radioaktif yang mengandung bahan bercaun yang sulit terurai di lingkungan dan akan terakumulasi pada tubuh organisme perairan.
Masalah pencemaran perairan Teluk Jakarta yang ditimbulkan oleh industri biasanya berawal dari kegiatan pengembangan yang diprakarsai oleh
industri yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam, teknik produksi dan kegiatan proses produksi serta distruksi : Upaya pemanfaatan sumberdaya
alam melalui pengembangan industri dapat menghasilkan sisa proses berupa limbah, dibuang sembarangan sehingga timbul pencemaran. Pencemaran perairan
Teluk Jakarta yang ditimbulkan kegiatan daratan pelabuhan dan kegiatan perkapalan relatif kecil karena pelaku pelabuhan berupaya melokalisir
pencemaran walau volumenya tidak besar. Sumber pencemaran perairan Teluk Jakarta terkait dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok dapat diuraikan yaitu :
Aktivitas bongkar muat kapal di dermaga pelabuhan serta kapal-kapal
yang lego jangkar di luar infrastruktur pelabuhan.
Aktivitas pencucian kontainer dan pencucian tangki-tangki minyak dan tangki-tangki produk kimia, walau sudah ada ketentuan harus
dikumpulkan dan dibuang ke TPS dan teru ke TPA, tetapi masih ada yang lolos dari pengawasan.
Dampak-dampak dari kegiatan pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok, baik masa pembangunan maupun pengoperasian pelabuhan mengacu kepada
Rencana Induk Pelabuhan, akan menimbulkan dampak-dampak signifikan, yang harus dikelola secara terpadu.
5.2.2. Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta Terkait Pengembangan Pelabuhan
Tanjung Priok.
Pengelolaan pesisir Teluk Jakarta melibatkan ekosistem sumberdaya alam perairan dan daratan, sumberdaya buatan berupa kegiatan pembangunan secara
terpadu, di antaranya pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Keterpaduan pengelolaan pesisir Teluk Jakarta dalam kaitan pengembangan Pelabuhan Tanjung
Priok meliputi tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, dimensi bidang keilmuan, dan dimensi keterkaitan ekologis.
Keterpaduan secara sektoral untuk pengelolaan pesisir Teluk Jakarta menurut analisis penelitian studi, memerlukan tidak hanya bentuk kordinasi antar
instansi saja atau Badan Koordinasi seperti BKSP Jabotabek. Dari hasil analisis kelembagaan yang dilakukan, maka pada saat penelitian peranan, fungsi dan
wewenang BKSP Jabotabek tidak menghasilkan keputusan yang signifikan dalam mengkoordinasikan pengelolaan terpadu wilayah pesisir Teluk Jakarta, dari mulai
pengelolaan daerah hulu upland sampai daerah hilir perairan. Demikian juga peranan, fungsi dan wewenang Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok yang baru
dibentuk tidak ada untuk pengambilan keputusan untuk koordinasi keterkaitan pengembangan pelabuhan dengan wilayah pesisir Teluk Jakarta. Oleh sebab itu
diperlukan suatu Badan Otoritas yang kuat dan memiliki wewenang dan tanggungjawab mengambil keputusan dalam koordinasi antar sektor atau instansi
pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun dengan Pemerintah Daerah dan instansi lainnya termasuk mengelola dan mengendalikan dampak lingkungan,
tidak halnya di kawasan pelabuhan akan tetapi diperluas sampai perairan Teluk Jakarta. Pembentukan Badan Otoritas ini diperlukan, karena mendesaknya
permasalahan di wilayah pesisir Teluk Jakarta sebagai wilayah lokasi kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Kordinasi antar instansi Pemerintah
sudah terbukti tidak dapat mengelola pesisir Teluk Jakarta secara terpadu, di antaranya pengendalian pencemaran perairan Teluk Jakarta sampai saat penelitian
studi tidak berjalan secara optimal dan pencemaran semakin parah. Keterpaduan dari dimensi bidang keilmuan mensyaratkan pendekatan
pengelolaan pesisir dengan pendekatan interdisiplin ilmu yang melibatkan semua institusi pusat-pusat penelitan dari instansi dan perguruan tinggi terkait. Akan
tetapi yang lebih diperlukan adalah tindak lanjut dari hasil-hasil penelitian tersebut untuk meningkatkan kualitas lingkungan perairan dan daratan pesisir
Teluk Jakarta. Keterpaduan dalam dimensi keterkaitan ekologis karena pada dasarnya di
pesisir Teluk Jakarta terdapat dan tersusun berbagai macam ekosistem mangrove, terumbu karang, estuaria, pantai berpasir, dan lainnya yang satu sama lainnya
saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa ekosistem lainnya. Wilayah pesisir Teluk Jakarta
juga dipengaruhi berbagai macam kegiatan manusia dan proses alamiah yang terdapat di lahan atas Jabodetabekpunjur dan di laut lepas. Pengelolaan dalam arti
management pesisir Teluk Jakarta terdiri dari tahapan perencanaan, implementasi, monitoring dan evalusi. Oleh sebab itu pengelolaan pesisir Teluk
Jakarta dikaitkan dengan pengembangan pelabuhan memerlukan keterpaduan dari sejak tahap perencanaan sampai tahap evalusi.
Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi pelabuhan pengumpul berskala internasional dan berwawasan lingkungan merupakan suatu kebijakan
mendasar menunjang pertumbuhan ekonomi nasional yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap pelabuhan Singapura. Oleh sebab itu peranan strategis
Pelabuhan Tanjung Priok kedepan dapat digunakan sebagai posisi tawar bargaining position untuk pengelolaan wilayah pesisir Teluk Jakarta secara
terpadu, khususnya di bagian perairan Teluk Jakarta. Kedudukan Pelabuhan Tanjung Priok dengan wilayah pesisir Teluk Jakarta sebagaimana disajikan pada
Gambar 43 .
5.3. Analisis Lintas Sektor Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan
Lingkungan
Ecoport. 5.3.1. Analisis Keterkaitan Dan Ketergantungan Antar Sektor Pelabuhan.
Berdasarkan hasil analisis pelabuhan berwawasan lingkungan ecoport di Pelabuhan Tanjung Priok pada Sub Bab 5.1, maka dapat disimpulkan bahwa antar
sektor memiliki saling keterkaitan dan ketergantungan sebab-akibat. Hubungan antar sektor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1 Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi
Aspek kualitas fisik ekologi pelabuhan sangat dipengaruhi dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap aspek sosial kepelabuhanan, aspek
ekonomi pelabuhan, aspek kesesuaian pemanfaatan ruang di pelabuhan hubungan internal pelabuhan dan aspek peraturan perundang-undangan.
2 Aspek Sosial Kepelabuhanan
Aspek sosial kepelabuhanan Tanjung Priok memiliki keterkaitan dan
ketergantungan dengan aspek-aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, kesesuian pemanfaatan ruang dan peraturan perundang-undangan dan
kelembagaan.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek ekonomi kepelabuhanan.
3 Aspek ekonomi kepelabuhanan
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek kualitas
lingkungan fisik ekologi, aspek sosial dan aspek perundang-undangan dan kelembagaan.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek
kesesuaian pemanfaatan ruang dan aspek peraturan perundang- undangan dan kesesuaian pemanfaatan ruang.
4 Aspek kesesuaian pemanfaatn ruang.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek kualitas
lingkungan fisik ekologi, aspek sosial dan aspek ekonomi kepelabuhanan.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek
perundang-undangan dan kelembagaan. 5
Aspek perundang-undangan dan kelembagaan.
Memiliki keterkaitan, tetapi tidak memiliki ketergantungan dengan aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial ekonomi
kepelabuhanan dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang. Dengan demikian matriks hubungan antar sektor pelabuhan berwawasan
lingkungan ecoport disajikan pada Tabel 33. Tabel 33
Matriks Hubungan Keterkaitan dan Ketergantungan Antar Sektor Pelabuhan Berwawasan Lingkungan Ecoport
No Uraian
1 2
3 4
5 Keterangan
1
Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi
Bobot ketergan- tungan tinggi
2
Aspek Sosial Pelabuhan
Bobot ketergan- tungan sedang
3
Aspek Ekonomi Kepelabuhanan
Bobot ketergan- tungan sedang
4
Aspek Kesesuaian Pemanfaatan Ruang
Bobot ketergan- tungan sedang
5
Aspek Peraturan Perundangan Dan
Kelembagan
Bobot ketergantungan
tidak ada
153
Sumber : Hasil Analisis Berdasarkan Penelitian, Jakarta 2011
Gambar 43 Batas Wilayah Pesisir Teluk Jakarta Bagian Daratan dan Perairan
154
5.3.2 Analisis Perumusan Standar Ecoport Untuk Pelabuhan-Pelabuhan
di Indonesia.
Berdasarkan hasil-hasil analisis komponen ecoport dan hubungan keterkaitan dan ketergantungan antar sektor, yaitu analisis kualitas lingkungan
fisik ekologi, aspek sosial kepelabuhan, aspek ekonomi kepelabuhanan dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang dan aspek peraturan perundang-undangan disertasi
rumusan standar ecoport. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 34. Tabel 34
Rumusan Standar Ecoport untuk Pedoman Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok
No Komponen
Ecoport Rumusan Standar
Ecoport Parameter Indeks
Ecoport Dasar Rumus
I Kualitas lingkungan
FisikEkologi a.
Kualitas air di kolam perairan pelabuhan
Nilai Indeks Pencemar IP dibawah Batas Ambang Batas
BAM = 0 – 1
PP No.822001 dan Kep.Men LH 512004
b. Kualitas udara
pelabuhan Nilai Indeks Standar Pencemar
Udara ISPU dibawah BAM = 100
PP No.411999 dan kep.Men LH 021998
c. Tingkat kebersihan
kawasan Pengangkutan sampah dan
proses 3R mencapai 100 Standar kebersihan kawasan
d. Kondisi Penghijauan
Prosentasi penghijauan 20 total kawasan sesuai standar
perencanaan kawasan. UU No. 262007 tentang
Penataan Ruang e.
Tingkat Sedimentasi perairan
Volume dan frekwensi pengerukan:
1. 20 - 60 ton per 5 tahun perairan
2. 20-60 ton per 3 tahun alur pelayaran
Persamaan DPMA 1983
II Kondisi sosial ekonomi
pekerja pelabuhan dan masyarakat kawasan
penyangga
a. Lapangan kerja dan
tingkat pendapatan serta tingkat kerawanan
sosial masyarakat a.
Penyerapan tenaga kerja di pelabuhan
langusung dan tidak langsung di atas 50
b. Tingkat pendapatan
masyarakat di atas UMP dan Kebutuhan Hidup
Minimum c.
Tingkat kerawanan sosial masyarakat
- Hasil analisis. - Standar BPS
b. Persepsi masyarakat
terhadap keberadaan dan pengembangan
pelabuhan P Positif dan partisipatif
Hasil analisis.
c. Bina Lingkungan
UMKM - Manfaat langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal
- Saranaprasarana dasar terpenuhi
- Standar dan ketentuan dari Kementerian BUMN
d. Keselamatan dan
Kecelakaan Kerja minimal Hasil Analisis dari Standart
No Komponen
Ecoport Rumusan Standar
Ecoport Parameter Indeks
Ecoport Dasar Rumus
Kesehatan Kerja K3 di pelabuhan
Depnaker e.
Keamanan Pelabuhan - Penghargaan ISPS-Code
- Zero Accident - Peraturan Daerah
III Pertumbuhan arus barang
dan kapasitas ruang pelabuhan
a. Pertumbuhan arus barang
Di atas 5 per tahun Standard Bappenas
b. Kapasitas Terminal Kontainer Container
Yard di pelabuhan Yard Occupantie RatioYOR
65 - 70 Standard untuk pelabuhan di
negara-negara berkembang Literingen H., 2009
IV Kesesuaian Pemanfaatan
ruang fungsi-fungsi dengan Masterplan pelabuhan
a. Bagian daratan pelabuhan
Sesuai Masterplan Pelabuhan dan standar perencanaan
kawasan pelabuhan Perencanaan Pelabuhan
Soedjono Karmadihata, 1985 dan Standar Perencanaan Kota
UU No.262007
b. Bagian perairan pelabuhan
Sesuai dengan Ketentuan dan Pedoman Teknis Pelabuhan dan
Alur Keselamatan.
V Aspek Peraturan
Perundang-undangan dan kelembagaan
a. Penyusunan dan
Pengesahan Rencana Induk Pelabuhan
Melibatkan Pemda DKI Jakarta dari penyusunan sampai
rekomendasi pengesahan Rencana Induk pelabuhan RI
UU No.172008 tentang Pelayaran.
UU No.32 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
b. Penyusunan dan
Penetapan Batas DLKRDLKP
pelabuhan Melibatkan Pemda DKI Jakarta
dalam penyusunan dan penetapan batas DLKRDLKP
UU No.172008 tentang Pelayaran.
UU No.32 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
c. Pengawasan
Pembangunan Fisik dan Pengendalian
Lingkungan Kewenangan Pemda DKI
Jakarta Peraturan Daerah
Keputusan Menteri LH
Sumber : Hasil analisis penulis terhadap standar-standar lingkungan dan ecoport sesuai perundang- undangan, standar perencanaan dan pedoman teknis pelabuhan, berwawasan lingkungan standar
perencanaan kawasan dan kota dan referensi ecoport di negara Eropa dan Jepang, Jakarta 2011
Pada bagian disertasi ini penulis mengajukan pendekatan rumusan standar
ecoport sebagai salah satu unsur kebaruan dalam studi ini. Untuk menilai
kesesuaian suatu pelabuhan khususnya pelabuhan besar utama dan pengumpul dilakukan analisis terhadap komponen lingkungan-lingkungan. Setiap sektor atau
komponen lingkungan diberi bobot berdasarkan tingkat urgensi atau pengaruhnya
terhadap penentuan standar ecoport sebagaimana disajikan pada Tabel 34.
Standar diklasifikasikan atas Indeks Ecoport untuk bisa menilai tingkatan kesesuian pelabuhan memenuhi standar ecoport, menurut penelitian penulis belum
pernah dilakukan di Indonesia. Dasar penilaian dan pembobotan kawasan
pelabuhan berstandar ecoport dapat dilihat pada Tabel 35.