BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu usaha sadar menyiapkan siswa melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi perannya sebagai manusia di masa yang
akan datang Masidjo, 2004: 3. Pendidikan juga bertugas mengembangkan segala aspek kemampuan siswa, sehingga siswa memiliki pengalaman-pengalaman
belajar dan dapat menerapkan pengalaman-pengalaman tersebut di lingkungan dan masyarakat Masidjo, 2004: 3. Agar dapat mengembangkan segala aspek
kemampuan yang dimiliki oleh siswa, dibutuhkan proses pembelajaran yang lebih baik.
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang
diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu hal yang
baru. Dari proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu, siswa memperoleh pengetahuan baru yang dapat melekat pada dirinya sehingga terbentuklah konsep
baru. Konsep yang telah diterima oleh siswa dapat dikembangkan menjadi suatu
karya, misalnya pada mata pelajaran IPA, dari suatu konsep kemudian dikembangkan menjadi berbagai percobaan yang dikemas didalam buku paket
atau buku penunjang pendidikan lainnya. Jika dilihat perkembangannya, sejak
1
peradaban manusia telah berusaha untuk mendapatkan sesuatu dari alam sekitarnya. Mereka telah mampu membedakan hewan atau tumbuhan yang dapat
dimakan. Mereka mulai mempergunakan alat untuk memperoleh makan dan mengenal api untuk memasak. Semuanya itu menandakan bahwa mereka telah
memperoleh pengetahuan dari pengalaman. Selain itu, setelah mereka mengamati, menggosok-gosokan tangan
menimbulkan rasa panas, maka mereka berusaha untuk menggosok-gosokan bambu kayu kering atau batu dan akhirnya untuk mendapatkan api. Dorongan
ingin tahu yang telah ada sejak kodrat dan penemuan yang ditemukan mempercepat bertambahnya pengetahuan, dan dari sinilah perkembangan sains
dimulai, yang di dunia pendidikan dimaksudkan sebagai IPA. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran wajib di taraf Sekolah
Dasar SD. Mata pelajaran IPA juga diujikan di Ujian Akhir Nasional UAN atau Ujian Nasional UN. Banyak konsep yang diterima oleh siswa di dalam
mata pelajaran IPA, dan salah satu konsepnya ialah materi mengenai daur air. Materi ini dipilih karena air sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, baik manusia,
hewan, dan tumbuhan bahkan sebagian besar tubuh makhluk hidup terdiri dari air. Begitu pentingnya air sehingga tanpanya makhluk hidup tidak dapat hidup, oleh
sebab itu manusia harus menjaga air itu tetap ada salah satunya dengan mendaur ulang air Tim Bina IPA, 2010: 134.
Salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini di dalam pembelajaran IPA adalah metode pembelajarannya. Hampir semua guru masih memegang atau
menganut paradigma lama di mana siswa dituntut untuk menerima saja penjelasan
dari guru atau yang sering disebut metode konvensional atau metode ceramah. Metode ceramah hanya menuntut siswa untuk mendengarkan, mencatat, duduk
dan menghafal. Berdasarkan pengamatan pada saat penelitian prestasi belajar siswa kurang optimal karena siswa tidak dapat mengekspresikan atau
mengeksplor gagasan atau ide yang ada pada dirinya dan ingin dikembangkannya. Rasa ingin tahu yang tidak tersalurkan tersebut menimbulkan kebosanan dan
kejenuhan dalam menerima pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Hal ini didukung pula oleh pendapat Muslich 2007: 200 yang men
yatakan bahwa, “anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan lebih rugi dan anak didik yang lebih
tanggap indra penden garanya dapat lebih menerimanya.”
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru perlu meningkatkan prestasi belajar siswa, membangkitkan minat dan keaktifan siswa, serta kemampuan yang
dimilikinya dengan menggunakan metode pembelajaran yang lebih inovatif, dimana siswa yang lebih mengambil bagian dalam proses pembelajaran, sehingga
siswa dapat mengekspresikan atau mengeksplorasi gagasan atau ide mengenai konsep-konsep IPA. Pembelajaran yang lebih inovatif salah satunya dengan
menggunakan metode penemuan. Menurut Djamarah Muslich, 2007: 202 metode penemuan merupakan metode pemberian kepada siswa perorangan atau
kelompok, untuk dilatih untuk melakukan proses atau percobaan. Dalam penerapan metode penemuan, siswa dihadapkan kedalam masalah-masalah yang
terjadi didalam kehidupan sehari-hari siswa dalam bentuk pertanyaan yang diberikan oleh guru. Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut siswa dilatih untuk
berfikir secara logis yang berhubungan dengan angka. Dari perkiraan-perkiraan
tersebut kemudian dibuktikan melalui percobaan. Dari hasil percobaan tersebut terlihat perbandingan-perbandingan hasil yang dituangkan melalui grafik. Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Hamdani 2011: 91 yang menyatakan bahwa, “grafik adalah gambar sederhana yang menggunakan titik-titik, garis, atau
gambar. Grafik berfungsi menggambarkan data kuantitatif secara teliti, menerangkan perkembangan atau perbandingan suatu objek atau peristiwa yang
saling berhubungan secara singkat dan jelas yang bermanfaat untuk mempelajari dan mengingat data-data kuantitatif dan hubungan-hubungannya.
” Pengalaman siswa yang telah didapat dari pengamatan, percobaan serta kegiatan membuat dan
membaca grafik
diharapkan mampu
mengembangkan minat
belajar, meningkatkan keaktifan dalam belajar dan pada akhirnya mempengaruhi prestasi
belajarnya. Dari pemaparan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan
pengaruh penerapan metode penemuan dengan metode ceramah terhadap minat, keaktifan, kemampuan membuat dan membaca grafik, serta prestasi belajar pada
mata pelajaran IPA di SD BOPKRI Gondolayu.
1.2 Rumusan Masalah