137
Sumber: Data Primer, 2006.
GAMBAR 4.3. DIAGRAM MATA PENCAHARIAN PESANGGEM DAN
NON PESANGGEM DI KAWASAN HUTAN REGALOH
Mata pencaharian dominan dimiliki pesanggem maupun non pesanggem yang terpilih sebagai responden adalah petani tabel IV.3. Hal ini
menunjukkan bahwa bagi masyarakat desa hutan yang umumnya berpendidikan rendah, kedudukan sebagai pesanggem mengandalkan bertani
di lahan sela hutan sebagai mata pencaharian pokok lihat data pendidikan responden pesanggem dan non pesanggem pada Tabel IV.2..
Masyarakat non pesanggem yang mempunyai mata pencaharian pokok sebagai petani berdasarkan penelitian di lapangan adalah penduduk
yang sudah mempunyai lahan pertanian di luar kawasan Hutan Regaloh hak milik, sehingga aktivitas yang dilakukan di kawasan Hutan Regaloh hanya
sebagai pekerjaan sampingan atau dalam rangka memperoleh barang yang dibutuhkan, yaitu rumput atau kayu rencek. Nelson 1955:15 dalam teorinya
menyebutkan bahwa walaupun dalam lingkungan masyarakat pedesaan telah muncul berbagai macam jenis mata pencaharian sebagaimana data yang sering
disajikan dalam ilmu demografi, akan tetapi sektor pertanian tetap menjadi karakteristik khas kehidupan di pedesaan.
4.1.4. Pendapatan Rumah Tangga Pesanggem dan Non Pesanggem
Pendapatan rumah tangga yang dimaksud di sini yaitu besarnya upah yang diterima oleh anggota keluarga dalam satu rumah tangga dari pekerjaan
pokok ditambah pekerjaan sampingan setiap bulan dalam satuan rupiah. Data mengenai pendapatan rumah tangga bermanfaat untuk mengetahui kecukupan
suatu rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pendapatan rumah tangga responden pesanggem dan non pesanggem ini kemudian
dibandingkan dengan besarnya Upah Minimum Regional UMR Provinsi Jawa Tengah sehingga dapat diperoleh asumsi atau pemberian kategori
tentang tingkat kecukupan suatu rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan
138
Pesanggem
43.75 31.25
25.00
3 6 5 3 6 5 - 4 4 0
4 4 0
Non Pesanggem
44.50 33.30
22.20
365 365 - 440
440
hidup minimal. UMR untuk Provinsi Jawa Tengah nilai terendah sebesar Rp.365.000,00 dan tertinggi Rp.440.000,00. UMR ini merupakan sejumlah
uang yang harus diterima atau dimiliki oleh seseorang dari hasil kerjanya yang dihitung untuk masa waktu 1 satu bulan sehingga dapat mencukupi
kebutuhan hidup minimal. Pada kenyataannya semakin tinggi pendapatan rumah tangga makin dapat mencukupi atau memenuhi tuntutan kebutuhan
sehari- hari terutama pangan, sandang, perumahan serta kesehatan. Hasil penelitian di lapangan adalah sebagai berikut tabel IV.4. dan gambar 4.4.:
TABEL IV.4. PENDAPATAN RUMAH TANGGA RESPONDEN
DI KAWASAN HUTAN REGALOH TAHUN 2006
Pesanggem Non Pesanggem
Pendapatan Rumah Tangga per Bulan X
Rp 1.000,00 Orang Orang
365 25
31,25 9
33,3 365 – 440
20 25,00
6 22,2
440 35
43,75 12
44,5 JUMLAH
80 100
27 100
Sumber: Data Primer, 2006.
Sumber: Data Primer, 2006.
GAMBAR 4.4. DIAGRAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA PESANGGEM DAN
NON PESANGGEM DI KAWASAN HUTAN REGALOH
Data di atas menunjukkan bahwa 68,35 pesanggem mempunyai pendapatan rumah tangga yang diasumsikan cukup untuk memenuhi
139
kebutuhan hidup. Pesanggem dengan penghasilan yang besarnya di bawah UMR masih sekitar 31,25. Artinya, masih ada 31,25 pesanggem yang
belum dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal baik dari hasil pemanfaatan lahan andil ditambah dengan pendapatan dari pekerjaan sampingan bagi
pesanggem yang memiliki pekerjaan sampingan.
Masyarakat di kawasan Hutan Regaloh yang menjadi pesanggem adalah masyarakat desa hutan yang tidak mempunyai lahan pertanian di luar
kawasan Hutan Regaloh. Pekerjaan sebagai pesanggem dijadikan sebagai sumber pendapatan rumah tangga yang utama. Dari hasil penelitian di
lapangan menunjukkan bahwa kondisi ekonomi rumah tangga pesanggem cukup bervariasi. Pendapatan rumah tangga yang disajikan dalam tabel di atas
merupakan gabungan antara pendapatan dari pekerjaan pokok dan pendapatan dari pekerjaan sampingan. Pekerjaan sampingan tersebut dilakukan pada
waktu senggang selama tidak sedang mengelola tanaman di lahan andil dengan dibantu oleh anggota rumah tangga lainnya istri dan anak atau
apabila ada pekerjaan borongan dari Perhutani. Tentu hal ini merupakan salah satu keuntungan menjadi pesanggem dibandingkan petani lainnya. Pekerjaan
borongan tersebut antara lain:
a. Pelaksanaan reboisasi. b. Pemeliharaan tanaman tegakan hutan, serta.
c. Kegiatan eksploitasi atau pemanenan hasil hutan. Simon 2000:192 menyatakan bahwa peranan masyarakat sekitar hutan dalam
pengelolaan hutan Jati di Jawa sampai sekarang sangat penting. Selama berabad-abad masyarakat sekitar hutan selalu terlibat dalam semua kegiatan di
hutan sehingga masyarakat sekitar hutan menguasai pengetahuan praktis tentang pengelolaan hutan Jati. Apabila ada pekerjaan kehutanan dan
membutuhkan perlibatan masyarakat untuk peningkatan pengelolaan hutan tanaman, tinggal mengkoordinir karena masyarakat sekitar hutan sangat
trampil dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
Tambahan penghasilan lain yang diperoleh pesanggem maupun pengurus LMDH adalah mendapatkan bagi hasil sharing sebagai
konsekuensi kerjasama antara Perhutani dengan LMDH karena ikut berusaha dalam hal pengamanan dan perlindungan hutan dari segala gangguan dengan
menyertai, mendampingi dan membantu kegiatan- kegiatan pengamanan yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani. Bagi hasil dari proses pengelolaan
sumberdaya hutan bersama masyarakat diberikan dalam bentuk uang tunai. Besarnya nilai uang dihitung berdasarkan proporsi hak kelompok masyarakat
desa hutan maksimal 25 setelah dikalikan dengan harga jual dasar HJD dengan memperhitungkan biaya eksploitasi dan biaya pemasaran Bab IV
Pasal 4 Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu.