Analisis Pelaksanaan Elemen Penetapan Kebijakan K3 Berdasarkan PP No. 50 tahun 2012

selama ini dilakukan terbatas pada pekerjaan. Kepala DAOP juga tidak melakukan investigasi terhadap kecelakaaan yang terjadi karena berdasarkan observasi dari kantor pusat menyatakan tidak adanya kecelakaan kerja, namun ketika melakukan wawancara dengan beberapa pekerja mereka menceritakan bahwa kejadian kecelakaan segera ditangani oleh unit sehingga tidak terlaporkan ke Kantor DAOP. Kriteria selanjutnya yang tidak terpenuhi adalah analisis terhadap kebutuhan training yang dilakukan oleh kepala DAOP. Hasil dari kedua komitmen baik itu komitmen dari Senior Manajemen dan Komitman Organisasi menunjukkan komitmen sudah baik, kedua komitmen ini seharusnya dapat mempengaruhi pemenuhan elemen penerapan kebijakan K3 berdasarkan PP no. 50 tahun 2012 untuk memenuhi kriteria audit pemenuhan dan pemeliharaan komitmen. Komitmen yang baik dari senior manajemen dan komitmen organisasi yang baik dari jajaran manajemen tengah dan bawah dalam menerapkan SMK3 akan berdampak positif pada kriteria-kriteria elemen pemenuhan dan pemeliharaan komitmen karena menejemen akan selalu berorientasi untuk menunjukkan bahwa perusahaan patuh akan apa yang sudah ditetapkan dan disepakati didalam perusahaannya dan dipandang perusahaan yang konsisten untuk menerapkan SMK3 berdasarkan PP No. 50 tahun 2012.

5.2.5. Analisis Pelaksanaan Elemen Penetapan Kebijakan K3 Berdasarkan PP No. 50 tahun 2012

Definisi istilah yang kedua pada penelitian ini yaitu analisis pelaksanaan elemen penetapan kebijakan K3 berdasarkan PP No. 50 tahun 2012. Teknik pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan metode GAP Analysis melalui standard checklist dari elemen pertama Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2012. Kemudian hasilnya dapat menggambarkan pemenuhan yang dilakukan DAOP 2 Bandung PT KAI terhadap elemen 1 dari Peraturan Pemerintah tersebut. Penelitian ini bukanlah bentuk dari audit, sehingga hasil analisisnya tidak dapat dijadikan hasil akhir, masih membutuhkan penelitian dan pembahasan lebih mendalam oleh badan- badan yang secara khusus berkompeten melakukan audit. Untuk mengetahui lebih dalam hasil dari observasi dan data sekunder yang ditemukan di lapangan, maka dilakukan in-depth interview pada kriteria-kriteria yang berada pada elemen pertama PP No. 50 tahun 2012 yang diformulasikan ke dalam 39 pertanyaan yang ditanyakan kepada beberapa informan. In-depth interview dilakukan pada Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C, Kepala Dipo Kereta Bandung dan Kepala Ruas. Berikut adalah hasil dari setiap kriteria yang ada. 1. Kriteria 1: Terdapat kebijakan K3 yang tertulis, tertanggal, ditandatangani oleh pengusaha atau pengurus, secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3 serta komitmen terhadap peningkatan K3. Infomasi mengenai kriteria ini dilakukan dengan mencari dokumen kebijakan di DAOP 2, berdasarkan hasil observasi peneliti menemukan banner yang tertera komitmen keselamatan yang berlaku di DAOP 2 yang telah ditanda tangani oleh Kepala DAOP dan jajaran Manajer DAOP 2. Selanjutnya peneliti berusaha meminta dokumen dan mencari informasi asal mula terbentuknya komitmen keselamatan tersebut. Selanjutnya untuk membuktikan komitmen tersebut adalah komitmen keselamatan yang dimaksud maka peneliti bertanya kepada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manajer Inspector 2B dan 2C, yang menyatakan komitmen tersebut memang komitmen keselamatan yang dibentuk karena himbauan dari kantor pusat, berikut adalah kutipan wawancara dengan informan: Informan 1 Manajer SDM “Oh iya betul 6 point komitmen keselamatan kami, waktu ada surat direksi dari SHE jadi kami membuat safety commitment ” Sehingga dapat disimpulkan terdapat kebijakan yang tertulis namn tidak tertanggal akan tetapi ditandai tangani oleh pimpinan dan jajaran manajer. Kriteria ini mendapatkan nilai 1 yang artinya terpenuhi. 2. Kebijakan disusun oleh pengusaha dan atau pengurus setelah melalui proses konsultasi dengan wakil tenaga kerja Informasi mengenai kriteria ini dilakukan dengan metode triangulasi sumber melalui in-depth interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C. Hasilnya menunjukkan Kebijakan dikonsepkan oleh Kepala DAOP 2 melalui konsultasi dengan beberapa pegawai dari tiap unit serta mempertimbangkan kondisi di lapangan serta kebijakan direksi lainnya. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan informan: Informan 1 Manajer SDM “oh,,iya lah kalau kita buat kebijakan itu melihat dari lapangan dulu,, observasi dulu setelah kita sesuaikan dengan kebijakan-kebijakan direksi dilihat dilapangannya itu seperti apa gitu..” Keterbatasan dari informasi ini adalah peneliti tidak melakukan telaah dokumen berupa notulensi atau daftar hadir yang membuktikan bahwa kebijakan disusun oleh pengusaha melalui proses kondultasi dengan tenaga kerja. Kesimpulan dari penjelasan diatas kriteria tersebut tidak dapat terpenuhi, maka kriteria ini memiliki nilai 0 yang berarti tidak terpenuhi. 3. Perusahaan mengkomunikasikan kebijakan K3 kepada seluruh tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan, dan pemasok dengan tata cara yang tepat. Informasi mengenai kriteria ini digali melalui metode triangulasi sumber dengan melibatkan beberapa informan yang diwawancarai secara mendalam dengan beberapa pertanyaan. Informan pada kriteria ini yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C. Berikut adalah kutipan hasil wawancara yang dikemukakan informan: Informan 1 Manager SDM “oh iya kita itu pihak ke 3 itu misalkan dengn vendor misalnya tentang kebijakan K3 misalnya harus ada apa,,APAR misalnya apalagi yang nyewa- nyewa di stasiun” Informasi lain didapatkan bahwa komunikasi mengenai kebijakan K3 dilakukan kepada penumpang melalui departemen humas, jika dilihat melalui observasi kebijakan tersebut memang di tempel dalam bentuk banner di beberapa sisi stasiun, berikut adalah kutipan wawancaranya: Informan 4 Junior Manager Inspector 2B “tempo hari itu sudah disosialisasikan KUPT KUPTnya seluruhnya sudah, kalau untuk penumpang aku rasa sudah ya,,kan dari humas kan itu lebih luas” Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil triangulasi sumber menunjukkan bahwa kebijakan K3 sudah disosialisasikan kepada pekerja dan vendor yang menggunakan toko-toko di stasiun serta penumpang melalui departemen humas. Kriteria ini memiliki nilai 1 yang berarti terpenuhi. 4. Kebijakan khusus dibuat untuk masalah K3 yang bersifat khusus. Informasi mengenai kriteria ke empat ini didapatkan melalui telaah dokumen. Peneliti berusaha mencari dokumen-dokumen kebijakan K3 yang berdifat khusus untuk satu risiko yang khusus. Akan tetapi tidak ditemukan adanya kebijakan khusus untuk risiko yang khusus di DAOP 2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria ini memiliki nilai 0 yang artinya tidak terpenuhi. 5. Kebijakan K3 dan kebijakan khusus lainnya ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan dalam peraturan perundang-undangan. Informasi untuk kriteria ini digali melalui telaah dokumen dan metode triangulasi sumber. Pertama peneliti melakukan triangulasi sumber dengan menggunakan daftar pertanyaan yang ada ditanyakan secara mendalam pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C. Hasilnya menyatakan kebijakan ditinjau ulang untuk mempertahankan ISO yang telah diperoleh selain itu kebijakan selalu dievaluasi untuk melihat kendala dalam penerapannya. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan informan: Informan 1 Manager SDM “ohh,,iya karena kita kan ini udah ISO ya udah ISO jadi ISO juga kan udah kita harus kontinyuitasnya harus kita tinjau terus karena kita kan harus mempertahankan ISO tersebut gitu kita juga ada peninjauan tersebut ” “ohh,,iya karena kita kan ini udah ISO ya udah ISO jadi ISO juga kan udah kita harus kontinyuitasnya harus kita tinjau terus karena kita kan harus mempertahankan ISO tersebut gitu kita juga ada peninjauan tersebut” Selanjutnya peneliti melakukan telaah dokumen terhadap beberapa kebijakan terkait K3 ditemukan beberapa kebijakan tidak menunjukkan adanya revisi atau perbaikan. Peninjuan yang dilakukan hanya berdasarkan kondisi perusahaan tidak disesuaikan dengan perundang- undangan. Kriteria ini memiliki nilai 0 yang berarti tidak terpenuhi. 6. Tanggung jawab dan wewenang untuk mengambil tindakan dan melaporkan kepada semua pihak yang terkait dalam perusahaan di bidang K3 telah ditetapkan, diinformasikan dan didokumentasikan. Informasi pada kriteria dihasilkan dari triangulasi sumber. Triangulasi sumber dilakukan dengan melakukan ind-dept interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C. Hasil yang ditemukan adalah penanggung jawab tersebut yaitu pimpinan tertinggi Kepala DAOP, berikut kutipan wawancaranya: Informan 1 Manajer SDM “kalau untuk K3 disini kan pimpinan tertinggi kan VP DAOP 2 Vice Presidentnya DAOP 2 gitu VP nya DAOP 2, dan ditindak lanjut oleh ya itu para manager terkait ” Tanggung jawab dan wewenang tersebut tidak ada penetapan khusus, namun secara otomatis setiap Kepala unit memiliki tanggung jawab terhadap pekerja di unit tersebut. Pengambilan tindakan juga tidak terdapat prosedur atau cara yang sudah ditetapkan pengambilan tindakan, berikut kutipan wawancaranya: Informan 4 Junior Manager Inspector 2B “ ditangani oleh unitnya langsung Informan 3 Junior Manager Inspector 2B “tindakan dikordinasikan dengan bagiannya misalnya menemukan suatu kasus di bagian sintel, maka dikordinasikan dengan sintel diminta untuk me nyelesaikan kasus itu” Kesimpulan disimpulkan dari kriteria ini tidak terdapat tanggung jawab dan wewenang untuk mengambil tindakan dan melaporkannya tindakan K3 secara khusus dibuat, sehingga peneliti tidak melanjutkan dengan melakukan observasi dan telaah dokumen. Kriteria ini memiliki nilai 0 yang berarti tidak terpenuhi. 7. Penunjukkan penanggung jawab K3 harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Informasi dari kriteria ke tujuh ini didapatkan dari triangulasi sumber yang dilakukan dengan melakukan in-depth interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat penanggung jawab khusus untuk K3 di DAOP 2 yang sesuai dengan undang-undang, tanggung jawab K3 diserahkan kepada masing masing kepala unit penanggung jawab bukan ahli K3 umum atau P2K3 yang terdaftar di Disnaker. Berikut kutipan wawancaranya: Informan 1 Manajer SDM “kalau penanggung jawabnya kan misalnya untuk kesehatan berarti disini ada manager unit kesehatan” Penunjukkan penanggung jawab K3 pada unit tidak dengan mekanisme tertentu, penangung jawab ditunjuk secara otomatis pada setiap kepala unit, seperti yang dikemukakan informan berikut ini: Informan 3 Junior Manager Inspector 2B “penunjukkan ,,,kalau tentang itu menurut Sk-nya saya ga tau ya tapi secara otomatis KUPT” Kesimpulan yang dapat disimpulkan bahwa Daerah Operasional 2 tidak menunjuk penanggung jawa K3 sesuai dengan peraturan perundang- undangan, penanggung jawab ditunjuk secara otomatis ketika seseorang menjadi kepala unit. Kriteria ini tidak memenuhi dan memiliki nilai 0 8. Pimpinan unit kerja dalam suatu perusahaan bertanggung jawab atas kinerja K3 pada unit kerjanya Informasi mengenai kriteria ini dihasilkan dari proses triangulasi sumber dan telaah dokumen. Triangulasi sumber yang dilakukan dengan in-depth interview pada beberapa informan yaitu manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C. Berikut adalah kutipan hasil wawancaranya: Informan 4 Junior Manager Inspector 2B “kalau untuk ee,,,khusus K3 itu kalau umpanya itu kalau dari Ka DAOP untuk penanganan K3 itu ada lah tapi untuk pengambil keputusan suatu hal ya otomatis yang ngambil tindakan dari unit itu sendiri yang selama ini” Selanjutnya peneliti berusaha mencari tugas pokok dari kepala unit masing-masing mengenai K3, berdasarkan hasil telaah dari tugas pokok yang didokumentasikan dalam bentuk buku salah satunya terdapat aspek keselamatan bekerja yang menjadi tanggung jawab kepala unit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pimpinan unit bertanggung jawab terhadap K3 di unitnya, maka kriteria ini memiliki nilai satu dan terpenuhi. 9. Pengusaha atau pengurus bertanggung jawab secara penuh untuk menjamin pelaksanaan SMK3 Berdasarkan hasil triangulasi sumber yang dilakukan oleh peneliti dengan melakukan in-depth interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C menunjukkan bahwa bentuk dari tanggung jawab pengurus yaitu seperti melakukan monitoring melalui laporan-laporan bisa berupa laporan tiga bulanan dan 6 bulanan dari manajer atau laporan dari JMI, atau melakukan pengecekan secara langsung hal ini menunjukkan bahwa pengusaha bertanggung jawab dengan komitmen keselamatan yang telah dibuat, berikut adalah kutipan wawancara dengan informan: Informan 1 Manager SDM “kalau monitoring kalau beliau itu ya laporan laporan ee,,,laporan laporan triwulanan atau semesteran dari para manager biasanya kita buat progres-progres ke beliau misalnya tentang kesehatan kerja” Bentuk tanggung jawab ditunjukkan juga melalui pemberian masukan secara langsung atau tidak langsung untuk perbaikan SMK3 yang dilakukan pada saat melakukan pembinaan atau pertemuan rutin. Berikut adalah kutipan hasil wawancaranya: Informan 1 Manager SDM “kalau pak KaDAOP memberikan masukan ya biasanya beliau dalam pembinaan-pembinaan biasanya kami ada coffe morning ke para manager terus misalnya nanti misalnya ini ada keterkaitan dengan K3 terus langsung menyampaikan disaat pembinaan-pembinaan di coffe morning ” Selanjutnya peneliti melakukan telaah dokumen melalui daftar tamu yang melakukan pembinaan di Dipo Lokomotif, memang terbukti adanya bahwa Kelapa DAOP melakukan pembinaan baik masalah K3 maupun masalah pekerjaan. Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari kriteria ini adalah pengurus cukup bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SMK3 di Daerah Operasionalnya dengan melakukan monitoring melakukan perbaikan- perbaikan dengan memberikan pembinaan baik secara langsung pada pekerja atau pembinaan saat rapat dengan manajer. Kriteria ini terpenuhi sehingga memiliki nilai 1. 10. Petugas yang bertanggung jawab untuk penanganan darurat telah ditetapkan dan mendapatkan pelatihan. Informasi pada kriteria ini dihasilkan dari dua cara yang pertama peneliti melakukan triangulasi sumber dengan melakukan in-depth interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C, serta petugas kesehatan di Unit Urusan Kesehatan DAOP 2 Bandung. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir semua informan menyatakan bahwa keadaan darurat telah secara khusus akan ditangani oleh Unit Urusan Kesehatan UUK. Berikut adalah kutipan hasil wawancaranya: Informan 1 Manager SDM “kalau untuk kecelakaan kerja kita kan punya team unit kesehatan yang dia bisa bertindak langsung kan ya kalau misalnya kan ada kecelakaan kerja di Dipo sarana misalnya di Dipo Lok ada itu teamnya khusus,,” Selanjutnya informasi pelatihan apa saja yang sudah dilaksanakan petugas kesehatan di Unit Urusan Kesehatan mencetitakan bahwa telah mengikuti beberapa pelatihan seperti kegawat daruratan, P3K, PPGD dan BTLS serta banya lagi, berikut kutipan wawancara yang di lakukan dengan petugas kesehatan: Petugas Kesehatan UUK “iya gawat darurat tu pasti PPGD,,penanggulangan gawat darurat, BTL S, P3K mah udah biasa” Selanjutnya untuk membuktikan pelatihan tersebut petugas menunjukkan beberapa sertifikat yang diperolehnya namun sertifikat tidak dapat difoto atau di copy. Kesimpulan dari kriteria ini menunjukkan bahwa terdapat petugas yang bertanggung jawab khusus terhadap kondisi gawat darurat yang telah mengikuti beberapa pelatihan, sehingga kriteria ini memiliki nilai 1 yang berarti terpenuhi. 11. Perusahaan mendapatkan saran-saran dari para ahli di bidang K3 yang berasal dari dalam dan atau luar perusahaan. Informasi mengenai kriteria ini didapatkan dari proses triangulasi sumber yang dilakukan dengan melakukan in-depth interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dn 2C. Hasilnya menyatakan bahwa ahli K3 untuk dimintai saran dan pendapat yaitu orang-orang yang berada di SHE pusat, sedangkan untuk ahli K3 dari luar DAOP 2 tidak ada. Berikut adalah kutipan hasil wawancaranya: Informan 1 Manajer SDM “jadi sebenernya yang ahli-ahlinya itu ya bu ida itu beliau yang selalu memberikan saran beliau yang selalu sosilisasi ke daerah- daerah” “pihak luar belum ada, masih internal saja” Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari kriteria ini yaitu DAOP 2 memang mendapatkan saran-saran dari ahli K3 namun hanya dari ahli dalam K3 yang ada di perusahaan yaitu dari SHE pusat sedangkan ahli K3 dari luar perusahaan belum pernah. Kriteria ini dinyatakan memiliki nilai 1 yang berarti memenuhi kriteria. 12. Kinerja K3 termuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan lain yang setingkat. Informasi ini di dapatkan dari hasil triangulasi sumber dan telaah dokumen. Triangulasi sumber yang dilakukan peneliti dengan melakukan in-depth interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C. Hasilnya menyatakan bahwa Hasil dari laporan kinerja di DAOP 2 diberikan kepada bagian SHE pusat kemudian dilaporkan kepada Direktur Keselamatan. berikut adalah kutipan wawancara yang dilakukan dengan informan: Informan 1 Manajer SDM “ VP DAOP 2 melaporakan kinerja K3 ke D5 direktur keselamatan, jadi dari sini ke SHE dari SHE ke D5 ”. Selanjutnya telaah dokumen dilakukan pada laporan tahunan PT KAI dan terbukti adanya laporan mengenai K3 didalamnya namun secara umum belum per-DAOP. Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari kriteria ini adalah laporan memang dilakukan oleh Vice President DAOP 2 kepada SHE yang selanjutnya akan dilaporkan kepada Direktur Keselamatan. Penelusuran dokumen dilakukan untuk mencari laporan yang dilakukan VP DAOP 2 namun tidak ditemukan adanya laporan tersebut. Secara khusus DAOP 2 tidak memiliki laporan tahunan mengenai kinerja K3. Kriteria ini dinyatakan tidak memenuhi sehingga memiliki nilai 0. 13. Hasil peninjauan ulang didokumentasikan Informasi ini dilakukan dengan melakukan telusur dokumen dan melakukan telaah terhadap dokumen tersebut serta melakukan triangulasi sumber pada beberapa informan dengan melakukan in-depth interview pada Manajer SDM, Junior manager Inspector 2B dan 2C. Hasil dari penelusuran dokumen tidak menemukan adanya pendokumentasian pada setiap tinjauan yang dilakukan DAOP 2 sehingga kemudian untuk mengetahui DAOP 2 melakukan tinjauan atau tidak maka peneliti melakukan triangulasi sumber yang hasilnya menunjukkan bahwa DAOP 2 memang melakukan tinjauan ulang secara berkala pada unit-unit berbeda. Tijauan ulang pada tingkat Manajer dilakukan setahun sekali, tingkat JMI dilakukan setiap satu bulan sekali. berikut adalah kutipan wawancaranya: Informan 1 Manager SDM “untuk tinjauan ulang kalau untuk tinjauan ulang itu kita sebenernya itu minimalnya dalam satu tahun itu paling satu kali ya untuk dilakukan tinjauan ulang” Kesimpulan yang dapat disimpulkan adalah DAOP 2 memang melakukan tinjau ulang pada setiap rapat-rapat tertentu namun tinjauan yang dilakukan tidak didokumentasikan dengan benar sehingga kriteria ini tidak dapat terpenuhi dan memiliki nilai 0. 14. Jika memungkinkan hasil tinjauan dimasukkan ke dalam perencanaan tindakan manajemen. Informasi ini di dapatkan melalui telaah dokumen dan triangulasi sumber yang dilakukan peneliti dengan melakukan in-depth interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C. Hasilnya menyatakan bahwa setelah mendapatkan keputusan dari hasil tinjau ulang dan evaluasi ketika saat rapat-rapat untuk melakukan tinjau ulang hasilnya di informasikan kepada manajer secara langsung untuk disampaikan dan diaplikasikan di lapangan. Berikut adalah kutipan wawancaranya: Informan 1 Manajer SDM “oh iya,,misalnya setelah ditinjau ulang apa keputusannya apa hasilnya nanti diaplikasikan yang sebaiknya sebenarnya itu seperti apa untuk diaplikasikan dilapangan seperti itu” “ hasil tinjau ulang di informasikan melalui manager biasanya manager langsung memberikan pembinaan kebawahnya ke pagawainya karena pegawai di DAOP 2” Informan 4 Junior Manager Inspector 2B “ya diproses ee,,itu biasanya disatu pertemuan jadi selama temuan- temuan itu itu dievaluasi ee,,pastikan ada yang sesuai prosedur yang masih kurang dari prosedur itu pasti di evaluasi” Selanjutnya peneliti melakukan pencarian dokumen berupa notulensi rapat atau hasil tinjauan yang telah dilakukan namun peneliti tidak diperbolehkan melihat dokumen. Sehingga kesimpulan yang dapat disimpulkan pada kriteria ini yaitu DAOP 2 tidak bisa dibuktikan telah memasukkan hasil tinjauan ulang tersebut untuk perencanaan selnajutnya sehingga kriteria ini memiliki nilai 0 yang berarti tidak terpenuhi. 15. Pengurus harus meninjau ulang pelaksanaan SMK3 secara berkala untuk menilai kesesuaian dan efektivitas SMK3 Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Manager SDM, Junior Manager Inspector 2B: Informan 1 Manajer SDM “beliau itu sebenernya memonitoringnya melalui manager tangan kanan beliau itu kan manager jadi kalau K3 berlangsung itu atau aplikasinya dilapangan seperti apa yang melaporkan itu adalah manager yang terkait” Informan 3 Junior Manager Inspector 2B “saya belum pernah dilapori mungkin untuk beliaunya ke atas kalau mungkin secara umum informasi masih toleransi ambang batas aman, pekerja tidak banyak yang terkena penyakit” Penilaian kesesuaian dan efektivitas yang dilakukan oleh Kepala DAOP 2 melalui laporan para manajer, namun kesesuaian dan efektifitas dapat dilihat dari kejadian kecelakaan kerja yang terjadi. Berdasarkan hasil wawancara DAOP 2 memang menilai efektivita dengan melihat pekerjaan yang dilakukan masih dalam batas aman yang artinya tidak menimbulkan penyakit pada pekerja dan lingkungan kerja selalu aman. Akan tetapi ternyata ketika peneliti melakukan wawancara dengan beberapa pekerja di Dipo mereka mengakui pernah adanya terjadi kecelakaan di Dipo namun langsung ditangani oleh unit dan tidak terlaporkan ke kantor DAOP. Sehingga selama ini Kepala DAOP menganggap pekerja dalam keadaan aman ketika bekerja. Dapat disimpulkan bahwa pengurus tidak melakukan peninjauan ulang pelasanaan SMK3 secara berkala dengan benar, dan pertanyaan ini mendapatkan nilai 0 artinya tidak terpenuhi. 16. Keterlibatan dan penjadwalan konsultasi tenaga kerja dengan wakil perusahaan didokumentasikan dan disebarluaskan ke seluruh tenaga kerja Informasi ini didapatkan melalui metode triangulasi sumber yang dilakukan dengan melakukan in-depth interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada penjadwalan yang khusus dibuat oleh DAOP 2 untuk melakukan konsultasi dengan tenaga kerja, waktu dibuat tentatife, berikut kutipan wawancaranya: Informan 1 Manajer SDM “kalau waktu sendiri si disini tidak ada dijadwalkan ya,,tapi kalau memang ada hal yang benar-benar perlu dibahas diagendakan dijadwalkan jadi ee,,tentative maksudnya” Namun menurut salah satu informan DAOP 2 membuat suatu cara untuk mendapatkan penilaian dari pekerja melalui brosur yang harus di isi oleh pekerja, berikut kutipan wawancara yang menjelaskan hal tersebut: Informan 4 Junior Manager Inspector 2B “itu ada itu biasanya ee,,,apa seperti ada brosur atau apa jadi tanggapan-tanggapan dalam kurun skian itu ada tanggapan apa kekurangan atau kebijakan jadi penilaiannya secara masing-masing pegawai untuk penilaian perusahaan itu ada jadi untuk evaluasi sejauh mana si selama ini apakah setuju dengan keputu san ini.” Konsultasi yang pernah dilakukan pun tidak didokumentasikan oleh DAOP 2, dengan tidak ditemukannya dokumen mengenai konsultasi tersebut. Akan tetapi prosedur sosialisasi untuk penyebaran informasi dari hasil konsultasi biasanya melalui kepala unit masing-masing yang bertanggung jawab menyebarluaskan. Berikut kutipan wawancara yang menyatakan hal tersebut: Informan 1 Manajer SDM “kalau misalnya sudah hasil keputusan itu kan sudah tanggung jawab KUPTnyakan yang langsung menangani pekerja itu kan KUPT nya disosialisasikan sama KUPTnya bahwa hasil rapat hari ini” Kesimpulan pada kriteria ini yaitu tidak adanya jadwal khusus yang dilakukan DAOP 2 untuk melakukan konsultasi dengan tenaga kerja atau wakil tenaga kerja, konsultasi dilakukan jika diperlukan, namun sampai saat penelitian ini berlangsung tidak ada pendokumentasian terhadap hasil konsultasi dan sosialisasi dilakukan melalui kepala unit masing-masing, sehigga kriteria ini dinyatakan tidak terpenuhi dan memiliki nilai 0. 17. Terdapat prosedur yang memudahkan konsultasi mengenai perubahan- perubahan yang mempunyai implikasi terhadap K3. Informasi ini didapatkan dari hasil triangulasi sumber yang dilakukan peneliti dengan in-depth interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2C. Hasilnya menyatakan bahwa DAOP 2 tidak memiliki prosedur tertentu untuk melakukan konsultasi dengan pekerja mengenaik implikasi K3 diperusahaan bahkan berdasarkan informasi DAOP 2 tidak pernah melakukan pertemuan dengan pekerja. Berikut adalah kutipan wawancaranya: Informan 1 Manajer SDM “biasanya kita tidak pernah melakukan pertemuan dengan pekerjanya mereka hanya jadi ujung tombak saja kita kumpulkan gitu loh,,” Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari kriteria ini adalah tidak adanya prosedur dan bahkan DAOP2 tidak pernah melakukan pertemuan dengan pekerja secara khusus, sehingga kriteria memiliki nilai 0 yang berarti tidak terpenuhi. 18. Perusahaan telah membentuk P2K3 sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Informasi ini di dapatkan dari hasil triangulasi sumber yang dilakukan peneliti dengan in-depth interview pada beberapa informan yaitu manajer SDM, Junior Manager Inspector 2B dan 2c, serta Kepala Dipo Kereta sebagai Kepala Unit yang pernah membuat susunan P2K3 tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa mekanisme pembentukan dilakukan berawal dari adanya surat perintah dari kantor pusat bahwa setiap unit diminta membuat P2K3 untuk penunjukkan pengurusnya hanya ditunjuk beradasarkan siapa yang bersedia. Susunan dibuat oleh kepala unit kemudian dikirimkan kepada sekretaris DAOP dan baru mendapatkan persetujuan dari DAOP. Berikut adalah kutipan wawancaranya: Informan 10 Kepala Dipo Kereta “ada pokonya dari kantor pusat ada suratnya untuk pembentukan P2K3, kemudian diprint dan disosialisasikan lewat apel setelah itu apa yang dilakukan,itu ditadatangan bulan april cuman kita dapatnya bulan,,. iya..saya bikin dikantor sana di dipo terus ke kantor DAOP baru sampe itu bulan itu P2K3 baru bulan,,tar dulu,, tar dulu..menunggu mencari dokumen di email sekitar bulan 4 april tanggal 29 baru dapat” Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari kriteria ini adalah DAOP 2 melakukan pembentukan P2K3 tidak mengacu pada peraturan-perundang- undangan sehingga kriteria ini dinyatakan tidak terpenuhi memiliki nilai 0. 19. Ketua P2K3 adalah pimpinan puncak atau pengurus Berdasarkan telaah dokumen dari susunan pengurus P2K3 yang ada di Dipo Lokomotif menunjukkan ketua P2K3 bukanlah pengurus atau pimpinan puncak DAOP 2 melaikan kepala unit masing-masing. Hal ini diperkuat dengan pernyataan yang di nyatakan oleh Vice President SH bahwa P2K3 di PT KAI dibuat pada setiap unit. Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari kriteria ini adalah P2K3 yang dibentuk setiap unit dipimpin oleh kepala unit masing-masing dan bukan pimpinan puncak dari DAOP 2, sehingga kriteria ini tidak terpenuhi dan memiliki nilai 0. 20. Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Informasi yang di dapatkan dari kriteria ini adalah melalui dua cara yaitu triangulasi sumber dan telaah dokumen. Triangulasi sumber yang dilakukan oleh peneliti dnegan melakukan in-depth interview pada beberapa informan yaitu Manajer SDM, Junior Manager Inspector 2 B dan 2C, Kepala Ruas ADM Dipo Lokomotif. Hasilnya menunjukkkan Sekretaris P2K3 di tunjuk dari Kepala Ruas ADM yang setelah dicek ternyata KR ADM tidak mengetahui dirinya masuk kedalam susunan P2K3 dan beliau tidak pernah mengikuti pelatihan ahli K3 umum. Berikut kutipan wawancaranya: Informan 3 Junior Manager Inspector 2B “terus terang ga ada , Cuma tadi ya ketua terus nanti KR paling nanti ini skeretaris, ya sekretarisnya tadi dibentuk dari di ADM atau KR ADM ” Kepala Ruas ADM “pembentukan saya juga ga tau ujug ujuk nama saya ada disitu dan suma main tembak dan kayanya pak Soni si anu sianu,,kurang tau saya” Kemudian untuk memastikah hal tersebut peneliti melihat dokumen susunan P2K3 milik Dipo Lokomotif ternyata benar bahwa Sekretaris ditunjuk dari Kepala Ruas ADM. Kesimpulan yang dapat disimpulkan yaitu sekretaris P2K3 yang dibentuk di DAOP 2 bukanlah ahli K3 umum, sehingga kriteria ini tidak terpenuhi dan memiliki nilai 0 pada gap analisis. 21. P2K3 menitik beratkan kegiatan pada pengembangan kebijakan dan prosedur pengendalian risiko. Informasi ini di dapatkan dari hasil triangulasi sumber yang dilakukan oleh peneliti dengan melakukan in-depth interview pada beberapa informan Junior Manager Inspector 2B dan 2C, serta kepala Dipo Kereta. Hasilnya menunjukkan bahwa P2K3 ini diharapkan dapat membina pekerja untuk bekerja selamat membuat lingkungan kerja selalu bersih. Berikut adalah kutipan hasil wawancaranya: Informan 10 Kepala Dipo Kereta “kegiatannya,,selain sosialisasi itu yang pertama terus,,uji coba ini sendiri menggunakan APAR sosialisasi penggunaan APAR sudah,,,terus selain itu apa ya,,ya,,,sosialisasi penggunaan helm ware pack sepatu sa fety APD lah ya itu” “pertama kan sebenarnya panitia pembina,,keselamatan kerja intinya pembinaan terus ee,,kebersihan juga Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari kriteria ini adalah DAOP 2 tidak menitik beratkan P2K3 pada setiap unit untuk melakukan pengembangan kebijakan dan pengendalian risiko, sehingga kriteria ini tidak terpenuh dan memiliki nilai 0 pada gap analisis. 22. Susunan pengurus P2K3 didokumentasikan dan di informasikan kepada tenaga kerja Informasi dari kriteria ini di dapatkan dari hasil telaah dokumen dan triangulasi sumber yang dilakukan pada Junior Manager Inspector 2B dan 2C serta Kepala Dipo Kereta. Hasilnya menunjukkan bahwa susunan pengurus P2K3 sudah di informasikan kepada tenaga kerja saat apel dan diberikan print out kepada masing-masing KR. Berikut adalah kutipan hasil wawancaranya: Informan 10 Kepala Dipo Kereta “sementara sosialisasi dulu lewat apel terus” “gitu,,,loh sudah diprint koo..sudah diumumkan sudah diprint dikasih s atu satu” Selanjutnya untuk membuktikan apakah susunan P2K3 di dokumentasikan maka penelti meminta kepada Kepa Dipo Lokomotif terdahulu yang saat ini menjadi Kepala Dipo Kereta dan susunan tersebut di dokumentasikan dalam bentuk file dalam email Dipo Lokomotif. Sehingga kriteria ini memiliki nilai 1 yang artinya terpenuhi 23. P2K3 mangadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya disebarluaskan ditempat kerja. Informasi kriteria ini di dapatkan dari hasil triangulasi sumber yang dilakukan dengan in-depth interview pada beberapa informan yaitu Junior manager Inspector 2B , Kepala Dipo Kereta. Hasilnya menyatakan bahwa pertemuan dilakukan setiap satu minggu sekali. Hasil kesepakatan dari team P2K3 setelah disepakati kemudian di infromasikan melalui penempelan selembaran, BBM, dan email. berikut adalah kutipan wawancaranya: Informan 10 Kepala Dipo Kereta “tiap minggu ada,,ya waktu disana” “ditempel ya bisa di BB, email,,” Akan tetapi peneliti berusaha melakukan crosscheck untuk mengetahui kebenarannya dengan melakukan wawancara dengan pengurus P2K3yang berada di Dipo Lokomoitf dari 3 yang ditanyakan mengaku tidak pernah melakukan pertemuan rutin untuk membahas K3. Kesimpulan yang dapat disimpulakan dari kriteria ini adalah pertemuan tidak dilakukan oleh pengurus P2K3 secara berkala tidak ada hasil yang diperoleh dan disebarkan menyatakan tidak terpenuhi yang berarti memiliki nilai 0 pada gap analisis. 24. P2K3 melaporakan kegiatan secara teratur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Informasi pada kriteria ini di hasilkan dari triangulasi sumber yang dilakukan pada beberapa informan yaitu Junior Manager Inspector 2B dan 2C, Kepala Dipo Kereta. Hasilya menunjukkan bahwa Laporan yang dibuat oleh UPT sudah teratur namun belum sampai dilaporkan pada sub dinas ataupun Dinas Tenaga Kerja DISNAKER seperti yang dimaksud dalam perundang-undangan, laporan baru diberikan pada kantor pusat saja. Berikut adalah kutipan hasil wawancaranya: Informan 10 Kepala Dipo Kereta “Laporan ada dalam bentuk buku cuma belum ada tetang K3, tentang K3 biasanya ada di laporan mingguan formatnya dalam bentuk email seperti ini, format sudah d arisananya begini” Kesimpulan yang dapat disimpulkan untuk kriteria ini adalah pelaporan yang dilakukan P2K3 hanya pada tahap pelaporan kepada Kantor DAOP 2 namun belum sesuai dengan perundang-undangan, sehingga kriteria ini tidak dapat terpenuhi dan memiliki nilai 0 pada gap analysis. 25. Apabila diperlukan, dibentuk kelompok kerja yang diberikan pelatihan sesuai dengan perundang-undangan Informasi ini di dapatkan dari hasil observasi dan telaah dokumen yang menunjukkan bahwa DAOP 2 atau unit dalam DAOP 2 tidak memiliki kelompok kerja yang sengaja dibentuk sesuai dengan perundang-undangan seperti contohnya yang diwajibkan adalah emergency respon team. Selanjutnya telaah dokumen untuk membuktikan bahwa adakah Surat Keputusan atau dokumen lain bahwa adanya pembentukan kelompok kerja tersebut akan tetapi dokumen pun tidak ditemukan, sehingga peneliti menentukan kriteria ini tidak terpenuhi oleh DAOP 2 dan memiliki nilai 0 pada hasil gap analysis. 26. Susunan Kelompok kerja yang telah terbentuk didokumentasikan dan di informasikan kepada tenaga kerja Karena tidak adanya kelompok kerja yang dibentuk sehingga tidak ada juga dokumen yang membuktikan hal tersebut dan tidak ada hal yang diinformasikan kepada pekerja. kesimpulan pada kriteria terakhir ini menunjukkan bahwa kriteria ini tidak terpenuhi dan memiliki nilai 0 pada hasil gap analysis. Kriteria-kriteria tersebut dapat disimpulkan mejadi 4 sub kriteria yang ada pada elemen pertama PP No. 50 tahun 2012. Berikut adalah kesimpulan dari setiap sub kriteria yang ada: 1. Kebijakan K3 DAOP 2 Bandung sudah memiliki kebijakan K3 atas dasar himbauan direksi pada surat keputusan direksi nomor KEP.ULL.507III2KA-2014 tentang kebijakan keselamatan di lingkungan PT KAI. Isinya menyatakan tentang tujuan, sasaran dan komitmen terhadap keselamatan. Proses pembentukan kebijakan tersebut belum terbukti berdasarkan masukan dari pekerja. Kebijakan telah dikomunikasikan dengan tenaga kerjadan tamu atau pihak ke 3 melalui para manajer, dan kepada penumpang melalui departemen humas. Akan tetapi kebijakan tidak khusus dibuat untuk keselamatan pekerja saja namun mencakup keselamatan penumpang dan pengoperasian kereta api. Kebijakan khusus untuk risiko khusus tidak ditemukan di DAOP 2 Bandung. Selain itu tidak ditemukan adanya bukti bahwa kebijakan atau kebijakan khusus lainnya selalu ditinjau ulang secara berkala untuk disesuaikan dengan kondisi DAOP 2 dan undang-undang. 2. Tanggung Jawab dan Wewenang Tanggung jawab dan wewenang DAOP 2 tidak didokumentasikan dan di sosialisasikan. Tanggung jawab secara umum dimiliki oleh Vice President DAOP 2 Bandung namun secara aplikasi dilapangan setiap kepala unit juga memiliki tanggung jawab dan wewenang sesuai dengan tugas pokok masing- masing sehingga secara otomatis setiap kepala unit adalah penanggung jawab K3 maka tidak ada penunjukkan khusus yang dilakukan seperti yang diwajibkan oleh undang-undang. Keadaan darurat ditangani oleh unit khusus yaitu Unit Urusan Kesehatan UUK yang khusus menangani kesehatan dan kondisi-kondisi darurat seperti kecelakaan kerja, unit tersebut telah mengikuti beberapa pelatihan seperti pelatihan kegawat daruratan, PPGD, P3K, BTLS. Daerah Operasional 2 tidak memiliki ahli K3 luar untuk berkonsultasi mengenai K3 namun selama ini DAOP 2 selalu melakukan konsultasi K3 dengan SHE dari kantor pusat. Laporan K3 secara khusus dilaporkan kepada Diretur Keselamatan di kantor pusat oleh Vice President setiap tahunnya, namun secara khusus DAOP 2 tidak memiliki laporan tahunan mengenai kinerja K3. 3. Tinjauan dan Evaluasi Daerah Operasional 2 selalu melakukan tinjauan ulang melalui pertemuan para manajer dari setiap unit setiap bulannya yang didalam pertemuan tersebut membahas pula tentang K3, akan tetapi tinjauan tersebut tidak didokumentasikan. Hail tinjauan ulang tidak terbukti dimasukkan ke dalam perencanaan tindakan manajemen. Peninjauan pelaksanaan SMK3 hanya ditinjau melalui laporan manajer, pengurus tidak melakukan penilaian dengan melihat kasus kecelakaan kerja yang sering kali terjadi dan tidak terlaporkan. Sehingga pengurus tidak dapat menilai kesesuaian dan efektivitas SMK3 yang dijalankan. 4. Keterlibatan dan Konsultasi dengan tenaga kerja Daerah Operasional 2 tidak memiliki jadwal dan prosedur untuk melakukan konsultasi dengan pekerja, konsultasi dilakukan jika diperlukan sehingga tidak terdapat dokumentasi dan kegiatan penyebar luasan hasil konsultasi tersebut. SMK3 yang diterapkan Daerah Operasional 2 baru diterapkan di departemen sarana yang membawahi dua Dipo. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pembentukan P2K3 diserahkan kepada unit masing- masing, temuan di lapangan menunjukkan Dipo yang memiliki P2K3 adalah Dipo Lokomotif saja, yang diketuai oleh kepala unit masing-masing dan sekretaris ditunjuk dari Kepala Ruas Administrasi yang berlatar belakang SMK dan tidak memiliki sertifikat Ahli K3 Umum AK3U. Proses pembentukan P2K3 ini diawali dengan pertemuan para Kepala Ruas yang ditunjuk sebagai pengurus oleh Kepala Dipo selanjutnya susunana P2K3 tersebut dilaporkan kepada sekretaris DAOP 2 untuk disetujui oleh Vice President DAOP 2. Kegiatan yang dilakukan oleh tim P2K3 tersebut berupa pembinaan dan menjaga lingkungan kerja tetap bersih tidak pada kegiatan untuk mengendalikan risiko. Susuna P2K3 tersebut didokumentasikan dengan baik dan disosialisasikan melalui apel. Pengurus P2K3 tidak melakukan pertemuan secara berkala. Kegiatan yang telah dilakukan tidak pernah dilaporkan baik secara peraturan perundang-undangan atau dilaporkan kepada Vice President DAOP 2, serta tidak ada kelampok kerja yang di bentuk.

5.2.6. Kesimpulan Pemenuhan Elemen Penetapan Kebijakan K3 Berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012