landasan utama pendidikan yang harus membekali lulusannya

dengan kemampuan dan keterampilan dasar yang memadai (Zulela, 2013: 1-2).

Oleh karena itu, di sekolah dasar ada beberapa komponen untuk mewujudkan

tujuan pendidikan dasar. Komponen tersebut terdiri dari masukan (input), proses,

dan keluaran (output) (Sutomo, 2011: 21). Masukan (input) yang dimaksud yaitu

siswa, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, serta sumber daya lainnya

(sarana prasarana, bahan pembelajaran, dan lainnya). Proses yang dimaksud

adalah interaksi antara siswa dengan guru yang didukung oleh perangkat lain

sebagai bagian dari proses pembelajaran (Sutomo, 2011: 23). Keluaran (output)


(19)

Berdasarkan komponen-komponen tersebut, dapat diketahui bahwa di

sekolah terdapat guru, siswa, dan interaksi. Guru berfungsi sebagai pemberi

informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Guru dan siswa saling

berinteraksi. Di dalam interaksi tersebut terdapat informasi yang disampaikan.

Informasi tersebut terdiri dari berbagai mata pelajaran yang diatur secara

sistematis oleh kurikulum.

Kurikulum 2006 atau biasa dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) di sekolah dasar memuat mata pelajaran wajib, muatan lokal,

dan pengembangan diri. Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, mata pelajaran wajib

meliputi Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,

Matematika, IPA, IPS, SBK, dan PJOK.

Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah

dasar. Di dalam mata pelajaran ini, siswa dibelajarkan cara berkomunikasi

antarmanusia. Lebih khusus, Mata Pelajaran Bahasa Indonesia membelajarkan

cara berkomunikasi menggunakan ragam bahasa Indonesia yang baik dan benar

serta sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (EYD). Pada pembelajaran bahasa

Indonesia, terdapat empat jenis keterampilan berbahasa dan keterampilan

bersastra yang dipelajari.

Tarigan (2008:1) menyebutkan terdapat empat komponen keterampilan

berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Keempat keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling

berhubungan. Setiap keterampilan memiliki karakteristik berbeda. Keterampilan


(20)

penerima dan pemberi pesan bertemu secara langsung. Berbeda dengan

keterampilan membaca dan menulis yang merupakan keterampilan berbahasa

secara tidak langsung, di mana pemberi dan penerima pesan tidak bertemu secara

langsung (Tarigan, 2008: 2). Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia

dapat dilaksanakan secara terpadu, yang berarti keterampilan bahasa dipadukan

dalam satu pembelajaran.

Salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa yaitu

keterampilan menulis. Tarigan (2008:1) menyebutkan bahwa keterampilan

menulis merupakan salah satu ciri orang yang terpelajar atau bangsa yang

terpelajar. Menulis mampu mencerminkan cara berpikir seseorang dan dapat

menyampaikan gagasan penulis. Tulisan seseorang akan menjelaskan bagaimana

cara pandang, wawasan, serta cara berkomunikasi penulis dengan pembacanya.

Tidak mudah bagi siswa untuk belajar menulis, sehingga kegiatan

pembelajaran harus dilaksanakan secara terus menerus. Siswa harus sering

berlatih menulis agar bisa menulis dengan baik. Oleh karena itu, keterampilan

menulis dibelajarkan secara berkelanjutan sejak kelas I hingga kelas VI.

Berdasarkan kompetensi dasar di dalam KTSP, kegiatan menulis terdiri dari

menulis permulaan, paragraf, karangan sederhana, ringkasan buku, puisi, pidato,

berita, dan laporan.

Laporan pengamatan merupakan salah satu bentuk tulisan yang dibelajarkan

pada siswa kelas V. Bentuk tulisan ini termasuk jenis informative writing (Doyin

dan Wagiran, 2011: 23). Tulisan tersebut bermaksud memberikan informasi pada

khalayak umum dengan menyajikan fakta secara langsung. Menurut Murni dan


(21)

kegiatan, baik itu berupa pengamatan maupun kunjungan. Laporan berisikan

fakta-fakta hasil pengamatan yang dilakukan oleh siswa. Namun, tidak semua

siswa mampu menguasai keterampilan menulis laporan. Siswa mengalami

kesulitan dalam mengembangkan apa yang hendak ia deskripsikan dari hasil

pengamatan.

Pada pelaksanaannya, pembelajaran menulis masih disampaikan dengan

model pembelajaran yang berpusat pada guru. Model yang digunakan yaitu model

konvensional, sehingga kondisi belajar menjadi kurang optimal. Akibat kondisi

belajar yang kurang optimal, siswa menjadi enggan membuat sebuah tulisan dan

menganggap menulis adalah pelajaran yang menyulitkan. Anggapan ini ditambah

dengan kurangnya pembendaharaan kata serta sulitnya siswa mengembangkan ide

dalam tulisannya. Dampaknya hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis

laporan pengamatan menjadi kurang optimal.

Hasil wawancara dengan guru kelas V SDN 1 Karangbawang pada tanggal

7 Januari 2015 antara lain yaitu, kurang optimalnya hasil belajar siswa

dikarenakan kurangnya partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Selain itu,

sebagian besar siswanya masih sulit menguasai keterampilan menulis. Siswa

masih bingung dalam mengembangkan tulisannya dan kesulitan dalam

mendeskripsikan objek. Siswa juga masih kurang menguasai kosa kata, sehingga

keterampilan menulisnya kurang berkembang.

Kurang optimalnya siswa dalam pembelajaran menulis ini disebabkan

karena guru kurang melakukan inovasi pembelajaran. Guru belum paham

mengenai penggunaan model pembelajaran, sehingga pembelajaran yang


(22)

merupakan model pembelajaran yang berpusat pada guru. Model ini kurang

melibatkan siswa dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa menjadi pasif,

karena lebih banyak mendengarkan penjelasan dan instruksi dari guru.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan

pembelajaran yaitu dengan melaksanakan pembelajaran menggunakan model

pembelajaran yang menyenangkan dan inovatif. Model pembelajaran tersebut

hendaknya berpusat pada siswa, sehingga akan mengaktifkan siswa dalam

pembelajaran. Selain itu, model pembelajaran juga disesuaikan dengan

karakteristik siswa. Karakteristik siswa sekolah dasar yaitu, senang bermain,

bergerak, bekerja kelompok, dan senang melakukan sesuatu secara langsung

(Desmita, 2012: 35). Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam

pembelajaran menulis yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut yaitu model

pembelajaran mind mapping.

Mind mapping merupakan cara yang efektif untuk mengembangkan

gagasan-gagasan melalui rangkaian peta-peta (Huda, 2013: 307). Model mind

mapping yang dikembangkan oleh Tony Buzan pada tahun 1960-an ini, berusaha

memetakan pemikiran siswa dalam bentuk cabang-cabang yang

menyangkutpautkan materi pembelajaran dan konsep utama. Siswa belajar

menulis sebuah konsep utama di tengah, kemudian menghubungkannya dengan

cabang-cabang yang berisi fakta, frasa, gambar, kata kunci, dan data pendukung

konsepnya. Pada dasarnya, mind mapping berusaha menggunakan kedua belah

otak untuk bekerjasama, sehingga membantu siswa memeroleh informasi secara

lebih jelas. Siswa juga menjadi lebih kreatif dan pembelajaran menjadi lebih


(23)

Model pembelajaran mind mapping merupakan model yang efektif

digunakan dalam berbagai mata pelajaran. Terdapat beberapa penelitian mengenai

model mind mapping yang dilaksanakan sebelum penelitian ini.

Penelitan-penelitian tersebut menjadi salah satu dasar peneliti melaksanakan Penelitan-penelitian.

Sepuluh penelitian yang dimaksud, yaitu:

(1) Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan Pengamatan melalui Teknik

Pembelajaran Peta Pikiran (Mind Mapping) Siswa Kelas V SDN Balarejo 01 Balarejo, Madiun oleh Suparmi (2013);

(2) Pengaruh Implementasi Strategi Mind Mapping terhadap Prestasi Belajar

Menulis Kreatif Ditinjau dari Kreativitas Siswa oleh Mariyani, Marhaeni, dan

Sutama (2013);

(3) Efektivitas Model Mind Map dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis

Artikel oleh Siswa Kelas XI SMA Wasta Rakyat Sei Gelugur Tahun Pembelajaran 2012/2013 oleh Ginting (2013);

(4) Keefektifan Penggunaan Teknik Mind Mapping dalam Pembelajaran Menulis

Cerpen Bertolak dari Peristiwa yang Pernah Dialami Siswa Kelas I SMP Negeri 18 Malang oleh Puspita, Suwignyo, dan Karkono (2013);

(5) Penerapan Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Keterampilan

Menulis Argumentasi oleh Himawan, Kartono, dan Karsono (2015);

(6) Penerapan Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Keterampilan

Berbicara pada Siswa Sekolah Menengah Pertama oleh Kusmintayu,

Suwandi, dan Anindyarini (2012);

(7) Penerapan Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Keterampilan


(24)

(8) Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi melalui Metode Mind Mapping

oleh Asih, Kartono, dan Hartono (2013);

(9) The Use of Mind Mapping Strategy in the Teaching of Writing at SMAN 3

Bengkulu, Indonesia oleh Riswanto dan Putra (2012);

(10) The Effectiveness of a Proposed Program Based on a Mind Mapping Strategy in Developing the Writing Achievement of Eleventh Grade EFL Students in Jordan and Their Attitudes Towards Writing oleh Ali Saed dan

Al-Omari (2014).

Berdasarkan sepuluh penelitian yang pernah dilaksanakan, model mind

mapping dapat diterapkan dalam berbagai materi pembelajaran bahasa Indonesia.

Hasil pembelajaran menggunakan mind mapping lebih baik daripada

pembelajaran menggunakan model konvensional. Pada penelitian yang dilakukan

Suparmi (2013) tentang Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan Pengamatan

melalui Teknik Pembelajaran Peta Pikiran (Mind Mapping) Siswa Kelas V SDN Balarejo 01 Balarejo, Madiun, disebutkan bahwa hasil pembelajaran menulis

laporan pengamatan meningkat setelah digunakan model mind mapping. Pada

pembelajaran menulis laporan pengamatan, mind mapping membantu siswa

mengembangkan konsep tulisannya. Mind mapping membuat pembelajaran

menjadi menyenangkan serta menjadikan siswa lebih bersemangat dalam

pembelajaran. Selain itu, siswa lebih bisa menampilkan sisi kekreatifannya

dengan model ini.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran mind mapping sangat bermanfaat bagi manusia. Model


(25)

kehidupan, baik di pendidikan, keseharian hidup manusia, maupun dalam

merencanakan berbagai aktivitas kehidupan. Selain itu, Buzan (2013:176)

menyebutkan bahwa mind mapping merupakan alat kognisi yang sempurna bagi

otak manusia. Kelebihan-kelebihan model pembelajaran mind mapping tersebut

belum pernah diperoleh oleh siswa SDN 1 Karangbawang, karena model mind

mapping belum pernah diterapkan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Keefektifan Model Mind Mapping dalam Pembelajaran Menulis Laporan Pengamatan pada Siswa Kelas V

SDN 1 Karangbawang Banyumas”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, terdapat beberapa masalah yang

terjadi dalam pembelajaran menulis laporan pengamatan di SDN 1 Karangbawang

Banyumas. Oleh karena itu, peneliti mengidentifikasi beberapa masalah dalam

pembelajaran menulis laporan pengamatan yaitu: (1) Pembelajaran Bahasa

Indonesia yang berlangsung di SDN 1 Karangbawang masih berpusat pada guru;

(2) Guru masih menerapkan model yang konvensional sehingga siswa mudah

jenuh dan menganggap menulis merupakan pelajaran sulit; (3) Aktivitas dan hasil

belajar siswa pada pembelajaran menulis kurang optimal; (4) Dalam kegiatan

menulis laporan pengamatan, siswa memiliki kesulitan mengembangkan isi

laporan serta pembendaharaan kata yang minim; serta (5) Guru belum

menerapkan model pembelajaran mind mapping dalam pembelajaran menulis.

Pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya menulis yang berlangsung di


(26)

merupakan model konvensional. Pada model pembelajaran konvensional, guru

sebagai sumber informasi memiliki posisi sangat dominan (Iskandarwassid dan

Sunendar, 2011: 26). Guru berusaha menyampaikan informasi dan keterangan

sebanyak-banyaknya pada siswa. Siswa hanya sebagai penerima informasi. Oleh

karena itu, siswa menjadi kurang terlibat dalam pembelajaran, yang artinya siswa

hanya sebagai objek yang diberi penjelasan kemudian diukur kemampuannya. Hal

ini mengakibatkan siswa menjadi jenuh dan bosan dalam pembelajaran.

Siswa yang jenuh menyebabkan kondisi kelas menjadi pasif. Siswa

menjadi malas dalam mengikuti pembelajaran. Akibatnya, aktivitas belajar

menjadi satu arah dan kurang optimal. Siswa juga menganggap bahwa menulis

adalah pelajaran yang sulit, sehingga berdampak pada hasil belajar siswa dalam

pembelajaran menulis. Hasil belajar siswa menjadi kurang optimal dan tidak

semua siswa menguasai keterampilan menulis.

Siswa dalam belajar menulis laporan pengamatan, memiliki kesulitan

dalam mengembangkan isi laporan pengamatan. Objek yang diamati oleh siswa

masih sedikit. Siswa belum menguraikan hasil pengamatannya dengan jelas

karena siswa belum mahir dalam menggambarkan objek pada hasil

pengamatannya. Selain itu, siswa masih mempunyai kekurangan dalam

pembendaharaan kosa kata.

Pembelajaran hendaknya tidak hanya diisi oleh ceramah dan penugasan.

Guru hendaknya menerapkan model pembelajaran lain yang lebih inovatif. Salah

satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model mind mapping. Mind

mapping dapat mensinergikan otak kanan dan kiri secara bersamaan, sehingga


(27)

menuntut siswa untuk kreatif dan sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar.

Oleh karena itu, model mind mapping memiliki berbagai kelebihan yang dapat

membantu siswa dalam pelajaran, namun model ini belum pernah diterapkan pada

siswa kelas V SDN 1 Karangbawang.

1.3 Pembatasan Masalah dan Paradigma Penelitian

Penelitian ini memerlukan pembatasan masalah dan paradigma penelitian

agar penelitian lebih terarah dan jelas hubungan antarvariabel yang akan diteliti.

Pembatasan masalah dan paradigma penelitian yang dimaksud dalam penelitian

ini yaitu sebagai berikut.

1.3.1 Pembatasan Masalah

Pada identifikasi masalah, telah dijelaskan berbagai permasalahan yang

menjadi dasar penelitian ini. Permasalahan tersebut masih terlalu luas, sehingga

perlu adanya pembatasan masalah untuk memeroleh kajian yang mendalam.

Pembatasan masalah akan memperjelas apa saja yang akan diteliti. Pembatasan

masalah ini dilakukan agar penelitian lebih efektif, terarah dan efisien. Oleh

karena itu, penelitian ini hanya menguji keefektifan model mind mapping dalam

mengukur hasil belajar psikomotor menulis laporan pengamatan. Selain itu, model

pembanding yang digunakan yaitu model konvensional.

Penelitian ini hanya mengukur hasil belajar psikomotor siswa karena

paradigma penelitian yang digunakan yaitu paradigma penelitian sederhana. Pada

paradigma tersebut hanya terdapat satu variabel terikat yang dipengaruhi oleh

variabel bebas. Variabel terikat yang dimaksud yaitu hasil belajar psikomotor.


(28)

konvensional, karena selama ini guru lebih sering menerapkan model

pembelajaran tersebut. Model pembanding ini memudahkan guru untuk melihat

model pembelajaran yang lebih efektif.

1.3.2 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian diperlukan agar penelitian menjadi lebih jelas

hubungan antarvariabelnya. Penelitian ini mempunyai dua variabel yaitu model

mind mapping sebagai variabel bebas (X) yang mempengaruhi hasil belajar

menulis laporan pengamatan sebagai variabel terikat (Y). Hubungan antarvariabel

tersebut dapat dibaca pada bagan 1.1.

Bagan 1.1 Paradigma Penelitian Sederhana

Keterangan:

X = Model mind mapping

Y = Hasil belajar menulis laporan pengamatan

(Sugiyono, 2014:68)

1.3 Rumusan Masalah

Pada penelitian ini terdapat dua rumusan masalah yang merupakan petunjuk

pengembangan kerangka teoritis dalam penyusunan hipotesis penelitian. Rumusan

masalah memberikan arah dalam penggunaan hipotesis, memberi petunjuk tentang

rancangan penelitian yang akan digunakan, baik menyangkut populasi, sampel,

pemilihan instrumen, dan analisis data. Rumusan masalah yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut.


(29)

(1)Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas V SDN 1 Karangbawang

dalam pembelajaran menulis laporan pengamatan antara yang memeroleh

pembelajaran model mind mapping dan yang memeroleh pembelajaran model

konvensional?

(2)Apakah hasil belajar siswa kelas V SDN 1 Karangbawang dalam pembelajaran

menulis laporan pengamatan yang memeroleh pembelajaran model mind

mapping lebih baik daripada yang memeroleh pembelajaran model

konvensional?

1.4 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan penelitian

merupakan penentu arah penelitian serta dijadikan tolok ukur keberhasilan suatu

penelitian. Tujuan penelitian yang dilakukan peneliti tentang keefektifan model

mind mapping dalam pembelajaran menulis laporan pengamatan dibagi menjadi

dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan umum penelitian merupakan tujuan yang ingin dicapai dengan

cakupan yang lebih luas. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui

keefektifan penerapan model pembelajaran mind mapping dalam pembelajaran

menulis laporan pengamatan pada siswa kelas V sekolah dasar. Pada penelitian ini

juga dapat diketahui mengenai bagaimana menerapkan model mind mapping

dalam pembelajaran menulis laporan pengamatan.

Tujuan khusus merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian

dengan cakupan lebih khusus dan sempit. Pencapaian secara khusus ini dapat


(30)

berhubungan dengan rumusan masalah penelitian. Tujuan khusus yang dimaksud

yaitu sebagai berikut.

(1) Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas V SDN 1 Karangbawang

dalam pembelajaran menulis laporan pengamatan antara yang memeroleh

pembelajaran model mind mapping dan yang memeroleh pembelajaran model

konvensional.

(2) Mengetahui apakah hasil belajar siswa kelas V SDN 1 Karangbawang dalam

pembelajaran menulis laporan pengamatan yang memeroleh pembelajaran

model mind mapping lebih baik daripada yang memeroleh pembelajaran

model konvensional.

1.5 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian dapat memberikan manfaat bagi seluruh aspek yang terlibat

di dalamnya. Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang

terlibat, khususnya dalam dunia pendidikan. Manfaaat penelitian keefektifan

model mind mapping dalam pembelajaran menulis laporan pengamatan terdiri atas

manfaat teoritis dan praktis. Penjelasan kedua manfaat tersebut yaitu sebagai

berikut.

1.6.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis merupakan manfaat penelitian yang bersifat teori.

Penelitian ini menggunakan beberapa teori Buzan maupun beberapa teori lainnya.

Salah satu teori yang dijadikan landasan penelitian ini yaitu model mind mapping

merupakan model pembelajaran yang efektif digunakan dalam kehidupan


(31)

Manfaat penelitian ini secara teoritis dapat memperkuat teori yang telah

disebutkan. Selain itu, hasil penelitian ini memberikan informasi dan memberikan

tambahan pengetahuan tentang penerapan model mind mapping pada

pembelajaran menulis laporan pengamatan.

1.6.2 Manfaat Praktis

Selain manfaat teoritis, penelitian ini juga memiliki manfaat praktis.

Manfaat praktis merupakan manfaat penelitian yang bersifat praktik, yakni dapat

dirasakan langsung oleh siapapun yang terlibat dalam penelitian. Penelitian ini

melibatkan siswa, guru, sekolah, dan peneliti. Oleh karena itu, manfaat praktis

dalam penelitian ini mencakup manfaat terhadap siswa, guru, sekolah, dan

peneliti.

Pelaksanaan penelitian ini memberikan manfaat bagi siswa yang

merupakan objek penelitian. Manfaat yang diperoleh oleh siswa dengan

menggunakan model mind mapping antara lain yaitu: (1) Kemampuan siswa

dalam menulis laporan pengamatan bisa lebih berkembang daripada sebelumnya;

(2) Berkembangnya kekreatifan siswa dalam kegiatan menulis laporan

pengamatan; dan (3) Memotivasi siswa untuk menyadari potensinya dalam

kegiatan menulis.

Selain siswa, guru juga akan memeroleh manfaat dari penelitian ini.

Manfaat bagi guru dengan pelaksanaan model mind mapping dalam pembelajaran

menulis laporan pengamatan yaitu: (1) Penelitian ini diharapkan mampu

memberikan kontribusi dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia


(32)

bahan masukan untuk memilih model pembelajaran yang tepat pada Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia.

Siswa dan guru merupakan bagian dari sekolah. Sekolah yang digunakan

untuk penelitian ini juga mendapatkan manfaat penelitian. Manfaat yang dapat

diperoleh oleh sekolah dengan pelaksanaan model mind mapping dalam

pembelajaran yaitu: (1) Meningkatnya motivasi sekolah dalam menciptakan

sistem pembelajaran bahasa Indonesia yang inovatif dan variatif; dan (2)

Meningkatnya kualitas sekolah dalam segi pembelajaran bahasa Indonesia.

Tidak hanya siswa, guru, dan sekolah yang memeroleh manfaat penelitian.

Peneliti sebagai seseorang yang melakukan penelitian juga memeroleh manfaat

dari hasil penelitiannya. Manfaat bagi peneliti dengan meneliti pelaksanaan model

mind mapping dalam pembelajaran yaitu: (1) Menambah pengalaman penelitian

dalam bidang pendidikan; dan (2) Dapat dijadikan dasar penelitian yang dilakukan


(33)

17

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian ini dijelaskan landasan teori, kajian empiris, kerangka

berpikir, serta hipotesis penelitian. Pada bagian landasan teori akan diuraikan

teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Kajian empiris yaitu kajian

penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada

bagian ini juga diuraikan kerangka berpikir penelitian ini. Selain itu, pada bab ini

diuraikan hipotesis yang diajukan dalam penelitian.

2.1

Landasan Teori

Landasan teori merupakan penjelasan mengenai berbagai teori yang

digunakan dalam penelitian ini. Teori tersebut yang dijadikan panduan dalam

pelaksanaan penelitian. Landasan teori pada penelitian ini membahas belajar,

pembelajaran, aktivitas belajar, hasil belajar, karakteristik siswa sekolah dasar,

pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar, menulis laporan pengamatan,

model pembelajaran, dan model mind mapping.

2.1.1 Belajar

Setiap manusia mengalami kegiatan belajar sepanjang hidupnya. Kegiatan

belajar tersebut terjadi kapan dan di mana saja. Menurut Slameto (2013:2),

belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memeroleh

perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu

dalam interaksi dengan lingkungannya. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (1990) dalam Suyono dan Hariyanto (2014:12), mendefinisikan belajar sebagai


(34)

kegiatan memeroleh pengetahuan atau keterampilan melalui studi, pengalaman,

atau karena diajar.

Menurut Suyono dan Hariyanto (2014:9), belajar adalah suatu aktivitas atau

suatu proses untuk memeroleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan,

memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan diri. Sadirman (2011:20)

menyatakan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku atau

penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati,

mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Belajar akan lebih baik apabila

subjek belajar mengalami atau melakukannya sendiri.

Djamarah (2008:13) berpendapat bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan

jiwa dan raga untuk memeroleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu sendiri dalam proses interaksi dengan lingkungannya yang

menyangkut kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif. Berdasarkan

pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa dalam pengertian belajar terdapat

tiga unsur, yakni perubahan perilaku, proses, dan pengalaman.

Seseorang dikatakan telah belajar apabila mengalami perubahan perilaku

dalam hidupnya. Contoh perubahan perilaku yaitu anak yang awalnya tidak bisa

menulis, setelah belajar menulis menjadi bisa menulis. Apabila tidak terjadi

perubahan perilaku, maka anak tidak dapat dikatakan belajar. Ciri-ciri perubahan

perilaku antara lain dikemukakan oleh Suprijono (2014:4) yaitu:

Perubahan perilaku yang dimaksud bercirikan (1) sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari; (2) kontinu atau berkesinambungan; (3) fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup; (4) positif atau berakumulasi; (5) bertujuan aktif atau sebagai usaha yang direncanakan atau dilakukan; (6) permanen atau tetap; (7) bertujuan atau terarah; dan (8) mencakup keseluruhan potensi manusia.


(35)

Gagne (1977) dalam Rifa’i dan Anni (2011:84-5) menyebutkan untuk menghasilkan perubahan perilaku, kegiatan belajar membutuhkan unsur-unsur

yang saling mendukung sebagai sebuah sistem. Unsur-unsur tersebut antara lain,

(1) peserta didik; (2) rangsangan (stimulus); (3) memori dan; (4) respon. Keempat

unsur tersebut saling berinteraksi dan memiliki hubungan timbal balik yang

memunculkan perubahan perilaku.

Selain perubahan perilaku, pengertian belajar terdiri dari proses dan

pengalaman. Proses dalam belajar terjadi akibat stimulus/rangsangan yang

diberikan oleh lingkungan untuk mencapai tujuan hidup manusia. Gagne (1977)

dalam Rifa’i dan Anni (2011: 84-5), menyebutkan bahwa rangsangan yang ada di sekitar manusia berupa suara, sinar, warna, panas, dingin, tanaman, gedung, dan

orang. Siswa harus dapat memfokuskan diri terhadap stimulus yang ada agar hasil

belajarnya optimal.

Pengalaman dalam belajar merupakan hasil interaksi yang terjadi antara

siswa dan lingkungannya. Saat belajar, siswa mengalami berbagai kondisi yang

membuatnya berinteraksi dengan stimulus yang ada di lingkungan. Kondisi ini

dirasakan secara pribadi oleh siswa. Oleh karena itu, belajar dapat diartikan

sebagai proses perubahan perilaku seseorang berdasarkan pengalaman untuk

menjadi lebih baik.

2.1.2 Pembelajaran

Kegiatan belajar dalam pendidikan berhubungan dengan pembelajaran.

Pembelajaran memiliki makna yang berbeda dengan belajar. Undang-Undang


(36)

menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selain itu, Hamalik

(2014:57) menjelaskan pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun

meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur,

yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

Gagne (1977) dalam Huda (2013:3) menyebutkan bahwa pembelajaran

dapat diartikan sebagai proses modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa

dipertahankan dan ditingkatkan levelnya. Briggs (1992) dalam Rifa’i dan Anni (2011:191) mendefinisikan pembelajaran sebagai seperangkat peristiwa yang

mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga siswa itu memeroleh kemudahan.

Pelaksanaan pembelajaran di Indonesia didasarkan pada standar proses

yang diatur dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

(Amri, 2013: 49). Standar proses berisi tentang kriteria minimal untuk mencapai

tujuan pendidikan di seluruh Indonesia. Standar proses meliputi perencanaan,

pelaksanaan, penilaian hasil, dan pengawasan proses pembelajaran. Perencanaan

yang dimaksud yaitu sebelum melaksanakan pembelajaran, guru membuat

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berdasarkan silabus. Menurut

Amri (2013:49-52) RPP memuat Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar

(KD), indikator, tujuan, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran,

kegiatan, penilaian dan sumber belajar.

Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan implementasi RPP yang

terdiri dari kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Amri (2013: 54-7)

menjelaskan bahwa kegiatan pendahuluan meliputi persiapan guru dan siswa


(37)

Kegiatan inti terdiri atas kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan

penutup berupa penarikan kesimpulan pembelajaran, evaluasi, umpan balik

terhadap proses dan hasil belajar, pemberian motivasi, dan pemberian tindak

lanjut. Penilaian hasil pembelajaran dilaksanakan setelah pelaksanaan

pembelajaran. Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru untuk mengukur tingkat

pencapaian siswa, sehingga dapat memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian

pembelajaran dilaksanakan secara konsisten, sistematik, dan terprogram.

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk membantu

anak didik mencapai tujuan dan kedewasaan dengan menguasai pengetahuan,

keterampilan, dan sikap. Kegiatan pembelajaran terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan, dan penilaian. Sebelum melaksanakan pembelajaran, terdapat

kegiatan perencanaan yang dijabarkan dalam RPP, dilanjutkan dengan

pelaksanaan pembelajaran sesuai RPP. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan

penilaian yang dilakukan oleh guru.

2.1.3 Aktivitas Belajar

Siswa merupakan makhluk hidup yang memiliki potensi untuk berkembang.

Sebagai makhluk hidup, siswa tidak mungkin hanya berdiam diri untuk mencapai

tujuan hidupnya. Siswa akan melakukan berbagai tindakan yang dapat membantu

untuk mencapai tujan hidupnya. Siswa cenderung memiliki prinsip aktif untuk

berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif tersebut dapat dilihat pada kondisi kelas

saat pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, dalam sebuah pembelajaran tentu


(38)

Slameto (2013:36) mengemukakan bahwa dalam proses belajar mengajar,

guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir atau berbuat. Aktivitas

belajar merupakan berbagai bentuk kegiatan siswa dalam pembelajaran. Aktivitas

belajar pada akhirnya berdampak pada hasil yang diperoleh oleh siswa. Sardiman

(2011:100) menyatakan aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik

maupun mental. Menurut Slameto (2013:13), aktivitas belajar merupakan bagian

dari proses belajar baik aktivitas berpikir maupun aktivitas berbuat.

Terdapat beberapa jenis aktivitas belajar. Dierich (1972) dalam Hamalik

(2014:90) mengklasifikasi jenis aktivitas belajar, yakni (1) Kegiatan visual; (2)

Kegiatan lisan; (3) Kegiatan mendengarkan; (4) Kegiatan menulis; (5) Kegiatan

menggambar; (6) Kegiatan metrik; (7) Kegiatan mental; serta (8) Kegiatan

emosional. Klasifikasi jenis aktivitas belajar dijelaskan oleh Djamarah (2008:45)

yakni:

Aktivitas belajar dapat digolongkan menurut kegiatannya, yaitu (1) Mendengarkan; (2) Memandang; (3) Meraba, Membau, dan Mencicip/Mengecap; (4) Menulis atau Mencatat; (5) Membaca; (6) Membuat Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggarisbawahi; (7) Mengamati Tabel-tabel, Diagram-diagram, dan Bagan-bagan; (8) Menyusun Paper atau Kertas Kerja; (9) Mengingat; (10) Berpikir; dan (11) Latihan atau Praktek.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan memunculkan interaksi

yang tinggi guru dengan siswa serta siswa dengan siswa. Hal ini menimbulkan

suasana kelas menjadi menyenangkan, sehingga siswa dapat menunjukkan

kemampuannya yang optimal. Aktivitas yang timbul dari siswa akan membentuk

pengetahuan dan keterampilan yang mengarah pada meningkatnya hasil belajar

siswa. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran harus memperhatikan


(39)

2.1.4 Hasil Belajar

Dalam kegiatan belajar, aktivitas belajar mempengarui hasil belajar. Sudjana

(2011:22) mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Rifa’i dan Anni (2011:85) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang

diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Suprijono (2014:7)

menyebutkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan,

bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hal ini menerangkan

bahwa perubahan yang terjadi tidak hanya perubahan pengetahuan, tetapi juga

meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada

individu tersebut.

Terdapat beberapa jenis klasifikasi hasil belajar, namun sistem pendidikan

Indonesia menggunakan klasifikasi hasil belajar Bloom. Bloom (1956) dalam

Rifa’i dan Anni (2011:86-7) menjelaskan bahwa:

Hasil belajar mencakup tiga ranah belajar yaitu, (1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian; (2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, penanggapan, penilaian, pengorganisasian, dan pembentukan pola hidup serta; (3) Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian, dan kreativitas.

Hasil belajar terlihat pada perubahan perilaku individu yang belajar.

Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan perilaku sebagai akibat

kegiatan belajarnya. Pengetahuan dan keterampilannya bertambah, dan


(40)

tersebut, dapat didefinisikan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang didapatkan

seseorang dari pembelajaran yang telah dilakukan baik berupa pengetahuan, sikap,

dan keterampilan.

Penelitian ini difokuskan untuk mengukur hasil belajar psikomotorik karena

menulis merupakan kegiatan yang mengukur keterampilan siswa. Oleh karena

itu, penelitian ini tidak hanya mengukur seberapa besar pengetahuan siswa dalam

menulis, namun kemampuan siswa dalam mengungkapkan pikirannya dalam

bentuk tulisan.

2.1.5 Karakteristik Siswa Usia Sekolah Dasar

Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan dasar. Sekolah dasar

membelajarkan berbagai pengetahuan serta keterampilan dasar penting sebagai

bekal siswa di masa mendatang. Pada umumnya siswa sekolah dasar berusia

antara 7 hingga 12/13 tahun. Piaget (1988) dalam Rifa’i dan Anni (2011:26-30) menyebutkan terdapat empat tahap perkembangan kognitif berdasar usia, yakni

(1) tahap sensorimotor (0-2 tahun); (2) tahap praoperasional (2-7 tahun); (3)

tahap operasional konkret (7-11 tahun); dan (4) tahap operasional formal (11

tahun ke atas).

Berdasarkan tahapan kognitif tersebut, siswa sekolah dasar berada dalam

tahap operasional konkret. Umumnya anak masih belum bisa memahami berbagai

hal abstrak. Siswa baru bisa berpikir konkret sesuai dengan kenyataan yang ia

lihat, dengar, dan rasakan. Contohnya siswa akan lebih mudah mendefinisikan

berbagai hal yang sudah ia lihat dibandingkan hal-hal yang belum pernah mereka


(41)

dengan pengalaman yang telah dilalui. Dalam tahapan ini siswa lebih banyak

meniru apa yang mereka lihat dan dengar dibandingkan menjalankan logikanya.

Logika anak sebenarnya sudah mulai berkembang, namun masih belum sempurna.

Iskandarwasid dan Sunendar (2013:143-5) menjelaskan bahwa siswa

sekolah dasar mengalami perkembangan yang berbeda-beda. Namun, pada

umumnya siswa sekolah dasar sudah bisa menyesuaikan diri dengan

lingkungannya, belajar dari pengalaman-pengalaman, berkelompok, memiliki

minat yang menjadi kekuatan motivasi, serta memiliki tokoh idola. Desmita

(2012:35) menjelaskan bahwa anak usia sekolah memiliki karakteristik yang

berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Karakteristik tersebut yaitu

senang bermain, bergerak, bekerja secara kelompok, dan senang merasakan atau

melakukan sesuatu secara langsung.

Sesuai tahap perkembangan anak, siswa sekolah dasar umumnya masih

senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru merancang pembelajaran yang

menyenangkan dan memungkinkan ada unsur permainan di dalamnya.

Karakteristik siswa sekolah dasar lainnya yaitu senang bergerak. Siswa sekolah

dasar merupakan makhluk aktif, yang memiliki kemauan sendiri, dorongan untuk

berbuat sesuatu, dan aspirasinya sendiri (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 44). Hal

ini menyebabkan siswa aktif bergerak. Mereka dapat duduk tenang paling lama

hanya 30 menit, sehingga guru dituntut untuk merancang pembelajaran yang

melibatkan keaktifan siswa.

Karakteristik siswa selanjutnya yaitu siswa senang bekerja kelompok. Siswa

sekolah dasar lebih senang bergaul dengan teman sebayanya. Keinginan siswa


(42)

meningkat (Iskandarwassid dan Sunendar, 2013:144). Saat siswa berkelompok,

mereka dapat belajar tentang sosialisasi, sehingga guru dituntut untuk merancang

pembelajaran dengan melibatkan siswa dalam suatu kelompok. Siswa memiliki

karakteristik yaitu senang merasakan sesuatu secara langsung. Suatu konsep cepat

dikuasai siswa, apabila siswa dilibatkan langsung melalui praktik yang diajarkan

guru. Siswa yang mengalami praktik langsung dalam pembelajaran, menimbulkan

pengalaman yang berarti sehingga lebih bertahan lama dalam ingatan jangka

panjangnya. Karakteristik ini menuntut guru untuk merancang pembelajaran yang

melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, guru dituntut untuk dapat

merancang model-model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa.

Model pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan tahap-tahap

perkembangan siswa. Materi pembelajaran hendaknya dikaitkan dengan

pengalaman siswa, sehingga materi yang dipelajari tidak bersifat abstrak dan

bermakna bagi siswa. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah model pembelajaran

yang inovatif. Salah satu model yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran

mind mapping.

Model mind mapping memiliki karakteristik yang sesuai dengan

karakteristik siswa sekolah dasar. Di dalam pembelajarannya, siswa dapat

memainkan imajinasi mereka dengan bantuan warna saat membuat cabang-cabang

mind mapping. Pembuatan mind mapping dapat dilaksanakan secara kelompok

ataupun individu. Model mind mapping memberikan kesempatan kepada siswa

untuk aktif baik dalam kelompok maupun klasikal di kelas. Siswa akan


(43)

dalam pembelajaran. Mind mapping dapat dibuat langsung oleh siswa, sehingga

siswa dapat merasakan secara langsung proses pembelajarannya. Mind mapping

yang penuh warna, simbol, dan gambar menarik perhatian siswa saat

pembelajaran.

2.1.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri di dunia.

Oleh karena itu, sangat penting melakukan interaksi antarmanusia. Untuk

melakukan interaksi tersebut dibutuhkan komunikasi yang baik. Agar komunikasi

bisa berjalan dengan lancar, dibutuhkan alat untuk berkomunikasi. Salah satu alat

berkomunikasi yaitu bahasa. Secara universal, bahasa merupakan suatu bentuk

ungkapan yang bentuk dasarnya adalah ujaran. Ujaran inilah yang membedakan

manusia dengan makhluk lainnya. Surono (2004:3) menyatakan bahasa adalah

hasil ciptaan manuisa yang berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan perasaan

dan pikiran seseorang kepada orang lain.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki

peran penting dalam kehidupan manusia sebagai alat komunikasi. Namun, setiap

negara memiliki bahasa yang berbeda. Begitu pula dengan Indonesia yang

menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Seperti yang diketahui,

meskipun sebagai bahasa negara, Indonesia memiliki berbagai ragam bahasa

daerah. Hal ini tentu menuntut sekolah-sekolah untuk membelajarkan bahasa

Indonesia sebagai bahasa kedua kepada mayarakat Indonesia.

Zulela (2013:5) menyebutkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia


(44)

yakni kemampuan mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis.

Keempat kemampuan berbahasa tersebut saling melengkapi satu sama lain.

Keempatnya memiliki hubungan yang tak dapat dipisahkan. Keterampilan itu

akan terhubung secara integral dan sistematis. Pada awalnya manusia akan belajar

memahami bahasa dengan menyimak. Lambat laun manusia akan belajar

berbicara lantas belajar membaca dan menulis. Keterampilan berbahasa ini tidak

dapat dikuasai secara instan. Siswa harus banyak belajar dan berlatih agar dapat

menguasainya, sehingga memudahkan siswa berkomunikasi dengan baik. Oleh

karena itu, keempat keterampilan tersebut memiliki karakteristik masing-masing.

Tarigan (2008:2) menyebutkan karakteristik berbahasa sebagai berikut:

Menyimak merupakan keterampilan berbahasa langsung, apresiatif, reseptif, dan fungsional. Berbicara merupakan keterampilan langsung, produktif, dan ekspresif. Membaca bercirikan apresiatif, fungsional, dan merupakan keterampilan berbahasa tak langsung. Menulis merupakan keterampilan tak langsung, produktif dan ekspresif.

Berdasarkan berbagai penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa fokus

pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar yaitu penguasaan keempat

keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan berbahasa tersebut disajikan

secara terpadu dalam pembelajaran, namun masih bisa dinilai secara terpisah.

Terpadu artinya dalam pembelajaran, siswa mempelajari lebih dari satu

keterampilan. Siswa dapat belajar keempat keterampilan secara bersamaan dalam

satu waktu, namun guru masih bisa melakukan penilaian secara terpisah.

2.1.7 Menulis Laporan Pengamatan

Salah satu kemampuan berbahasa yang harus dipelajari oleh siswa adalah


(45)

penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat

atau medianya (Suparno dan Yunus, 2007: 1.3). Menulis merupakan keterampilan

berbahasa untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan

kegiatan yang bersifat produktif dan ekspresif (Tarigan, 2008:3). Produktif

artinya bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan menghasilkan sebuah tulisan

sebagai media untuk menyampaikan pesan. Ekspresif artinya dengan menulis

seorang penulis dapat menyampaikan perasaan (emosi) melalui tulisan yang

dibuat. Berdasarkan pengertian tersebut terdapat empat komponen menulis, yakni

penulis (seseorang yang menulis untuk menyampaikan pesan), pesan (sesuatu

yang disampaikan oleh penulis), alat atau media (sesuatu yang digunakan untuk

menulis), serta pembaca (seseorang yang akan menerima pesan penulis).

Moriss (1964) dalam Tarigan (2008:28-9) mengklasifikasi tulisan dalam 4

bentuk yaitu eksposisi, argumen, deskripsi, dan narasi. Riebel (1972) dalam

Doyin dan Wagiran (2011:23) membagi karangan menjadi dua jenis, yaitu

imaginative writing dan factual writing. Imaginative writing merupakan tulisan

imajinasi yang membangkitkan perasaan, sedangkan factual writing merupakan

tulisan yang bersumber dari fakta. Factual writing digolongkan menjadi dua yaitu,

scientific writing (tulisan ilmiah) dan informative writing (tulisan bersifat

informasi). Tulisan yang tergolong informative writing yaitu berita, kisah

perjalanan, riwayat hidup, dan laporan peristiwa.

Salah satu materi yang dibelajarkan pada siswa kelas V SD yaitu laporan

pengamatan. Laporan adalah cara penyampaian informasi kepada seseorang atau

suatu instasi yang disusun atas dasar tanggung jawab yang diembannya (Kosasih,


(46)

menyampaikan informasi mengenai suatu masalah atau fakta. Menurut Warsidi

dan Farika (2008:62), “Laporan adalah tulisan yang berisi hasil pengamatan terhadap sebuah tempat atau suatu pekerjaan.”

Laporan pengamatan merupakan tulisan yang menyampaikan atau

memberitahukan sesuatu dari hasil yang telah diamati. Kosasih (2014:75)

menjelaskan bahwa laporan pengamatan merupakan karangan yang memaparkan

suatu fenomena atau kejadian berdasarkan data dan fakta hasil proses pengamatan.

Isi laporan ialah hal-hal penting yang berkaitan langsung dengan kejadian nyata di

tempat laporan. Isi laporan juga menjadi tanggung jawab pembuat laporan. Oleh

karena itu, isi laporan harus sesuai dengan fakta-fakta saat pelaksanaan

pengamatan, bukan hasil imajinasi pembuat laporan.

Penyusunan laporan didasarkan pada pemberi laporan (pelapor), pihak yang

menerima laporan, tujuan laporan, dan sifat laporan (Kosasih, 2014:61). Pelapor

yaitu orang yang membuat laporan baik perorangan, kepanitiaan, dan lembaga.

Pelapor memiliki tanggung jawab terhadap penerima laporan. Penerima laporan

yaitu pihak-pihak yang menerima hasil laporan pengamatan. Pelapor harus

memperhatikan sungguh-sungguh tujuan penyusunannya agar sesuai dengan yang

diharapkan. Hal ini karena tujuan laporan merupakan apa yang ingin disampaikan

oleh pelapor kepada penerima laporan. Kosasih (2014:62) menyebutkan sifat-sifat

laporan, yaitu:

(1) Tidak mengandung imajinasi berkenaan dengan pelapor yang mengetahui secara tepat pihak yang menerima laporan; (2) Lengkap yang berarti bahwa dalam laporan tidak boleh ada hal-hal penting yang diabaikan dan tidak memasukkan hal menyimpang; (3) Disajikan secara menarik yang berarti nilai yang ada pada laporan memiliki bobot dalam bahasa dan isi, serta sistematikanya logis dan mudah dipahami.


(47)

Pembuatan laporan pengamatan dilakukan secara sistematis. Terdapat

langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pelapor. Langkah-langkah tersebut

akan mempermudah pelapor dalam pembuatan laporan. Menurut Suyatno

(2011:113-6), langkah-langkah pembuatan laporan yaitu: (1) melakukan

pengamatan; (2) membuat catatan; (3) membuat kerangka laporan; (4) menulis

laporan; dan (5) memperbaiki laporan.

Sebelum melakukan pengamatan, perlu ditentukan terlebih dahulu objek

yang diamati. Selain itu, pengamat perlu membuat perihal apa saja yang akan

diamati dari objek tersebut. Dalam pelaksanaan pengamatan, pengamat hendaknya

mengamati dengan sungguh-sungguh objek yang diamati. Untuk membantu

pengamat dalam pelaksanaan pengamatan, pengamat dapat membuat

catatan-catatan. Setelah kegiatan mengamati selesai, tahap selanjutnya yaitu membuat

kerangka laporan. Kerangka laporan memberikan garis besar terhadap sistematika

laporan yang akan ditulis. Kerangka laporan sebaiknya memuat judul pengamatan,

waktu pengamatan, tempat atau lokasi pengamatan, hal yang diamati, nama

pengamat, tujuan pngamatan dan (deskripsi) penjelasan pengamatan (Warsidi dan

Farika, 2008:17).

Saat sebuah kerangka laporan selesai, kerangka laporan itu dikembangkan

menjadi laporan yang utuh. Bisa dikembangkan setiap bagian yang ada dalam

kerangka laporan, sehingga isi laporan menjadi lebih lengkah. Pelapor dapat

mendeskripsikan berbagai objek pengamatan. Setelah laporan selesai, agar isi

laporan menjadi lebih baik, perlu ada kegiatan memperbaiki laporan. Untuk

melaksanakannya bisa meminta saran kepada orang lain untuk mengoreksi


(48)

ejaan, dan format penulisan. Hasil koreksi dijadikan pedoman untuk memperbaiki

laporan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa laporan

pengamatan merupakan tulisan yang berisi hasil pengamatan seseorang terhadap

suatu objek. Laporan harus berdasarkan fakta yang dapat diamati pada objek

pengamatan. Siswa dituntut untuk dapat menjabarkan objek yang diamatinya pada

hasil pengamatan dengan jelas dan lengkap, sehingga pembaca dapat memahami

apa yang diamati oleh siswa.

2.1.8 Model Pembelajaran

Mills (1989) dalam Suprijono (2013:45) berpendapat bahwa model adalah

bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang

atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Menurut

Suprijono (2013:46), “Model pembelajaran adalah pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.” Joyce (1992) dalam Trianto (2011:5) menyatakan bahwa:

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman yang digunakan pendidik dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran merupakan suatu kerangka pedoman pembelajaran di kelas yang

terdiri atas tujuan, tahapan kegiatan, lingkungan, pengelolaan kelas, serta berbagai

perangkat pembelajaran lainnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran, model harus


(49)

agar model pembelajaran dapat memberikan manfaat maksimal kepada siswa.

Guru mampu memberikan bantuan kepada siswa untuk mendapatkan informasi,

ide, keterampilan, dan cara berpikir dan mengekspresikan diri dengan model

pembelajaran yang sesuai.

Terdapat beberapa jenis model pembelajaran. Ada model pembelajaran

yang bersifat berpusat pada guru dan ada yang berpusat pada siswa. Menurut

Iskandarwassid dan Sunendar (2011:26), model pembelajaran yang bersifat

berpusat pada guru merupakan model pembelajaran paling tua dan sering disebut

model tradisional/konvensional. Model ini lebih menekankan guru untuk

mengalihkan pengetahuan sebanyak-banyaknya yang ia miliki kepada siswa. Hal

ini cenderung membuat siswa pasif. Model konvensional lebih banyak berisi

tentang ceramah yang dilakukan oleh guru. Selain model yang bersifat berpusat

pada guru, terdapat model belajar yang berpusat pada siswa. Model ini

menekankan bahwa siswa bukan hanya objek mengajar. Makna mengajar pada

model ini berarti menciptakan suasana belajar yang optimal (Iskandarwassid dan

Sunendar, 2011:27). Model berpusat pada siswa melibatkan siswa dalam kegiatan

pembelajaran dan menutut siswa untuk aktif dalam pembelajaran.

2.1.9 Model Pembelajaran Mind Mapping

Mind mapping merupakan salah satu model pembelajaran berpusat pada

siswa yang dikembangkan oleh Tony Buzan. Buzan (2013:4) mendefinisikan

bahwa mind mapping adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke

dalam otak dan mengambil kembali informasi keluar dari otak. Windura


(50)

berpikir yang menggunakan kedua belah otak sesuai cara kerja alaminya sehingga

dapat mengeluarkan segala potensi yang dimiliki otak. Mind mapping menggapai

ke segala arah dan menangkap berbagai pikiran dari segala sudut.

Mind mapping adalah cara yang kreatif bagi peserta didik secara individual

untuk menghasilkan ide-ide, mencatat pelajaran, atau merencanakan penelitian

baru (Silberman, 2014:200). DePorter dan Hernacki (2013:153) menyebutkan

bahwa mind mapping (peta pikiran) adalah pemanfaatan keseluruhan otak dengan

menggunakan citra visual dan grafis lainnya untuk membentuk kesan. Swadarma

(2013:2) menjelaskan bahwa mind mapping merupakan model efektif untuk

menuangkan semua gagasan yang ada di dalam pikiran.

Mind mapping berfungsi untuk mengembangkan otak dengan

memancarkan pemikiran tentang berbagai kejadian hidup dalam sebuah peta.

Mind mapping menggunakan prinsip brain management yang menggabungkan

kinerja kedua belahan otak secara bersamaan. Siswa akan menemukan kemudahan

untuk mengidentifikasi apa yang sedang dan ingin mereka pelajari, kemudian

mengembangkannya dengan mudah menggunakan mind mapping.

Mind mapping dapat digunakan oleh seluruh manusia dan berbagai bidang

kehidupan. Kegunaan mind mapping dijelaskan oleh Swadarma (2013:8) meliputi,

(1) Mengumpulkan data yang hendak digunakan untuk segala keperluan secara sistematis; (2) Mengembangkan dan menganalisis ide/pengetahuan saat prsoses belajar mengajar, workshop, atau rapat; (3) Memudahkan untuk melihat kembali sekaligus mengulang ide/gagasan; (4) Mempercepat dan menambah pemahaman saat pembelajaran; (5) Mengasah kemampuan kerja otak; (6) Menyederhanakan struktur ide yang rumit menjadi mudah.

Selain memiliki kegunaan, mind mapping memiliki berbagai manfaat.


(51)

mind mapping bermanfaat bagi siswa, keperluan mengajar, keluarga, serta dalam

manajemen dan bisnis. Bagi siswa, mind mapping bermanfaat untuk berpikir dan

merencanakan kehidupan sehari-hari. Mind mapping dapat digunakan dalam

meringkas, mengarang, berpikir analisis, berpikir kreatif, merencanakan kegiatan

sehari-hari, serta menguraikan berbagai materi pelajaran. Bagi keperluan

mengajar, mind mapping dapat digunakan untuk merancang kurikulum, meringkas

materi, mengembangkan ide mengajar, manajemen waktu, penugasan siswa,

penelitian, perencanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran.

Berdasarkan kegunaan dan manfaat dari mind mapping, model tersebut

memiliki banyak kelebihan/keunggulan. Swadarma (2013:9) menyebutkan

beberapa kelebihan model pembelajaran mind mapping antara lain: (1) Memacu

kreativitas, sederhana, dan mudah dikerjakan; (2) Memaksimalkan sistem kerja

otak; (3) Menarik dan mudah tertangkap mata; dan (4) Dapat melihat sejumlah

besar data dengan mudah.

Mind mapping memacu siswa untuk menunjukkan kekreatifannya karena

siswa dibebaskan dalam menuangkan ide yang dimilikinya. Mind mapping relatif

mudah untuk dikerjakan oleh siapapun, bentuknya juga sederhana karena berisi

inti permasalahan dan cabang-cabang. Dalam memaksimalkan kinerja otak, mind

mapping menggabungkan kerja otak belahan kanan dan kiri dalam satu waktu.

Otak kanan yang dapat bermain dengan imajinasi, warna, dan kekreatifitasan akan

dipadukan dengan otak kiri yang dikuasai oleh logika dan pengetahuan. Mind

mapping menarik dan mudah tertangkap oleh mata karena adanya penggunaan

simbol, gambar, dan warna sehingga membuat pembelajaran menjadi


(52)

yang dibuat dalam selembar kertas mampu melihat sejumlah data yang besar

dengan mudah. Hal ini karena mind mapping hanya mencatat bagian-bagian yang

penting saja sehingga mudah diingat dan dipelajari.

Model pembelajaran tidak hanya memiliki kelebihan, namun memiliki

kekurangan. Model mind mapping memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan

tersebut yaitu: (1) membutuhkan waktu; (2) membutuhkan banyak warna; dan (3)

menuntut kreativitas. Dalam pembuatan mind mapping diperlukan waktu yang

lama karena mind mapping memerlukan pemikiran yang luas. Siswa memerlukan

waktu untuk menerjemahkan pemikiran yang luas tersebut menjadi

cabang-cabang mind mapping. Waktu yang lama juga dibutuhkan saat siswa menggambar

mind mapping agar menjadi lebih menarik. Mind mapping juga membutuhkan

banyak warna karena sebagian besar siswa ingin mind mapping yang dibuatnya

menjadi lebih menarik. Mind mapping merupakan cara siswa untuk menunjukkan

kreativitasnya, sedangkan untuk menjadi kreatif itu tidak mudah. Oleh karena itu,

akan sulit bagi siswa yang kurang kreatif untuk membuat mind mapping.

Oleh karena itu, kekurangan model mind mapping harus bisa diatasi oleh

guru. Guru harus benar-benar memahami model mind mapping beserta

penerapannya dalam pembelajaran. Guru juga harus pandai merencanakan

pembelajaran dan mengalokasikan waktu agar model ini dapat berjalan dengan

lancar. Selain itu, guru harus senantiasa membimbing siswa dalam pembuatan

mind mapping. Guru dapat memancing siswa dalam membuat cabang-cabang

dalam mind mapping.

Dalam pelaksanaan pembelajaran, terdapat dua hal yang harus dilaksanakan


(53)

mapping kepada siswa. Hal kedua yaitu bagaimana guru menerapkan mind

mapping di dalam langkah-langkah pembelajaran. Cara untuk membuat peta

pikiran menurut Huda (2013:308), yaitu sebagai berikut:

(1) Letakkan gagasan/tema/poin utama di tengah-tengah halaman kertas. Akan lebih mudah jika posisi kertas tidak dalam keadaan tegak lurus (portrait), melainkan dalam poisi membentang (landscape). (2) Gunakan garis, tanda panah, cabang-cabang, dan warna yang berbeda-beda untuk menunjukkan hubungan tema utama dengan gagasan pendukung lain.

(3) Hindari untuk bersikap latah; Lebih menampilkan karya bagus daripada konten di dalamnya. Mind mapping harus dibuat dengan cepat tanpa ada jeda dan editing yang menyita waktu. Untuk itulah, sangat penting mempertimbangkan segala kemungkinan yang harus dan tidak harus dimasukkan ke dalam peta tersebut.

(4) Pilihlah warna-warna yang berbeda untuk mensimbolisasi sesuatu yang berbeda pula.

(5) Biarkan beberapa ruang kosong dalam kertas.

Silberman (2014:200-1) menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan

pada saat melaksanakan model mind mapping. Langkah-langkah yang dimaksud

yaitu sebagai berikut:

(1) Pilihlah topik untuk pemetaan pikiran. Beberapa kemungkinan mencakup problem atau isu tentang ide-ide tindakan yang diinginkan untuk menciptakan ide-ide aksi, konsep atau kecakapan yang baru saja diajarkan, dan penelitian yang harus direncanakan oleh siswa.

(2)Konstruksikan bagi kelas peta pikiran yang sederhana yang menggunakan warna, khayalan atau simbol.

(3)Berikan kertas, pena, dan sumber-sumber lain yang anda pikir akan membantu siswa membuat peta pikiran yang berwarna dan indah. Berilah tugas siswa memetakan pikiran. Tunjukkan bahwa mereka memulai peta mereka dengan membuat gambar yang menggambarkan topik atau ide utama. Kemudian, berilah mereka semangat untuk membagi-bagi seluruhnya ke dalam komponen-komponen yang lebih kecil dan mengambarkan komponen-komponen ini hingga batas luar peta (dengan menggunakan grafik).

(4)Berikanlah waktu yang banyak kepada siswa untuk

mengembangkan peta pikiran mereka. Doronglah mereka untuk melihat karya orang lain untuk menstimulasi ide-ide.

(5)Perintahkan kepada siswa untuk saling membagi peta pikirannya. Lakukan diskusi tentang nilai cara kreatif untuk menggambarkan ide-ide.


(54)

Amri (2014:117) juga menjelaskan pelaksanaan model mind mapping

dalam pembelajaran. Pelaksanaan model mind mapping yang dimaksud yaitu:

(1)Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

(2)Guru mengemukakan konsep atau permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa, dan sebaiknya permasalahan tersebut mempunyai alternatif jawaban.

(3)Guru membentuk kelompok yang anggotanya terdiri atas 2-3 siswa.

(4)Setiap kelompok menginventarisasi atau mencatat alternatif jawaban dari hasil diskusinya.

(5)Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan tulis, lalu mengelompokkan sesuai kebutuhan guru.

(6)Berdasarkan data-data yang terdapat pada papan tulis, siswa disuruh membuat kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru.

Berdasarkan penjelasan langkah-langkah model pembelajaran mind

mapping oleh para ahli, penelitian ini menerapkan langkah-langkah pembelajaran

yang dikemukakan oleh Amri, namun sudah dimodifikasi. Langkah-langkah

pembelajaran tersebut yaitu:

(1) Guru menyampaikan kompetensi pembelajaran

(2) Guru menyampaikan cara membuat mind mapping, yaitu:

(a)Menentukan topik dan buatlah kata kunci di tengah-tengah kertas.

(b)Buatlah cabang utama untuk mengelompokkan atau mengorganisasikan

ide yang muncul saat mengingat pengalamannya. Cabang utama ini bisa

berbentuk 5WH, yaitu what (apa), where (dimana), when (kapan), who

(siapa), why (kenapa), dan how (bagaimana).

(c)Tuliskan apapun yang bisa diamati dalam cabang-cabang mind mapping.

(3) Guru menyampaikan konsep atau permasalahan yang akan dibuat menjadi


(55)

(4) Guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 siswa.

(5) Setiap kelompok menginventarisasi atau mencatat alternatif jawaban dari

hasil diskusinya.

(6) Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya

dan guru mencatat hasilnya sesuai kebutuhan di papan tulis,

(7) Berdasarkan data-data yang terdapat pada papan tulis, siswa disuruh

menyimpulkan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep yang

disediakan guru.

Modifikasi langkah-langkah pembelajaran dapat dilihat pada langkah kedua

dan keempat. Ada penambahan langkah yaitu penyampaian cara membuat mind

mapping yang bertujuan mempermudah siswa dalam pembuatan mind mapping.

Pada langkah keempat ada perubahan jumlah anggota kelompok. Jumlah anggota

kelompok yang awalnya antara 2-3 dimodifikasi menjadi 4 setiap kelompoknya.

Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah siswa dalam kelas. Apabila siswa hanya

dikelompokan antara 2-3 orang setiap kelompok menyebabkan jumlah kelompok

terlalu banyak. Kelompok yang terdiri dari 4 orang menjadikan jumlah kelompok

lebih sedikit dan memungkinkan lebih banyak kelompok yang membacakan hasil

mind mapping di depan kelas.

Model mind mapping dapat diterapkan pada pembelajaran menulis laporan

pengamatan agar siswa bisa lebih mudah mengidentifikasi apa yang diamati.

Simbol, warna, dan gambar membantu siswa untuk lebih memahami apa yang

diamatinya. Siswa juga lebih mudah mengingat apa yang dia amati dengan mind

mapping, sehingga lebih mudah dalam menjelaskan apa saja yang ada dalam


(56)

2.2 Kajian Empiris

Kajian empiris merupakan penjelasan mengenai berbagai penelitian relevan

yang pernah dilaksanakan sebelum penelitian ini. Dalam kajian empiris ini

dijelaskan 10 penelitan yang pernah dilaksanakan dan memiliki relevansi dengan

penelitian yang dilaksanakan. Sepuluh penelitian ini berisi tentang pelaksanaan

model mind mapping pada berbagai materi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dan

dapat menggambarkan bahwa mind mapping efektif dan meningkatkan hasil

belajar siswa. Sepuluh penelitian yang relevan dengan model pembelajaran mind

mapping yaitu:

(10) Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan Pengamatan melalui Teknik

Pembelajaran Peta Pikiran (Mind Mapping) Siswa Kelas V SDN Balarejo 01 Balarejo, Madiun oleh Suparmi (2013);

(11) Pengaruh Implementasi Strategi Mind Mapping terhadap Prestasi Belajar

Menulis Kreatif Ditinjau dari Kreativitas Siswa oleh Mariyani, Marhaeni, dan

Sutama (2013);

(12) Efektivitas Model Mind Map dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis

Artikel oleh Siswa Kelas XI SMA Wasta Rakyat Sei Gelugur Tahun Pembelajaran 2012/2013 oleh Ginting (2013);

(13) Keefektifan Penggunaan Teknik Mind Mapping dalam Pembelajaran

Menulis Cerpen Bertolak dari Peristiwa yang Pernah Dialami Siswa Kelas I SMP Negeri 18 Malang oleh Puspita, Suwignyo, dan Karkono (2013);

(14) Penerapan Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Keterampilan


(57)

(15) Penerapan Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Keterampilan

Berbicara pada Siswa Sekolah Menengah Pertama oleh Kusmintayu,

Suwandi, dan Anindyarini (2012);

(16) Penerapan Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Keterampilan

Menulis Narasi oleh Apriyanto, Poerwanti, dan Dwijiastuti (2015);

(17) Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Metode Mind

Mapping oleh Asih, Kartono, dan Hartono (2013);

(18) The Use of Mind Mapping Strategy in the Teaching of Writing at SMAN 3

Bengkulu, Indonesia oleh Riswanto dan Putra (2012);

(10) The Effectiveness of a Proposed Program Based on a Mind Mapping Strategy in Developing the Writing Achievement of Eleventh Grade EFL Students in Jordan and Their Attitudes Towards Writing oleh Saed dan

Al-Omari (2014);

Penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui

Teknik Pembelajaran Peta Pikiran (Mind Mapping) Siswa Kelas V SDN Balerejo 01 Balerejo Madiun dilakukan oleh Suparmi pada tahun pelajaran 2012/2013.

Berdasarkan hasil penilaian awal siklus I dan siklus II hasil belajar siswa dalam

menulis laporan pengamatan mengalami peningkatan. Nilai rata-rata awal 66,36,

setelah dilaksanakan siklus I menjadi 70,81. Pada siklus II rata-rata meningkat

lagi menjadi 85,86. Kesimpulannya yaitu model pembelajaran mind mapping

dapat meningkatkan kemampuan menulis laporan pengamatan. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian yang dilaksanakan ialah penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas kolaboratif sedangkan, penelitan yang dilaksanakan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)