26
pengoperasian pelabuhan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan Institusi Pengelola Pelabuhan.
2.3 Pelabuhan Berwawasan Lingkungan
Ecoport 2.3.1 Definisi
Ecoport dan Perkembangannya
Pencemaran laut, kebisingan, pencemaran udara dan kecelakaan kerja merupakan wajah umum di berbagai pelabuhan puluhan tahun lalu, dikarenakan
pengiriman setiap tahunnya berjuta-juta kargo yang dilakukan melalui perairanlaut dan sekitar separuhnya tergolong bahan-bahan yang berbahaya. Dampak dari
keberadaan dan kegiatan pelabuhan terhadap lingkungan kawasan pelabuhan pada umumnya adalah :
1 Pencemaran lingkungan, oleh limbah-limbah padat dan cair, di antaranya
limbah beracun dan barang berbahaya hazards cargous, yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan kerja dan kecelakaan.
2 Perkembangan teknologi di pelabuhan yang semakin besar memerlukan
biaya pemeliharaan tinggi. Pada umumnya untuk kepentingan pengelolaan lingkungan hanya sedikit biaya terhadap perbaikan dan efisiensi, sehingga
banyak pelabuhan secara umum meminimumkan biaya untuk lingkungan. 3
Pengoperasian dan pengembangan pelabuhan. Kegiatan-kegiatan yang terjadi pada saat pelabuhan beroperasi terdiri dari :
1 angkutan barang, manusia, dan hewan, 2 kegiatan bongkarmuat, 3 pemanfaatan dan keberadaan fasilitas pelabuhan alur dan kolam, dermaga,
dock yardperbaikan kapal, 4 lalu lintas kapal dan moda darat, dan 5 kegiatan pelabuhan yang menghasilkan limbahsampah seperti port related
facilities commercial bussines district, port related industry, kegiatan perdagangan dan kegiatan rekreasi.
Sedang kegiatan pada saat pengembanganpembangunan pelabuhan diantaranya: a pembangunan dan pengembangan infrastruktur dermaga dan
penahanan gelombang, alur pelayaran, danreklamasi perairan. b capital dredging, maintenance dredging, c perubahan bentang alam hidrogafi dantopografi dan d
kerusakan habitat fauna dan flora.
27
Kegiatan pengoperasian dan pengembangan pelabuhan selain membawa banyak manfaat, tetapi juga dapat membawa dampak negatif, seperti terjadinya
abrasi, pendangkalan kolam pelabuhan akibat sedimentasi, buangan dari kapal, buangan dari bahan industri, bongkar muat barang dan aktifitas pelabuhan lainnya.
Potensi dampak negatif dari pengembangan pelabuhan dapat berupa polusi terhadap air, kontaminasi endapan dasar perairan, hilangnya habitat dasar perairan, kerusakan
ekologi marina, erosi pantai, perubahan pola arus, buangan limbah, bocoran dan limpahan BBM, emisi material berbahaya, polusi udara kebisingan, getaran, polusi
tampilan dan dampak pada sosial budaya. Anggota IMO International Maritime Organization menghasilkan
konsensus yang dikenal sebagai Konvensi MARPOL 7378. Konvensi tersebut terdiri dari 5 Annex yaitu tentang polusi di laut terhadap minyak, bahan cair
beracun, bahan berbahaya, limbah kotoran, dan sampah serta yang terakhir ditambah Annex VI tentang Pencemaran udara dari kapal. Strategi pengelolaan
pencemaran dan kerusakan yang berasal dari daratan land based pollution dan dari laut sea based pollution dikembangkan dengan beberapa pendekatan, di antaranya
meliputi pengelolaan limbah waste management. Pengelolaan Limbah itu terdiri atas limbah padat solid waste, limbah padatsampah dari kegiatan kepelabuhanan
dan dari kegiatan di darat lainnya, penanganan limbahsampah dari kegiatan pelayarankapal berdasarkan MARPOL Annex V MARPOL 7378, limbah
industri industrial waste, limbah minyak, limbah gas, debu, dan kebisingan. Jenis pencemar pada umumnya berbeda-beda pada setiap kawasan
pelabuhan, tergantung dari jenis kegiatan yang berlangsung dan juga lingkungan di sekitar pelabuhan, seperti limbah sampah, limbah cair, industri, minyak dan oli,
curah padat, sedimentasi dan sanitasi. Sumber pencemaran yang biasa terdapat di kawasan pelabuhan terbagi menjadi 2 dua :
1 Land Based Activities : limbah pemukiman, limbah pertanian dan limbah
industri. 2
Sea Based Activities : kegiatan industri perkapalan, pertambangan, minyak lepas pantai dan pelayaran kapal-kapal.
Pencemaran yang bersumber dari kegiatan perkapalan berasal dari pengoperasian kapal dan kecelakaan kapal.Akibat yang didapat dari pengoperasian
28
kapal adalah berupa tumpahan pembongkaran muatan, buangan air yang masih bercampur minyak dari sisa air ballast dan sisa air pencucian, serta pencemaran
udara dari gas pembuangan yang berada dari dalam kapal. Akibat dari kecelakaan kapalyang menyebabkan kandasnya kapaldapat menimbulkan terjadinya tumpahan
minyak buangan dari kapal yang bisa berjangka panjang dan sifatnya permanen. Meningkatnya gelombang kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan di berbagai pelosok dunia sejak dua puluh lima 25 tahun terakhir, tanpa terkecuali juga telah melanda wilayah kawasan pelabuhan. Keinginan untuk
mewujudkan pelabuhan yang berwawasan lingkungan itu telah membangkitkan perhatian dan kepedulian berbagai pihak antara lain Administratur Pelabuhan,
Pemerintah Daerah dan Pengelola Bisnis Pelabuhan.Pada saat penulisan, beberapa pengelola pelabuhan di dunia sedang gencar-gencarnya mengenalkan pelabuhan
berwawasan lingkungan ecoport, dengan berbagai istilah seperti environmental friendly port, enviromental policy, coastal zone port management, a clean
sustainable port, dan mega floating port. Kegiatan program ecoport di Eropa didukung oleh ESPO Environmental Committee of The European Sea Port
Organisation dan Komisi Eropa.ESPO adalah salah satu perusahaan internasional yang menangani manajemen pelabuhan yang berwawasan lingkungan. Kegiatan
terkait ecoport diawali dengan penyelenggaraan riset bersama oleh enam 6 pelabuhan. Harapan yang ingin dikaji dari skim scheme ecoport di Eropa ini
adalah bahwa masing-masing pelabuhan dapat melakukan pembenahan, penataan dan perbaikan kondisi lingkungan hidup secara otonom dan secara kerjasama.
Berdasarkan isu lingkungan yang dihadapi di setiap pelabuhan, setiap pelabuhan selanjutnya secara sistematis melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencegah dan
mengendalikan isu-isu lingkungan yang timbul di wilayahnya. Sejak 1994, tema
“ecoport” memang menginovasikan berbagai ilmu dan pengalaman di antara para profesional terkait untuk membuat jejaring antar
pelabuhan. Bekerjasama dengan berbagai sektor seperti universitas, ESPO menciptakan pula manajeman pelabuhan yang berwawasan lingkungan dengan
suatu program yang disebut eco-program dengan unsur : 1
Piranti ecoports yang mapan yang terkait dengan ketersediaan akses internet dan website sebagai media komunikasi
29
2 Self Diagnosis Method SDM yaitu metodologi untuk mengindentifikasi
risiko lingkungan dan penetapan aksi untuk memperkecil risiko tersebut. 3
Port Environmental Review System PERS secara khusus dirancang untuk membantu pelabuhan melalui organisasi fungsional yang diperlukan untuk
mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan Di dalam kerangka kerja untuk administrasi pelabuhan yang berwawasan
lingkungan, ESPO memberikan rekomendasi pedoman: 1
Pengembangan pelabuhan. Di dalam rencana administrasi pelabuhan, perlu adanya sosialisasi dan penerimaan opini bagi publik terkait Amdal.
Pelabuhan juga harus menetapkan area lindung untuk mengurangi beban pencemaran yang ditimbulkan.
2 Pengerukan dan pembuangan bahan kerukan. Tiap pelabuhan harus
meminimalkan dampak dari kegiatan pengerukan dan harus memahami kondisi tanah yang digunakan sebagai pelabuhan.
3 Pencemaran tanah. Penyusunan kebijakan tanah yang jelas dan konsisten
mampu mencegah risiko terkait lingkungan dan pembiayaan. Selain itu identifikasi pula sejak awal sumber-sumber yang dapat menyebabkan
pencemaran tanah di dalam pelabuhan. 4
Pengelolaan kebisingan. Untuk mengurangi dampak kebisingan yang perlu dbuat peta kebisingan dan rencana aksi.
5 Pengelolaan limbah pelabuhan. Menurut Pengelolaan limbah dapat
dilakukan dengan cara pencegahan limbah, pemulihan limbah, dan pembuangan limbah.
6 Pengolahan dan kualitas air. Penentuan batas badan air yang ada di kawasan
pelabuhan penting untuk perlindungan lingkungan dan pemenuhan kebutuhan air bagi kegiatan-kegiatan yang ada. Selain itu rencana
pengelolaan daerah aliran sungai perlu dibuat sehingga dapat mengontrol kualitas air yang masuk ke laut.
7 Pengolahan dan kualitas udara. Untuk menjaga kualitas udara, perlu diambil
langkah yang tepat dalam rangka memenuhi nilai-nilai batas emisi yang berlaku untuk tiap instalasi yang terpasang di dalam pelabuhan. Selain itu
30
perlu ada dialog dnegan warga lokal untuk memperoleh pemahaman dari mereka atas dampak kebisingan yang dihasilkan oleh pelabuhan.
8 Pemantauan lingkungan pelabuhan dan pelaporannya. Pemantauan
dilakukan dengan mengidentifikasi indikator kinerja terkait isu lingkungan di kawasan pelabuhan. Berdasarkan hasil identifikasi lalu disusun laporan
tahunan kondisi lingkungan pelabuhan. 9
Kesiapan pelabuhan dan potensi perencanaan. Rencana disusun berdasarkan koordinasi dengan pemerintah kota dan nasional serta potensi pelabuhan.
Environmental Code of Practise-European Sea Port Organisation, 2003 Masalah-masalah polusi dan perubahan iklim di kawasan pelabuhan telah
dibahas pada konferensi “The First Harbours and Air Quality” Genoa, Italia tahun
2005 dan pada “The 2
nd
Harbours and Air Quality” di Rotterdam Belanda, Mei 2008. Pada konferensi lanjutan yaitu pada
“The C40 World Ports Climate Conference” di Rotterdam pada Juli 2008 yang dihadiri penulis telah
dipublikasikan deklarasi bersama untuk mengurangi gas emisi CO
2
di dalam pengoperasian pelabuhan yang ditandatangani oleh Otorita Pengelola Kota dan
Pelabuhan-Pelabuhan besar di 40 empat puluh negara. Selanjutnya “The
International Association of Port and Harbours IAPH telah mendeklarasikan “IAPH Tool Box for Port Clean Air Programs”. Tool Box menyampaikan
informasi dan isu-isu tentang kualitas udara dan fokus terhadap kegiatan-kegiatan kemaritiman dan strategi mengurangi gas emisi. Sarana untuk menerapkan
pengetahuan tentang proses clean air progres dan strategi-strategi untuk udara bersih melalui pengawetan kembali mesin-mesin tua, teknologi yang efektif
mengurangi gas emisi, pemakaian energi alternatif yang lebih bersih untuk kegiatan operasional kemaritiman, seperti untuk truk-truk kontainer, kapal-kapal besar
dengan peralatan penanganan kargo atau cargo handling. Tindak lanjut dari Deklarasi tersebut adalah dengan dibentuknya sebuah asosiasi yaitu
“Board Harbord Home Comicioners” yang beranggotakan lebih dari 50 perusahaan
pelayaran dan telah berpartisipasi dalam mengurangi polusi udara, di mana pada tahun 2007 telah berhasil menurunkan 620 ton polusi udara Mongelluzzo, 2008.
Selain mengenai pengurangan gas emisi CO2, maka tidak kalah pentingnya adalah pengelolaan limbah di kawasan pelabuhan reception facilities.
31
Salah satu usaha dan kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di kawasan pelabuhan adalah kegiatan rutin
operasional kapal dan kegiatan penunjang pelabuhan yang menghasilkan limbah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2009
tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan, maka untuk mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, maka limbah yang dihasilkan
dari kegiatan rutin operasionil kapal dan kegiatan penunjang pelabuhan perlu dikelola. Berdasarkan hasil penelitian studi dari Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan
Limbah B3 Kementerian Negara Lingkungan Hidup, masih terdapat adanya pengeloaan limbah B3 yang illegal di pelabuhan. Tujuan pengelolan limbah di
pelabuhan ini adalah untuk meminimalisasi terkontaminasinya media lingkungan pesisir, pantai dan perairan oleh limbah B3, memudahkan pengawasan
transboundary movement limbah di pelabuhan, serta pendataan dan legalitas pengeloaan limbah di kawasan pelabuhan di Indonesia Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, 2009.
2.3.2 Kebijakan Pengembangan Ecoportdi Indonesia
Dalam rangka menindaklanjuti komitmenPemerintah Republik Indonesia atas hasil-hasil Johannesburg Summit tentang Pembangunan Berkelanjutan
Sustainable Development, maka Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut tahun 2004 telah menerapkan kebijakan
pengelolaan pelabuhan yang berwawasan lingkungan ecoport, dengan menerbitkan Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan ecoport.
Ecoportmerupakan label generik yang dikenakan pada pelabuhan yang menerapkan upaya-upaya, dan cara-cara yang sistemik dan bersifat ramah lingkungan atau
environmental friendly dalam pembangunan, pengembangan dan pengoperasian pelabuhan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan,
2004. Di dalam suatu pelabuhan berwawasan lingkunganecoport, semua pihak yang berkecimpung di dalamnya dan berkepentingan dengan kegiatan
kepelabuhanan didorong dan diajak untuk terlibat secara sukarela voluntary untuk menciptakan pelabuhan yang ramah lingkungan. Melalui ecoport berbagai masalah
atau isu lingkungan hidup di pelabuhan, seperti misalnya rendahnya mutu udara dan kebisingan, rusaknya keanekaragaman hayati, cagar budaya, serta tingginya resiko
32
“ terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawan pelabuhan, secara sistematis
dirancang untuk diatasi, diimplementasikan, dipantau, dikaji ulang, dan kemudian diimplementasikan kembali oleh manajemen pelabuhan. Demikian seterusnya
dilakukan secara berulang-ulang sehingga terbangun siklus kegiatan yang bersifat tanpa henti never ending process untuk perbaikan mutu lingkungan hidup
pelabuhan. Itulah sebenarnya yang menjadi esensi penerapan ecoport, yaitu agar berbagai masalah atau isu lingkungan di pelabuhan secara sistemik dirancang,
diimplementasikan, dan dipantau oleh pengelola pelabuhan termasuk stakeholder tanpa henti. Apabila tercapai kelestarian fungsi lingkungan pelabuhan, maka terjadi
hubungan yang serasi, seimbang, dan selaras antara manusia dan lingkungannya di dalam kawasan pelabuhan serta akan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mengemukakan bahwa untuk pembangunan pelabuhan baru, dan penataan
pelabuhan lama, harus mengakomodasi aspek lingkungan, mulai dari tahap perencanaan, perancangan, pembangunan dan pengoperasian.Tujuan dari
mengakomodasi aspek lingkungan tersebut adalah : 1
Membangun kebersamaan dan keterpaduan seluruh stakeholder dalam pengelolaan pelabuhan berwawasan lingkungan.
2 Menerapkan prinsip good environmental governance tata praja lingkungan
secara konsisten dengan memperhatikan tata ruang, kemampuan sumberdaya manusia serta sarana dan prasarana dan kapasitas kelembagaan.
3 Mencegah dan mengendalikan sumber pencemaran lingkungan sehingga
lingkungan pelabuhan bebas dari sampah, minyak dan jenis limbah lainnya. 4
Meningkatkan koordinasi antara instansi terkait dan semua stakeholder, sehingga terwujud hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara
manusia dan lingkungannya, mendukung pembangunan berkelanjutan di lingkungan kawasan pelabuhan atau daerah lingkungan kerja pelabuhan.
Sesuai topik penulisan disertasi, maka pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan menjamin kelanjutan pengembangan pelabuhan
dalam jangka panjangsebagai bagian dari penerapan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Pelabuhan berwawasan lingkungan sebagai bagian komitmen
deklarasi pembangunan berkelanjutan sudah menjadi kebutuhan nyata setiap negara
33
maritim. Hal ini diakibatkan tingginya pencemaran laut yang salah satunya diakibatkan aktivitas pelabuhan laut, yang menimbulkan dampak negatif secara
spesifik terhadap keselamatan pelayaran dan pencemaran laut. Pencemaran laut pada umumnya diakibatkan oleh masuknya zat-zat pencemar ke perairan laut, baik
yang berasal dari laut maupun dari darat. Bertambahnya bahan pencemaran akibat kegiatan di darat maupun di perairan akan berpengaruh terhadap ekosistem
organisme yang hidup di perairan tersebut. Setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi perairan,
tetapi suatu konsentrasi dari bahan pencemaran dapat menyebabkan kematian, dan menghambat pertumbuhan suatu organisme. Demikian pula kandungan bahan
tertentu yang berlebihan juga dapat menimbulkan adanya salah satu golongan berkembang sangat cepat, sehingga kondisi ini tidak menguntungkan bagi kondisi
perairan tersebut. Pada suatu perairan yang belum tercemar, biasanya dihuni oleh komunitas biota, yang terdiri dari banyak jenis dengan populasi kecil atau sedang
dan sebaliknya dalam perairan yang tercemar, komunitas biotanya hanya terdiri dari sedikit jenis dengan populasi yang besar. Sebagai dasar penilaian terhadap adanya
pengaruh atau dampak lingkungan berupa pencemaran laut yang telah terjadi di perairan pelabuhan dapat dilihat dari hasil pemantauan lingkungan dengan
menggunakan Nilai Ambang Batas NAB, yang merupakan kriteria baku mutu air untuk biota laut sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan
dan Lingkungan Hidup Nomor Kep-02MENLH1998. Pengaturan mengenai laut secara umum diatur dalam UNCLOS United
Nations Convention on The Law of Sea 1982UNCLOS, 1982 yang diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 dan dikenal dengan Hukum Laut
Law of The Sea-1982. Secara umum negara-negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan ekologi laut, serta harus mengambil semua
tindakan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran laut dari sumber apapun. Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, termasuk di
dalamnya pengembangan pelabuhan, akan terjadi benturan kepentingan antara pembangunan dari sisi ekonomi disatu sisi, dengan pelestarian lingkungan disisi
lain. Benturan dari dua kepentingan tersebut menimbulkan dampak positif maupun negatif. Pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan ecoport diharapkan