O 5. Aspek semantik dan keproduktifan afiks-afiks infleksional

commit to user 137 ‘Kuturunkanlah karung-karung itu.’ Baris 4: Andigan do dipaijurkonho goni-goni i? kapan kah kauturunkan karung-karung itu [andIgan do dIpaijùrk¿nho g¿ni g¿ni i] ‘Kapankah kauturunkan karung-karung itu?’ Baris 5: Asi do dipaijurkonia goni-goni i? mengapa kah diaturunkan karung-karung itu [asi do dIpaijùrk¿nia g¿ni g¿ni i] ‘Mengapakah diaturunkan karung-karung itu?’ 24. tolap [t¿lap] ‘tiba’ DERIVASIONAL I I B A C N - TOLAP - F [t¿lap] L ‘tiba’ E K 1. S I

2. O

N 3. A L

4. 5.

Bagan 20. Contoh data 24 Infleksional commit to user 138 Bagian data 24 ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar TOLAP [t¿lap] ‘tiba’. Paradigma verba ini mengalami ideosinkretis keanehan bentuk tepatnya tidak dapat memunculkan verba infleksi karena alasan semantis. Berdasarkan keempat rumusan masalah yang telah dibahas dalam BAB IV ini dapat ditarik benang merah bahwa verba transitif dapat membentuk verba kelas I dan verba intransitif dapat membentuk verba kelas II. Pernyataan ini dilandasi oleh hasil pembahasan yang menunjukkan bahwa verba kelas I memang didominasi oleh verba transitif karena verba transitif ini memiliki kategori-kategori inti yaitu kategori morfologis yang yang dapat diramalkan predictable kemunculannya kecuali karena kendala-kendala tertentu, dan verba kelas I ini termasuk produktif. Sementara itu, verba kelas II menunjukkan bahwa pembentukannya didominasi oleh verba intransitif yang memiliki kategori-kategori morfologis yang tidak dapat diramalkan unpredictable kemunculannya karena kendala tertentu, dan verba kelas II ini tidak produktif. Verba yang mengalami proses morfologis dalam verba kelas II ini cenderung kurang memiliki pembentukan yang teratur dan berulang sehingga dalam pemahaman bentuknya harus menggunakan hapalan karena sudah tertentu bentuknya dan menjadi suatu konvensi di masyarakat. commit to user 139 Adapun proses morfologis verba kelas I ini dapat dirumuskan ke dalam sebuah sistem yang terbagi kedalam beberapa paradigma yang mencakup afiks infleksi dan derivasi, sebagai berikut. TABEL 11 PARADIGMA INTI VERBA KELAS I PARADIGMA I I N F L E K S I O N A L Baris DERIVASIONAL A B C Kategori 0. D D-i D-kon 1. mang-D mang-D-i mang-D-kon 2. di-D di-D-i di-D-kon 3. hu-D hu-D-i hu-D-kon 4. di-D-ho di-D-iho di-D-konho 5. di-D-ia di-D-iia di-D-konia Keterangan: 1. Masing-masing formula mewakili kategori secara bentuk. 2. D adalah morfem dasar. 3.Tanda – berarti tidak terdapat. 3. Derivasional terdiri dari kolom A, B, dan C. 4. Infleksional terdiri dari baris 1 sampai dengan baris 5. 5. Elemen di muka D adalah prefiks, di belakang D adalah sufiks, di muka dan di belakang D adalah konfiks. Adapun verba kelas II proses morfogisnya dapat dilihat sebagai berikut: TABEL 12 commit to user 140 PARADIGMA VERBA KELAS II PARADIGMA I I N F L E K S I O N A L Baris DERIVASIONAL A B C Kategori 0. D D-i D-kon 1. - mang-D-i mang-D-kon 2. - di-D-i di-D-kon 3. - hu-D-i hu-D-kon 4. - di-D-iho di-D-konho 5. - di-D-iia di-D-konia Keterangan: 1. Masing-masing formula mewakili kategori secara bentuk. 2. D adalah morfem dasar. 3.Tanda – berarti tidak terdapat. 3. Derivasional terdiri dari kolom A, B, dan C. 4. Infleksional terdiri dari baris 1 sampai dengan baris 5. 5. Elemen di muka D adalah prefiks, di belakang D adalah sufiks, di muka dan di belakang D adalah konfiks. Paradigma verba kelas II memiliki ideosinkretis keanehan-keanehan bentuk untuk verba-verba tertentu, seperti verba ro, ketika mengalami kategori D-i maka bentuknya berubah menjadi reduplikasi pa-D{R}-i. Hal ini terjadi karena verba ini hanya terdiri dari satu suku kata saja sehingga pada saat mengalami proses pembentukan verba derivasional berubah menjadi demikian. Sedangkan ketika mengalami kategori D-kon, bentuknya berubah menjadi pa-D saja. Selanjutnya, morfem dasar ngot, kehe, mulak, maridi, mijur, dan modom juga mengalami kategori D–i dan kategori D-kon, tapi bentuknya berubah menjadi commit to user 141 kategori pa-D-i dan kategori pa-D-kon kecuali untuk morfem dasar tolap karena alasan semantis. Proses pembentukan verba seperti ini terjadi karena sudah menjadi konvensi di masyarakat. Pembentukannya dapat dilihat pada tabel 13 berikut. TABEL 13 IDEOSINKRETIS PARADIGMA VERBA KELAS II a PARADIGMA I I N F L E K S I O N A L Baris DERIVASIONAL A B C Kategori 0. D pa-D-i pa-D-kon 1. - mang-D-i mang-D-kon 2. - di-D-i di-D-kon 3. - hu-D-i hu-D-kon 4. - di-D-iho di-D-konho 5. - di-D-iia di-D-konia Keterangan: Tabel 13 di atas berlaku pada morfem dasar ngot, kehe, mulak, maridi, mijur, dan modom. Tapi perlu diketahui bahwa morfem dasar kehe dan mulak tidak dapat diturunkan secara infleksional karena kendala bentuk dan semantis. Selanjutnya, khusus untuk morfem dasar ro, proses pembentukannya adalah seperti tabel 14 berikut. TABEL 14 IDEOSINKRETIS PARADIGMA VERBA KELAS II b PARADIGMA I I N F L Baris DERIVASIONAL A B C Kategori commit to user 142 E K S I O N A L 0. D pa-D{R}-i pa-D 1. - mang-D{R}-i pa-D-on 2. - di-D{R}-i di-D-on 3. - hu-D{R}-i hu-D-on 4. - di-D{R}-iho di-D-onho 5. - di-D{R}-iia di-D-onia Keterangan: Tabel 14 di atas berlaku khusus untuk morfem dasar ro saja karena morfem ini memiliki keunikan tersendiri dalam proses pembentukannya. Pembentukan morfem yang mengalami kategori D-i dan D-kon berbeda. Kategori D-i mengalami reduplikasi sedangkan kategori D-kon tidak. Ideosinkretis ini juga sudah menjadi konvensi di masyarakat. Berdasarkan tabel 11, 12, 13, dan 14 di atas, dapat dinyatakan bahwa pembentukan verba derivasional dan infleksional dari afiks derivasi dan afiks infleksi adalah berlaku dalam BBA. Sistem pembentukan verba BBA dari morfem dasar ini dapat dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu: paradigma verba kelas I, dan paradigma kelas II. Paradigma verba kelas I terdiri atas morfem dasar transitif yang kemunculannya predictable, sedangkan paradigma verba kelas II tidak dapat diprediksi kemunculannya unpredictable karena alasan semantis. Verba kelas I cenderung teratur dan berulang bentuknya, sedangkan verba kelas II cenderung memiliki ideosinkretis keanehan-keanehan bentuk dalam pembentukannya sehingga hukumnya harus dihapal karena sudah menjadi konvensi di masyarakat. Pembentukan derivasional dapat menjadi dasar pembentukan infleksional, sedangkan pembentukan infleksional tidak. commit to user 143 Produktifitas dari verba infleksional lebih tinggi daripada produktifitas verba derivasional yang terbatas. Dari kedua tabel yang telah dirumuskan dari atas dapat dijadikan sebagai panduan dalam membentuk verba-morfem dasar BBA lainnya dengan baik dan sistematis. Rumusan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan dan pelestarian BBA. commit to user 144

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan