commit to user 49
harga  daging  sapi  itu  sendiri  dan  pendapatan  per  kapita.  Saat  krisis ekonomi  produksi  dan  permintaan  daging  sapi  dalam  negeri  masing-
masing  1,3  dan  0,5  kali  lebih  rendah  dibanding  sebelum  krisis ekonomi. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa harga riil
daging  sapi  dalam  negeri  saat  krisis  ekonomi  sebenarnya  sekitar  3,7 kali  lebih  rendah  dibanding  sebelum  krisis  ekonomi.  Hal  ini  diduga
terjadi  akibat  laju  peningkatan  inflasi  lebih  dari  3  kali  dibanding  laju peningkatan  harga  nominalnya.  Hasil  proyeksi  menunjukkan  bahwa
dalam  sepuluh  tahun  kedepan  ketergantungan  Indonesia  akan  daging sapi  impor  semakin  besar.  Hal  ini  terlihat  pada  tahun  2000,  produksi
daging  sapi  dalam  negeri  masih  mampu  memenuhi  kebutuhan konsumsi  daging  dalam  negeri  sebesar  93,  sedangkan  pada  tahun
2009  diperkirakan  proporsi  tersebut  berubah  menjadi  79  dibanding 21.
b. Analisis Peramalan Penawaran dan Permintaan
Penelitian  Contreras  et  al.  2003:  1014-1020  dengan  judul ARIMA  Models  to  Predict  Next-Day  Electricity  Prices  menggunakan
dua model ARIMA untuk meramalkan harga perjam pada penggunaan listrik di Spanyol dan California. Pada model Spanyol perlu  lima jam
untuk  meramalkan  harga  yang  akan  datang,  sebaliknya  pada  model California  hanya  memerlukan  dua  jam  saja.  Perbedaan  ini  mungkin
disebabkan oleh perbedaan struktur penawaran dan kepemilikan. Rata- rata  eror  pada  pasar  Spanyol  berkisar  antara  10  dengan  dan  tanpa
commit to user 50
variabel penjelas, dan berkisar  5 pada periode yang stabil dari pasar California  berkisar  11  selama  tiga  minggu,  dan  tanpa  variabel
penjelas.  Di  Spanyol,  variabel  penjelas  hanya  diperlukan  pada  bulan dengan  korelasi  yang  tinggi  antara  produksi  hidro  yang  tersedia  dan
harga.  Sedangkan  pada  bulan  yang  lainnya,  dampak  ini  tidak  ada. Untuk kedua pasar tersebut, tidak ada eror yang  layak, diambil dalam
jumlah  sifat  yang  kompleks  dari  harga  time  series  dan  hasil sebelumnya  dilaporkan  dalam  literature  teknis,  sebagian  berasal  dari
Artificial  Neural  Networks.  Peramalan  harga  menjadi  semakin dibutuhkan oleh produsen dan konsumen pada pasar listrik  kompetitif
yang baru. Baik untuk penempatan pasar dan kontrak jangka panjang, peramalan harga diperlukan untuk mengembangkan penawaran strategi
atau  kemampuan  negosiasi  dengan  tujuan  untuk  memaksimalkan keuntungan.  Penelitian  ini  menggunakan  metode  untuk  meramalkan
harga  listrik  harian  dengan  metode  ARIMA.  Teknik  ARIMA digunakan  utnuk  menganalisis  data  time  series,  dahulu  dipakai  untuk
meramalkan  beban  penggunaan  listrik,  dengan  tingkat  akurasi  dan matematika yang baik.
Nochai dan Titida 2006: 1-7 dalam penelitiannya yang berjudul ARIMA  Model  for  Forecasting  Oil  Palm  Price  menggunakan  tiga
model  untuk  meramalkan  harga  minyak  yaitu  harga  petani,  harga grosir, dan harga minyak murni untuk periode lima tahun, 2000-2004.
Tujuan  dari  penelitian  ini  adaah  untuk  menemukan  model  ARIMA
commit to user 51
yang  tepat  untuk  meramalkan  ketiga  bentuk  harga  minyak  sawit dengan  memperhatikan  rata-rata  persentase  eror  absolute  yang
minimum the minimum of mean absolute percentage error – MAPE. Hasil peramalannya adalah sebagai berikut:
a  Model  ARIMA  untuk  meramalkan  harga  minyak  sawit  di  tingkat petani  adalah  ARIMA  2,1,0  dengan  bentuk  model
俰 俰
1
0,4621  俰
1
俰
2
0,3899  俰
2
俰
3
dengan MAPE
13,23 . b  Model  ARIMA  untuk  meramalkan  harga  minyak  sawit  di  tingkat
grosir  adalah  ARIMA  1,0,1  atau  ARMA  1,1  dengan  bentuk model
俰 3,106 0,8039 俰
1
0,3466
1
dengan  MAPE 9,01 .
c  Model  ARIMA  untuk  meramalkan  harga  minyak  sawit  murni adalah  ARIMA  3,0,0  atau  AR  3  dengan  bentuk  model
俰 1,8778 1,4313 俰
1
0,8840 俰
2
0,3781 俰
3
dengan MAPE 5,27 .
Penelitian Ratna Allyne 2004:  1-152 dengan judul  Peramalan Permintaan  Beberapa  Komoditi  Sayuran  Pada  PT.  Saung  Mirwan,
Bogor  bertujuan  untuk  i  mengetahui  bagaimana  pola  permintaan brokoli, kedelai jepang, lettuce head, tomat ceri, dan tomat rianto, dan
ii  mengetahui  metode  peramalan  apa  yang  sesuai  untuk  peramalan permintaan kelima jenis sayuran tersebut. Penelitian  ini menggunakan
metode  kuantitatif  yang  terdiri  dari  metode  time  series  dan  kausal
commit to user 52
regresi.  Metode  time  series  menggunakan  data  permintaan  aktual tahun  2000  –  Agustus  2003,  sedangkan  metode  regresi  menggunakan
data  tahun  2000  –  Agustus  2003  dengan  variabel  independen permintaan  sebelumnya,  harga  jual  rata-rata  dan  periode  waktu.
Peramalan dilakukan
pada  masing-masing komoditi
dengan menggunakan
metode kuantitatif
terbaik. Hasil
penelitian menunjukkan  bahwa  pola  data  permintaan  pada  kelima  komoditi
sayuran  tidak  stasioner  dimana  terdapat  unsur  trend  dan  musiman. Metode  terbaik  berdasarkan  nilai  MSE  terkecil  adalah  ARIMA,
kecuali  pada  komoditi  kedelai  Jepang.  Persamaan  permintaan  untuk masing-masing komoditi adalah :
a  brokoli → ARIMA 2,0,0
俰 150,28 0,5649 俰
1
0,215俰
2
; b  kedelai jepang
→ dekomposisi multiplikatif 俰
2348,79 0,330530 ;
c  lettuce head → ARIMA 2,1,1
1 0,7859
0,1383 1
俰 2,058 1
0,9895 ;
d  tomat ceri → ARIMA 3,1,1
1 0,5714
0,0937 0,2035
1 俰
2,4367 1 0,9915
; e  tomat rianto
→ ARIMA 3,0,0 俰
296,8 0,4884
1
0,1229俰
2
0,2041俰
3
commit to user 53
Penelitian  Kardoyo  dan  Mudrajat  2002:  7-20  tentang  Analisis Kurs  Valas  dengan  Pendekatan  Box-Jenkins:  Studi  Empiris  RpUS
dan  RpYen,  1983.2-2000.3  menyimpulkan  bahwa:  i  dengan  cocok dan  layaknya  model  kurs  valas  Frenkel-Bilson  yang  melibatkan
variabel  fundamental  ekonomi  jumlah  uang  beredar  JUB,  tingkat pendapatan  nasional,  dan  tingkat  suku  bunga,  serta  signifikannya
variabel-variabel  fundamental  ekonomi  tersebut  dalam  menjelaskan fluktuasi  kurs  RpUS,  menghasilkan  temuan  bahwa  doktrin  paritas
suku  bunga  interest  rate  parity  berlaku  dalam  mempengaruhi fluktuasi  kurs  valas  RpUS ;  ii  model  kurs  valas  kasus  Indonesia
yang melibatkan variabel  fundamental ekonomi, jumlah uang beredar, tingkat  pendapatan  nasional,  dan  tingkat  inflasi  serta  signifikannya
variabel-variabel  fundamental  ekonomi  dalam  model  tersebut  dalam menjelaskan  fenomena  fluktuasi  kurs  RpUS  memberikan  hasil
bahwa  model  tersebut  layak  dan  cocok  untuk  diterapkan  untuk menganalisis kurs RpUS. Variabel tingkat  inflasi Indonesia terhadap
Amerika  Serikat  signifikan  dalam  menjelaskan  fenomena  fluktuasi kurs RpUS. Hal  ini menghasilkan kesimpulan bahwa doktrin paritas
daya  beli  juga  berlaku  dalam  mempengaruhi  fluktuasi  kurs  RpUS; iii  ketiga  model  kurs  valas  yaitu  model  kurs  valas  Frenkel-Bilson,
Dornbusch-Frankel,  maupun  model  Hooper-Morton  tidak  bisa diterapkan  untuk  menganalisis  fluktuasi  kurs  RpYen.  Model  kurs
RpYen  dengan  melibatkan  variabel  jumlah  uang  beredar  dan  tingkat
commit to user 54
inflasi  justru  mampu  menjelaskan  fenomena  fluktuasi  kurs  RpYen. Variabel  tingkat  inflasi  Indonesia  terhadap  inflasi  Jepang  bertanda
positif dan signifikan. Ini berarti doktrin paritas daya beli purchasing power  parity  juga  berlaku  dalam  mempengaruhi  fluktuasi  kurs
RpYen.
B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah