Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika

adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Keohane berpendapat bahwa : “kolaborasi adalah bekerja bersama dengan yang lain dalam satu team, dan di dalamnya bercampur di dalam satu kelompok untuk mencapai tujuan bersama ”. 18 Sedangkan Patel berpendapat bahwa “kolaborasi adalah suatu proses saling ketergantungan fungsional antara keterampilan koordinasi, tools, dan hadiah ”. 19 Menurut Jacob, “kolaboratif adalah suatu folosofi interaksi dan gaya hidup personal di mana individual bertanggungjawab terhadap tindakan mereka, meliputi belajar dan respek kemampuan dan kontribusi rekan-rakan mereka ”. 20 Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian belajar kolaborasi adalah suatu strategi pembelajaran di mana para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerjasama dalam kelompok kecil kearah satu tujuan. Dalam pembelajaran kolaboratif siswa belajar bersama-sama dengan siswa yang lain dalam satu kelompok tertentu. Gokhale mendefinisikan bahwa collaborative learning mengacu pada metode pengajaran di mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat kecakapannya bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan bersama. 21 Ada empat domain kemampuan berkolaborasi yang dibutuhkan pebelajar dalam memecahkan suatu masalah, yakni 1 kemampuan membentuk tim, 2 bekerja belajar secara kolaborasi, 3 melaksanakan pemecahan masalah secara kolaborasi, dan 4 mengatur perbedaan dalam tim. Kemampuan berkolaborasi merupakan sesuatau yang dapat dipelajari. 18 Kolaboratif, http:buning_pap.staff.uns.ac.idfiles201005kolaboratif.doc , diakses Sabtu, 4 Januari 2014, pukul: 10.30 19 Ibid. 20 C. Jacob, Belajar Kolaboratif Lawan Kooperatif: Suatu Perbandingan Dua Konsep yang dapat Membantu Kita Mengerti Ciri Utama Belajar Interaktif, Bandung: FMIPA UPI, 2013, h. 1. 21 Ibid. Kemampuan berkolaborasi dapat dikembangkan melalui kegiatan observasi dan mengerjakan suatu proyek. 22 Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari yang semula sekedar penyampaian informasi menjadi konstruksi pengetahuan oleh individu melalui belajar kelompok. Dalam belajar kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing individu, melainkan tugas itu milik bersama dan diselesikan secara bersama tanpa membedakan percakapan belajar siswa. Pembelajaran kolaboratif memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu: 1 siswa belajar bermusyawarah, 2 menghargai pendapat orang lain, 3 mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional, 4 memupuk rasa kerja sama, dan 5 terjadinya persaingan yang sehat. Sedangkan kelemahannya yaitu: 1 pendapat serta pertanyaan siswa dapat melebar, 2 boros waktu, 3 adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri, 4 siswa yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain, dan 5 Kadang terjadi permasalahan dalam pengambilan kesimpulan. 23

b. Pembelajaran Model Collaborative Problem Solving

Dalam dunia pendidikan, Nelson mengemukakan bahwa collaborative problem solving merupakan kombinasi antara dua pendekatan pembelajaran, yaitu pembelajaran kerja sama dan pembelajaran berbasis masalah. Kedua pembelajaran ini sebenarnya memungkinkan untuk menciptakan lingkungan belajar kolaboratif, namun tidak komprehensif. Lingkungan belajar yang mendukung siswa untuk berkolaborasi secara natural dan efektif sangat penting untuk didesain agar mereka dapat mengembangkan pengetahuan melalui pengalamannya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka dibuatlah desain pembelajaran collaborative problem solving yang didukung oleh kegiatan pemecahan masalah siswa dimana siswa dapat melakukan kesepakatan, 22 Mustaji, Desain Pembelajaran Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kolaborasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berkolaborasi, Surabaya, UNS, 2007, h.10. 23 Ibid. didasarkan pada proses kolaboratif alami mereka masing-masing. Hal ini yang membedakan anatara pembelajaran collaborative problem solving dengan pembelajaran kolaboratif saja atau pembelejaran problem solving saja. Djamilah berpendapat bahwa dengan memperhatikan keunggulan model kolaboratif dan pendekatan berbasis masalah, maka menggabungkan keduanya tentulah dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Gabungan model kolaboratif yang menekankan timbulanya kolaborasi dan pendekatan berbasis masalah sebagai titik awal dan jangkar yang memandu proses pembelajaran inilah yang disebut pembelajaran berbasis masalah. 24 Green menjelaskan bahwa collaborative problem solving adalah suatu pendekatan yang berpegang pada dua hal utama. Pertama, bahwa tantangan sosial, emosional, dan perilaku pada anak sebaiknya dipahami sebagai hasil sampingan dari perkembangan keterampilan kognitif. Kedua, bahwa tantangan sebaiknya ditangani dengan problem solving yang menjadikan masalah sebagai fokus perhatian, untuk menantang perilaku secara bersama. 25 Hannebaur menjelaskan bahwa collaborative problem solving menunjukan proses dimana suatu agen cerdas bekerja bersama-sama untuk mencari sulosi dari suatu masalah umum. 26 Sedangkan menurut Willihnganz menjelaskan bahwa dalam collaborative problem solving, individu-individu bergabung bersama untuk menemukan solusi yang dapat diterima keduanya. Pendapat berbeda disamapaikan oleh PISA, collaborative croblem solving merupakan keterampilan kritis dan dibutuhkan dalam pendidikan di dalam kelompok. Di dalam kelompok 24 Djamilah Bondan Widjajan ti, “Strategi Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Masalah”, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta: FMIPA UNY, 2008, h. 7, Tersedia online: http:eprints.uny.ac.id105011P13-Djamilah.pdf , diakses pada 30 Desember 2014, jam 12.59 WIB 25 Rose W. Green, The Explosive Child: New York, Guilford Press, 2006 h. 1. 26 Markus Hannebaur, Improving the Quality and Efficiency of Collaborative Problem Solving, Berlin Heiderberg, Spinger-Verlag, 2002 h. 18.