PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

(1)

commit to user

i

PERAMALAN

PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS PADA ERA OTONOMI DAERAH

DI KABUPATEN SUKOHARJO

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Magister Agribisnis

Minat Utama: Ekonomi Pertanian

Diajukan Oleh: Eka Dewi Nurjayanti

S 640809001

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

PERAMALAN

PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS PADA ERA OTONOMI DAERAH

DI KABUPATEN SUKOHARJO

TESIS Disusun oleh: Eka Dewi Nurjayanti

S 640809001

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Ir. Kusnandar, M.Si NIP. 19670703 199203 1 004

... ...

Sekretaris Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001

... ...

Anggota 1 Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si NIP. 19660611 199103 1 002

... ...

Anggota 2 Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP NIP. 19480808 197612 2 001

... ...

Mengetahui: Ketua Program Studi Magister Agribisnis Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS

NIP. 19570104 198003 2 001 ... ... Direktur PPs UNS

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D.


(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO, dengan tujuan untuk melengkapi persyaratan guna mendapatkan gelar Magister Agribisnis Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, M.S, selaku Ketua Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga sebagai penguji yang banyak memberikan masukan, saran, dan motivasi dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan sebagai bagian dari keluarga besar Program Studi Magister Agribisnis dan semoga program studi ini semakin berkembang dan sukses pada waktu yang akan datang.

3. Dr. Ir. Kusnandar, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga sebagai penguji. Terima kasih telah memberikan arahan, motivasi dan saran selama proses perkuliahan.


(4)

commit to user

iv

4. Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si, selaku pembimbing utama yang sangat inspiratif dan solutif. Terima kasih telah berkenan mendampingi, meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, serta banyak memberikan arahan, motivasi, kritik, dan saran selama proses penyusunan tesis ini.

5. Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP, selaku pembimbing pendamping yang inspiratif dan solutif. Terima kasih telah memberikan banyak arahan, masukan, kritik dan saran, serta motivasi dan nasihat selama proses penyusunan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama masa perkuliahan penulis di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Staff administrasi Program Studi Magister Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan banyak bantuan dalam hal administrasi dan seminar.

8. Bappeda Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

9. Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistika, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo dan BPS Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan banyak informasi dan data-data penting dalam penelitian penulis ini.

10. Orang tuaku tercinta Bapak Ilyas Zainal S.Pd dan Ibu Esti Handayani S.Pd, terima kasih atas segala bimbingan, didikan, doa, dukungan, motivasi,


(5)

commit to user

v

nasihat, dan kasih sayang, serta kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

11. Adik-adikku Ristiya Dwi Anggraeni dan Wahyu Tri Widyastuti terima kasih atas doa, dukungan, dan semangat yang semakin mempererat persaudaraan kita.

12. Seluruh Keluarga Besar Eyang Djamat Suharjono dan Eyang Kasmad yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan, motivasi, dan bantuan bagi penulis.

13. Sahabat terbaikku Ika Dewi Puspita Sari (Alm.) terima kasih untuk indahnya kebersamaan dan persahabatan yang akan selalu memotivasi penulis untuk terus berkarya.

14. Sahabat sekaligus saudaraku, Nita, Dede, Ncit, Putri, Yaning, Wilis, Era, abang Arief, dan Heri. Tidak hanya sahabat tapi kalian adalah teman, saudara, dan keluarga yang senantiasa menemaniku untuk lebih memahami makna hidup.

15. Untuk “abang” yang telah mengajarkan banyak hal untuk selalu sabar dan terus berusaha. Terima kasih untuk kebersamaan, kesabaran, motivasi, nasehat dan semangat yang diberikan.

16. Teman seperjuangan, Tri R. Setyowati. Kebersamaan, perjuangan, dan kesabaran yang dilalui bersama telah memberikan banyak warna dan cerita hingga pada akhirnya kita berhasil menyelesaikan penelitian ini.

17. Teman-teman Magister Agribisnis, Tri Rahayu S., Umi Nur S., Tria Rosana, Sasono Kurniadi, Candra Sukmana, Irma Wardhani, Putriesti Mandasari,


(6)

commit to user

vi

Suratno, Farid Sunarto, Endang Tien, dan Sutopo. Teman-teman seperjuangan yang memberikan banyak cerita, kebersamaan, motivasi dan bantuan serta persahabatan yang unik dan penuh warna.

18. Teman-teman “siap dan pasti kaya team”, Agrobisnis 2005: diantaranya Siti, Niken, Triana, Pandan, Hafid, Simbah, Gulan, Luthfi, Cecep. Bersama kalian banyak memberikan warna dalam hidup. Terima kasih juga untuk bantuannya.

19. Sekartaji crew: Lina, Kuning, Rima, Sarah, Umi, Sari, Sulis terima kasih untuk keceriaan, kebersamaan, bantuan dan semuanya.

20. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan tesis ini dan memberi dukungan, doa dan semangat bagi penulis untuk terus berjuang.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun di kesempatan yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga sumbangan pemikiran ini akan dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak . Terimakasih.

Wassalaamu’alaikum. Wr. Wb.

Surakarta, Agustus 2011


(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

RINGKASAN ... xvi

SUMMARY ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Kegunaan Penelitian ... 15

II. LANDASAN TEORI ... 16

A. Tinjauan Pustaka ... 16

1. Beras ... 16

2. Otonomi Daerah ... 18

3. Permintaan ... 20

4. Penawaran ... 24

5. Regresi Atas Variabel Dummy ... 27

6. Model Persamaan Simultan ... 29

7. Peramalan ... 30

8. Penaksiran dan Peramalan Permintaan ... 32

9. Analisis Deret Waktu (Time Series) ... 34

10. Metode Box-Jenkins (ARIMA) ... 37

11. Penelitian Terdahulu ... 46

a. Analisis Penawaran dan Permintaan... 46

b. Analisis Peramalan Penawaran dan Permintaan ... 49

B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 54

1. Metode ARIMA (Box-Jenkins)... 54

2. Model Persamaan Simultan ... 57

C. Pembatasan Masalah ... 60

D. Asumsi - Asumsi ... 60

E. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ... 60

III. METODE PENELITIAN ... 63

A. Metode Dasar Penelitian ... 63

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian... 63


(8)

commit to user

viii

D. Metode Analisis Data... 64

1. Model ARIMA Permintaan dan Penawaran Beras... 64

2. Uji Variabel Dummy ... 68

3. Model Persamaan Simultan ... 69

4. Uji Kelayakan Model ... 71

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 75

A. Keadaan Alam ... 75

B. Luas Wilayah... 76

C. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja ... 76

D. Keadaan Perindustrian ... 79

E. Keadaan Umum Pertanian ... 81

F. Keadaan Sektor Tanaman Bahan Makanan... 84

G. Keadaan Perekonomian ... 86

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 88

A. Dinamika Penawaran dan Permintaan Beras... 88

1. Dinamika Penawaran Beras di Kabupaten Sukoharjo ... 88

2. Dinamika Permintaan Beras di Kabupaten Sukoharjo ... 92

B. Model ARIMA Penawaran dan Permintaan Beras ... 95

1. Penawaran Tahunan Beras ... 95

a. Tahap Identifikasi ... 95

b. Tahap Estimasi ... 98

c. Tahap Uji Diagnostik ... 100

2. Permintaan Tahunan Beras... 106

a. Tahap Identifikasi ... 106

b. Tahap Estimasi ... 108

c. Tahap Uji Diagnostik ... 110

C. Uji Variabel Dummy ... 117

D. Model Persamaan Simultan ... 119

E. Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras ... 123

F. Pembahasan ... 127

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 136

A. Kesimpulan ... 136

B. Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA ... 141


(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010 ... 9 2. Penawaran, Permintaan dan Surplus Beras di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2005 – 2010 ... 10 3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di

Kabupaten Sukoharjo Tahun 2004-2009 ... 76 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2009... 78 5. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2004-2009 ... 79 6. Industri Menurut Kelompok Usaha di Kabupaten Sukoharjo

Tahun 2009 ... 80 7. Luas Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten Sukoharjo Tahun

2009 ... 82 8. Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Jenis di

Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 ... 82 9. Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Status di

Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 ... 83 10. Perkembangan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut

Jenisnya di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2009 (Ton) ... 84 11. Produksi Bersih Padi dan Penawaran Tahunan Beras di

Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010 ... 89 12. Jumlah Penduduk dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 1994 – 2010 ... 93 13. Nilai ADF dan Critical Value Data Penawaran Tahunan Beras

di Kabupaten Sukoharjo ... 97 14. Hasil Estimasi Parameter Model Tentatif Penawaran Tahunan


(10)

commit to user

x

15. Perbandingan Uji Diagnostik Beberapa Model ARIMA Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ... 101 16. Hasil Pengujian Model ARIMA (0,1,1) Penawaran Tahunan

Beras di Kabupaten Sukoharjo ... 104 17. Nilai ADF dan Critical Value Data Permintaan Tahunan Beras

di Kabupaten Sukoharjo ... 107 18. Hasil Estimasi Model Tentatif Permintaan Tahunan Beras di

Kabupaten Sukoharjo... 109 19. Perbandingan Uji Diagnosis Beberapa Model ARIMA

Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ... 111 20. Hasil Pengujian Model ARIMA (2,2,1) Permintaan Tahunan

Beras di Kabupaten Sukoharjo ... 114 21. Nilai F-statistic dan Tingkat Probabilitas Hasil Chow

Breakpoint Test Variabel Dummy ... 118 22. Hasil Estimasi Model Persamaan Simultan Penawaran dan

Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ... 122 23. Hasil Peramalan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di


(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kurva Permintaan ... 23 2. Kurva Penawaran ... 25 3. Kerangka Pemikiran Analisis Peramalan Permintaan dan

Penawaran Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo ... 59 4. Plot Data Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten

Sukoharjo (Ton) ... 96 5. Plot Data Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten

Sukoharjo (Ton) ... 106 6. Plot Hasil Peramalan Penawaran dan Permintaan Tahunan


(12)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Permintaan dan Penawaran Beras di Kabupaten Sukoharjo

Tahun 1994 – 2010... 146 2 Nilai ADF dan Critical Value Data Penawaran Tahunan Beras..

147 3 Nilai ADF dan Critical Value Data Permintaan Tahunan Beras.. 148 4 Collerogram Data Penawaran Tahunan Beras... 149 5 Collerogram Data Permintaan Tahunan Beras...

150 6 Hasil Estimasi Model ARIMA Penawaran Tahunan Beras di

Kabupaten Sukoharjo... 151 7 Hasil Estimasi Model ARIMA Permintaan Tahunan Beras di

Kabupaten Sukoharjo... 156 8 Uji Chow Breakpoint Test... 162 9 Estimasi Model Persamaan Simultan... 163 10 Hasil Peramalan Penawaran Dan Permintaan Tahunan Beras Di


(13)

commit to user

xiii

RINGKASAN

Eka Dewi Nurjayanti. S640809001. 2011. Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika penawaran dan permintaan beras pada era sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo dan menganalisis peramalan penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive), yaitu Kabupaten Sukoharjo. Data dianalisis dengan (1) metode Box-Jenkins (ARIMA) melalui empat tahap yaitu identifikasi, estimasi parameter, uji diagnostic, dan peramalan; (2) uji titik patah Chow (Chow

Breakpoint Test); dan (3) metode persamaan simultan.

Hasil penelitian data penawaran tahunan beras mempunyai pola fluktuatif dengan trend cenderung meningkat. Data belum stasioner dan menjadi stasioner pada differencing pertama. Hasil estimasi parameter menetapkan model tentatif untuk penawaran tahunan beras adalah ARIMA (0,1,1). Pada uji diagnostik ditetapkan bahwa model ARIMA yang terbaik adalah ARIMA (0,1,1) dengan RMSE sebesar 5.186,376; R2 sebesar 0,850311; nilai F-statistic sebesar 79,52704; dan parameter MA signifikan karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Data permintaan tahunan beras memiliki trend meningkat dan cenderung linier. Data permintaan tahunan beras tidak stasioner dan menjadi stasioner pada

differencing kedua. Hasil estimasi parameter menetapkan model tentatif untuk

permintaan tahunan beras adalah ARIMA(1,2,1). Setelah dilakukan uji diagnostik, model terbaik untuk permintaan tahunan beras yang dipilih adalah ARIMA (2,2,1) dengan RMSE sebesar 677,4671; R2 sebesar 0,947327; nilai F-statistic sebesar 53,95478; dan parameter AR(1) dan MA(1) signifikan karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Hasil Chow Breakpoint Test menunjukkan periode yang berpengaruh terhadap structural break data penawaran dan permintaan tahunan beras adalah tahun 2000, dengan nilai F-statistic sebesar 3,033932 dan tingkat probabilitasnya juga signifikan. Pada model persamaan simultan hasil estimasi menunjukkan bahwa model mempunyai nilai R2 0,644626;

F-statistic sebesar 5,462146; RMSE sebesar 8.823,807; dan nilai probabilistik dari

F-statistic sudah signifikan. Otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras, karena peran pemerintah daerah di sektor perberasan relatif kecil dan sebagian besar kebijakan ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hasil peramalan penawaran dan permintaan tahunan beras tahun 2011 – 2015 menunjukkan bahwa permintaan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, sedangkan penawaran cenderung mengalami penurunan.

Saran yang diberikan adalah perbaikan varietas benih padi yang ditanam dengan menciptakan varietas benih unggul yang lebih tahan pada hama dan penyakit, terutama hama wereng; menggunakan sistem serentak dan massal untuk menangani hama wereng; dan peningkatan alokasi anggaran biaya untuk penyuluhan pertanian dan pendampingan bagi petani.


(14)

commit to user

xiv

SUMMARY

Eka Dewi Nurjayanti. S640809002. 2011. The Forecasting Supply and Demand of Rice in Era of Regional Autonomy in Sukoharjo Regency.

The purpose of this research is to know the dynamics of suppling and demanding rice in era before and after regional autonomy in Sukoharjo Regency and to analyzed forecast of them in Sukoharjo Regency on 2011 – 2015. The basic method applied in this research is analytical descriptive method. The research object is taken purposively, that is Sukoharjo Regency. The method of analysis data in this research is (1) Box-Jenkins (ARIMA) method with fourth steps, include identification, parameter estimation, diagnostic checking, and forecasting; (2) Chow Breakpoint Test; and (3) simultaneous equation method.

The result got from this research is the annual supply rice data have a fluctuation pattern with increase trend. It is not stationary and become stationary in first differencing. The result of parameter estimation judged that tentative model for the annual supply rice is ARIMA (0,1,1). The result of diagnostic checking judged that the best ARIMA model is ARIMA (0,1,1) with RMSE value is 5.186,376; R2 value is 0,850311; F-statistic value is 79,52704; and parameter of MA is significant because probabilistic value is less than 0,05. The annual demand rice data have an increased and linear trend. It is not stationary and become stationary in second differencing. The result of parameter estimation judged that tentative model for the annual demand rice is ARIMA (1,2,1). After diagnostic checking test, the best ARIMA model for the annual demand rice is ARIMA (2,2,1) with RMSE value is 677,4671; R2 value is 0,947327; F-statistic value is 53,95478; and parameter of MA(1) and AR(1) are significant because the value of probability is less than 0,05. Chow Breakpoint Test showed that in 2000 was a period which affected annual supply and demand of rice, with F-statistic value is 3,033932 and this probability is significant. In simultaneous equation model, estimation result showed that the model had value of R2 is 0,644626; value of F-statistic is 5,462146; value of RMSE is 8.823,807; and probabilistic value of

F-statistic is significant. Regional autonomy not affected in supply and demand of

rice. It is because rule of regional government less than main government in capital country. The result of forecasting annual supply and demand of rice in 2011 – 2015 showed annual demand rice tended increase while annual supply decreased.

The suggestion based on this research is to increase the variety of rice seed through find out the best rice seed that resistant from plant disease; to change plant system for protect the element and quality of soil; to use together and massive system for eliminate plant disease, and to increase budget allocation for agriculture communication and also assistance for rice farmer if the farmer got any problems about rice cultivation.


(15)

commit to user

xv

LEMBAR PERNYATAAN

Nama : Eka Dewi Nurjayanti

NIM : S640809002

Program Studi : Agribisnis

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda tersendiri dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh atas tesis tersebut.

Surakarta, Agustus 2011 Yang menyatakan,


(16)

commit to user

xvi

PERAMALAN

PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS PADA ERA OTONOMI DAERAH

DI KABUPATEN SUKOHARJO

TESIS Disusun oleh: Eka Dewi Nurjayanti

S 640809001

Telah disetujui oleh:

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing Utama

Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si NIP. 19660611 199103 1 002

... ...

Pembimbing Pendamping

Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP NIP. 19480808 197612 2 001

... ...

Mengetahui:

Ketua Program Studi Magister Agribisnis

Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001


(17)

commit to user I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan. Hal ini menjadikan pangan sebagai komoditas penting dan strategis. Kecukupan dan ketersediaan pangan akan menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan bangsa. Kecukupan dan ketersediaan pangan berkaitan dengan ketahanan pangan. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan, disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dengan tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (Made, 2008: 52). Dalam pengertian tersebut pemenuhan kebutuhan pangan dapat disediakan melalui hasil produksi dalam negeri atau impor.

Indonesia kaya akan beraneka ragam sumber bahan pangan baik nabati maupun hewani untuk pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, sehingga kondisi ini sangat mendukung untuk mencapai ketahanan pangan yang mantap. Ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan peran strategis sektor pertanian. Secara empiris peran sektor pertanian tidak hanya berkontribusi dalam aspek penyediaan (food availability), tetapi juga memproduksi pangan dan secara global merupakan gantungan nafkah utama sekitar 36 % penduduk dunia. Bahkan untuk negara berkembang angkanya


(18)

commit to user

lebih tinggi lagi, berkisar antara 40 – 50 % (Sumaryanto, 2009: 7). Di Indonesia menurut BPS (2009: 51), sampai dengan bulan Februari, dari total 104,49 juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja, terdapat sekitar 43,03 juta penduduk (41,2 %) yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Perkembangan sektor pertanian sebagaimana yang terdapat pada kebijakan pembangunan pertanian Indonesia, lebih menitik beratkan pada produksi makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia yaitu beras.

Beras merupakan komoditas yang sangat penting dan strategis bagi bangsa Indonesia. Beras menjadi penting karena merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia, dan menjadi strategis karena dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi (melalui inflasi) dan stabilitas nasional (gejolak sosial) (Hasyim, 2007: 3). Sebagai bahan makanan pokok, maka kebutuhan beras setiap saat harus dapat dipenuhi dan perlu diupayakan ketersediaanya dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh dengan harga yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Sebagai bahan pangan pokok, beras memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dipandang dari aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial, budaya dan politik. Begitu pentingnya beras sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara berhati-hati, terutama dalam hal kebijaksanaan perberasan yang ditetapkan pemerintah. Dalam sejarah perberasan Indonesia, pemerintah mempunyai peran besar dalam


(19)

commit to user

mengatur ekonomi perberasan nasional (Saifullah, 2001: 1). Salah satu campur tangan pemerintah dalam ekonomi perberasan adalah melalui Keputusan Presiden No. 114/U/Kep/1976 pada tanggal 10 Mei 1967 tentang pembentukan Badan Urusan Logistik (Bulog). Badan ini dibentuk sebagai lembaga pembeli tunggal untuk beras (Kepres No. 272/1967) sedangkan Bank Indonesia ditetapkan sebagai penyandang dana tunggal untuk beras (Inpres No. 1/1968) (Emperadani, 2005: 2; Himateta, 2010: 1). Kebijakan pemerintah membentuk Bulog tidak terlepas dari situasi ekonomi saat itu. Memasuki 1967, krisis ekonomi terus berlanjut sehingga hampir menghancurkan sendi-sendi pokok kehidupan bangsa. Negara dihadapkan pada masalah kosongnya stok pangan di gudang-gudang BPUP (Badan Pelaksana Urusan Pangan), habisnya devisa negara, dan tingkat inflasi yang membumbung tinggi (Darwis, 2010: 2).

Bulog dalam perkembangannya mengalami beberapa perubahan fungsi dan tugas. Selain sebagai pengelola cadangan pangan, Bulog juga diberi kewenangan sebagai importir tunggal gula pasir dan gandum, serta distributor gula pasir, kedelai, dan tepung terigu. Bahkan selama tahun 1977 – 1979, Bulog mendapat tugas menerapkan kebijakan harga dasar untuk jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Perubahan tugas dan fungsi yang dituangkan dalam beberapa Keputusan Presiden ini menjadikan Bulog tidak hanya menangani bidang perberasan nasional saja, tetapi juga mengendalikan harga dan mengelola persediaan gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan


(20)

commit to user

bahan pangan lainnya (Emperadani, 2005: 3; Darwis, 2010: 2; Himateta, 2010: 1; Saifullah, 2001: 1-2).

Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini diharapkan mendukung perberasan nasional. Instrumen yang dibentuk pemerintah adalah penetapan pengendalian harga dasar gabah yang setiap tahun disesuaikan dengan masukan, inflasi, dan faktor lainnya. Bulog juga dibentuk untuk mengamankan harga dasar gabah dan stabilitas domestik, selain itu juga diberi hak monopoli impor pengadaan pangan. Melalui berbagai kebijakan ini, ekonomi perberasan dalam negeri dapat ditangkal dari gejolak perubahan global. Akan tetapi mulai tahun 1997, kondisi perberasan nasional mengalami perubahan dikarenakan Indonesia mengalami krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter ini memberikan dampak yang luas terhadap perekonomian Indonesia. Untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah melakukan pembenahan di bidang moneter salah satunya dengan menerima bantuan dana moneter dari IMF (Irawan, 2002: 3-5).

Pemerintah banyak melakukan perubahan kebijakan untuk memulihkan situasi ekonomi bangsa dan mengembalikan kepercayaan masyarakat Indonesia maupun global. Perubahan kebijakan juga terjadi pada sektor perberasan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap Bulog (Gaybita, 2008: 3). Tugas pokok Bulog kemudian diperbarui melalui Keppres RI No. 19/1998 tanggal 21 Januari 1998 tentang tugas pokok Bulog, yaitu hanya mengelola beras saja sedangkan komoditas lainnya diserahkan kepada mekanisme pasar (Darwis, 2010: 2). Perlindungan kepada petani melalui


(21)

commit to user

harga dasar tetap menjadi prioritas utama. Sedangkan peran dalam menjaga stabilitas harga konsumen mulai berkurang sejalan dengan terus tertekannya harga beras domestik. Sebaliknya, peran Bulog untuk membantu kelompok miskin yang rawan pangan semakin menonjol (Gaybita, 2008: 3).

Adanya kebijakan baru ini dipandang sebagai era liberalisasi komoditas pangan. Sebab, sejak Kepres tersebut dibuat tugas pokok Bulog hanya mengelola beras. Kemudian melalui Keppres No. 103/2001 tanggal 13 September 2001, pemerintah mengatur kembali tugas dan fungsi Bulog. Bulog hanya melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen logistik sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku dengan kedudukan sebagai lembaga pemerintah non departemen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden (Darwis, 2010: 1; Perum Bulog, 2010: 1).

Sejak berdirinya Bulog sampai terjadinya krisis ekonomi, manajemen Bulog tidak banyak berubah dari waktu ke waktu, meskipun ada perbedaan tugas dan fungsi dalam berbagai periode. Pada awal berdirinya status Bulog adalah sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) berdasarkan Keppres RI No. 39 tahun 1978. Akan tetapi, krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 menimbulkan tekanan yang sangat kuat agar peran pemerintah dipangkas secara drastis sehingga semua kepentingan nasional termasuk pangan harus diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Tekanan tersebut terutama mucul dari negara-negara maju pemberi pinjaman khususnya AS dan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan World Bank (Perum Bulog, 2010: 1).


(22)

commit to user

Banyaknya tekanan tersebut memberi konsekuensi bahwa Bulog harus berubah secara total. Adanya perubahan kebijakan pangan pemerintah dan pemangkasan tugas dan fungsi Bulog seperti yang tertuang dalam beberapa Keppres dan SK Menperindag sejak tahun 1998, serta Keppres RI No. 103 tahun 2001 menegaskan bahwa Bulog harus beralih status menjadi BUMN selambat-lambatnya Mei 2003, merupakan faktor pendorong untuk melakukan perubahan pada Bulog. Selain hal tersebut, fakor lainnya adalah berlakunya beberapa UU baru, khususnya UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli, dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang membatasi kewenangan Pemerintah Pusat dan dihapusnya instansi vertikal. Selanjutnya Bulog melakukan berbagai kajian-kajian baik oleh intern Bulog maupun pihak ekstern. Berdasarkan hasil kajian, ketentuan dan dukungan politik DPR RI, disimpulkan bahwa status hukum yang paling sesuai bagi Bulog adalah Perum. Dengan bentuk Perum, Bulog tetap dapat melaksanakan tugas publik yang dibebankan oleh pemerintah terutama dalam pengamanan harga dasar pembelian gabah, pendistribusian beras untuk masyarakat miskin yang rawan pangan, pemupukan stok nasional untuk berbagai keperluan publik menghadapi keadaan darurat dan kepentingan publik lainnya dalam upaya mengendalikan gejolak harga. Disamping itu, Bulog dapat memberikan kontribusi operasionalnya kepada masyarakat sebagai salah satu pelaku ekonomi dengan melaksanakan fungsi usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah transparansi. Berdasarkan hal ini maka sejak tanggal 20 Januari 2003 LPND Bulog secara resmi berubah


(23)

commit to user

menjadi Perum Bulog berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 2003 yang kemudian direvisi menjadi PP RI No. 61 Tahun 2003 (Darwis, 2010: 1; Perum Bulog, 2010: 1).

Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang selanjutnya direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menjadikan urusan di sektor perberasan diserahkan kepada pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan secara teknis beras merupakan produk sektor pertanian yang merupakan salah satu bidang kewenangan pemerintah daerah. Berdasarkan hal ini maka pemerintah daerah secara proaktif harus berperan dalam menangani persoalan perberasan yang terjadi di daerahnya. Ini disebabkan sejak perubahan status Bulog dari LPND menjadi Perum, harga sejumlah komoditas pangan termasuk beras selalu mengalami perubahan. Pemerintah tidak lagi bisa mengendalikan harga sebab harga terbentuk berdasarkan mekanisme pasar. Perubahan pada harga beras, tidak banyak mempengaruhi permintaan beras, hal ini disebabkan orang akan berusaha mempertahankan kuantitas beras yang dikonsumsinya meskipun harga beras mengalami perubahan yang besar. Akan tetapi perubahan harga beras yang berkepanjangan tentu akan merugikan masyarakat sebagai konsumen. Keseimbangan antara ketersediaan pasokan beras dan permintaan konsumen merupakan hal yang dapat menjaga stabilitas harga beras.

Ketersediaan pasokan beras di pasar tidak luput dari dukungan pemerintah terutama pada teknis produksi, sarana dan prasarana usaha tani, penanganan pasca panen, serta berbagai kebijakan mikro dan makro. Pada era


(24)

commit to user

otonomi daerah sekarang ini, manajemen sistem kebijakan perberasan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah adalah sistem kebijakan yang menyangkut aspek penyediaan sarana dan prasarana usahatani, misalnya menyangkut pembangunan jaringan irigasi, penyediaan bibit unggul, fasilitas penanganan pasca panen yang memadai dan penyuluhan pertanian tentang informasi pasar dan teknologi (Sutrisno, 2009: 2). Dengan adanya otonomi daerah ini diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang lebih baik pada para pelaku sektor perberasan, karena tidak lagi tergantung pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat lebih mengoptimalkan sumber daya daerah yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sehingga kesejahteraan rakyat menjadi lebih terjamin. Demikian juga yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten penghasil beras di propinsi Jawa Tengah.

Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi pemasok kebutuhan beras nasional. Produktivitas padi yang terbesar di propinsi Jawa Tengah adalah Kabupaten Sukoharjo (BPS, 2009: 207). Menurut data Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2009 total produksi bersih beras sebesar 210.726,38 ton. Produksi bersih beras tersebut berasal dari produksi padi sebanyak 357.525 ton yang diperoleh dari lahan sawah dengan luas panen 50.448 ha dan rata-rata produktivitas 70,87 ku/ha. Total produksi bersih beras ini mampu mencukupi kebutuhan penduduk 843.127 jiwa, bahkan masih terdapat kelebihan sebanyak 132.417 ton.


(25)

commit to user

Selama kurun waktu 6 tahun, yaitu tahun 2005-2010, luas lahan panen dan produksi padi di Kabupaten Sukoharjo mengalami fluktuasi. Selain karena perubahan luas lahan panen, curah hujan atau iklim juga sangat mempengaruhi budidaya tanaman padi yang pada akhirnya akan ikut berpengaruh pada jumlah hasil panen atau produksi padi. Perkembangan luas lahan panen, produktivitas, dan produksi padi di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010

Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 46.440 49.422 46.171 48.248 50.448 51.876 64,43 65,24 69,88 69,90 70,87 64,70 299.206 322.426 322.656 337.244 357.525 335.638 Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010)

Sebagaimana disajikan pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa luas panen, produktivitas, dan produksi padi selama tahun 2005 – 2010 cenderung mengalami peningkatan. Kondisi ini tentu sangat mendukung untuk menjamin ketersediaan beras guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di Kabupaten Sukoharjo. Jumlah penduduk yang cenderung meningkat setiap tahunnya tentu akan berpengaruh pada peningkatan permintaan beras sebagai bahan pangan utama. Permintaan yang terus meningkat tentu harus diimbangi dengan ketersediaan beras yang cukup untuk memenuhi permintaan tersebut. Perkembangan penawaran, permintaan, dan surplus beras di Kabupaten Sukoharjo selama tahun 2005 – 2010 terdapat pada Tabel 2 berikut ini.


(26)

commit to user

Tabel 2. Penawaran, Permintaan dan Surplus Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010

Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Penawaran (Ton) Permintaan (Ton) Surplus (Ton) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 821.213 826.289 831.613 837.279 843.127 849.016 167.287,872 177.413,144 170.016,216 190.569,488 196.239,792 165.172,568 76.266,05 76.737,46 77.231,90 77.758,10 70.763,65 71.257,91 91.021,82 100.675,68 92.784,31 112.811,38 125.476,14 93.914,65 Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2010

Surplus yang terdapat pada Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa masih terdapat kelebihan produksi beras dikurangi dengan konsumsi beras. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah Kabupaten Sukoharjo dapat memenuhi permintaan beras masyarakat. Surplus beras tersebut selanjutnya dapat diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berada di luar Kabupaten Sukoharjo. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung sektor perberasan dan berhasil mengoptimalkan sumberdaya pertanian yang terdapat di Kabupaten Sukoharjo. Kondisi surplus ini diharapkan dapat terus berlangsung, akan tetapi hal ini tidak dapat dipastikan sebab adanya desakan pengurangan luas lahan pertanian dan perubahan iklim yang tidak menentu. Sisi lainnya adalah pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat tentu membutuhkan bahan pangan, terutama beras, yang semakin banyak pula.

Selama tahun 2005 – 2010, kondisi permintaan dan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo cenderung mengalami perubahan. Perubahan yang


(27)

commit to user

terjadi pada tahun-tahun sebelumnya ini dapat digunakan untuk meramalkan kondisi tahun berikutnya dengan menggunakan metode Box-Jenkins (ARIMA). Pada metode ARIMA, hasil peramalan sangat dipengaruhi oleh kondisi variabel terikat pada periode sebelumnya, atau merupakan nilai-nilai

time-laged dari variabel tak bebas yang disebut autoregressive. Selain itu,

pada metode ini juga memperhitungkan adanya hubungan ketergantungan antara nilai-nilai kesalahan yang berurutan, yang dikenal dengan moving

average. Berdasarkan pertimbangan ini, selanjutnya dengan menambahkan

variabel dummy untuk menguji pengaruh pelaksanaan otonomi daerah terhadap penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo, maka dapat dilakukan analisis tentang peramalan penawaran dan permintaan beras. Analisis peramalan permintaan dan penawaran ini menjadi penting untuk perencanaan kebijakan di sektor perberasan. Pemerintah daerah selanjutnya dapat menyusun perencanaan kebijakan-kebijakan untuk mendukung penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo.

B. Perumusan Masalah

Bagi Indonesia, pangan diidentikkan degan beras, karena jenis pangan ini merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Nilai strategis beras antara lain disebabkan karena beras adalah makanan pokok paling penting. Beras memiliki pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi (penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan dan dinamika sosial pedesaan), lingkungan (menjaga tata guna air dan udara bersih), dan sosial politik (perekat bangsa, ketertiban dan keamanan). Beras juga merupakan sumber


(28)

commit to user

utama pemenuhan gizi yang meliputi kalori, protein, lemak dan vitamin (Abubakar, 2008: 2).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui peningkatan ketersediaan beras bagi masyarakat. Pertimbangan tersebut menjadi penting sebab jumlah penduduk yang terus bertambah, untuk itu diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo terus berupaya untuk meningkatkan produksi padi guna menjamin ketersediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di Kabupaten Sukoharjo.

Berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan pembaharuan dari UU otonomi daerah sebelumnya, telah memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkan potensi daerahnya dengan lebih maksimal demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Sama halnya, dalam sektor perberasan yang tercakup dalam sektor pertanian, diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah. Pemerintah daerah diharapkan lebih giat dan optimal dalam meningkatkan ketersediaan beras di daerahnya, yang dapat diterapkan melalui berbagai kebijakan yang mendukung sektor perberasan. Dukungan pemerintah misalnya dapat melalui penyaluran pupuk kepada petani, penyediaan sarana produksi budidaya padi, dan penyuluhan tentang teknologi baru yang tepat guna serta informasi harga hasil pertanian. Dukungan pemerintah yang baik diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan petani, selanjutnya akan


(29)

commit to user

memicu kerja petani yang pada akhirnya akan menjamin peningkatan hasil produksi.

Adanya perubahan kepengurusan sektor perberasan, yang pada awalnya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan sekarang diserahkan ke pemerintah daerah merupakan peluang bagi pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan ketersediaan pangan bagi masyarakatnya. Selain itu perubahan peran Bulog selaku lembaga yang mengelola perberasan, merupakan peluang bagi lembaga ini di tingkat daerah untuk menjamin ketersediaan bahan pangan yang cukup dan merata. Meskipun harga beras sekarang ini diserahkan pada mekanisme pasar, akan tetapi Bulog tetapi mepunyai peran tersendiri yaitu dengan menjamin keseimbangan antara ketersediaan pasokan dan permintaan konsumen untuk stabilitas harga beras agar tidak merugikan produsen dan konsumen.

Meskipun pada kenyataannya produksi beras tidak hanya ditentukan oleh dukungan pemerintah daerah saja. Banyak faktor-faktor lain yang ikut menentukan penawaran beras di pasaran, misalnya harga beras itu sendiri, luas panen padi, harga pupuk dan iklim juga ikut berpengaruh. Produksi beras harus selalu ditingkatkan karena semakin meningkatnya jumlah penduduk, yang berdampak pada peningkatan konsumsi bahan pangan. Walaupun sekarang banyak terdapat bahan pangan lain, seperti roti, gandum, dan mie, akan tetapi sampai saat ini beras masih menjadi bahan pangan utama. Untuk itulah ketersediaan beras harus selalu dijaga untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan.


(30)

commit to user

Produksi beras di Kabupaten Sukoharjo selama beberapa tahun ini selalu dapat memenuhi permintaan masyarakat (surplus), akan tetapi kondisi ini tidak dapat dipastikan untuk beberapa tahun ke depan. Budidaya tanaman padi sangat tergantung pada kondisi iklim, terjadinya penyimpangan iklim akan sangat mempengaruhi produktivitas padi. Jika produktivitas semakin turun sedangkan permintaan beras terus meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk, dikhawatirkan produksi beras tidak dapat memenuhi permintaan masyarakat, kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan hal ini maka penting untuk mengetahui peramalan penawaran dan permintaan beras, untuk mengetahui gambaran kondisi ke depan. Peramalan ini menjadi penting mengingat beras merupakan kebutuhan pangan paling pokok yang kebutuhannya harus selalu terpenuhi. Melalui hasil peramalan yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan sebagai lat bantu untuk merumuskan kebijakan-kebijakan terkait dengan kondisi perberasan.

Berdasarkan uraian tersebut maka disusun perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah dinamika penawaran dan permintaan beras pada era sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo?

2. Bagaimanakah peramalan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 ?

3. Bagaimanakah peramalan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 ?


(31)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui dinamika penawaran dan permintaan beras pada era sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo.

2. Menganalisis peramalan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015.

3. Menganalisis peramalan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Magister Agribisnis pada Program Studi Agribisnis Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk menambah wawasan terutama yang berkaitan dengan peramalan penawaran dan permintaan.

2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan terutama terkait dengan permintaan dan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo.

3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis.


(32)

commit to user

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Beras

Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta penyosoh

(polisher). Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luarnya (hull), disebut

beras pecah kulit (brown rice). Tinggi-rendahnya tingkat penyosohan menentukan tingkat kehilangan zat-zat gizi. Proses penggilingan dan penyosohan yang baik akan menghasilkan butiran beras utuh (beras kepala) yang maksimal dan beras patah yang minimal. Lapisan yang menyelimuti bagian luar beras pecah kulit, yakni dedak dan/atau bekatul

(rice bran) mengandung sekitar 65% dari zat gizi mikro penting dalam

beras. Dedak mengandung vitamin (tiamin, niasin, vitamin B6), mineral (besi, fosfor, magnesium, potasium), asam amino, asam lemak esensial, serta antioksidan. Kandungan zat gizi tersebut memberi manfaat dalam meningkatkan kesehatan tubuh, bersifat hipoalergenik (rendah kemungkinan untuk memicu alergi), sumber serat makan yang banyak digunakan dalam berbagai industri pangan, farmasi dan pangan suplemen

(dietary supplement). Beras giling (milled rice) berwarna putih karena

telah terbebas dari bagian dedaknya yang berwarna coklat. Bagian dedak padi sekitar 5-7 % dari berat beras pecah kulit (brown rice). Makin tinggi


(33)

commit to user

derajat penyosohan dilakukan makin putih warna beras giling yang dihasilkan, namun makin miskin zat-zat gizi (Rahmat, 2010: 1).

Pola konsumsi masyarakat pada masing-maisng daerah berbeda-beda, tergantung dari potensi daerah dan struktur budaya masyarakat. Pola konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi oleh padi-padian, khususnya beras yang diindikasikan oleh tingginya starchy staple ratio. Masyarakat umumnya mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap beras sebagai sumber karbohidrat dan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras maka perlu menggali potensi lokal yang berbasis non-beras untuk memenuhi kebutuhan pangannya (Made, 2008: 52).

Menurut Lassa (2006: 3-4) dominasi beras atas sumber daya pangan lainnya di Indonesia dapat ditemukan dalam istilah-istilah lokal seperti “palawija” (Sansekerta, phaladwija) yang harfiahnya berarti sesuatu yang bukan beras (sekunder) atau pangan kelas dua, sesuatu yang terkonstruksikan secara budaya (culturally constructed). Dalam penelitian ini Van der Eng (2001:190) juga mengatakan bahwa beras telah menjadi sumber pangan dominan yang tercermin dari 50% total konsumsi nasional. Hari ini, 96% penduduk Indonesia makan beras ketimbang sumber pangan lainnya (Simatupang, 1999: 4).

Beras merupakan komoditas yang penting karena merupakan kebutuhan pangan pokok yang setiap saat harus dapat dipenuhi. Kebutuhan pangan pokok perlu diupayakan ketersediaannya dalam jumlah


(34)

commit to user

yang cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, sasaran pembangunan pertanian adalah memantapkan neraca ketersediaan beras (Nurmalina, 2008: 48).

2. Otonomi Daerah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah telah membuka saluran baru bagi pemerintah propinsi dan kabupaten untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat setempat, untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk menjamin proses desentralisasi berlangsung dan berkesinambungan, pada prinsipnya acuan dasar dari otonomi daerah telah diwujudkan melalui Undang nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000, selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 104, 105, 106, 107, 108, 109, dan 110 Tahun 2000 dan ketentuan lainnya yang relevan (Widjaja, 2004: 1-2).

Pemberlakuan UU N. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah atau lebih akrab degan sebutan otonomi, adalah salah satu hasil reformasi politik dan pemerintahan di Indonesia sebagai dampak krisis ekonomi yang begitu hebat. Undang-Undang ini memberikan banyak kewenangan kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri kecuali di sektor-sektor agama, pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, moneter dan kehakiman. Di laur kelima sektor tersebut sepenuhnya menjadi hak dan


(35)

commit to user

tanggung jawab daerah. Dengan kewenangan ini, Pemerintah Daerah dapat merekayasa pembangunan sesuai kebutuhan dan kapasitas sumberdayanya tanpa harus menunggu ijin dari Pemerintah Pusat. Pada pasal 10 (1) UU No. 22/1999 disebutkan daerah berwenang mengelola sumber daya

nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara

kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya pasal 11 (2) menyebutkan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal. Lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja (Sudantoko, 2003: 33-34).

Otonomi daerah merupakan fenomena politis yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi dan demokrasi, apalagi jika dikaitkan dengan tantangan masa depan memasuki era perdagangan bebas yang antara lain ditandai dengan tumbuhnya berbagai bentuk kerja sama regional, perubahan pola atau sistem informasi global. Melalui otonomi daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif, termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerja,


(36)

commit to user

mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasannya maupun kepada publik/masyarakat (Widjaja, 2004: 7).

Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan atau pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem pengelenggaraan Pemerintahan Negara. Dalam kenyataannya, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tidak sesuai dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, perlu diganti (direvisi) dan kemudian disahkan Undang-Undang yang baru yaitu Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LNRI Tahun 2004 Nomor 125, TLNRI Nomor 4437) (Widjaja, 2007: 37).

3. Permintaan

Konsep permintaan mewakili perilaku konsumen secara umum di pasar. Perilaku konsumen dalam hal ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan suatu produk oleh konsumen dan bagaimana pengaruh dari perubahan faktor-faktor tersebut terhadap permintaan produk tersebut. Konsep permintaan menjelaskan bahwa permintaan atas suatu produk dipengaruhi oleh bauran pemasaran produk


(37)

commit to user

tersebut, bauran pemasaran produk pesaing, pendapatan konsumen, jumlah penduduk, ekspektasi konsumen, dan lain-lain (Herlambang, 2002: 29).

Menurut Arsyad (2000: 125-128) pada tingkat individual, permintaan ditentukan oleh dua faktor, yaitu nilai dari cara mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa dan kemampuan untuk mendapatkan barang dan jasa. Kedua faktor tersebut merupakan prasyarat bagi permintaan efektif individual. Suatu hasrat saja tanpa didukung daya beli

(purchasing power) hanyalah keinginan bukan permintaan. Permintaan

individual tersebut apabila dijumlahkan akan membentuk permintaan pasar. Permintaan pasar selanjutnya akan membentuk fungsi permintaan pasar suatu produk yang menunjukkan hubungan antara jumlah produk yang diminta dengan semua faktor yang mempengaruhi permintaan tersebut. Berbagai variabel penentu permintaan dapat digolongkan menjadi variabel strategis (harga barang yang bersangkutan, advertensi, kualitas dan desain barang, serta saluran distribusi barang), variabel konsumen (tingkat pendapatan, selera konsumen, dan harapan konsumen terhadap harga di masa yang akan datang), variabel pesaing (harga barang substitusi dan barang komplementer, advertensi dan promosi barang lain, saluran distribusi barang lain, serta kualitas dan desain barang lain) dan variabel lainnya (kebijakan pemerintah, jumlah penduduk, dan cuaca).

Ketika pendapatan total seseorang meningkat, dengan asumsi harga-harga tidak berubah, maka kuantitas barang yang dibeli untuk setiap barang juga akan meningkat. Barang-barang yang memiliki


(38)

commit to user

kecenderungan seperti ini disebut barang normal. Sebagian besar barang merupakan barang normal, jika pendapatan meningkat, dalam prakteknya orang cenderung untuk membeli lebih banyak barang. Permintaan untuk barang-barang ”mewah” akan meningkat lebih cepat jika pendapatan naik, tetapi permitaan barang “untuk keperluan sehari-hari” akan meningkat lebih lambat (Nicholson, 2002: 92-94).

Jika harga suatu jenis barang berubah, perubahan ini memiliki dua efek yang berbeda pada pilihan-pilihan seseorang. Dengan efek subtitusi, meskipun individu tetap bertahan pada kurva indiferens yang sama, konsumsinya harus diubah agar MRS-nya sama dengan rasio harga yang baru dari kedua barang. Dengan efek pendapatan, karena perubahan harga berarti perubahan daya beli “riil”, orang akan berpindah ke kurva indiferens baru yang konsisten dengan daya beli baru ini. Kecenderungannya adalah orang memilih untuk meningkatkan konsumsi barang yang harganya menurun dan mengurangi konsumsi barang yang harganya meningkat. Selain berdampak terhadap barang itu sendiri, perubahan harga suatu barang juga akan berdampak pada kuantitas barang lain yang diminta. Pada dua barang yang bersifat komplemen, kenaikan harga suatu barang akan menurunkan kuantitas konsumsi barang lain. Sedangkan pada barang yang bersifat subtitusi, kenaikan harga suatu barang akan meningkatkan konsumsi barang lain (Nicholson, 2002: 96-110).


(39)

commit to user

Permintaan pasar atau permintaan agregat atas suatu komoditi menunjukkan jumlah alternatif dari komoditi yang diminta per periode waktu, pada berbagai harga alternatif oleh semua individu di dalam pasar. Jadi, permintaan pasar untuk suatu komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan permintaan individu, dan selanjutnya pada jumlah pembeli komoditi tersebut di pasar. Secara geometris, kurva permintaan pasar atas suatu komoditi diperoleh melalui penjumlahan horizontal dari semua kurva permintaan individualitas komoditi tersebut (Salvatore, 2006: 13).

P (Harga)

P1

P2

Q

Q1 Q2

Gambar 1. Kurva Permintaan

Hubungan antara harga dan jumlah penjualan jika digambarkan akan membentuk kurva permintaan, yang menunjukkan jumlah total produk yang ingin dan mampu dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga yang ditawarkan oleh produsen, dengan mempertahankan faktor-faktor lain konstan (Herlambang, 2002: 30). Pergeseran sepanjang kurva permintaan menunjukkan perubahan jumlah barang yang diminta apabila


(40)

commit to user

terjadi perubahan harga, faktor lain dianggap cateris paribus. Sedangkan apabila terjadi perubahan satu variabel atau lebih (selain harga) dalam fungsi permintaan produk tertentu akan mengakibatkan terjadinya pergeseran dari suatu kurva permintaan ke kurva permintaan lainnya (Arsyad, 2000:132-133).

4. Penawaran

Penawaran adalah salah satu kekuatan yang menentukan keseimbangan pasar. Penawaran pasar atas suatu produk menunjukkan total penawaran seluruh produsen yang ada di pasar, yang ditentukan oleh harga produk itu sendiri, harga produk lain, biaya produksi, teknologi, kebijakan pemerintah, besar pajak dan subsidi, dan lain-lain. Jika harga suatu produk semakin murah, maka jumlah penawaran produk tersebut oleh produsen akan semakin kecil, demikian sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara jumlah penawaran suatu produk dengan harganya dan jika digambarkan akan membentuk kurva penawaran. Kurva penawaran menunjukkan jumlah penawaran suatu produk pada berbagai tingkat harga, sementara faktor lain dianggap tetap (Herlambang, 2002: 39-40).

Penawaran pasar atau penawaran agregat dari suatu komoditi memberikan jumlah alternatif dari penawaran komoditi dalam periode waktu tertentu pada berbagai harga alternatif oleh semua produsen komoditi tersebut dalam pasar. Penawaran pasar komoditi itu tergantung


(41)

commit to user

pada semua faktor yang menentukan penawaran produsen secara individu, dan seterusnya pada jumah produsen dalam pasar (Salvatore, 2006: 15).

Kurva penawaran (supply curve) menunjukkan jumlah barang yang produsen bersedia menjual dengan harga yang akan diterimanya di pasar dengan mempertahankan setiap faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran agar tetap. Kurva penawaran menunjukkan bagaimana jumlah barang yang ditawarkan untuk dijual berubah seiring dengan perubahan harga barang tersebut. Kurva penawaran naik kemiringannya, semakin tinggi harganya, semakin banyak perusahaan mampu dan bersedia (Pindyck dan Daniel, 2007: 24).

Kurva penawaran memperlihatkan apa yang terjadi dengan kuantitas barang yang ditawarkan ketika harganya berubah, dengan menganggap seluruh faktor penentu lainnya konstan. Jika satu dari faktor-faktor tersebut berubah, kurva penawaran akan bergeser (Mankiw, 2000: 88).

P (Harga)

P1 P2

Q

Q1 Q2


(42)

commit to user

Konsep dasar dari fungsi penawaran suatu produksi dapat dinyatakan dalam hubungan antara kuantitas yang ditawarkan (kuantitas penawaran) dan sekumpulan variabel spesifik yang mempengaruhi penawaran produk sebagai berikut (Gaspersz, 2000: 71):

Qsx = f(Px, Pr, T, Pe, Nf, O) Keterangan :

Qsx : kuantitas penawaran produk

f : notasi fungsi yang berarti penawaran dari Px : harga dari produk x

Pr : harga dari input yang digunakan untuk memproduksi produk x T : tingkat teknologi yang tersedia

Pe : ekspektasi produsen akan harga produk x di masa mendatang Nf : banyaknya produsen yang memproduksi produk sejenis

O : faktor spesifik lain yang berkaitan dengan penawaran produk x

Pada berbagai kasus sederhana, kurva penawaran mengukur berapa banyak barang yang akan disediakan untuk konsumen pada setiap tingkat harga. Sebagai tambahan, definisi dari kurva penawaran adalah untuk setiap tingkat harga, kita menentukan berapa banyak barang yang akan ditawarkan. Jika kita mempunyai sejumlah penawaran individu dari suatu barang, kita dapat menambahkan penawaran individu tersebut untuk membentuk penawaran pasar (Varian, 2003: 289).


(43)

commit to user 5. Regresi Atas Variabel Dummy

Analisis regresi tidak saja digunakan untuk data-data kuantitatif, tetapi juga bisa digunakan untuk data kualitatif. Jenis data kualitatif tersebut seringkali menunjukkan keberadaan klasifikasi (kategori) tertentu, sering juga dikategorikan variabel bebas (X) dengan klasifikasi pengukuran nominal dalam persamaan regresi. Sebagai contoh, bila ingin meregresikan pengaruh kondisi kemasan produk dodol nenas terhadap harga jual. Pada umumnya, cara yang dipakai untuk penyelesaian adalah memberi nilai 1 (satu) kalau kategori yang dimaksud ada dan nilai 0 (nol) kalau kategori yang dimaksud tidak ada (bisa juga sebaliknya, tergantung tujuannya). Dalam kasus kemasan ini, bila kemasannya menarik diberi nilai 1 dan bila tidak menarik diberi nilai 0. Variabel yang mengambil nilai 1 dan 0 disebut variabel dummy dan nilai yang diberikan dapat digunakan seperti variabel kuantitatif lainnya (Pusdatin, 2011: 5).

Menurut (Gujarati, 2004: 263-267) variabel yang mengambil nilai seperti 1 dan 0 disebut variabel dummy, nama lainnya adalah variabel indikator, variabel binary (2 angka), variabel bersifat katagori, variabel kualitatif, dan variabel yang membagi dua (dichotomous). Ciri model regresi variabel dummy adalah:

a. Jika suatu variabel kualitatif mempunyai m kategori, maka hanya menggunakan m-1 variabel dummy.

b. Penetapan nilai 1 dan 0 untuk dua kategori adalah tanpa suatu dasar (bersifat arbitrary).


(44)

commit to user

c. Kelompok, kategori, atau klasifikasi yang diberi nilai nol seringkali disebut sebagai kategori dasar, kontrol, perbandingan, atau yang diabaikan merupakan dasar dalam arti bahwa perbandingan dibuat dalam kategori ini.

d. Koefisien  yang diberikan untuk variabel dummy D dapat disebut koefisien intersep deferensial karena koefisien tadi menyatakan berapa banyak nilai unsur intersep dari kategori yang mendapat nilai 1 berbeda dari koefisien intersep dari kategori dasar.

Seringkali topik penelitian yang dibuat menggunakan jenis data kualitatif. Misalnya laki-laki dan wanita, industri sandang, pangan, peralatan, dst. Jika jenis kelamin atau industri diberi kode dengan angka, maka sama sekali tidak menunjukkan bahwa angka yang lebih tinggi menunjukkan nilai yang lebih besar. Angka-angka (numerik) tersebut hanya kode untuk membedakan jenis atau kategori yang satu dengan yang lain. Jika kategori seperti itu merupakan variabel penjelas maka dapat digunakan variabel dummy. Jika kita memiliki tiga kategori, maka kita hanya bisa membuat variabel dummy sebanyak dua (n-1) kategori. Hal ini dilakukan untuk menghindari multikolinearitas yang sempurna. Misalnya kita punya sembilan kelompok industri, maka kita dapat memasukkan delapan variabel (Nachrowi, 2008: 27).

Meskipun merupakan suatu alat yang serba guna, teknik variabel dummy perlu ditangani secara hati-hati. Pertama, jika model regresi berisi suatu unsur konstanta, banyaknya variabel dummy harus lebih kecil dari


(45)

commit to user

banyaknya klasifikasi tiap variabel kualitatif. Kedua, koefisien yang diberikan pada variabel dummy selalu harus diinterpretasikan dalam hubungannya dengan kelompok dasar, yaitu kelompok yang mendapat nilai nol. Akhirnya, jika suatu model mempunyai beberapa variabel kualitatif dengan beberapa kelas, pengenalan variabel dummy dapat menghasilkan banyak derajat kebebasan (Gujarati, 2004: 278).

6. Model Persamaan Simultan

Seringkali hubungan satu arah atau hubungan sebab akibat satu arah tidak berarti. Ini terjadi jika Y tidak hanya ditentukan oleh X tetapi beberapa dari X sebaliknya, ditentukan oleh Y. Secara ringkas, terdapat hubungan dua arah atau simultan antara X dan (beberapa dari) X, yang membuat perbedaan antara variabel tak bebas dan variabel yang menjelaskan menjadi meragukan. Pada persamaan simultan yang dilakukan adalah mengumpulkan secara bersama-sama sejumlah variabel yang dapat ditentukan secara simultan oleh kumpulan variabel sisanya. Dalam model persamaan seperti ini terdapat lebih dari satu persamaan, satu untuk tiap variabel tak bebas, atau bersifat endogen atau gabungan atau bersama. Tidak seperti model persamaan tunggal, dalam model persaman simultan orang tidak mungkin menaksir dari satu persamaan tunggal tanpa memperhitungkan informasi yang diberikan oleh persamaan lain dalam sistem (Gujarati, 2004: 307).

Salah satu bentuk model persamaan simultan adalah model struktural, yaitu model yang menggambarkan struktur hubungan yang


(46)

commit to user

lengkap antara berbagai variabel ekonomi. Persamaan struktural dari suatu model mengandung variabel endogen, variabel eksogen, dan variabel gangguan. Parameter struktural mencerminkan pengaruh langsung dari setiap variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel endogen dalam persamaan struktural adalah variabel tak bebas dalam persamaan yang nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan, meskipun variabel tersebut mungkin juga muncul sebagai variabel bebas dalam persamaan. Variabel eksogen merupakan variabel yang nilainya ditentukan di luar model, yang meliputi lagged endogenous variable. Variabel eksogen dan variabel

endogen beda kala disebut predetermined variables (Johnston, 1984: 450-460).

Dari struktur rekursif ini tampak bahwa hubungan kausal antara variabel endogen dan variabel penjelas bersifat searah, dimana tidak terdapat ketergantungan di antara variabel endogen. Dengan demikian dapat diketahui bahwa 俰1 mempengaruhi 俰2, namun 俰2 tidak mempengaruhi 俰1. Demikian pula 俰1 dan 俰2 mempengaruhi 俰3, namun 俰3 tidak mempengaruhi 俰1 dan 俰2, berarti setiap persamaan mempelihatkan hubungan ketergantungan unilateral (Gujarati, 2004: 339-340).

7. Peramalan

Sering terdapat senjang waktu (time lag) antara kesadaran akan peristiwa kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Adanya tenggang waktu (lead time) ini merupakan alasan utama bagi perencanaan dan peramalan. Jika waktu tenggang ini nol atau sangat kecil maka


(47)

commit to user

perencanaan tidak diperlukan. Jika waktu tenggang ini panjang dan hasil peristiwa akhir tergantung pada fakta-fakta yang dapat diketahui, maka perencanaan dapat memegang peranan penting. Dalam situasi seperti itu peramalan diperlukan untuk menetapkan kapan suatu peristiwa akan terjadi atau timbul sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan (Makridakis et al., 1999: 3).

Herlambang (2002: 86) menjelaskan bahwa tujuan peramalan adalah untuk meminimalkan resiko dan ketidakpastian yang mungkin akan dihadapi perusahaan untuk operasi perusahaan dalam jangka pendek maupun untuk perencanaan jangka panjang perusahaan. Kedudukan peramalan menjadi semakin penting karena organisasi bisnis dan lingkungan menjadi semakin kompleks dan berubah dengan tempo yang semakin cepat. Semua organisasi bisnis beroperasi dalam suatu lingkungan yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian. Oleh karena itu, hasil dari peramalan dapat digunakan oleh manajer sebagai pegangan untuk menentukan masa depan perusahaan.

Situasi peramalan sangat beragam dalam horizon waktu peramalan, faktor yang menentukan hasil sebenarnya, tipe pola data dan berbagai aspek lainnya. Untuk menghadapinya dikembangkan beberapa teknik yang dikategorikan menjadi dua kategori utama, yaitu metode kualitatif atau teknologis dan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dapat dibagi menjadi deret berkala dan metode kausal, sedangkan metode kualitatif dapat dibagi


(48)

commit to user

menjadi eksploratoris dan normatif. Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut:

a. Tersedianya info tentang masa lalu;

b. Info tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data yang unik; c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus

berlanjut di masa yang akan datang.

Terdapat berbagai alat peramalan yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah tentang peramalan. Akan tetapi berbagai alat tersebut jarang yang digunakan untuk meramalkan secara langsung, tetapi lebih sebagai komponen yang lebih besar dan lebih komprehensif dari sistem peramalan. Secara garis besar terdapat dua metode peramalan yaitu

scientific and judgmental methods. Pada scientific method dapat

menjelaskan secara eksplisit bahwa peneliti menggunakan tehnik pengaturan sama dengan asumsi akan menghasilkan ramalan yang sama. Sedangkan pada judgmental method berdasarkan anggapan bahwa terdapat beberapa hal yang tidak dapat diperkirakan. Anggapan ini menimbulkan adanya ramalan yang ‘baik’ dan ‘buruk’. Suatu ramalan yang ‘baik’ hasilnya harus mendekati akurat yang berarti mendekati standar statistika yang telah ditetapkan (Butler et al., 1996: 4-6).

8. Penaksiran dan Peramalan Permintaan

Arsyad (2000: 166) menjelaskan bahwa penaksiran permintaan merupakan proses untuk menemukan nilai dari koefisien-koefisien fungsi permintaan akan suatu produk pada masa kini (current value). Sedangkan


(49)

commit to user

prakiraan permintaan merupakan proses penemuan nilai-nilai permintaan pada periode waktu yang akan datang (future value). Nilai-nilai masa kini dibutuhkan untuk mengevaluasi optimalitas penentuan harga sekarang dan kebijaksanaan promosi dan untuk membuat keputusan sehari-hari. Nilai-nilai pada waktu yang akan datang diperlukan untuk perencanaan produksi, pengembangan produk baru, investasi, dan keadaan-keadaan lain dimana keputusan yang harus dibuat mempunyai dampak pada periode waktu yang panjang.

Peramalan permintaan adalah upaya untuk mengetahui kemungkinan perubahan permintaan atau jumlah produk yang diminta oleh konsumen di masa yang akan datang. Peramalan permintaan dapat dibagi menjadi dua metode yaitu kuantitatif dan kualitatif. Metode peramalan kualitatif adalah peramalan yang didasarkan atas judgement dari seseorang atau kelompok orang. Hasil dari peramalan kualitatif dapat berupa angka-angka tetapi biasanya tidak didasarkan atas suatu data historis. Metode peramalan kuantitatif adalah metode peramalan yang menggunakan data historis sebagai dasar pijakannya. Metode kuantitatif dibagi menjadi dua bagian yaitu metode deret waktu dan metode kausal. Dasar pemikiran peramalan dengan deret waktu adalah bahwa sekumpulan data mempunyai pola dan karakteristik tertentu. Jika pola tersebut dipelajari dan diketahui, maka dapat digunakan untuk memproyeksikan data yang akan datang. Metode yang dapat digunakan diantaranya moving average, eksponential


(50)

commit to user

permintaan dengan metode kausal dilakukan dengan mencari hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu produk (variabel bebas) terhadap permintaan suatu produk (variabel tak bebas) (Herlambang, 2000: 105-108).

9. Analisis Deret Berkala (Time Series)

Makridakis et al. (1999: 329-331) menjelaskan bahwa penggunaan metode-metode peramalan umum meliputi dua tugas dasar yaitu analisis deret data dan seleksi model peramalan yang paling cocok dengan deret data tersebut. Kategori utama teknik peramalan deret berkala adalah pemulusan (smoothing) dan dekomposisi (decomposition). Metode pemulusan mendasarkan ramalannya pada prinsip perata-rataan (penghalusan) kesalahan-kesalahan masa lalu dengan menambahkan persentase kesalahan pada persentase ramalan sebelumnya. Metode dekomposisi deret berkala didasarkan pada prinsip “pemecahan” data deret berkala ke dalam masing-masing komponennya yaitu musiman, trend, siklus dan unsur random, dan kemudian dilakukan peramalan terhadap nilai masing-masing dan komposisi tersebut secara terpisah dan akhirnya menggabungkan kembali ramalan-ramalan tersebut.

Pada suatu persamaan dengan metode deret berkala, variabel bebas persamaan merupakan nilai sebelumnya dari variabel tak bebas. Nilai-nilai ini merupakan nilai-nilai time-laged dari variabel tak bebas, sehingga digunakan istilah auotoregresi (AR) untuk menjelaskan persamaan tersebut.


(51)

commit to user

俰 1俰 1 2俰 2 俰 … (1)

Kemudian dilakukan pembobotan terhadap nilai-nilai sebelumnya sehingga persamaan (1) menjadi bentuk sebagai berikut :

俰 1 1 2 2 尳 … (2)

Keterangan:

俰 = variabel terikat pada saat t

Y 1Y = variabel terikat pada saat time lagt – 1 …. t – k a = konstanta

b1bk = parameter dari Y 1Y

= nilai kesalahan pada saat t

e 1e = nilai kesalahan pada periode sebelumnya

Pada persamaan (2) secara eksplisit ditetapkan hubungan ketergantungan antara nilai-nilai kesalahan yang berurutan dan persamaan disebut model

moving average (MA). Model-model autoregresif (AR) dapat secara

efektif digabungkan dengan model moving average (MA) untuk membentuk kelas model yang sangat umum dan berguna dalam model deret berkala yang biasanya dinamakan pola atau proses

autoregresive/moving average (ARMA).

Alat-alat metodologi untuk menganalisis data deret berkala diantaranya adalah (Makridakis et al., 1999: 337-348) :


(1)

commit to user

2015 diperkirakan penawaran tahunan beras memiliki pola yang menurun sedangkan permintaan mempunyai pola meningkat. Berdasarkan kondisi tersebut, maka saran yang dapat diberikan kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya adalah sebagai berikut :

1. Menyediaan sarana dan prasarana usahatani padi secara lebih baik, misalnya melalui pemberian bantuan pembangunan jaringan irigasi agar sistem irigasi lebih lancar, dan pembagian pupuk secara lebih merata ke petani-petani di daerah. Peran pemerintah yang lainnya dapat ditunjukkan dengan menyediakan mesin perontok gabah (rice milling machine) dengan jumlah yang lebih banyak dan lebih merata. Melalui penyediaan mesin perontok gabah ini diharapkan petani dapat segera mengolah hasil panennya, sehingga kualitas beras yang dihasilkan juga tetap terjaga. Selain itu petani dapat menghemat pengeluaran untuk biaya usahatani, karena tidak perlu menyewa mesin perontok padi dengan harga sewa yang mahal. Dengan penyediaan sarana dan prasarana usahatani yang lebih baik diharapkan petani lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan produksi sehingga hasil produksi meningkat dan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo dapat meningkat pula.

2. Peningkatan alokasi anggaran biaya untuk penyuluhan pertanian dan pendampingan bagi petani. Dengan alokasi anggaran biaya yang lebih besar diharapkan kinerja pembangunan pertanian di Kabupaten Sukoharjo lebih meningkat. Alokasi anggaran biaya ini dapat dimanfaatkan untuk pemberian informasi pasar dan teknologi kepada petani padi serta


(2)

commit to user

peningkatan penyuluhan pertanian dan pendampingan bagi para petani ketika mendapat kesulitan atau masalah terkait dengan budidaya tanaman padi. Petani seringkali mengalami kesulitan ketika ada serangan hama dan penyakit. Pada kondisi ini diharapkan penyuluh pertanian lebih berperan aktif, terutama pemberian penyuluhan tentang cara penanganan hama dan penyakit tanaman secara efektif dan efisien sehingga petani tidak mengalami kerugian akibat gagal panen.

3. Meningkatkan sarana dan prasarana infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah daerah seperti jalan, jembatan, transportasi dan komunikasi untuk memperlancar distribusi dan pemasaran beras ke luar Kabupaten Sukoharjo. Adanya kelebihan penawaran keuntungan bagi pemerintah daerah, karena dapat menjual kelebihan produksi tersebut sehingga bias meningkatkan pendapatan daerah. Sarana dan prasarana transportasi yang lancar dan memadai akan mempercepat proses distribusi ke luar daerah, sehingga pendapatan dan keuntungan dapat segera diperoleh.


(3)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, M. 2008. Kebijakan Pangan, Peran Perum Bulog, dan Kesejahteraan

Petani. http://www.setneg.go.id. Diakses pada 17 Maret 2011.

Arsyad, L. 2000. Ekonomi Manajerial. BPFE, Yogyakarta.

BPS Kabupaten Sukoharjo. 2010. Sukoharjo Dalam Angka 2010. BPS Kabupeten Sukoharjo.

BPS Provinsi Jawa Tengah. 2009. Jawa Tengah Dalam Angka 2009. BPS Provinsi Jawa Tengah.

Butler, W., Robert, K., and Robert, B., 1996. Methods and Techniques of Business

Forecasting. Prentice-Hall, Inc. New Jersey, United States of America.

Contreras, J., Rosario E., Fransisco J., and Antonio J., 2003. ARIMA Models to Predict Next-Day Electricity Prices. Jurnal IEEE Transactions on Power

Systems, Volume 18 No.3, August 2003.

Daniel, M., 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.

Darsono. 2009. Peran Pemerintah dalam Mendorong Kinerja Pertanian dan Agroindustri (Analisis Kritis Masa Orde Baru dan Orde Reformasi). UNS Press bekerjasama dengan Pembaga Pengembangan Pendidikan (LPP UNS) dan Pusat Penelitian Pedesaan dan Pengembangan Daerah LPPM UNS. ISBN: 979-498-490-6. Surakarta.

Darwis, SN. 2010. Bulog, Sang Stabilisator Pangan?. http://www.bataviase.co.id. Diakses pada 17 Maret 2011.

Emperadani, W. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Beras di Rantau Prapat. Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

Gasperz, V., 2000. Ekonomi Manajerial dalam Pengambilan Keputusan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gaybita, N. 2008. Sentra Kebijakan Perberasan Nasional. www.majalahpadi.blogspot.com. Diakses pada 17 Maret 2011.

Gujarati, D. N., 2003. Basic Econometrics Fourth Edition. McGraw Hill Companies, Inc. New York. United States.

_____________. 2004. Basic Econometrics. McGraw-Hill, Inc. United States. Alih Bahasa oleh Sumarno Zain. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hasyim, H. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan


(4)

commit to user

Herlambang, T. 2002. Ekonomi Manajerial dan Strategi Bersaing. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hyndman, R. J., 2001. ARIMA Processes. http://www.arimaresearch.org. Diakses pada 10 Maret 2011.

Irawan, A. 2000. Analisis Penawaran dan Permintaan Beras di Luar Jawa. Jurnal

Ekonomi dan Keuangan Indonesia (EKI) Vol. 17 (1). Hal. 1-25.

Irawan, B. 2002. Kebijakan Penanggulangan Krisis Ekonomi dan

Konsekuensinya Terhadap Peluang Peningkatan Pendapatan Petani.

www.ejornal.unud.ac.id. Diakses pada 17 Maret 2011.

Johnston, J. 1984. Econometric Methods. McGraw-Hill, Inc. Singapore.

Kardoyo, H. dan Mudrajad K., 2002. Analisis Kurs Valas dengan Pendekatan Box-Jenkins: Studi Empiris Rp/US$ dan Rp/Yen, 1983.2-2000.3. Jurnal

Ekonomi Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang. JEP Vol

7, No. 1, 2002. Hal: 7 – 20.

Kariyasa, K. 2001. Analisis Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi: Suatu Analisis Proyeksi

Swasembada Daging Sapi 2005. Badan Penelitian dan Pengembangan,

Bogor.

Kountur, R. 2005. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Penerbit PPM, Jakarta.

Kuncoro, M. dan Inayah, 2003. Studi Perilaku Kurs Rp/US$ Periode 1 Januari

1999 – 30 April 2002. http://www.mudrajat.com. Diakses pada 6 April

2011.

Lassa, J. 2006. Politik Ketahanan Pangan Indonesia 1950-2005. http://www.fivims.net/3ddf_politikketahananpanganindonesia1950-2005. Diakses pada 14 Januari 2011.

Made, N. S. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi

Pembangunan Vol. 13 No. 1, April 2008: 51-60.

Makridakis, P., Steven C. Wheelwright, and Victor E. Mcgee. 1999. Forecasting, 2nd Edition. John Wiley and Sons, Inc. United States. Diterjemahkan oleh Untung Sus Andriyanto dan Abdul Basith. Metode Aplikasi

Peramalan Edisi Kedua Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Malian, H., Sudi M., Mewa A., 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi dan Harga Beras Serta Inflasi Bahan Makanan.


(5)

commit to user

Mankiw, N. G, 2000. Pengantar Ekonomi Jilid I.. Diterjemahkan oleh Drs. Haris Munandar, MA. Penerbit Erlangga, Jakarta

Maulana, M., Nizwar S., Pantjar S., 2006. Analisis Kendala Penawaran dan Kebijakan Revitalisasi Produksi Padi. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 24 No.2, Oktober 2006: 207-230.

Nicholson, W. 2002. Intermediate Microeconomics and Its Application, Eight

Edition. Harcount, Inc. New York. Alih Bahasa: Bayu Mahendra dan

Abdul Aziz. Penerbit Erlangga, Jakarta.

___________. 2004. Intermediate Microeconomics and Its Application, Ninth

Edition. Thomson-South Western, Inc. Ohio, United States.

Nochai, R. dan Titida N. 2006. ARIMA Model for Forecasting Oil Palm Price.

Proceedings of the 2nd IMT-GT Regional Conference on Mathematics,

Statistics and Applications. June 13-15, 2006. University Sains

Malaysia, Penang.

Nurmalina, R. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal Agro

Ekonomi, Volume 26 No. 1, Maret 2008: 47-79.

Nuryanti, Sri. 2005. Analisis Keseimbangan Sistem Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 23 No.1, Mei 2005: 71-81.

Perum Bulog. 2010. Sejarah Perum BULOG. http://www.bulog.co.id. Diakses pada 17 Maret 2011.

Pindyck, R. S. dan Daniel L. R. 2007. Microeconomic, Sixth Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. Mikroekonomi Edisi Ke-6 Jilid I. Alih Bahasa: Nina Kurnia Dewi. PT. Indeks, Jakarta.

Pramono, J., Seno B., Widarto, 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Jurnal Agrosains, 7(1): 1-6, 2005.

Pusdatin Deptan. 2011. Analisis Regresi : Sebuah Konsep Dasar. http://www.deptan.go.id. Diakses pada 17 Maret 2011.

Rahmad, R. 2010. Stabilisasi Mutu Beras Pecah Kulit Melalui Penerapan

Teknologi Penyimpanan Hermetik. http://www.wordpress.com/

pangan_media_komunikasi_dan_informasi. Diakses pada 24 Desember

2010.

Ratna, A. 2004. Peramalan Permintaan Beberapa Komoditi Sayuran Pada PT.


(6)

commit to user

Saifullah, A. 2001. Peran Bulog Dalam Kebijakan Perberasan Nasional. http://www.bulog.co.id. Diakses pada 17 Maret 2011.

Salvatore, D. 2006. Schaum’s Outlines: Microeconomic, Fourth Edition. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. New York. Schaum’s Outlines:

Mikroekonomi Edisi Ke-4. Alih Bahasa: Rudi Sitompul, Haris

Munandar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Samuelson, P. A dan W. D. Nordhaus, 2001. Ilmu Mikroekonomi. Diterjemahkan oleh Nur Rosyidah, Anna Elly dan Bosco Carvalo. PT. Media Global Edukasi, Jakarta.

Sari, P. R. 2010. Permodelan Persediaan dan Pengeluaran Beras di Bulog Jawa

Timur. http://www.its.ac.id. Diakses pada 4 April 2011.

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Penerbit Graha Ilmu, Jogjakarta.

Suci, R. 2010. Pemodelan Kombinasi Tren Deterministik dan Stokastik Pada Kasus Pelonjakan Volume Penumpang Lebaran Moda Kereta Api

Ekonomi. http://www.undip.ac.id. Diakses pada 4 April 2011.

Sudantoko, D. 2003. Dilema Otonomi Daerah. Penerbit Andi, Yogyakarta. Sukirno, S, 2001. Pengantar Mikro Ekonomi Edisi Kedua. BPFE UI, Jakarta. Sukma, A. 2010. Perbandingan Metode Time Series Regression dan ARIMAX

Pada Permodelan Data Penjualan Pakaian di Boyolali. http://www.

ITS-Undergraduate-12608-Paper.com. Diakses pada 4 April 2011. Sumaryanto. 2009. Diversifikasi Sebagai Salah Satu Pilar Ketahanan Pangan.

Makalah disajikan dalam Seminar Memperingati Hari Pangan Sedunia

yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2009.

Sutrisno. 2009. Dilematis Kebijakan Harga Beras di tingkat Petani. Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati. http://litbang.patikab.go.id. Diakses pada 7 Maret 2011.

Varian, H. R. 2003. Intermediate Microeconomics: A Modern Approach, Sixth

Edition. W. W. Norton & Company, Inc. New York.

Widjaja, H.A.W. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

____________. 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia: Dalam Rangka

Sosialisasi UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. PT.