Subsistem Hulu Kondisi Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia

47 menutup ekspor gandum karena stok gandum menipis. 5 Kondisi ini mengakibatkan terjadinya kenaikan harga gandum di pasar internasional. Harga gandum dunia yang berfluktuasi tajam akan mengancam negara importir kesulitan pasokan. Berdasarkan data World Bank 2008, rata-rata harga gandum dunia selama Januari-Oktober tahun 2008 mencapai US 347ton. Harga ini merupakan harga tertinggi yang pernah dicapai sejak pertengahan tahun 1970. Pada Oktober 2008 harga gandum dunia kembali turun menjadi US 238ton. Kondisi ini menunjukan bahwa harga gandum dunia berfluktuasi bahkan dalam hitungan bulan harga gandum selalu berubah. Perkembangan harga gandum dunia dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Harga Gandum Dunia Bulanan Januari Tahun 2000 - Oktober 2008 Sumber : World Bank, 2008

5.2. Kondisi Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia

5.2.1. Subsistem Hulu

Subsistem hulu dalam agribisnis gandum mencakup kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan dan pendistribusian sarana produksi berupa benih gandum, pupuk, dan alat-alat pertanian. Budidaya gandum menggunakan varietas-varietas yang telah dilepas di Indonesia yang terdiri dari Varietas Nias berasal dari Thai 88 Thailand, Timor berasal dari India, Dewata introduksi dari DWR 162 India dan Selayar berasal dari Cimmyt Meksiko. Varietas yang 5 http:www.bogasariflour.comnews_list.cfm?newsind=90 21 April 2009 48 banyak ditanam di daerah pengembangan saat ini adalah Dewata, Nias dan Selayar. Sebagai contoh, di Jawa Timur varietas yang digunakan adalah Varietas Nias. Varietas Nias dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Pasuruan dan Malang. Sedangkan di Jawa Barat varietas yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik adalah Varietas Selayar dan di Jawa Tengah digunakan varietas Dewata. Benih gandum yang digunakan oleh petani merupakan benih dari hasil perbanyakan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, benih hasil penangkaran oleh Balit Serealia Maros, benih hasil penangkaran UNPAD dan UKSW, dan benih hasil penanaman sebelumnya yang dikawal oleh Balai Pengawasan Sertifikasi Benih dengan daya tumbuh diatas 80 persen atau 3 bulan setelah label dikeluarkan sebanyak 30 persen dari jumlah panen keseluruhan Direktorat Budidaya Serealia, 2008. Dari semuanya itu yang hingga saat ini masih menjadi produsen benih yaitu seorang produsen gandum lokal di Kabupaten Pasuruan yang merupakan sentra produksi gandum dan UKSW. Dalam pengadaan benih terdapat beberapa permasalahan diantaranya yaitu dalam hal ketersediaannya yang tidak mencukupi karena benih sertifikasi hanya dapat diperoleh dari Dinas Pertanian Pasuruan, Jawa Timur dan dari UKSW saja. Selain itu masalah ketersediaan benih juga disebabkan karena tidak dilaksanakannya komitmen oleh petani dan daerah untuk menyimpan 30 persen hasil panennya untuk dijadikan benih, akibatnya terjadi kelangkaan benih pada saat akan tanam. Berdasarkan hasil Pertemuan Adopsi Teknologi Gandum dan Sorgum pada 23-25 Maret 2009, ketersediaan benih sangat sedikit. Karena terjadi kelangkaan benih gandum tersebut maka Departemen Pertanian dan Dinas Provinsi, dan Kabupaten sepakat untuk menetapkan kebutuhan benih sebanyak 50 kgha dari kebutuhan yang digunakan sebelumnya yaitu 100 kgha dengan harga Rp 10.000kg lebih tinggi dari harga sebelumnya yaitu Rp 7.500kg. Pupuk yang digunakan untuk tanaman gandum adalah Urea, KCl dan SP36 serta tambahan pupuk kandang dan organik. Pembiayaan untuk pembelian pupuk dan benih tanaman gandum oleh petani diperoleh dari dana bergulir APBN, APBD dan swadana petani. 49 Pelaku agribisnis gandum dalam subsistem hulu untuk pengadaan benih meliputi lembaga pemerintah di tingkat pusat, provinsi dan daerah, Balai Pengawasan Sertifikasi Benih, Balit Serealia Maros, Swasta, UKSW dan UNPAD sebagai penghasil benih. Sedangkan pelaku agribisnis untuk pengadaan pupuk dan mesin pertanian meliputi lembaga pemerintah ditingkat pusat, provinsi dan daerah, BUMN, Swasta, kelompok tani, Bengkel Alsin alat dan mesin pertanian, kios distribusi pupuk, dan TimKomisi Pupuk.

5.2.2. Subsistem Kegiatan Usahatani