Hasil Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

 Kemampuan mengemukakan banyak gagasan mengenai model matematika pada PLSV dan PtLSV. Dari soal postes yang diberikan, pertanyaan yang mampu mengukur kemampuan siswa dalam mengemukakan ide mengenai model matematika pada PLSV adalah soal nomor 3a, dan pada PtLSV adalah nomor 4a. Salah satu contoh model soal fluency yang diberikan sebagai berikut: “Soleh akan membeli sepatu dan sandal di Toko Makmur. Harga sepasang sepatu sama dengan lima kali harga sepasang sandal. Jika Soleh akan membeli sepasang sepatu dan tiga pasang sandal maka Soleh harus membayar Rp144.000,00. Buatlah beberapa model matematik a yang sesuai dengan masalah tersebut” Pada soal diatas, siswa diminta membuat beberapa model matematika yang merujuk pada soal tersebut sesuai dengan aturan Persamaan Linier Satu Variabel PLSV. Adapun perbandingan skor yang diperoleh siswa kelas ekperimen dan siswa kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.7 TABEL PERBANDINGAN SKOR SISWA NO. 3.a SKOR PROPORSI PROPORSI EKSPERIMEN KONTROL 5,6 13,9 1 5,6 27,8 2 19,4 11,1 3 52,7 19,4 4 16,7 27,8 Setelah dilakukan analisis terhadap jawaban siswa, presentase siswa yang mendapatkan skor maksimal di kelas kontrol lebih tinggi daripada siswa di kelas eksperimen yaitu 16,7 : 27,8. Namun jawaban yang diberikan oleh kelas eksperimen lebih bervariasi dibandingkan kelas kontrol. Kesalahan yang banyak dilakukan siswa kelas eksperimen yaitu masih menggunakan dua variabel dalam mengemukakan gagasannya mengenai model matematika serta belum dapat menggunakan aturan aljabar dengan baik sepeti tidak menggunakan satu huruf alphabet saja dalam memisalkan objek, sehingga belum memperoleh skor yang maksimal. Bagaimana cara siswa menjawab di kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat diamati pada gambar berikut : - Contoh jawaban siswa kelas eksperimen : Gambar 4.7.i skor 3 Pada Gambar 4.7.i diatas menunjukkan bahwa siswa sudah mampu mengungkapkan beberapa gagasannya dengan lancar, dapat menggunakan konsep penjumlahan aljabar dengan lancar pula, namun permisalan sepatu menjadi “se” serta sandal menjadi “sa” yang penulis anggap belum sesuai, karena aturan penulisan persamaan aljabar pada PLSV yaitu hanya menggunakan satu huruf alphabet saja. - Contoh jawaban siswa kelas kontrol : Gambar 4.7.ii skor 4 Pada Gambar 4.7.ii diatas merupakan salah satu contoh jawaban kelas kontrol yang mendapatkan skor maksimal. Dapat dilihat bahwa ide yang diberikan sudah cukup baik serta proses menyebutkan beberapa bentuk model pun sudah cukup baik. Hal ini yang membedakan perbandingan skor maksimal kelas kontrol lebih besar dibandingkan dengan skor maksimal kelas eksperimen. 53 b Kemampuan Berpikir luwes Salah satu definisi berpikir luwes adalah menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi. Untuk unsur berpikir luwes ini, terdapat dua perilaku siswa yang diteliti, yaitu  Memberikan bermacam penafsiran terhadap suatu masalah aljabar yaitu menentukan beberapa persamaan yang setara terhadap bentuk PLSV dan PtLSV yang telah diberikan Dari soal postes yang diberikan, pertanyaan yang digunakan untuk melihat bagaimana siswa memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap model matematis PLSV adalah soal nomor 2a serta PtLSV nomor 2b . Salah satu contoh model soal flexibility yang diberikan sebagai berikut: “Tuliskanlah berbagai macam persamaan yang setara dengan persamaan     1 3 2 5 2 1    x x ” Soal tersebut merujuk pada kemampuan siswa dengan luwes menentukan beberapa bentuk setara pada persamaan yang terdapat pada soal dengan cara menggunakan beberapa konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian, serta pembagian pada masalah Aljabar. Adapun perbandingan skor yang diperoleh kedua kelas untuk soal nomor 2.a dapat diamati pada tabel di bawah: Tabel 4.8 TABEL PERBANDINGAN SKOR SISWA NO. 2.a SKOR PROPORSI PROPORSI EKSPERIMEN KONTROL 5,6 19,4 1 13,8 19,4 2 25 47,2 3 5,6 4 50 13,8 Setelah dilakukan analisis terhadap jawaban siswa, presentase skor maksimal terbesar terdapat di kelas eksperimen, hal ini menunjukkan kemampuan berpikir luwes kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa kelas kontrol. Sebagian besar siswa kelas eksperimen sudah mampu memberikan bermacam- macam penafsiran terhadap suatu masalah matematika. Bagaimana cara siswa menjawab di kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat diamati pada gambar berikut : - Contoh jawaban siswa kelas eksperimen : Gambar 4.8.i skor 4 Pada gambar 4.8.i menjelaskan bahwa siswa kelas eksperimen dapat mengemukakan bermacam penafsiran untuk memperoleh beberapa bentuk setara yang sesuai dengan permasalahan aljabar yang diberikan dengan menggunakan tahapan matematis. Siswa sudah mampu menerapkan berbagai konsep operasi aljabar dengan baik dalam menentukan bentuk setara yang diinginkan. - Contoh jawaban siswa kelas kontrol : Gambar 4.8.ii skor 3 55 Sekilas terlihat tampak sama antara jawaban yang diberikan siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas kontrol, namun dapat dilihat terdapat kekeliruan konsep penulisan perkalian aljabar dalam bilangan yang dilingkari oleh penulis, seharusnya pada bilangan yang dijumlah diberikan tanda dalam kurung terlebih dahulu meskipun bentuk persamaan setara yang lain sudah baik, dan sudah muncul ide-ide yang kreatif dari siswa, namun dalam matematika hal tersebut merupakan kekeliruan yang besar sehingga dapat mengganti maksud dari operasi yang dilakukan.  Memikirkan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan PLSV . Menentukan penyelesaian dari sebuah PLSV dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah metode substitusi. Perilaku ini dapat diukur dari soal nomor 3 b. Contoh model soal flexibility yang diberikan sebagai berikut: “Soleh akan membeli sepatu dan sandal di Toko Makmur. Harga sepasang sepatu sama dengan lima kali harga sepasang sandal. Jika Soleh akan membeli sepasang sepatu dan tiga pasang sandal maka Soleh harus membayar Rp144.000,00. Berapa rupiah yang harus dibayar Soleh jika ia membeli tiga pasang sepatu dan empat pasang sandal?” Jika siswa dapat dengan tepat menentukan model dari masalah yang diberikan, maka siswa dapat dengan luwes menentukan nilai masing-masing variabel yang ditanyakan dari soal cerita yang diberikan. Adapun perbandingan skor yang diperoleh siswa dari kedua kelas, dapat diamati pada tabel berikut: Tabel 4.9 TABEL PERBANDINGAN SKOR SISWA NO. 3.b SKOR PROPORSI PROPORSI EKSPERIMEN KONTROL 16,7 16,7 1 33,3 2 11,1 13,8 3 22,2 8,3 4 50 27,8 56 Dari hasil analisa jawaban kedua kelas, umumnya siswa kelas eksperimen menjawab dengan benar dan sesuai dengan pertanyaan dengan proporsi terbesar yaitu 50. Sedangkan di kelas kontrol, hanya 27,8 dari jumlah siswa dapat menjawab dengan tepat dan mendapat skor maksimum. Hal ini dapat terjadi karena pemahaman konsep memodelkan suatu masalah kedalam bentuk aljabar merupakan prasarat yang harus dikuasai siswa terlebih dahulu sebelum siswa dapat menggunakan beberapa cara untuk menentukan jawaban yang sesuai. Sebagian siswa kelas kontrol masih mengalami kesulitan dalam memodelkan suatu masalah matematika kedalam model matematika, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk menyelesaikan masalah matematika yang terdapat dalam soal. Bagaimana cara siswa menjawab di kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat diamati pada gambar berikut : - Cara menjawab siswa kelas eksperimen: Gambar 4.9.i skor 4 Seperti yang terlihat pada Gambar 4.9.i bahwa siswa sudah dapat menginterpretasikan soal dengan baik, memulai mengerjakan suatu masalah dengan mengembangkan model matematika yang telah dibuatnya, mencari harga satuan, kemudian mencari nilai yang ditanyakan pada soal. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas eksperimen sudah mampu memikirkan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah yang terdapat pada soal PLSV. - Cara menjawab siswa kontrol : Gambar 4.9.ii skor 4 Sama halnya dengan siswa kelas eksperimen, siswa kelas kontrol yang diajar dengan menggunakan pendekatan konvensionalpun dapat menyelesaikan atau mampu memikirkan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah yang terdapat pada PLSV. Namun, jumlah siswa yang mendapatkan skor maksimal di kelas kontrol lebih sedikit dibandingkan dengan kelas eksperimen. Kesalahan yang banyak terjadi pada siswa kelas kontrol adalah siswa hanya menuliskan isinya saja tanpa mengemukakan ide ataupun menyelesaikan tahapan matematis dari masalah yang diberikan. c Kemampuan Berpikir Orisinil Pengertian berpikir orisinil menurut Munandar adalah mampu melahirkan ungkapan baru dan unik. Untuk unsur berpikir orisinil, hanya satu perilaku siswa yang diteliti yaitu memikirkan masalah atau hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. Soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan orisinil siswa adalah soal nomor 1b. Contoh model soal originality yang diberikan sebagai berikut: “Buatlah beberapa contoh masalah dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan 4y + 7 15 ”. Siswa diminta memberikan idenya sendiri, melahirkan ungkapan-ungkapan baru yang unik yang tidak terpikirkan oleh orang lain. Yang terpenting dalam mengukur kemampuan berpikir orisinil siswa diantaranya yaitu kalimat matematika yang dikemukakan oleh siswa harus sesuai dengan model matematika yang terdapat pada soal. Adapun perbandingan perolehan skor siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 58 Tabel 4.10 TABEL PERBANDINGAN SKOR SISWA NO. 1.b SKOR PROPORSI PROPORSI EKSPERIMEN KONTROL 5,6 11,1 1 2 36,1 50 3 47,2 16,7 4 11,1 22,2 Di kelas eksperimen maupun kelas kontrol memiliki cara mengemukakan ide yang berbeda. 11,1 siswa kelas eksperimen dan 22,2 siswa kelas kontrol mendapatkan skor maksimum, artinya presentase skor maksimum yang diperoleh kelas kontrol lebih besar dibandingkan kelas eksperimen. Namun variasi jawaban dan keunikan jawaban kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Sebagian dari mereka menggunakan penafsiran-penafsiran atau ungkapan yang unik untuk menerjemahkan bentuk aljabar yang diberikan terhadap masalah matematika yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Cara siswa kelas eksperimen dan kontrol menjawab soal nomor 1b, dapat diamati pada Gambar 4.10 berikut: - Cara menjawab siswa eksperimen : Gambar 4.10 i skor 4 - Cara menjawab siswa kontrol : Gambar 4.10.ii skor 4 59 Kedua gambar diatas menunjukkan skor yang diperoleh perwakilan kedua kelas sama, yaitu mendapatkan skor 4. Namun dapat dilihat adanya perbedaan penggunaan ungkapan pada kedua siswa tersebut, siswa eksperimen yang mendapatkan skor 4 menuliskan dengan lebih unik, penggunaan masalah yang sesuai serta mampu melahirkan ungkapan yang baru yang tidak pernah terpikirkan dengan orang lain. Sedangkan Gambar 4.10.ii terlihat masalah sehari-hari yang diberikan sudah sesuai dengan permasalahan aljabar pada soal, namun sudah umum digunakan serta bukan merupakan ungkapan yang baru. Hal inilah yang menjadikan jawaban-jawaban di kelas eksperimen lebih bervariasi dibandingkan dengan siswa kelas kontrol meskipun presentase skor maksimalnya lebih kecil. d Kemampuan Berpikir Rinci Salah satu definisi berpikir rinci adalah mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk. Untuk indikator berpikir rinci, terdapat satu perilaku siswa yang diujikan yaitu mencari arti lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci.  Merepresentasikan masalah PLSV ke dalam konsep-konsep matematis. Pertanyaan yang mengukur kemampuan ini adalah soal nomor 3c, yaitu siswa diminta mengembangkan suatu gagasan untuk memperoleh jumlah sepatu dan sandal maksimal yang dapat diperoleh dengan uang Rp 500.000,00. Contoh model soal elaboration yang diberikan sebagai berikut: “Soleh akan membeli sepatu dan sandal di Toko Makmur. Harga sepasang sepatu sama dengan lima kali harga sepasang sandal. Jika Soleh akan membeli sepasang sepatu dan tiga pasang sandal maka Soleh harus membayar Rp144.000,00. Jika Soleh mempunyai uang sebesar Rp500.000,00, berapakah jumlah sepatu dan sandal yang harus dibelinya? Berikan alasannya?” Untuk menyelesaikan masalah tersebut, langkah awal yang harus dikuasai siswa adalah dapat menginterpretasikan maksud dari masalah yang diberikan, serta siswa menjawab dengan rinci pertanyaan yang terdapat dalam masalah tersebut. Adapun perbandingan perolehan skor siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 60 Tabel 4.11 TABEL PERBANDINGAN SKOR SISWA NO. 3.c SKOR PROPORSI PROPORSI EKSPERIMEN KONTROL 16,67 22,2 1 36,1 2 13,9 16,7 3 11,1 11,1 4 58,3 13,8 Dari hasil analisa jawaban kedua kelas, proporsi siswa kelas eksperimen yang mendapatkan nilai sempurna lebih banyak dibandingkan siswa kelas kontrol, yaitu 58,3 : 13,8, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa eksperimen sudah mampu mengembangkan masalah dengan baik, dapat memahami maksud soal, serta dapat menuangkan idenya melalui proses menjawab soal dengan rinci. Sedangkan, presentase terbesar siswa dikelas kontrol terdapat pada skor 1 yaitu 36,1, hal ini menunjukkan siswa kelas kontrol belum mampu mengembangkan masalah dengan baik, jawaban yang diberikan hanya isinya saja ataupun tidak bersesuaian dengan maksud soal, meskipun demikian penulis menghargai atas usaha yang mereka lakukan serta ide yang mereka kemukakan. Cara siswa kelas eksperimen dan kontrol menjawab soal nomor 3c, dapat diamati pada Gambar 4.11 berikut: - Cara menjawab siswa eksperimen : Gambar 4.11.i skor 4 61 Dapat terlihat pada Gambar 4.11.i bahwa siswa sudah mampu menuliskan jawaban dengan baik dan rinci dengan menggunakan tahapan matematis yang benar. Kemampuan berpikir untuk menyelesaikan masalah kognitif pun sudah baik. Siswa tidak menuliskan jumlah sepatu yang diperolehnya dengan “2,129...” melainkan dibulatkan menjadi “2”. - Cara menjawab siswa kontrol : Gambar 4.11.ii skor 4 Dapat terlihat contoh jawaban siswa kontrol diatas, hasil akhir jumlah sepatu dan sandal sudah sesuai dengan masalah, kemampuan berpikir matematisnya pun sudah baik, namun siswa tidak melalui tahapan matematis untuk menyelesaikannya. Hal ini dapat terlihat bahwa siswa kelas eksperimen mampu menjawab masalah lebih rinci dan sesuai dengan tahapan matematis dibandingkan dengan siswa kelas kontrol.  Merepresentasikan masalah PtLSV ke dalam konsep-konsep matematis. Pertanyaan yang mengukur kemampuan ini adalah soal nomor 4b dan 4c, yaitu siswa diminta menentukan jumlah mobil maksimal yang dapat ditampung di area parkir. Salah satu contoh model soal elaboration yang diberikan sebagai berikut: “Luas maksimal sebuah area parkir adalah 300 m². Diketahui luas rata-rata untuk sebuah bus adalah 18 m² dan untuk sebuah mobil 6 m². Jika jumlah mobil yang dapat ditampung di area parkir adalah 10 buah lebih banyak dari jumlah bus. Tentukanlah jumlah mobil maksimal yang dapat ditampung di area parkir tersebut” Untuk menyelesaikan masalah tersebut, langkah awal yang harus dikuasai siswa adalah dapat menginterpretasikan maksud dari masalah yang diberikan, 62 serta mampu menuliskan jawaban dengan rinci. Adapun perolehan skor siswa kedua kelas dapat diamati pada tabel berikut ini: Tabel 4.12 TABEL PERBANDINGAN SKOR SISWA NO. 4.c SKOR PROPORSI PROPORSI EKSPERIMEN KONTROL 33,3 47,2 1 30,6 44,4 2 19,4 3 8,3 2,8 4 8,3 5,6 Dari hasil analisa jawaban kedua kelas, proporsi siswa yang mendapatkan skor maksimal terdapat di kelas eksperimen yaitu 8,3. Namun hal ini pun belum dapat dikatakan baik karena 30,6 siswa eksperimen memperoleh skor 1, dikarenakan hanya menuliskan ide tanpa melakukan tahapan matematis menuliskan isinya saja, begitupun dengan siswa kelas kontrol. Tidak ada satu pun siswa kelas kontrol yang mendapatkan skor 2. Hal ini menunjukkan kemampuan berpikir siswa di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan siswa kelas kontrol. Sebagian siswa sudah dapat mengemukakan ide-idenya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, serta sudah mencoba menjawab soal dengan langkah yang rinci. Cara siswa kelas eksperimen dan kontrol menjawab soal nomor 4b, dapat diamati pada Gambar 4.12 berikut: - Cara menjawab siswa kelas eksperimen: Gambar 4.12.i skor 4 63 Dari Gambar 4.12.i diatas terlihat bahwa siswa kelas eksperimen sudah mampu menyelesaikan masalah dengan jawaban yang sistematis dan rinci. Sudah dapat mengembangkan suatu model pertidaksamaan linier serta dapat memahami maksud pertanyaan yang diajukan soal. - Cara menjawab siswa kelas kontrol: Gambar 4.12.ii skor 1 Seperti terlihat pada Gambar 4.12.ii diatas, bahwa sebagian besar siswa dikelas kontrol hanya mengisi isinya saja tanpa melakukan tahapan matematis ataupun jawaban yang rinci. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir rinci kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa kelas kontrol. Secara keseluruhan beberapa sub-indikator dalam kemampuan berpikir lancar, luwes, dan orisinil kedua kelas cukup baik, walaupun rata-rata perolehan skor kelas eksperimen lebih baik dari pada rata-rata skor kelas kontrol. Meskipun demikian kemampuan berpikir rinci kedua kelas masih tergolong rendah. Secara visual, deskripsi hasil postes untuk masing-masing indikator berpikir kreatif matematis yang diukur ditunjukkan pada grafik 4.2 di bawah ini: Grafik 4.2 Diagram Skor Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dari tabel dan grafik di atas terlihat tingkat perkembangan kemampuan berpikir siswa yang paling baik adalah kemampuan berpikir luwes, selanjutnya kemampuan berpikir lancar dan kemampuan berpikir orisinil, yang paling rendah 10 20 30 40 50 60 70 80 Kelancaran Keluwesan Keorisinilan Kerincian Kontrol Eksperimen 64 adalah kemampuan berpikir rinci siswa. Rata-rata kemampuan berpikir kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa kelas kontrol, dapat dikatakan pendekatan Realistic Mathematics Education efektif digunakan untuk meningkatkan kelancaran, keluwesan, dan keorisinilan berpikir siswa. Isneni Fitri dalam skripsinya menyimpulkan, “Secara kualitatif, siswa yang dalam pembelajarannya diterapkan pendekatan kontekstual strategi REACT memiliki kemampuan bepikir lancar dan luwes yang lebih baik dari pada kemampuan berpikir rinci dan berpikir orisinilnya. Dari kesimpulan tersebut terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual CTL dan dengan siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan RME. Dalam penggunaan pendekatan RME ternyata juga mampu meningkatkan kemampuan berpikir orisinil siswa disamping dapat meningkatkan kemampuan berpikir lancar dan berpikir luwes. Namun, kemampuan berpikir rinci siswa sama-sama belum dapat dikembangkan secara maksimal. Siswa di kelas eksperimen yang mendapatkan skor di atas rata-rata pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Di setiap pertemuannya pada kelas eksperimen, siswa selalu terdorong untuk mengajukan banyak pertanyaan, terlebih dalam forum interaktif. Siswa yang mendapat total skor maksimum di kelas eksperimen selalu memberikan pertanyaan yang cukup baik di setiap pertemuannya. Kemandirian siswa dalam belajar juga mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa, siswa yang nilainya di atas rata-rata umumnya mengerjakan LKS dengan jawaban yang bervariasi walaupun mereka selalu diberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok belajar masing-masing. Terdapat beberapa keunggulan dalam pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education, diantaranya yaitu: 1. Siswa lebih tertarik dan lebih mudah memahami pembelajaran karena diawali dengan permasalahan yang relevan dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mereka. 2. Terjadi komunikasi dua arah antara sesama siswa dan antara siswa dan guru. Forum diskusi yang dilakukan lebih interaktif karena siswa diberi kebebasan mengungkapkan gagasan dan ide-idenya. 3. Guru sebagai fasilitator dapat menuntun siswa pada pemahaman yang lebih tinggi dengan tahapan bimbingan yang diberikan. 4. Siswa lebih memahami proses terbentuknya suatu konsep sehingga tidak mudah lupa karena siswa mengalami sendiri proses terbentuknya konsep tersebut. 5. Meningkatkan sikap positif siswa dalam pembelajaran diantaranya yaitu rasa ingin tahu, menghargai pendapat orang lain, dan mandiri dalam mengkontruksi pengetahuannya. 6. Soal-soal berpikir kreatif lebih baik digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa, serta dapat membedakan antara siswa yang memahami konsep ataupun hanya sekadar hapal dengan rumus. Selain memiliki beberapa keunggulan, terdapat beberapa kelemahan yang dirasakan peneliti selama pembelajaran berlangsung, diantaranya yaitu: 1. Siswa sebaiknya sudah memiliki motivasi belajar yang baik agar siswa dapat dengan sungguh-sungguh mengikuti proses pembelajaran dikelas. 2. Pertanyaan dan pernyataan yang disajikan harus benar-benar berupa kalimat yang mudah dipahami siswa. 3. LKS disajikan semenarik mungkin dan kreatif, tidak monoton baik dari ilustrasi, pernyataan, maupun pertanyaan, sehingga siswa tidak bosan dan mengeluh saat melakukan pembelajaran.

D. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya: 1. Penelitian ini hanya dilaksanakan pada pokok bahasan Persamaan Linear Satu Variabel, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain. 66 2. Dari keempat indikator berpikir kreatif yang diujikan menggunakan pendekatan RME yaitu fluency, flexibility, originality, dan elaboration masih terdapat kelemahan dalam peningkatan kemampuan berpikir rinci siswa elaboration. Hal ini dapat terjadi karena kebiasaan siswa yang tidak membiasakan diri menjawab suatu masalah terutama masalah matematika dengan rinci, atau dapat terjadi karena pendekatan pembelajaran yang dilakukan pendidik belum maksimal, sehingga terdapat tujuan pembelajaran yang belum tercapai.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa di SMP Negeri 75 Jakarta diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1 Kemampuan berpikir kreatif siswa yang pembelajarannya diterapkan pendekatan RME lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Secara kualitatif, siswa yang dalam pembelajarannya diterapkan pendekatan RME memiliki kemampuan berpikir lancar, luwes, orisinil, dan rinci lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diterapkan pendekatan konvensional. Namun, aspek kerincian tidak terdapat perbedaan yang signifikan. 2 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan Realistic Mathematics Education memiliki pengaruh yang positif terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa terutama dalam aspek berpikir lancar, luwes, dan orisinil.

B. Saran

Berdasarkan temuan yang penulis temukan dalam penelitian ini, ada beberapa saran penulis terkait penelitian ini, diantaranya: 1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji seberapa besar pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap pokok bahasan lain. 2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga terdapat pengaruh positif pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berpikir rinci siswa. 68 DAFTAR PUSTAKA Dwirahayu, Gelar. Penerapan Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Matematika di Madrasah. Jakarta: PIC UIN. Cet. 1, 2007. Hamzah, Ali. Perencanaan Pembelajaran Matematika, Diktat. Jakarta: Pendidikan Matematika UIN Jakarta, 2011. Irianto, Agus. .Statistik: Konsep Dasar, Aplikasi, dan pengembangannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Cet. 7, 2010. Kurniawati, Lia. Pendekatan Pemecahan Masalah Problem Solving dalam Upaya mengatasi Kesulitan Siswa pada Soal Cerita. Jakarta: PIC UIN. Cet.1, 2007. Kuswana, Wowo S. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Munandar, Utami. Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia, 1999. Prastiti, Tri Dyah. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran RME dan Pengetahuan Awal terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Matematika Siswa SMP Kelas VII. Surabaya: FKIP Universitas Terbuka di UPBJJ. h. 201 Rasyid, Harun. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima, 2009. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group, Cet. 7. 2008. Siswono, Tatag Y E. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa University, 2008. Sudaryono. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu. Cet. 1, 2012. Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Cet. 22, 2010. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cet. 17, 2012. 69

Dokumen yang terkait

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa : penelitian quasi eksperimen terhadap siswa Kelas VIII SMPI Ruhama.

2 21 217

Pengaruh Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Annajah Jakarta)

1 14 197

Pendekatan realistic mathematics education untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII SMPIT Ruhama Depok

0 8 199

PENGARUH REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP HASIL BELAJAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI Eksperimen Pembelajaran Matematika Berbasis Realistic Mathematics Education Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kela

0 2 18

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SEKOLAH DASAR.

1 8 51

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS PADA SISWA SMP (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kabupaten Bandung).

0 1 36

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION.

0 0 48

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN HABITS OF STRIVING FOR ACCURACY AND PRECISION (HSAP) MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) BERBASIS GAYA KOGNITIF SISWAKELAS VII : Kuasi Eksperimen pada Siswa SMPN 5 Bandung.

0 3 29

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SEKOLAH DASAR - repository UPI T PD 1302985 Title

0 0 3

PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIon rme

1 0 12