Pembahasan Hubungan antara adversity quotient dan employability pada mahasiswa tingkat akhir.
akan menyebabkan individu merasa tidak berdaya, kehabisan energi, dan tidak dapat mengambil tindakan Stoltz, 2007. Pada hasil wawancara dengan
Subjek N, ia mengatakan bahwa diri merasa terpengaruh kondisinya apabila telah mengalami hari yang buruk atau menghadapi suatu masalah berat di hari
sebelumnya sebelumnya. Lebih lanjut, apabila ia menghadapi masalah tersebut, ia akan merasa gelisah terus menerus. Hal ini terjadi karena Subjek
N merasa cemas tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapinya komunikasi pribadi, 14 Desember 2015. Penelitian terhadap siswa kelas 12
dan juga tahun ketiga sekolah kejuruan menunjukkan, self-esteem individu memiliki dampak langsung maupun tidak langsung terhadap AQ karena
melalui self-esteem, individu akan lebih menyadari kemampuan yang dimilikinya. Self-esteem juga dapat memberikan self-confidence dan
achievement motivation yang bertanggung jawab terhadap pengharapan di masa depan Pangma, Tayraukham, dan Nuangchalerm, 2009.
Untuk melihat hubungan antar variabel dalam penelitian ini, Uji korelasi antara AQ dan Employability dilakukan oleh peneliti dan menghasilkan
koefisien r = 0,695 dengan signifikansi sebesar 0,000 p 0,01. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dengan
kategori kuat antara AQ dan Employability. Artinya semakin tinggi AQ pada mahasiswa tingkat akhir, maka akan semakin tinggi pula Employability yang
dimilikinya. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yaitu terdapat hubungan positif antara AQ dan Employability diterima. Menurut Hogan,
Chamorro-Premuzic, dan Kaiser 2013 individu yang mau untuk bekerja PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keras, memiliki etos kerja yang tinggi, termotivasi, dan berambisi merupakan salah satu determinan dari Employability. Individu dengan Adversity Quotient
AQ yang tinggi mampu untuk memotivasi diri sendiri, memiliki semangat juang, dan berjuang untuk mendapatkan yang terbaik dalam kehidupan
sehingga mereka dapat memiliki Employability yang lebih tinggi bagi pihak perusahaan Stoltz, 2007.
Hasil uji korelasi untuk melihat adanya hubungan antara dimensi-dimensi dari AQ dengan Employability juga dilakukan oleh peneliti. Pada uji korelasi
ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dengan kategori cukup antara dimensi Control dan Employability yang berarti semakin tinggi
dimensi Control yang dimiliki mahasiswa tingkat akhir, maka akan semakin tinggi juga Employability-nya. Hal tersebut tampak dari hasil uji korelasi
dimana nilai koefisien korelasi r = 0,594 dengan signifikansi sebesar 0,000 p 0,01. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis kedua penelitian yaitu
terdapat hubungan antara dimensi Control dari AQ dan Employability diterima. Kendali Control yang besar terhadap kesulitan membantu individu
untuk mampu bertindak secara proaktif dalam menghadapi kesulitan. Hal tersebut diyakini oleh Wanberg dan Banas dalam Fugate, Kinicki, dan
Ashforth, 2004 mampu membantu individu dalam beradaptasi pada saat menghadapi transisi kerja. Lebih lanjut, keyakinan individu bahwa mereka
mampu untuk mempengaruhi kondisi di lingkungan mereka atau Internal Locus of Control dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk beradaptasi
dan membantu dalam mempersiapkan diri di dalam kondisi yang penuh ketidak jelasan sehingga memiliki Employability yang lebih baik.
Uji korelasi antara dimensi AQ yang kedua yaitu Origin dan Employability menemukan angka koefisien korelasi sebesar r = 0,544 dengan signifikansi
0,000 p 0,01. Berdasarkan hasil tersebut maka terdapat hubungan positif yang signifikan dengan kategori cukup antara dimensi Origin dan
Employability yang berarti semakin tinggi nilai dimensi Origin pada mahasiswa tingkat akhir, maka akan semakin tinggi juga nilai Employability
yang dimilikinya. Selain itu, uji korelasi antara dimensi Ownership dan Employability mendapatkan hasil nilai r = 0,668 p = 0,000 0,01. Hal
tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dengan kategori kuat antara dimensi Ownership dan Employability yang
artinya semakin tinggi dimensi Ownership pada individu maka akan semakin tinggi juga Employability yang dimilikinya. Dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian sesuai dengan hipotesis penelitian yang ketiga yaitu terdapat hubungan antara dimensi Origin Ownership dan Employability.
Dimensi Origin Ownership dalam AQ mampu untuk membantu individu menyesuaikan situasi diri mereka dengan kondisi yang dihadapi
karena mereka dapat menyesuaikan alasan dari kondisi tersebut,Origin. Dengan persepsi bahwa satu kondisi buruk terjadi dengan alasan ekternal,
maka individu tidak akan menyalahkan diri mereka secara berlebihan Ownership Stoltz, 2007. Markman, Baron, dan Balkan 2005
menjelaskan bahwa persepsi yang lebih positif tersebut membantu individu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk memiliki self-efficacy yang lebih baik sehingga individu dapat mengatasi dampak dari kesulitan yang dihadapi. Generalized Self-Efficacy
mempengaruhi persepsi dan perilaku individu dalam berbagai situasi dan dapat meningkaatkan kemampuan individu untuk beradaptasi terlepas dari
jenis karir yang dipilih individu Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2004. Hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara dimensi Reach dan
Employability adalah nilai koefisien korelasi r = 0,357 sig. = 0,000 0,01. Hasil tersebut memiliki arti terdapat hubungan positif secara signifikan
dengan kategori rendah antara dimensi Reach dan Employability. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dimensi Reach pada mahasiswa tingkat
akhir maka akan semakin tinggi juga Employability yang dimilikinya. Berdasarkan hasil ini, maka hipotesis penelitian yang keempat yaitu terdapat
hubungan antara dimensi Reach dan Employability terpenuhi. Mahasiswa yang mampu membatasi kesulitan dalam hidupnya dapat lebih mampu untuk
berpikir dan mengambil keputusan terkait kariernya Agusta, 2015. Sebaliknya, individu yang tidak mampu membatasi kesulitan dalam hidupnya
dan membiarkan kesulitan tersebut mempengaruhi aspek hidup yang lain akan menyebabkan individu merasa tidak berdaya, kehabisan energi, dan
tidak dapat mengambil tindakan Stoltz, 2007. Terdapat temuan yang menarik dalam hubungan antara dimensi Reach dan
Employablity. Berdasarkan penghitungan deskriptif, ditemukan bahwa dimensi Reach pada mahasiswa tingkat akhir di penelitian ini tergolong
rendah M=17,1193 namun memiliki hubungan positif yang signifikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan kategori cukup dengan Employability. Di sisi Employability yang dimiliki oleh mahasiswa tingkat akhir dalam penelitian ini tergolong tinggi
M=117,5459. Maka, meskipun terdapat dimensi Reach yang rendah pada mahasiswa tingkat akhir namun tetap terdapat hubungan yang lemah dengan
nilai Employability yang tinggi. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agusta 2015 dimensi Reach dari AQ memiliki korelasi paling kuat
terhadap employability dibandingkan dengan dimensi AQ lainnya. Hal ini menunjukkan peran dari dimensi Reach yang cukup signifikan terhadap
Employability, dimana apabila dimensi Reach ditingkatkan pada subjek penelitian ini maka ada kemungkinan nilai Employability akan meningkat
juga. Hubungan antara dimensi terakhir dari AQ yaitu Endurance dan
Employability diketahui dari hasil uji korelasi dimana koefisien korelasi yang ditemukan adalah r = 0,648 dengan signifikansi 0,000 p 0,01. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dengan kategori kuat antara dimensi Endurance dan Employability. Artinya,
semakin tinggi dimensi Endurance yang dimiliki oleh mahasiswa tingkat akhir maka akan semakin tinggi juga Employability-nya. Dapat disimpulkan
bahwa hipotesis penelitian yang kelima yaitu terdapat hubungan antara dimensi Endurance dan Employability diterima. Individu dengan AQ tinggi
akan menganggap kesulitan hanya sementara dan melakukan penyesuaian- penyesuaian dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. Hal tersebut dapat
membuat individu menjadi lebih optimis dalam menyelesaikan masalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Stoltz, 2007. Carver dan Scheier dalam Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2004 menyebutkan bahwa individu yang optimis mampu untuk melihat
kesempatan di lingkungan kerjanya dan juga mampu untuk terus menerus mengejar hasil sesuai dengan tujuan yang diinginkanya. Hal tersebut
mendukung orientasi adaptasi karir yang aktif sehingga mampu meningkatkan employability.
Untuk melihat hubungan antara variabel AQ dan Employability secara lebih mendalam, peneliti melakukan analisis tambahan untuk mengetahui
hubungan antara variabel AQ dan masing-masing dimensi dari variabel Employability yaitu Career Identity, Personal Adaptability, dan Social
Human Capital. Pada uji korelasi antara AQ dan dimensi Career Identity, koefisien
korelasi yang ditemukan adalah r = 0,608 dengan signifikansi 0,000 p 0.01 yang diuji dengan one-tailed test. Hasil ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif yang signifikan dengan kategori kuat antara AQ dan dimensi Career Identity, yang artinya semakin tinggi AQ yang individu
miliki maka semakin tinggi juga Career Identity yang dimilikinya. Individu yang memiliki AQ tinggi menyadari tujuan hidup mereka dan memiliki
gairah dalam mengejarnya Stoltz, 2007. Individu tersebut telah memiliki pengetahuan mengenai tujuan yang akan dicapainya, harapan yang
dimilikinya, dan juga aspirasinya. Di dalam konteks Employability, individu tersebut menunjukkan bahwa ia memiliki Career Identity yang berfungsi
sebagai faktor pemberi motivasi dan pemberi arah dalam memahami dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengidentifikasi kesempatan kerja serta pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk mencapainya Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2004.
Berbeda dengan individu yang memiliki tingkatan AQ rendah, mereka tidak memiliki keyakinan mengenai masa depan dan tidak memahami tujuan
mereka di masa depan sehinggga mereka belum memiliki Carer Identity yang jelas dan memiliki kemampuan Employability yang lebih rendah
dibandingkan individu dengan AQ tinggi. Berdasarkan uji korelasi yang telah peneliti lakukan antara AQ dan
dimensi Personal Adaptability, ditemukan bahwa koefisien korelasi r = 0,681 dengan signifikansi 0,000 p 0,01. Hal tersebut mengindikasikan adanya
hubungan positif yang signifikan dengan kategori kuat antara AQ dan dimensi Personal Adaptability. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi AQ
yang dimiliki individu maka akan semakin tinggi juga dimensi Personal Adaptability-nya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tian dan Fan 2014,
AQ memiliki hubungan positif antara adaptasi karir dan AQ pada siswa perawat. Lebih lanjut, kemampuan untuk dapat mengatasi hambatan
merupakan hal yang pokok bagi siswa perawat untuk dapat beradaptasi dengan baik. Chin dan Hung 2013 menjelaskan bahwa karyawan bagian
agen asuransi akan menghadapi kecemasan yang cukup besar dari munculnya beban kerja yang tinggi dan hasil pekerjaan yang tidak menentu. Apabila
karyawan tidak dapat berjuang untuk menyelesaikan permasalahan- permasalahan tersebut maka akan muncul intensi turnover. Karyawan dengan
tingkat Adversity Quotient AQ yang tinggi cenderung lebih mampu bertahan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
di dalam organisasi dibandingkan dengan karyawan dengan tingkat Adversity Quotient AQ yang lebih rendah.
Koefisien korelasi antara AQ dan dimensi Social Human Capital adalah r = 0,539 P = 0,000 0,01. Hasil tersebut memiliki arti bahwa terdapat
hubungan positif yang signifikan antara AQ dan dimensi Social Human Capital. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi AQ yang dimiliki oleh
individu maka akan semakin tinggi juga Social Human Capital yang dimilikinya. Individu yang memilik AQ tinggi akan bertindak secara lebih
proaktif dibandingkan individu dengan AQ yang lebih rendah Stoltz, 2007. Sifat proaktif membantu inividu untuk terus menerus mengembangkan
Human Capital milik mereka. Hal tersebut mendorong mereka untuk mengembangkan pendidikan atau pelatihan agar mereka dapat menyesuaikan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang mereka miliki untuk menyesuaikan diri mereka dengan tuntutan lingkungan. Individu yang terus
menerus mengembangkan Human Capital miliknya mampu membantu mereka untuk dapat mengidentifikasi kesempatan karir sehingga memiliki
Employability yang lebih tinggi Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2007. Sifat proaktif yang dimiliki individu dengan AQ tinggi juga akan
membantu mereka meningkatkan Social Capital yang mereka miliki. Individu yang proaktif akan lebih aktif mencari informasi dari sekitarnya dan lebih
mampu untuk membina relasi formal maupun informal di dalam organisasi. Hal tersebut membuat individu dengan AQ tinggi mampu untuk
meningkatkan network size yang mereka miliki Seibert dan Crant, 2001. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil Uji Asumsi menunjukkan bahwa distibusi data dalam penelitian ini tidak normal. Hal ini menunjukkan generalisasi dari hasil penelitian ini
terbatas. Saat proses mengambilan data, peneliti menggunakan convenience sampling yang kurang dapat menggambarkan keseluruhan varian di dalam
populasi. Proses sampling dengan metode random sampling memiliki kemungkinan untuk menggambarkan keseluruhan populasi dengan lebih baik
karena memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh populasi. Prasetyo, 2005. Meski demikian, hasil uji linearitas menunjukkan bahwa hubungan
antara variabel Employability dan seluruh dimensi AQ bersifat linear. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai korelasi yang ditemukan dalam penelitian
ini cukup tepat meskipun menggunakan non-parametric test. Dalam melakukan uji hipotesis, peneliti menggunakan teknik Spearman Rho
Correlation. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96