Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

Bab I memuat tentang latar belakang masalah penelitian ini, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menuliskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan situasi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, ahlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan baik untuk dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara Sudrajat, 2010; Badan Satuan Nasional Pendidikan, 2006. Jika kita memperhatikan pendidikan di negara kita saat ini khususnya di sekolah dasar, tentunya belum sampai pada taraf yang diinginkan oleh negara kita agar sesuai dengan isi dari Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003. Uno 2011: 220 “kondisi pendidikan di negara kita dewasa ini, lebih diwarnai oleh pendekatan yang benitik beratkan pada model belajar konvensional seperti ceramah”. Proses pembelajaran di sekolah dasar masih cenderung bersifat tradisional dan pasif, serta belum mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa secara optimal. Seperti yang dikatakan Uno 2011: 220 “di sekolah saat ini ada indikasi bahwa pola pembelajaran bersifat teacher centered . Kecenderungan pembelajaran ini, mengakibatkan lemahnya 1 pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak optimal”. Kegiatan pembelajaran di sekolah dasar SD Negeri Plaosan 1 Mlati juga cenderung masih menggunakan proses pembelajaran tradisional yang pusat pembelajaran berpusat pada guru teacher centered. Pembelajaran tradisional tersebut terlihat saat proses pembelajaran di SD Negeri Plaosan 1 Mlati khusunya di kelas V. Kelas V terdiri dari 25 siswa, terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Peneliti melakukan observasi langsung ke dalam kelas V SD Negeri Plaosan 1 pada tanggal 25 Oktober 2012 dan tanggal 19 November 2012 untuk mengamati proses pembelajaran IPS. Observasi langsung dilakukan peneliti dengan mengamati subjek atau hal yang mau diteliti, terjun langsung dengan melihat, merasakan, mendengarkan, berpikir tentang subjek atau hal yang diteliti. Peneliti mengamati berbagai aktivitas kegiatan siswa yang menunjukan indikator- indikator keaktifan menggunakan lembar observasi keaktifan. Indikator-indikator keaktifan yang diamati seperti, bertanya kepada guru dan teman tentang materi pembelajaran IPS saat proses pembelajaran, mengemukakan pendapat ketika berdiskusi kelompok, dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dalam proses pembelajaran IPS. Selain melakukan observasi berbagai aktivitas kegiatan yang dilakukan siswa peneliti juga melakukan observasi cara guru kelas dalam menyampaikan materi pembelajaran IPS untuk mengetahui cara guru mengajar. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SD Negeri Plaosan 1 Mlati, terlihat bahwa proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru relatif masih bersifat tradisional, yaitu guru sebagai pusat pembelajaran dan siswa sebagai objek pembelajaran sehingga jika guru tidak ada di dalam kelas siswa tidak dapat melaksanakan proses pembelajaran. Seperti yang di ungkapkan Sanjaya 2010: 208 “dalam kegiatan belajar mengajar guru memegang peran yang sangat penting. Jika tidak ada guru di dalam kelas kegiatan belajar mengajar tidak dapat terlaksana”. Selain itu juga terlihat saat proses pembelajaran siswa kurang memperhatikan saat guru menyampaikan materi pelajaran IPS. Keaktifan siswa saat proses pembelajaran IPS berlangsung juga masih kurang dan bahkan siswa cenderung pasif. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran IPS dapat dilihat dari indikator-indikator keaktifan belajar siswa, yaitu ketika guru bertanya kepada siswa “apakah ada pertanyaan?”, siswa kebanyakan tidak menjawab pertanyaan dan diam. Siswa yang bertanya berjumlah 5 siswa dari jumlah 25 siswa dengan persentase 20 . Ketika guru meminta pendapat kepada siswa “mengerjakanya di LKS atau di buku tulis? ”, siswa yang mengemukakan pendapat berjumlah 4 dari jumlah 25 siswa dengan persentase 16. Ketika guru meminta siswa untuk mengerjakan LKS, tetapi siswa justru berbisik-bisik dengan teman lainya, ada yang sibuk dengan kegiatanya masing-masing dan justru tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru. Jumlah siswa yang mengerjakan tugas dalam proses pembelajaran IPS berjumlah 8 dari jumlah 25 dengan persentase 32 . Selain observasi peneliti juga melakukan tanya jawab guru kelas V di SD Negeri Plaosan 1 Mlati komunikasi pribadi, 12 September 2012. Hasil wawancara kepada guru tersebut memberikan informasi tentang latar belakang keluarga dan pendidikan dari siswa di sana, “latar belakang keluarga siswa kebanyakan bekerja sebagai buruh, yang bekerja dari pagi sampai sore dan malamnya untuk beristirahat, jadi tidak ada waktu bagi siswa untuk mendapat pendampingan mengenai pendidikan dari orang tua. Tingkat kesadaran orang tua mengenai pendidikan sangatlah rendah, mereka hanya berfikir asal siswanya sekolah sudah cukup ”. Hal ini yang menjadikan siswa kurang bisa memahami materi pelajaran yang berdampak pada prestasi belajar siswa di sekolah. Diperkuat juga oleh guru selanjutnya yang mengatakan “di kelas V saat pembelajaran siswanya kurang antusias mengikuti pembelajaran dan perhatian siswa pada pembelajaran kurang ”. Saat jam istirahat, peneliti juga berkesempatan bertanya jawab kepada siswa kelas V mengenai proses pembelajaran IPS di kelas V komunikasi pribadi, 12 Sept ember 2012. Peneliti bertanya “dek kamu suka pelajaran IPS gak?”, jawab siswa “aku gak suka mas, soalnya banyak menghafal”. Selain bertanya kepada siswa peneliti juga bertanya jawab dengan guru kelas V agar memperkuat keterangan yang diberikan siswa. komunikasi pribadi, 12 September 2012 guru mengatakan bagaimana proses pembelajaran IPS, “saat pembelajaran IPS siswa tidak aktif dan cenderung pasif saat diberikan materi, saat diberikan tugas siswa ramai dan sibuk sendiri dengan kegiatanya, mungkin itu disebabkan siswa kurang tertarik dengan pembelajaran IPS yang materinya masih abstrak bagi siswa dan kurang menarik bagi siswa ”. Penjelasan tentang proses pembelajaran pelajaran IPS dan hasil tanya jawab di atas mengindikasikan bahwa keaktifan belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, yang menyebabkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran IPS menjadi kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai prestasi belajar siswa dan jumlah siswa yang lulus KKM pada mata pelajaran IPS masih kurang. Menurut data yang peneliti peroleh, prestasi belajar siswa pada pelajaran IPS selama tiga tahun terakhir masih banyak siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. KKM mata pelajaran IPS di SD Negeri Plaosan 1 yang ditetapkan yaitu 60. Pada tahun 20122013 nilai-nilai ulangan harian yang di dapatkan siswa untuk mata pelajaran IPS di kelas V SD Negeri Plaosan 1 masih mendapatkan nilai rata- rata kelas yang rendah sebesar 56.72. Dokumen ulangan harian siswa menunjukan bahwa dari jumlah 25 siswa masih ada 11 siswa atau sebesar 44 siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Sementara pada tahun 20112012 nilai-nilai ulangan harian yang di dapatkan siswa untuk mata pelajaran IPS di kelas V SD Negeri Plaosan 1 juga masih mendapatkan nilai rata-rata kelas yang rendah sebesar 61.5. Dokumen ulangan harian siswa juga menunjukan bahwa dari jumlah siswa 24 masih ada 10 siswa atau 41,66 siswa mendapat nilai dibawah KKM. Ditambah nilai ulangan harian pada tahun 20102011 nilai-nilai ulangan harian yang didapat siswa untuk mata pelajaran IPS di kelas V SD Negeri Plaosan 1 masih mendapatkan nilai rata-rata kelas yang rendah sebesar 58.6. Dokumen ulangan harian siswa juga menunjukan bahwa dari jumlah 23 siswa masih ada 11 siswa atau sebesar 47.82 siswa mendapat nilai dibawah KKM. Maka rata-rata untuk keseluruhan nilai siswa yang sudah mencapai KKM atau melebihi KKM selama 3 tahun terakhir sebesar 55.50 dan nilai rata-rata mata pelajaran IPS selama 3 tahun terakhir sebesar 58.94. Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan mengenai proses pembelajaran, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran yang bersifat tradisional dan berpusat pada guru teacher centered dapat menyebabkan siswa cenderung menjadi pasif dalam proses pembelajaran. Hal itu dapat mengakibatkan potensi yang dimiliki siswa kurang bisa berkembang dengan maksimal, karena siswa menjadi objek belajar dari guru. Seperti yang di ungkapkan Uno 2011: 220 “di sekolah, saat ini ada indikasi bahwa pola pembelajaran bersifat teacher centered . Kecenderungan pembelajaran ini, mengakibatkan lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak optimal”. Sependapat dengan Uno, Sanjaya 2010: 209 mengatakan sebagai objek belajar, kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai minat dan bakatnya, bahkan untuk belajar sesuai dengan gayanya sangat terbatas. Sebab, dalam proses pembelajaran segalanya diatur dan ditentukan oleh guru. Siswa menjadi kurang bisa aktif dalam proses pembelajaran karena dalam proses pembelajaran tradisional ini guru terlihat lebih berperan aktif dari pada siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan kecenderungan proses pembelajaran di sekolah dasar saat ini masih berpusat pada guru yang menggunakan metode klasikal seperti ceramah dan tanya jawab, sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaranan yang berpusat pada guru tersebut berakibat pada tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang masih rendah. Di dalam kelas siswa duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikan guru, serta sedikit kesempatan bagi siswa untuk bertanya kepada guru. Uraian diatas menunjukkan bahwa keaktifan belajar siswa dalam kelas masih kurang sehingga berdampak pada prestasi belajar yang rendah. Kurangnya keaktifan dan prestasi belajar siswa saat proses pembelajaran dikarenakan proses pembelajaran IPS yang masih bersifat tradisional. Saat proses pembelajaran IPS berlangsung siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran dan bahkan cenderung pasif. Rendahnya keaktifan dan prestasi belajar siswa disebabkan karena materi pelajaran IPS yang masih abstrak bagi siswa dan kurang menarik bagi siswa, karena cara menyampaikan meteri ajar IPS oleh guru belum menggunakan metode yang sesuai. Guru masih menggunakan proses pembelajaran tradisional, yang berpusat pada guru teacher center bukan berpusat pada siswa student center. Sehingga siswa kurang terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran IPS, karena dalam pembelajaran tradisional guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab, penugasan, dan sedikit kesempatan bagi siswa untuk bertanya serta berdiskusi. “Guru masih menggunakan metode ceramah dan penugasan sehingga menyebabkan siswa pasif” Uno, 2012: 75. Bagi siswa metode-metode tersebut merupakan metode yang membosankan dan kurang menarik sehingga berdampak pada prestasi dan keaktifan siswa dalam pelajaran IPS. Proses pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa begitu juga sebaliknya, yang bertujuan untuk mempelajari suatu materi tertentu . Seperti yang diungkapkan oleh Winkel 2004: 59 “belajar merupakan aktivitas mentalpsikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pemahaman- pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan ini bersifat relatif konstan dan berbekas”. Sependapat dengan Winkel, Sanjaya 2010: 235 mengatakan “belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku”. Sementara itu John Dewey dalam Uno, 2012: 196 bahwa belajar adalah apa yang menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri. Proses pembelajaran yang berpusat pada guru teacher centered mengakibatkan siswa cenderung menerima segala informasi yang diberikan oleh guru, sehingga sedikit kesempatan bagi siswa untuk bertanya. Seperti yang di ungkapkan Sanjaya 2010: 209 “peran siswa adalah sebagai penerima informasi yang diberikan guru. Dalam pembelajaran yang berpusat pada guru teacher centered proses pembelajaran mengarah pada hasil akhir proses pembelajaran nilai”. Hasil akhir proses pembelajaran nilai dijadikan oleh guru sebagai target utama proses pembelajaran, sehingga guru mengesampingkan proses pembelajaran yang seharusnya dikuasai siswa. Proses pembelajaran yang baik melihat keberhasilan siswa tidak hanya dari hasil akhir proses pembelajaran nilai, tetapi melihat pada sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran. Sanjaya 2010: 210 “keberhasilan suatu proses pengajaran diukur sejauh mana siswa dapat m enguasai materi pelajaran yang disampaikan guru”. Proses belajar mengajar yang baik harusnya berpusat pada siswa student center yaitu siswa sebagai subjek belajar agar siswa dapat belajar secara maksimal. Seperti yang dikatakan Sanjaya 2010: 214 “siswa tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimilikinya. Bukanlah pada guru teacher center sebagai pusat b elajar”. Melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar mengajar dan didukung dengan fasilitas sarana dan prasarana yang baik seperti: rancangan kegiatan, sumber belajar, alat peraga, dan media, dapat membuat siswa aktif membangun pengetahuanya sendiri. Tujuan pembelajaran yang baik yaitu melihat keberhasilan siswa tidak hanya dari hasil akhir proses pembelajaran yang berupa nilai, tetapi melihat pada sejauh mana siswa dapat mengubah kemampuanya dalam proses pembelajaran dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti yang dikatakan Sanjaya 2010: 215 “tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai”. Begitu juga dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS di sekolah dasar harusnya juga seperti penjelasan sebelumnya yaitu dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa student center dan melihat siswa sebagai subjek belajar. Berdasarkan fakta dan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, untuk mengoptimalkan keaktifan dan prestasi belajar siswa diperlukan langkah-langkah yang tepat yang dapat digunakan untuk mengatasi hal-hal tersebut. Metode pembelajaran tradisional yang selama ini digunakan harus diubah dengan metode pembelajaran inovatif yang bisa menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Pemilihan metode juga harus disesuaikan dengan materi ajar yang akan disampaikan dalam suatu mata pelajaran tertentu. Bahan materi dalam pelajaran IPS masih bersifat abstrak bagi siswa karena materi dan konsep-konsep yang terdapat di dalamnya berisi tentang kejadian- kejadian yang terjadi di masa lalu. Sedangkan siswa sekolah dasar kelas V masih berusia antara 7-11 tahun dimana kemampuan berpikir siswa masih berada dalam tingkatan operasional konkret yang tingkat pemahamanya belum begitu mampu memahami materi dan konsep-konsep yang abstrak, seperti yang di ungkapkan oleh Sanjaya 2008: 263 “fase operasional konkret, karena pada masa ini pikiran anak terbatas pada objek-objek yang ia jumpai dari pengalaman-pengalaman langsung”. Oleh sebab itu peneliti harus pandai memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang cocok untuk menyampaikan materi dan konsep-konsep yang masih abstrak. Pemilihan metode tersebut bertujuan agar siswa menjadi tertarik untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran dan siswa menjadi paham mengenai materi dan konsep-konsep yang masih abstrak sehingga siswa tidak hanya sekedar menghafalnya saja. Guru dapat menggunakan salah satu metode pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman mengenai konsep-konsep yang masih abstrak bagi siswa, salah satunya dengan menggunakan metode role playing. Peneliti memilih menggunakan metode role playing karena dengan menggunakan metode ini dapat menjadikan materi IPS yang abstrak menjadi konkrit seperti yang dikatakan Zaini 2008: 100 bahwa role play digunakan dengan alasan karena menjadikan problem yang abstrak menjadi kongrit dan melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang langsung dan eksperiensial. Selain itu Zaini 2008: 98 juga mengatakan “role playing adalah aktivitas pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan- tujuan pendidikan yang spesifik”. Role playing mendukung siswa mengespresikan perasaannya dan juga melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan. Zaini 2008: 104 mengungkapkan pendekatan role playing yang bisa digunakan di dalam kelas untuk pembelajaran yang membahas materi yang terjadi di masa lampau, diantaranya: Pendekatan berbasis spekulasi speculative-based approach. Dalam pendekatan ini peserta didik dilibatkan dalam membuat spekulasi terhadap pengetahuan masa lalu, peristiwa masa lampau, atau yang akan datang dengan menggunakan aspek-aspek yang diketahui dari wilayah subjek tertentu dan pengetahuan yang dimiliki secarainteraktif. Pendekatan ini siswa diharapkan: 1 membangkitkan pengetahuan untuk mengisi celah antara informasi yang diketahui dengan yang tidak diketahui, 2 menggunakan bukti untuk membuat penilaian yang berdasar, 3 merekonstruksi kemudian merepresentasi interaksi tertentu untuk menganalisis peristiwa. Penjelasan di atas menjelaskan bahwa metode role playing bisa digunakan untuk menyampaikan dan membahas materi IPS yang kebanyakan masih bersifat abstrak dan terjadi di masa lalu. Selain itu Sudjana 2005: 206 menunjukan hubungan antara metode kegiatan pembelajaran dengan aspek tingkah laku, yaitu untuk mengembangkan aspek tingkah laku sikap penyerapan perasaan melalui pengalaman baru yang berhasil cocok menggunakan metode bermain peran. Tingkah laku sikap yang dikembangkan adalah tingkah laku yang menunjukan keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran melalui kegiatan bermain peranrole playing. Sementara itu Davies dalam Uno Muhammad, 2011: 220 mengemukakan “penggunaan role playing dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan-tujuan afektif”. Penggunaan metode role playing diharapkan membuat siswa mampu mengalami proses belajarnya secara nyata melalui berbagai peran yang diperankanya, semisal saat memainkan peran tokoh-tokoh penting dalam proklamasi dan peristiwa-peristiwa penting sebelum proklamasi kemerdekaan negara Indonesia. Pendapat para tokoh di atas juga di perkuat oleh hasil penelitian yang telah diteliti dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu Sulistiyaningrum 2011; Pamungkas P. 2010; Sadali 2000; dan Wintala 2011 yang membuktikan bahwa metode role playing dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Oleh sebab itu peneliti melakukan penelitian sebagai upaya meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas V dalam mata pelajaran IPS menggunakan metode role playing , dengan judul “Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati menggunakan metode role playing ”. Penggunaan metode role playing, diharapkan keaktifan dan prestasi belajar siswa dapat meningkat.

1.2 Pembatasan Masalah