Labuhanbatu Utara tahun 2015 menemukan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara pengakuan dengan kinerja bidan desa.
Penelitian Anggraini 2007 tentang hubungan motivasi dengan kinerja petugas rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Djasamen dr. Djasamen
Saragih Pematangsiantar tahun 2007 menemukan bahwa pengakuan orang lain tidak terkait erat dengan kinerja rekam medis.
Sementara penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar 2009 tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat
pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Swadana Tarutung Tapanuli tahun 2008 menemukan bahwa ada pengaruh secara signifikan antara
pengakuan dengan kinerja perawat pelaksana. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat memberikan
kesimpulan bahwa dengan adanya pengakuan tinggi atau rendah, kinerja perawat pelaksana tidak akan dipengaruhi.
5.2 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik dengan Kinerja Perawat di Instalasi
Rawat Inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar Motivasi ekstrinsik muncul karena adanya rangsangan dari luar Priansa,
2014. Motivasi ekstrinsik perawat yang diteliti di instalasi rawat inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar terdiri dari administrasi dan kebijakan,
penyeliaan supervisi, insentif, hubungan antar pribadi dan kondisi kerja.
Universitas Sumatera Utara
77
5.2.1 Pengaruh Administrasi dan Kebijakan dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar
Administrasi dan Kebijakan adalah kesesuaian yang dirasakan perawat dalam melaksanakan tugasnya terhadap administrasi dan kebijakan di rumah sakit
yang telah ditetapkan. Berdasarkan indikator administrasi dan kebijakan, peneliti membuat empat buah pertanyaan yang diajukan kepada perawat pelaksana.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 58 perawat pelaksana 75,3 memiliki motivasi administrasi dan kebijakan ketegori tinggi dan 19 perawat
pelaksana 24,7 kategori sedang dari 77 jumlah perawat pelaksana. Pada analisis bivariat dengan menggunakan uji korelasi pearson yang telah dilakukan
dapat diketahui bahwa administrasi dan kebijakan yang dimiliki rumah sakit berhubungan secara signifikan dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap
RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar. Hal ini diketahui berdasarkan nilai p yang diperoleh yaitu p = 0,003 lebih kecil dari nilai
α = 0,05. Pada analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi linear berganda
yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tidak ada pengaruh secara signifikan antara administrasi dan kebijakan yang dimiliki rumah sakit dengan kinerja
perawat di instalasi rawat inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar. Hal ini diketahui berdasarkan nilai p yang diperoleh yaitu p = 0,110 lebih besar
dari nilai α = 0,05.
Hal ini berbeda dengan pendapat Herzberg dalam Munandar, 2011 yang menyatakan bahwa administrasi dan kebijakan merupakan motivasi ekstrinsik
yang mempengaruhi kinerja. Sementara penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Manik 2015 tentang hubungan karakteristik dan motivasi kerja
Universitas Sumatera Utara
terhadap kinerja bidan desa dalam pelayanan KB di wilayah kerja Puskesmas Kampung Mesjid Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun
2015 menemukan bahwa tidak ada pengaruh secara signifikan antara administrasi dan kebijakan dengan kinerja bidan desa.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat memberikan kesimpulan bahwa dengan adanya administrasi dan kebijakan tinggi atau rendah,
kinerja perawat pelaksana tidak akan dipengaruhi.
5.2.2 Pengaruh Penyeliaan Supervisi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar
Penyeliaan supervisi adalah pemberi arahan atau pengendali perawat dalam melakukan tugasnya di instalasi rawat inap. Berdasarkan indikator
penyeliaan supervisi, peneliti membuat empat buah pertanyaan yang diajukan kepada perawat pelaksana.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 52 perawat pelaksana 67,5
memiliki motivasi penyeliaan supervisi ketegori tinggi dan 25 perawat pelaksana 32,5 kategori sedang dari 77 jumlah perawat pelaksana. Pada analisis bivariat
dengan menggunakan uji korelasi pearson yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa penyeliaan supervisi yang dimiliki rumah sakit berhubungan secara
signifikan dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar. Hal ini diketahui berdasarkan nilai p yang diperoleh yaitu
p = 0,030 lebih kecil dari nilai α = 0,05.
Pada analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi linear berganda yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ada pengaruh secara signifikan antara
penyeliaan supervisi yang dimiliki rumah sakit dengan kinerja perawat di
Universitas Sumatera Utara
79
instalasi rawat inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar. Hal ini diketahui berdasarkan nilai p yang diperoleh yaitu p = 0,004 lebih kecil dari nilai
α = 0,05. Hal ini sesuai dengan pendapat Herzberg dalam Munandar, 2011 yang
menyatakan bahwa penyeliaan supervisi merupakan motivasi ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja.
Sementara penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendarni 2008 tentang pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja
asuhan keperawatan dalam pengkajian dan implementasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan tahun 2008 menemukan bahwa tidak ada
pengaruh secara signifikan antara penyeliaan supervisi dengan kinerja asuhan keperawatan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat mengindikasikan bahwa dengan adanya penyeliaan supervisi yang tinggi maka kinerja perawat
pelaksana akan semakin lebih baik. Sebaliknya dengan penyeliaan supervisi yang rendah maka kinerja perawat pelaksana akan semakin kurang baik.
5.2.3 Pengaruh Insentif dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar
Insentif adalah wujud tindakan yang diimplementasikan dalam bentuk penghargaan kepada perawat karena telah melakukan tugasnya baik secara
material maupun non material. Berdasarkan indikator insentif, peneliti membuat empat buah pertanyaan yang diajukan kepada perawat pelaksana.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 12 perawat pelaksana 15,6 memiliki motivasi insentif ketegori tinggi, 30 perawat pelaksana 39,0 kategori
Universitas Sumatera Utara
sedang, dan 35 perawat pelaksana 45,5 dari 77 jumlah perawat pelaksana. Pada analisis bivariat dengan menggunakan uji korelasi pearson yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa insentif yang diberikan rumah sakit berhubungan secara signifikan dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap RSUD Djasamen
Saragih Kota Pematangsiantar. Hal ini diketahui berdasarkan nilai p yang diperoleh yaitu p = 0,031 lebih kecil dari nilai
α = 0,05. Pada analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi linear berganda
yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tidak ada pengaruh secara signifikan antara insentif yang diberikan rumah sakit dengan kinerja perawat di instalasi
rawat inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar. Hal ini diketahui berdasarkan nilai p yang diperoleh yaitu p = 0,087 lebih besar dari nilai
α = 0,05. Hal ini berbeda dengan pendapat Herzberg dalam Munandar, 2011 yang
menyatakan bahwa insentif merupakan motivasi ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja.
Penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendarni 2008 tentang pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja asuhan
keperawatan dalam pengkajian dan implementasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan tahun 2008 menemukan bahwa ada pengaruh secara
signifikan antara insentif dengan kinerja asuhan keperawatan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat memberikan
kesimpulan bahwa dengan adanya insentif tinggi atau rendah, kinerja perawat pelaksana tidak akan dipengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
81
5.2.4 Pengaruh Hubungan Antar Pribadi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar
Hubungan antar pribadi adalah interaksi antar sesama perawat dalam unit kerjanya, atau hubungan antara bawahan dengan atasan. Berdasarkan indikator
hubungan antar pribadi, peneliti membuat empat buah pertanyaan yang diajukan kepada perawat pelaksana.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 63 perawat pelaksana 81,8 memiliki motivasi hubungan antar pribadi ketegori tinggi dan 14 perawat
pelaksana 18,2 kategori sedang dari 77 jumlah perawat pelaksana. Pada analisis bivariat dengan menggunakan uji korelasi pearson yang telah dilakukan
dapat diketahui bahwa hubungan antar pribadi di rumah sakit tidak berhubungan secara signifikan dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap RSUD Djasamen
Saragih Kota Pematangsiantar. Hal ini diketahui berdasarkan nilai p yang diperoleh yaitu p = 0,788 lebih besar dari nilai
α = 0,05. Hal ini berbeda dengan pendapat Herzberg dalam Munandar, 2011 yang
menyatakan bahwa hubungan antar pribadi merupakan motivasi ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja.
Sejalan dengan penelitian ini, penelitian Manik 2015 tentang hubungan karakteristik dan motivasi kerja terhadap kinerja bidan desa dalam pelayanan KB
di wilayah kerja Puskesmas Kampung Mesjid Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2015 menemukan bahwa tidak ada pengaruh secara
signifikan antara hubungan antar pribadi dengan kinerja bidan desa. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat memberikan
kesimpulan bahwa dengan adanya hubungan antar pribadi tinggi atau rendah, kinerja perawat pelaksana tidak akan dipengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
5.2.5 Pengaruh Kondisi Kerja dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar
Kondisi kerja adalah keadaan di tempat kerja yang tidak terbatas pada kondisi pekerjaan masing
– masing, seperti rasa nyaman tempat kerja, ventilasi cukup, penerangan lampu yang memadai dan sarana yang ada. Berdasarkan
indikator kondisi kerja, peneliti membuat empat buah pertanyaan yang diajukan kepada perawat pelaksana.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 45 perawat pelaksana 58,4 memiliki motivasi kondisi kerja ketegori tinggi, 31 perawat pelaksana 40,3
kategori sedang, 1 perawat pelaksana 1,3 kategori rendah dari 77 jumlah perawat pelaksana. Pada analisis bivariat dengan menggunakan uji korelasi
pearson yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kondisi kerja di rumah sakit tidak berhubungan secara signifikan dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap
RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar. Hal ini diketahui berdasarkan nilai p yang diperoleh yaitu p = 0,847 lebih besar dari nilai
α = 0,05. Hal ini berbeda dengan pendapat Herzberg dalam Munandar, 2011 yang
menyatakan bahwa kondisi kerja merupakan motivasi ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja.
Sementara penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Manik 2015 tentang hubungan karakteristik dan motivasi kerja
terhadap kinerja bidan desa dalam pelayanan KB di wilayah kerja Puskesmas Kampung Mesjid Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun
2015 menemukan bahwa ada pengaruh secara signifikan antara kondisi kerja dengan kinerja bidan desa.
Universitas Sumatera Utara
83
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat memberikan kesimpulan bahwa dengan adanya kondisi kerja tinggi atau rendah, kinerja
perawat pelaksana tidak akan dipengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan