Lahan Hutan Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Pesanggem dan Non Pesanggem di
149
tahun tanam pada masing-masing petak sehingga setiap tanaman mempunyai masa tebang yang berbeda-beda. Pada gambar 4.7. dapat dilihat sketsa sebaran
vegetasi tegakan pokok hutan di kawasan Hutan Regaloh. Peta tersebut tidak menyajikan data mengenai plot- plot tanaman tumpabgsari menurut jenis
tanamannya karena apabila disajikan membutuhkan data yang harus dikumpulkan melalui ground check di lapangan dan data atau peta demikian
belum tersedia di pihak Perum Perhutani KPH Pati.
Prosentase lahan hutan yang telah dimanfaatkan sebagai lahan andil adalah sebesar 40, yang mencakup lahan sela bawah tegakan hutan dan
lahan reboisasi 471,2 hektar. Kondisi tanah di lahan andil kawasan Hutan Regaloh cukup subur serta tidak rawan terhadap bencana. Luas lahan andil
yang dikelola oleh tiap pesanggem di kawasan Hutan Regaloh adalah antara 0,25 hektar sampai 2 hektar tergantung kemampuan pesanggem. Khusus di
lahan reboisasi setiap pesanggem ditentukan lahan garapannya maksimal 0,25 hektar. Dengan demikian masih banyak peluang bagi masyarakat non
pesanggem untuk menjadi pesanggem, karena di kawasan Hutan Regaloh lahan sela yang belum dimanfaatkan untuk penanaman tanaman pangan
maupun non pangan secara tumpangsari masih sekitar 60. Berdasarkan hasil penelitian kepada masyarakat non pesanggem yang terkait dengan aktivitas di
150
hutan Regaloh sebanyak 27 sampel yang diambil, 89 menjawab bahwa mempunyai keinginan juga untuk ikut serta mengelola Hutan Regaloh seperti
halnya para petani pesanggem, dengan alasan:
1. Supaya dapat menanam tanaman pangan. 2. Untuk menambah pendapatan rumah tangga.
3. Merupakan peluang lapangan pekerjaan. 4. Supaya mempunyai lahan garapan.
Ismawan 2001 dari Tim Bina Swadaya juga mengungkapkan bahwa permasalahan hutan bagi mayoritas masyarakat desa hutan dianggap sebagai
permasalahan hidup. Hutan merupakan alternatif utama yang dapat memenuhi kebutuhan hidup terutama bagi masyarakat yang rata-rata hanya mempunyai
lahan kurang dari 0,1 hektar. Kebutuhan kayu bakar, kayu bangunan rumah, sumber air dan nilai ekonomi hutan menjadi penopang kehidupan sehingga
memunculkan ketergantungan masyarakat terhadap hutan.
Di dalam menentukan lokasi lahan garapan, sepenuhnya diserahkan kepada pesanggem selama memungkinkan untuk pelaksanaan tanaman
tumpangsari serta tidak mengganggu tanaman tegakan pokok hutan. Lamanya kontrak antara pihak Perum Perhutani dengan pesanggem adalah 2 tahun. Jadi,
selama 2 tahun tersebut semua pesanggem mempunyai hak untuk memanfaatkan lahan andil dengan menanam tanaman yang dapat membantu
ekonomi petani pesanggem. Apabila kontrak telah berakhir bisa diperpanjang selama pesanggem masih berminat. Tetapi apabila dalam masa perpanjangan
kontrak tersebut ternyata tegakan sudah besar sehingga tidak mendukung bagi kelangsungan hidup tanaman tumpangsari maka jatah lahan andil pesanggem
akan dipindah ke petak lain.
Dari hasil pengamatan di lapangan, ada kecenderungan pesanggem memilih lahan andil pada tepi atau pinggiran Hutan Regaloh. Hampir
keseluruhan pinggiran Hutan Regaloh telah ditanami dengan tanaman tumpangsari dari berbagai jenis tanaman pangan maupun tanaman non
pangan. Hal itulah yang menjadi salah satu sebab luasan lahan yang dimanfaatkan petani pesanggem baru mencapai 40. Faktor- faktor lain yang
mempengaruhi masih rendahnya luasan lahan yang telah dimanfaatkan berdasar temuan di lapangan yaitu:
1. Lahan yang belum dimanfaatkan masuk ke dalam hutan sehingga jarak jangkaunya cukup jauh.
151
2. Banyak masyarakat yang tidak mempunyai waktu luang di pekerjaan pokok mereka.
3. Masyarakat kurang berminat untuk mengelola lahan hutan karena terbentur tidak adanya modal dan ketrampilan, walaupun sebetulnya ada
LMDH yang telah membentuk pra koperasi dengan salah satu kegiatannya berupa peminjaman modal kepada anggotanya
4. Masih kurangnya proses sosialisasi PHBM yang dilakukan oleh Perhutani maupun LMDH yang merupakan wadah pembinaan pesanggem, karena
berdasarkan penelitian di lapangan, dari 10 LMDH yang ada di kawasan Hutan Regaloh lokasi penelitian jumlah LMDH yang aktif kurang dari
50, sehingga pengetahuan tentang program PHBM belum dapat menjangkau seluruh masyarakat sekitar kawasan Hutan Regaloh.
5. Ketergantungan penduduk desa sekitar Hutan Regaloh terhadap hutan itu sendiri rendah, sehingga aktivitas di hutan tidak dianggap sebagai satu-
satunya solusi untuk memperbaiki keadaan ekonomi mereka. Selain sebagai lahan produksi kayu jati, lahan andil serta lahan
reboisasi, lahan di kawasan Hutan Regaloh juga digunakan untuk keragaman pemanfaatan hutan lainnya, yaitu:
a. Pengusahaan Sutera Alam, yang terdiri dari 419,2 hektar berupa kebun murbei dan 5,2 hektar berupa gedung ulat sutera.
Sistem aktivitas di dalam kegiatan persuteraan alam adalah mulai dari pemeliharaan ulat sampai menjadi kokon, hingga pemintalan benang
sutera. Orang-orang yang terlibat dalam kegiatan persuteraan alam meliputi masyarakat sekitar hutan dan pegawai Perhutani terutama dari
Unit Pengolahan Persuteraan Alam PSA. Masyarakat sekitar hutan merupakan pekerja industri persuteraan alam tersebut pemelihara ulat
sutera dan pemintal benang sutera di pabrik pemintalan benang sutera, sedangkan pegawai Perhutani lebih banyak menangani bagian
administrasi.
b. Pengembangan Perlebahan oleh Unit Pelaksana Pengembangan Perlebahan UP3 Regaloh seluas 4,3 hektar, sebagai areal Bee Forage
dengan tanaman jenis Randu Ceiba petandra GAERTN, Akasia Accasia mangium serta buah- buahan antara lain Mangga Gadung dan Rambutan
Aceh. Di areal Bee Forage tersebut juga dimanfaatkan oleh UP3 Regaloh sebagai lahan sewa untuk bumi perkemahan dan taman bermain anak-
anak masih dalam tahap proses pengajuan kepada Kepala Unit I Perum
152
Perhutani Jawa Tengah dalam rangkaian pembuatan Agro Silvo Wisata Regaloh.
Sistem aktivitas dalam kegiatan Pengembangan Perlebahan adalah mulai dari pemeliharaan lebah, pembiakan lebah penambahan jumlah stup
madu, penggembalaan lebah didekatkan ke bee forage sampai pemanenan madu. Semua tahap aktivitas perlebahan tersebut sepenuhnya
dilakukan oleh pegawai Perhutani Unit Pelaksana Pengembangan Perlebahan Regaloh. Tetapi dari tahun 1991 sampai tahun 2003, setiap
tahun diadakan pelatihan dan pengkaderan pemeliharaan lebah madu kepada kelompok tani hutan, tokoh- tokoh masyarakat serta LMDH se
wilayah Unit I Jawa Tengah. Tahun 2003 pengkaderan dihentikan karena anggaran ditiadakan tetapi Perhutani masih melakukan pendampingan
kepada LMDH yang ingin mengembangkan perlebahan.
c. Taman bambu dari berbagai jenis di Indonesia seluas 19,2 hektar d. Lokasi pedagang kaki lima yang terutama melayani kebutuhan makan dan
minum bagi peserta kegiatan perkemahan. Terdapat 2 lokasi PKL di UP3 Regaloh, yaitu di luar pintu gerbang bumi perkemahan camping ground
serta di dalam lokasi Bee Forage. Para pedagang di dalam menempati sepetak lahan milik Perhutani ini tidak
dibebani biaya sewa maupun retribusi, hanya dibebani biaya penggunaan listrik sebesar Rp 1.000,00 per hari.