Perkembangan Kondisi Perekonomian Daerah
54 4.1.4.
Kesejahteraan Masyarakat
Gambaran belum meratanya kesejahteraan masyarakat diantaranya dapat dilhat dari
kondisinya kemiskinan masyarakat, yaitu kelompok masyarakat yang belum mampu memenuhi
kebutuhan konsumsi minimalnya baik berupa makanan maupun non makanan. Kondisi ini
dapat ditunjukkan berdasarkan data kemiskinan BPS.
Persentase penduduk di wilayah Kalimantan hingga tahun 2010 sudah berada di bawah tingkat
kemiskinan nasional. Tingkat kemiskinan tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Barat yaitu
sebesar 428,8 Ribu jiwa 9,02. Sementara tingkat kemiskinan terendah berada di provinsi
Kalimantan Tengah yaitu sebesar 164,2 ribu jiwa 6,77. Berdasarkan perkembangan dalam 2
tahun terakhir, perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin antarprovinsi di
wilayah Kalimantan menunjukkan peningkatan di Provinsi Kalimantan Selatan, dan penurunan
di 3 provinsi lainnya, walaupun dengan penurunan yang relatif rendah.
Tabel: 4.10 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi Periode Maret 2009-Maret 2010
Provinsi
JUMLAH PENDUDUK MISKIN RIBU JIWA
PERSENTASE PENDUDUK MISKIN
Urban Rural
U + R
Urban Rural
U + R
2009 2010
2009 2010
2009 2010
2009 2010
2009 2010
2009 2010
Kalimantan Barat
94,0 83,4
340,8 345,3
434,8 428,8
7,23 6,31
10,09 10,06
9,30 9,02
Kalimantan Tengah
35,8 33,2
130,1 131,0
165,9 164,2
4,45 4,03
8,34 8,19
7,02 6,77
Kalimantan Selatan
68,8 65,8
107,2 116,2
176,0 182,0
4,82 4,54
5,33 5,69
5,12 5,21
Kalimantan Timur
77,1 79,2
162,2 163,8
239,2 243,0
4,00 4,02
13,86 13,66
7,73 7,66
INDONESIA 11.910,5
11.097,8 20.619,4
19.925,6 32.530,0
31.023,4 10,72
9,87 17,34
16,56 14,15
13,33
Berdasarkan wilayah perkotaan urban dan perdesaan rural, tingkat kemiskinan di setiap
provinsi sebagian besar berada di perdesaan, dan proporsi tingkat kemiskinan diperdesaan
tertinggi adalah di Provinsi Kalimantan timur yaitu sebesar 13,66 persen, sementara di
perkotaan hanya sebesar 4,02 persen.
4.2. Iklim
Investasi Regional
Lingkungan berusaha di tingkat provinsi menentukan iklim usaha di tingkat lokal maupun di
wilayah provinsi secara umum. Kondisi iklim usaha ini terkait dengan factor eksternalitas,
economies of scale, regional‐specific, dan peran Pemda untuk fasilitasi kebijakan, koordinasi
dan pengendalian aktivitas penanaman modal di wilayah Provinsi.
Hasil survey KPPOD mengenai iklim usaha di 33 provinsi di Indonesia menggambarkan potret
atas kinerja sejumlah variabel yang mempengaruhi lingkungan usaha di suatu wilayah provinsi.
Parameter yang digunakan meliputi tingkat kinerja dari 10 indikator. yakni:
1. Kelembagaan
Penananan Modal: mencakup keseluruhan proses pelayanan seperti
kelancaran proses perijinan, efektvitas promosi, dan lain‐lain.
2. Promosi
Investasi Daerah: mencakup pengenalan Pemda akan potensi daerahnya,
ketepatan dalam memilih sektor unggulan, efisiensi dan efektivitansya untuk
Perkembangan Kondisi Perekonomian Daerah
55
mempromosi potensi unggulan tersebut adalah rangkaian upaya yang membantu dan
memudahkan para investor dalam membuat keputusan lokasi investasi secara tepat.
3. Program
Pengembangan Usaha: peran Pemda dalam memberi insentif dan bantuan
nyata bagi kelancaran aktivitas usaha adalah nilai tambah yang dinilai tinggi oleh para
pelaku usaha.
4.
Peranaan Dunia Usaha dalam Perekonomian Daerah: ketersediaan sejumlah faktor
bagi kelancaran investasi sebagai hasil peran pelaku usaha, seperti keberadaan lembaga
keuangan, merupakan prasayarat awal yang pasti diperlukan investor dalam memulai
usaha, sekaligus petunjuk tingkat perkembangan ekonomi yang sudah ada di suatu
daerah. 5.
Infrastruktur: ketersediaan, kualitas dan kebijakan tata kelola infrastruktur yang
memadai memungkinkan mobilitas barang dan manusia yang amat diperlukan dalam
jenis investasi apa pun, dimana para pelaku usaha akan lebih fokus kepada upaya
peningkatan produktivitas perusahaannya dan tidak dibebani oleh pelimpahan
kewajiban Pemda untuk menjamin sarana‐prasarana dasar.
6. Kemahalan
Investasi: Biaya berbisnis legal yang mahal tidak proporsional dan
ancaman ketakpastian pungutan liar meningkatkan biaya, resiko dan kesempatan
persaingan para pelaku usaha. Ini sekaligus sinyal buruk ihwal rendahnya komitmen
Pemda bagi dukungan jangka panjang berkelanjutan pembangunan ekonomi.
7. Akses
Lahan Usaha: akses tanah dan kepastian status formalnya sering menjadi kendala
memulai dan melanjuntukan usaha, terutama yang berbasis lahan luas. Upaya
memastikan ketersediaan dan legalitas hukumnya adalah prioritas tinggi dalam tuntutan
pelaku usaha.
8. Tenaga
Kerja: ketersediaankualitas pekerja dan fleksibilitas pasar tenaga kerja
merupakan jaminan bagi adanya produktivitas dalam kegiatan usaha. Secara social dan
ekonomi, tentu jauh lebih baik kalau sumber tenaga kerja adalah berasal dari itu sendiri,
yang direkrut secara bebas‐profesioanl dan tanpa proteksionisme berlebihan.
9. Kemanan
Dunia Usaha: lingkungan sosial, ekonomi, politik di daerah maupun
lingkungan keamanan usaha suatu perusahaan menjamin lancarnya kegiatan dan
terprediksinya biaya‐resiko eksternal para pelaku usaha. Kapasitas Pemda untuk
menjamin danatau menangani gangguan keamanan memastikan jaminan perlindungan
usaha
dan keselamatan segenap pelaku ekonomi itu sendiri.
Perkembangan Kondisi Perekonomian Daerah
56
10. Kinerja
Ekonomi Daerah: indikator
ekonomi suatu
daerah, seperti
pertumbuhan investasi dan ekonomi,
maupun indikator sosio‐ekonomi seperti
tingkat IPM, adalah lingkungan makro
yang berdampak
signifikan bagi
produktivitas usaha.
Berdasarkan kinerja setiap indikator beserta
bobot tiap indikator, dihasilkan indeks komposit
iklim investasi, dengan nilai indeks semakin
tinggi menunjukkan kondisi iklim investasi
semakin kondusif, dan sebaliknya. Berdasarkan
hasil pemeringkatan dari seluruh provinsi di
Indonesia, Provinsi
Kalimantan Selatan
menduduki peringkat 3 teratas, dibawah
Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Tengah.
Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat,
dan Kalimantan Tengah masing menduduki peringkat 7, 9, dan 13.
Keunggulan Provinsi Kalimantan Selatan dalam peringkat indeks Iklim Investasi dibanding
provinsi lain di wilayah Kalimantan, antara lain memiliki keunggulan dalam aspek Komitmen
Pemerintah provinsi dalam Pengembangan Dunia Usaha, Akses Lahan Usaha, Keamanan Usaha,
dan ketersediaan infrastruktur. Kondisi ini ditunjukkan dari peringkat komponen tersebut yang
menempati peringkat 4‐9 secara nasional. Namun demikian, Provinsi Kalimantan Selatan
memiliki kelemahan dari aspek kinerja perekonomian daerah.
Provinsi Kalimantan Timur yang menduduki peringkat ke‐7 secara nasional, memiliki
keunggulan dari sisi kondisi Tenaga Kerja, Keamanan Usaha, Kinerja Ekonomi Daerah, dan
Peranan Dunia Usaha dalam Perekonomian Daerah, namun memiliki kelemahan dalam sisi
promosi investasi.
Provinsi Kalimantan Barat yang menduduki peringkat ke‐9, memiliki keunggulan dari sisi
kelembagaan pelayanan penanaman modal, promosi investasi daerah, dan komitmen
pemerintah provinsi dalam pengembangan dunia usaha, dan memiliki kelemahan dari sisi
keamanan usaha dan kondisi infrastruktur.
Provinsi Kalimantan Tengah yang menduduki peringkat 13, relatif baik dari sisi Komitmen
Pemerintah provinsi dalam Pengembangan Dunia Usaha Akses Lahan Usaha Peranan Dunia
Usaha dalam Perekonomian Daerah di banding provionsi‐provinsi lain di Indonesia, namun
masih tertinggal dari sisi Infrastruktur, promosi investasi, dan kinerja ekonomi daerah.
Gamabaran selengkapnya dari komponen indeks iklim investasi tersebut dapat dilihat pada
Tabel 5.1.
Gambar: 4.8.
Indeks Iklim Investasi Indeks Total
Sumber: Pemeringkatan Iklim Investasi di Indonesia, KPPOD 2008
59.86 60.73
62.23 64.45
71.18
40 45 50 55 60 65 70 75
Jambi : 14
KALIMANTAN TENGAH : 13
DKI, Jakarta : 12
Aceh : 11
Bali : 10
KALIMANTAN BARAT : 9
Kepulauan Riau : 8
KALIMANTAN TIMUR : 7
Jawa Timur : 6
Sulawesi Selatan : 5
Gorontalo : 4
KALIMANTAN SELATAN : 3
Jawa Tengah : 2
Sulawesi Utara :1
Perkembangan Kondisi Perekonomian Daerah