20
Yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami
Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi, pun pola hidup kelompok. Jadi, yang berkatekese ialah seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok-
kelompok basis maupun disekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada
katekese sekatang. Penekanan peranan umat pada katekese ini sesuai dengan peranan umat pada pengertian Gereja itu sendiri.
Dari rumusan PKKI II menjelaskan bahwa yang menjadi peserta katekese adalah seluruh umat. Katekese tidak hanya ditujukan kepada sebagian umat tetapi
kepada semua umat yang terpanggil untuk mendalami iman secara terus menerus. Katekese juga dilaksanakan di paguyuban, sekolah dan perguruan tinggi.
Peserta katekese terbuka bagi umat yang belum dibaptis dan ingin mengenal Kristus katekumen sehingga seluruh umat memiliki peranan kedudukan
penting, ikut bertanggung jawab, dan aktif mengambil bagian di dalam kehidupan dan perkembangan katekese. Katekese milik umat, dari, oleh dan untuk umat
Heryatno, 2010: 5.
e. Sarana dan Metode Berkatekese
Dalam berkatekese diperlukan adanya sarana dan metode. Dengan adanya sarana dapat memudahkan peserta mendalami pengalaman hidupnya begitu juga
dengan metode yang menarik akan membuat proses katekese lebih menarik dan tidak membosankan sehingga tujuan katekese dapat tercapai. Yohanes Paulus II
dalam anjuran Catechesi Tradendae mengatakan bahwa: umur serta perkembangan nalar orang Kristen, taraf perkembangan rohani,
serta bentuk-bentuk kepribadian yang lainnya menjadi titik tolak dalam menggunakan metode dalam proses pembinaan sehingga tujuan pelaksanaan
katekese dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan CT, art. 51.
21
Pemilihan sarana dalam berkatekese perlu diperhatikan agar sarana yang digunakan tidak menggangu dalam proses katekese dan dipersiapkan sebaik
mungkin. Metode yang dipakai disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi peserta. Dalam Catechesi Tradendae, Yohanes Paulus II mengungkapkan pentingnya
sarana dalam berkatekese sebagai berikut: Kami menghimbau, agar prakarsa-prakarsa yang dimaksudkan untuk
memberi pembinaan Kristen kepada semua kelompok itu, memakai upaya- upaya yang cocok sarana-sarana audiovisual, buku-buku kecil, diskusi-
diskusi, pelajaran-pelajaran, makin bertambah banyak, serta memampukan banyak orang dewasa untuk menutup kekosongan akibat suatu katekese
yang serba kurang dan tidak memadai, untuk secara harmonis melengkapi pada taraf lebih tinggi katekese yang mereka terima waktu masih kanak-
kanan, atau bahkan untuk menyiapkan diri secukupnya di bidang itu, agar mampu menolong sesama secara lebih serius CT, art. 45.
Artikel di atas menjelaskan dalam memberikan pembinaan iman bahwa Yohanes Paulus II mengajurkan untuk menggunakan sarana yang cocok seperti
audiovisual, buku-buku kecil, diskusi pelajaran sehingga dapat menolong umat dalam menghayati iman. Para Katekis dituntut untuk lebih kreatif dalam
memanfaatkan sarana yang ada untuk berkatekese dengan melihat latar belakang belakang peserta katekese agar dapat membantu peserta katekese sehingga
imannya dapat berkembang. Metode-metode yang digunakan harus disesuaikan dengan usia, kebudayaan dan sikap-sikap pribadi yang bersangkutan EN, art. 44.
2. Model Katekese: Sotarae
a. Pengertian Model
Untuk memahami pengertian model dalam konteks katekese, perlulah terlebih dahulu memahami istilah pendekatan, strategi, metode, teknik dan model.
22
Pendekatan diartikan sebagai titik tolak terhadap proses pembelajaran. Strategi dalam konteks dunia pendidikan dikenal sebagai strategi pembelajaran. Dalam
melaksanakan strategi digunakan metode sebagai cara untuk melaksanakan strategi. Oleh karena itu, strategi dapat digunakan lebih dari satu metode sehingga
dalam menjalankan metode dapat menentukan teknik yang sesuai dengan metode. Model adalah suatu konstruksi teoritis, skematis, dan abstrak yang
menawarkan pokok-pokok pemikiran yang menghubungkan secara sistematis unsur-unsur pembentuk realitas dan hubungan-hubungannya Sumarno, 2011: 43
Model adalah pola pembelajaran dan dapat disebut dengan strategi Dapiyanta, 2012: 2. Sedangkan menurut Trianto 2009 :21 model diartikan
sebagai sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Model merupakan seperangkat untuk mewujudkan proses,
pemilihan media dan evaluasi. Banyaknya model dapat dipilih yang sesuai, efektif digunakan dan mempertimbangkan aspek-aspeknya sehingga tujuan yang
direncanakan dapat tercapai dengan melihat kekurangan dan kelebihan. Dari beberapa pengertian model di atas dapat disimpulkan bahwa model
dalam konteks katekese adalah suatu rencana atau pola yang disusun meliputi materi, media, metode dan langkah-langkah dalam proses katekese untuk
mencapai suatu tujuan.
b. Aspek– Aspek Model
Menurut Trianto 2009: 24-25, suatu model memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
23
1 Sintaks Pola urutan
Sintaks adalah urutan dari langkah-langkah dari serangkaian kegiatan. Urutan dalam model terdapat unsur yang sama. Sintaks dalam konteks
pembelajaran menunjuk pada kegiatan apa yang dilakukan guru dan siswa secara jelas Trianto, 2009: 24.
2 Prinsip reaksi
Prinsip reaksi merupakan hubungan timbal balik antara pendamping dengan peserta. Prinsip reaksi adanya partisipasi aktif. Dalam hal ini berkaitan bagaimana
pendamping memandu peserta, menanggapi pertanyaan peserta, merespon jawaban peserta bila diterapkan dalam konteks katekese.
3 Sistem sosial
Sistem sosial merupakan komponen-komponen dalam model yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam proses pembelajaran komponen tersebut
seperti adanya guru, siswa, kepala sekolah, karyawan dan kurikulum. Sedangkan dalam berkatekese adanya pendamping dan peserta.
4 Sistem pendukung
Sistem pendukung adalah semua hal yang dapat mendukung dalam model seperti adanya sarana, media, materi atau bahan yang diperlukan, alat dan bahan.
5 Dampak Instruksional dan Dampak pengiring
Dampak Instruksional adalah hasil yang dicapai sesuai tujuan secara langsung. Sedangkan dampak pengiring lebih pada hasil belajar lain yang
dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran.
24
c. Latar Belakang Sotarae
Pada tahun 1830, media komunikasi sosial mengalami perkembangan yang sangat besar sehingga dibagi menjadi empat golongan yaitu media raksasa, media
ukuran besar atau umum, ukuran sedang dan ukuran kecil. Adanya media komunikasi sosial dan kelompok muncul suatu diskusi kelompok di dalam
pertemuan kelompok yang disebut “group media”. Bahwa yang mendasari pertemuan adalah metode lama: melihat, menilai-bertindak Olivera, 1989: 13.
Tujuan dari pertemuan membuat hidup lebih manusiawi dan bermartabat. Pertemuan ini mempunyai maksud untuk bantuan berpikir, memberikan pendapat,
memperkaya pengetahuan dan membandingkan pandangan pribadi dengan pandangan oranglain. Cara yang dipakai untuk menganalisa dokumen dalam
group media menggunakan langkah-langkah sotarae. Sotarae adalah petunjuk untuk mempermudah pengkajian suatu dokumen Olivera, 1989: 32. Dokumen
tersebut seperti foto, majalah, film, surat kabar, kaset sebagai media untuk di dalami sehingga dapat menemukan pesan yang dapat berguna bagi kehidupan
peserta kemudian diwujudkan dalam tindakan konkret. Sotarae merupakan singkatan dari Situasi, Objektif, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi, Evaluasi.
d. Langkah-langkah Sotarae
Menurut Olivera 1989: 30-32, langkah-langkah sotarae dapat diuraikan sebagai berikut:
1 S : Situasi
Langkah pertama menjajagi kesan dari peserta dari dokumen yang telah ditampikan di dalam pertemuan. Dokumen meliputi film, surat kabar, potongan
25
majalah, poster, kaset, permainan, bahasa foto, cerita bergambar, peristiwa. Pada langkah ini pendamping memberikan suatu pertanyaan kepada peserta misalnya
tentang perasaan yang muncul ketika melihat dokumen atau hal apa saja yang diungkapkan dalam dokumen yang telah ditampilkan.
2 O : Objektif
Langkah kedua peserta diajak untuk melihat, menemukan fakta objektif yang ada didalam dokumen dan bagaimana fakta tersebut mempengaruhi
kehidupan. Pada langkah ini menulusuri dengan detail seperti tokoh, alur dan isi. Tujuan yang ingin dicapai dalam langkah kedua yaitu mengembangkan
kemampuan mengobservasi, mengungkapkan apa yang telah dilihat dan didengar serta menyediakan waktu yang cukup untuk mengendapkan buah-buah pikiran,
sehingga penilaian yang tergesa-gesa dihindari. Dalam langkah ini menelusuri isi dari suatu dokumen meliputi tokoh, jalan cerita dan isi cerita.
3 T : Tema
Pada langkah ketiga setelah melihat dan menemukan fakta objektif atau pokok-pokok pesan kemudian merumuskan tema. Tema pokok dibuat sesuai
prioritas untuk dibahas. 4
A : Analisis Langkah keempat membuka pembicaraan dengan membahas tema yang
telah dipilih kemudian dianalisis. Unsur-unsur yang diikutsertakan dalam menganalisis seperti apa yang menonjol jelas, hal implisit dan jelas meskipun
tidak terlihat, sebab-akibat, latar belakang, fakta, orang, tokoh yang diuntungan
26
maupun yang dirugikan dan situasi. Dalam langkah analisis memberikan suatu gambaran mengenai tema yang dianalisis.
5 R : Rangkuman
Langkah kelima pendamping merangkum sambil menunjukkan persoalan- persoalan yang telah menjadi jelas maupun yang masih harus dipikirkan lebih
lanjut. Dalam langkah ini ditarik kesimpulan yang menjadi inti dari hasil diskusi pertemuan bersama.
6
A : Aksi
Langkah keenam merencanakan suatu aksi atau tindakan nyata bersama- sama maupun pribadi. Dalam langkah aksi ini berupa usulan konkret dan
dilakukan. 7
E : Evaluasi Langkah yang terakhir mengevaluasi dari proses yang telah dilaksanakan.
Hal ini perlu untuk memperbaiki pertemuan selanjutnya dan bisa digunakan untuk mengevaluasi aksi yang telah dilaksanakan.
e. Unsur – Unsur Pokok Sotarae
Menurut Olivera 1989: 19-20, unsur-unsur pokok sotarae sebagai berikut: 1
Kelompok Orang Kelompok orang yang dimaksud seperti kaum muda, guru, murid, pasangan
suami istri, serikat buruh, dan lain-lain atau orang yang berminat untuk memperluas pengetahuan mengenai suatu persoalan. Hal yang ditekankan adalah
keterlibatan peserta untuk mengungkapkan pendapat pribadi dan keberanian untuk