12
IV. METODOLOGIPENELITIAN
4.1. BAHAN DAN
ALAT
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu rimpang temulawak, daun pandan, gula pasir, garam, air, dan bahan untuk analisis kimia, yaitu uji proksimat dan total gula metode
Luff-Schoorl. Alat-alat yang digunakan antara lain pisau, talenan, wadah baskom, sodet, wajan
penggorengan, saringan, seamer, kompor gas, dan blender, serta alat-alat gelas yang dibutuhkan untuk analisis fisik dan kimia, diantaranya labu Bidwell-Sterling, labu didih, alat destilasi lengkap
dengan kondensor, pemanas berjaket hot plate, neraca analitik, oven, vakum evaporator, sentrifuse, dan spektrofotometer.
4.2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari5 tahap, yaitu mempelajari karakteristik IRTP minuman temulawak instan, perbaikan formula dan proses minuman temulawak instan, karakteristik kimia produk
minuman temulawak instan, sertifikasi produk minuman temulawak instan skala rumah tangga, dan analisis kelayakan usaha. Tahapan awal bertujuan mengetahui keadaan dan kondisi Industri
Rumah Tangga Desa Benteng yang selanjutnya dilakukan perbaikan oleh peneliti, yaitu tahap perbaikan formula dan proses guna memperoleh formula standard. Selain itu, dilakukan penetapan
Standard Operating Procedure SOP oleh peneliti untuk IRTP minuman temulawak instan sebagai tahap lanjut perbaikan formula dan proses produksi. Tahap selanjutnya produk yang telah
standard dianalisis karakteristik kimia produk menggunakan analisis proksimat. Tahap selanjutnya adalah sertifikasi produk minuman temulawak instan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
Tahap akhir, dilakukan analisis kelayakan usaha dalam skala rumah tangga untuk melihat apakah usaha tersebut layak untuk dijalankan atau tidak.
4.2.1. Mempelajari Karakteristik Formula pada Industri Rumah Tangga
Pangan Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor
Formula yang menjadi objek penelitian adalah formula minuman temulawak instan produksi Industri Rumah Tangga IRT temulawak instan yang berlokasi di Desa Benteng,
Ciampe, Bogor. Pengusaha industri ini adalah Ibu Cicih Sri Lestari yang telah menjalankan usaha selama 3 tahun.
Formula temulawak instan produksi IRT milik Ibu Cicih menghasilkan karakteristik minuman temulawak, antara lain memiliki aftertaste pahit, warna kuning keruh yang pekat, dan
aroma temulawak yang sangat menyengat. Selain itu, formula yang digunakan masih belum memiliki standard baik bahan baku maupun proses produksi. Selain itu, produk yang dimiliki IRT
ini masih belum memiliki nomor P-IRT, ruang produksi yang belum sesuai dengan CPPB Cara Produksi Pangan yang Baik, serta label dan kemasan yang masih belum sesuai dengan tata cara
pelabelan. Hal tersebut merupakan kekurangan dari formula temulawak instan produksi IRT milik Ibu Cicih dan menjadi kendala bagi IRT tersebut. Kendala lainnya yang dihadapi adalah konsumen
tidak menyukai rasa minuman temulawak yang terlalu pahit dan karakteristik produk yang dihasilkan tidak konsisten. Tujuan kegiatan ini adalah sebagai pencapaian dalam penerapan
13
standardisasi formula, aspek legal, dan penyesuaian dengan CPPB agar menjadi produk industri rumah tangga yang lebih berkualitas dan memiliki jangkauan pasar yang lebih luas.
4.2.2. Perbaikan Formula dan Proses Pembuatan Minuman Temulawak
Instan
Kegiatan ini bertujuan mendapatkan formula terbaik yang optimum secara fisik dan organoleptik. Secara fisik diuji melalui analisis warna menggunakan Chromameter dan waktu
rehidrasi. Selanjutnya, diujikan melalui uji organoleptik. Tahap ini dilakukan guna penentuan Standard Operating Procedure SOP untuk peralatan, cara produksi, bahan baku, dan karyawan.
4.2.2.1. Pembuatan Minuman Temulawak Instan
Pembuatan minuman temulawak instan diawali dengan menyiapkan beberapa bahan, seperti temulawak segar, gula pasir, garam, daun pandan, dan air. Ada tiga formula yang
digunakan dalam pembuatan minuman temulawak instan. Ketiga formula dibedakan dari rasio gula pasir dan temulawak segar yang digunakan. Selain itu, dilakukan perhitungan rendemen
dengan skala produksi 750 gram. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Formula minuman temulawak instan
Bahan Formula I
Formula II Formula III
1:1,5 1:1 1:2
Temulawak 300 g
375 g 250 g
Gula pasir 450 g
375 g 500 g
Garam 1 g
1 g 1 g
Air 300 ml 300
ml 300 ml
Daun pandan 3 lembar
3 lembar 3 lembar
Perbedaan ini didasarkan pada karakteristik temulawak instan yang paling menonjol, yaitu rasa pahit yang terasa di pangkal lidah setelah meminum minuman ini. Rasa pahit ini disebabkan
oleh komponen kurkumin yang terkandung dalam temulawak Afifah 2003. Diagram alir proses pembuatan minuman temulawak instan ditunjukkan oleh Gambar 5.
14
Gambar 5. Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan Pertama-tama, rimpang temulawak segar dibersihkan. Pembersihan dilakukan dengan cara
menggosok kulit rimpang temulawak menggunakan tangan dibawah air mengalir. Tujuan pembersihan ini adalah untuk menghilangkan kotoran tanah yang menempel pada kulit temulawak.
Setelah itu, temulawak diiris kemudian dihancurkan menggunakan blender dengan bantuan pelarut air. Setelah dihancurkan, diperoleh bubur temulawak. Bubur temulawak kemudian disaring untuk
memisahkan sari dan ampas temulawak.Sari temulawak yang dihasilkan diendapkan lalu dipanaskan bersamaan dengan daun pandan menggunakan api sedang. Setelah volume sari
temulawak berkurang menjadi ¼ bagian awal, selanjutnya ditambahkan gula pasir dan garamdapur. Pemanasan dan pengadukan dilakukan secara kontinyu. Selama pemanasan, air
menguap sehingga sari temulawak pekat dan kental. Setelah itu, api dikecilkan dan pengadukan terus dilakukan. Proses ini menghasilkan pembentukan kristal temulawak. Setelah terbentuk kristal
seluruhnya, serbuk temulawak kemudian diayak dengan ukuran ayakan 80 mesh. Serbuk yang tidak lolos ayak, dihancurkan kembali menggunakan blender, lalu diayak kembali menggunakan
Gula pasir, garam, daun pandan
Air Temulawak
Sortasi
Penghancuran blender
Pengirisan Pencucian
Penimbangan
Pengendapan Pemanasan disertai
pengadukan Pendinginan disertai pengadukan
Pembentukan kristal
Pengayakan Pengecilan ukuran kristal
Minuman Temulawak Instan
Pengemasan
15
ayakan dengan ukuran mesh yang sama. Setelah itu, temulawak instan dikemas dan siap dipasarkan.
4.2.2.2. Pengamatan Formula Minuman Temulawak Instan
Pengamatan formula dilakukan pada ketiga formula. Pengamatn ini bertujuan untuk memperoleh formula yang terbaik. Pengamatan formula, antara lain :
a. Uji organoleptik rating hedonik Meilgaard et al. 1999
b. Rendemen Andarwulan et al. 2011
c. Waktu rehidrasi Khopkar 2008
d. Analisis warna metode chromameter AOAC 1995
e. Uji bagian tak larut air AOAC 1995
4.2.2.3. Penentuan Formula Terbaik
Berdasarkan tahap pengamatan, maka akan dipilih satu formula dari ketiga formula, yaitu formula I, II, dan III untuk menjadi formula standard yang akan melalui tahapan lanjut, yaitu
analisis kimia dan aplikasi formula pada IRTP minuman temulawak instan.
4.2.2.4. Penentuan Standard Operating Procedure SOP
Pembuatan Standard Operating Procedure SOP ini bertujuan agar IRTP dapat menghasilkan produk yang berkualitas, aman bagi kesehatan konsumen, layak dikonsumsi, serta
ukuran produk seragam dan konsisten.
4.2.3. Karakteristik Kimia Produk Minuman Temulawak Instan
Tahap ini dilakukan untuk menguji formula yang terpilih pada tahap proses formulasi. Pengamatan yang dilakukan, meliputi analisis kimia proksimat. Analisis proksimat terdiri dari
analisis kadar air metode oven AOAC 1995, kadar abu metode oven AOAC 1995, kadar lemak metode ekstraksi soxhlet AOAC 1995, kadar protein metode Kjeldahl AOAC 1995, dan kadar
karbohidrat menggunakan metode by difference.
4.2.4. Sertifikasi Produk Minuman Temulawak Instan dalam Skala Rumah
Tangga Pangan
Sertifikasi produk minuman temulawak instan perlu dilakukan guna memperoleh sertifikat produk pangan. Tahap sertifikasi ditunjukkan pada Gambar. Secara rinci, berikut uraian tahapan
sertifikasi, meliputi :
4.2.4.1. Pengajuan Permohonan Sertifikat Produk Pangan Industri Rumah
Tangga SPP-IRT
Pengajuan SPP-IRT diberikan kepada Pemerintah Daerah KabupatenKota Bogor, yaitu Dinas Kesehatan. Tahap penyelenggaraan SPP-IRT, terdiri dari pengisian formulir pendaftaran,
fotokopi KTP, surat keterangan domisili usaha, contoh label ptoduk, pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 lembar, mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan PKP yang bersifat wajib bagi
pemohon, dan peninjauan serta pemeriksaan sarana produksi.
16
4.2.4.2. Penyuluhan Keamanan Pangan PKP
Penyuluh adalah petugas Dinas Kesehatan yang memiliki sertifikat penyuluh pangan yang diberikan oleh BPOM RI. Peserta penyuluhan adalah pemohon SPP-IRT yang tidak lain adalah
pemilik atau penanggung jawab perusahaan. Materi penyuluhan didominasi oleh pengetahuan mengenai berbagai jenis bahaya baik
biologis, kimia, maupun fisik dan cara mencegah serta memusnahkannya. Selain itu, diberikan pula materi mengenai sanitasi sarana produksi di IRTP, Cara Produksi Pangan yang Baik Industri
Rumah Tangga CPPB-IRT, dan peraturan tertulis tentang keamanan pangan. Penyuluhan dilakukan sekurang-kurangnya 2 hari selama 5 jamhari.
4.2.4.3. Pendampingan CPPB-IRT pada IRT Minuman Temulawak Instan
Penerapan CPPB-IRT dilakukan guna menghasilkan pangan yang bermutu baik dari segi produk maupun proses produksi, aman bagi kesehatan, dan layak untuk dikonsumsi.
Pendampingan CPPB-IRT ditujukan pada pengusaha IRT minuman temulawak instan agar dapat memenuhi persyaratan produksi yang baik, diantaranya persyaratan lokasi, bangunan, fasilitas
produksi, pengendalian hama, sanitasi karyawan, pengendalian proses, dan pengawasan.
4.2.4.4. Pemeriksaan Sarana Produksi
Pemeriksaan mengikuti pedoman yang dikeluarkan oleh BPOM RI. Hasil pemeriksaan, yaitu perolehan sertifkat produksi pangan beserta nomor P-IRT yang menunjukkan bahwa
pemeriksaan sarana produksi dinyatakan lulus dengan syarat minimal hasil berita acara pemeriksaan bernilai cukup dan telah melakukan perbaikan atas saran Dinas Kesehatan
Kabupatenkota Bogor.Alur penyelenggaraan dan penyerahan sertifikat pada Sertifikasi P-IRT dapat dilihat di Lampiran 4.
4.2.5. Analisis Kelayakan Usaha Nurmalina et al. 2009
Analisis kelayakan produksi temulawak instan, meliputi perhitungan Net Present Value NPV, Gross Benefit-Cost Ratio Gross BC, Net Benefit-Cost Ratio Net BC, dan Internal Rate
of Return IRR.
4.2.5.1. Net Present Value NPV
NPV = ∑
- ∑
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis t = 0, 1, 2, 3, …, n, tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung
karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount rate
Indikator : Jika NPV0 positif, maka bisnis layak untuk dilaksanakan
Jika NPV0 negatif, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan
17
4.2.5.2. Gross Benefit-Cost Ratio Gross BC
Gross BC =
∑ ∑
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis t = 0, 1, 2, 3, …, n, tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung
karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount rate
Indikator : Jika Gross BC1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan
Jika Gross BC1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan
4.2.5.3. Net Benefit-Cost Ratio Net BC
Net BC =
∑ ∑
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis t = 0, 1, 2, 3, …, n, tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung
karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount rate
Indikator : Jika Net BC1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan
Jika Net BC1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan
4.2.5.4. Internal Rate of Return IRR
IRR = i
1
+ i
1
– i
2
Keterangan : i
1
= discount rate yang menghasilkan NPV positif i
2
= discount rate yang menghasilkan NPV negative NPV
1
= NPV positif NPV
2
= NPV negative Indikator :
Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya DR.
18
4.3. METODE ANALISIS
4.3.1. Uji Organoleptik Rating Hedonik Meilgaard et al. 1999
Uji organoleptik dilakukan dengan skor kesukaan atau hedonik terhadap formula yang telah dibuat. Skala yang digunakan adalah skala kategorik yang direntangkan dari skala 1 sampai 7 yang
mempresentasikan tingkat kesukaan panelis dari sangat suka hingga sangat tidak suka. Panelis yang digunakan sebanyak 70 orang. Atribut yang diujikan, antara lain rasa, aroma, kenampakan,
dan keseluruhan overall Meilgaard et al. 1999. Uji organoleptik ini merupakan hasil seduhan dari serbuk minuman instan temulawak hasil kristalisasi. Minuman yang disajikan terhadap panelis
adalah minuman dalam keadaan hangat. Worksheet dan scoresheet uji rating hedonik minuman temulawak instan dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.3.2. Rendemen
Rendemen = x 100
4.3.3. Waktu Rehidrasi
Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam 100 ml air matang yang panas. Kemudian, waktu yang dibutuhkan serbuk untuk terdispersi sempurna dicatat Khopkar 2008.
4.3.4. Analisis Warna Metode Chromameter
Analisis warna menggunakan metode Hunter. Alat dipersiapkan dan dihubungkan dengan arus listrik. Kemudian, dilakukan kalibrasi alat dengan menekan tombol “calibrate” dan data Y, x,
y yang terdapat pada penutup bagian dalam plat kalibrasi dimasukkan. Measuring head diletakkan pada alat kalibrasi yang berwarna putih. Kemudian, tombol “measure” pada measuring head
ditekan. Alat akan menyimpan data kalibrasi dalam memorinya. Analisis warna dengan chromameter CR-300 Minolta dilakukan dengan meletakkan
measuring head pada contoh yang akan diukur, dan tekan “measure” atau tekan tombol pada measuring head.Analisis warna menggunakan Chromameter CR-300 Minolta dengan metode
Hunter L, a, b AOAC 1995.
4.3.5. Bagian Tak Larut Air
Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml. Setelah itu, ditambahkan 50 ml air panas, kemudian diaduk hingga larut. Sampel disaring ke dalam kertas
saring yang telah dikeringkan dalam keadaan panas. Gelas piala yang telah digunakan dibilas menggunakan air panas, lalu air bilasan disaring. Kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu
105
o
C selama 2 jam. Kertas saring tersebut didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap AOAC 1995.
Bagian yang tak larut dalam air = Keterangan :
W = bobot sampel g
W1 = bobot botol timbang + kertas saring berisi bagian yang tak dapat larut g
W2 = bobot cawan + kertas saring g
19
4.3.6. Analisis Kadar Air Metode Oven
Penetapan kadar air dengan metode oven dilakukan di mana cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selam 15 menit, kemudian cawan tersebut didinginkan dalam desikator.
Cawan kering yang telah dingin kemudian ditimbang c. Sampel sebanyak 5 gram a dimasukkan ke dalam cawan kering kemudian cawan yang berisi sampel dikeringkan di dalam oven suhu 105
o
C selama 6 jam smapai tercapai bobo yang konstan. Cawan tersebut didinginkan di dalam desikator sekitar 30 menit dan segera ditimbang b. Perhitungan kadar air dapat dinyatakan
sebagai persen kadar air dry dan wet basis. Kadar air bb =
atau Kadar air bk =
Keterangan : a = bobot sampel awal g
b = bobot sampel + cawan kering g c = bobot cawan kosong g
4.3.7. Analisis Kadar Abu Metode Oven
Cawan porselin beserta tutupnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 – 5 gram sampel dimasukkan
ke dalam cawan porselin tersebut. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar Bunsen sampai tidak berasap lagi lalu di dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400 – 600
°C selama 4 – 6 jam atau sampel terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan di dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dinyatakan sebagai
persen kadar air dry dan wet basis. Kadar abu bb =
atau Kadar abu bk =
Keterangan : a = bobot sampel sebelum diabukan g
b = bobot sampel + cawan sesudah diabukan g c = bobot cawan kosong g
4.3.8. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet
Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110 °C selama sekitar 15 menit kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan
dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Selanjutnya selongsong kertas yang berisi sampel disumbat dengan kapas, lalu keringkan dalam oven pada suhu tidak lebih
dari 80 °C selama ± 1 jam. Selonsong tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi lemak soxhlet yang dirangkai denga kondensor. Pelarut dietilpetroleum eterheksana dimasukkan ke dalam labu
secukupnya kemudian dilakukan refluks selama ± 6 jam. Selanjutnya labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100-110 °C hingga bobotnya konstan, didinginkan
20
dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dinyatakan sebagai persen kadar air dry dan wet basis.
Kadar lemak = Keterangan :
a = bobot sampel g b = bobot labu lemak+ lemak hasil ekstraksi g
c = bobot labu lemak kosong g
4.3.9. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl
Sampel sebanyak 100 – 250 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian tambahkan 1.0 ± 0.1 gram K
2
SO
4
, 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0.1 ml H
2
SO
4
. Ditambahkan pula 2 – 3 butir batu didih. Sampel dididihkan selama 1 – 1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan
menjadi jernih, lalu didinginkan. Sejumlah kecil air destilata ditambahkan melaui dinding labu secar perlahan dan digoyang pelan agar kristal yang terbentuk dapat larut kembali. Isi labu
dipindahkan ke dalam labu destilasi dan labu dibilas sebanyak 5 - 6 kali dengan 1 – 32 ml air destilata kemudian air cucian labu tersebut dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan
ke dalamnya 8 – 10 ml larutan 60 NaOH – 5 Na
2
CO
3
. Selanjutnya erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H
3
BO
3
dan 2 – 4 tetes indikator metilen red-metilen blue diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor harus terndam dengan larutan H
3
BO
3
untuk menampung hasil destilasi sekitar 15 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi oleh HCL 0.02 N terstandar sampai terjadi
perubahan warna menajdi abu-abu. Prosedur yang sama pun dilakuka terhadap blanko tanpa sampel.Penetapan kadar protein berdasar pada perhitungan :
Kadar protein bb =
.
atau Kadar protein bk =
Keterangan : a = ml titrasi HCl pada sampel
b = ml titrasi HCl pada blanko
4.3.10. Analisis Kadar Karbohidrat By Different
Penentuan kadar karbohidrat dilakukan secara by different, yaitu berat total produk dikurangi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak.
Kadar karbohidrat = 100 - K.A + A + P + L Keterangan :
K.A = kadar air A = kadar abu
P = kadar protein L= kadar lemak
21
4.3.11. Analisis Total Gula Metode Luff-Schoorl
Tahap persiapan contoh
Sebanyak 5 ml contoh dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambahkan 95 ml air destilata dan 1 g CaCO
3
. Contoh dididihkan selama 30 menit, didinginkan, dan ditambahkan larutan Pb- asetat jenuh hingga larutan menjadi jernih. Selanjutnya, larutan disaring. Tambahkan 1.5 g Na-
oksalat kering ke dalam filtrat untuk mengendapkan Pb. Selanjutnya contoh kembali disaring. Sebanyak 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera
dengan air destilata. Sebanyak 25 ml larutan pada pengenceran yang sama dengan larutan sebelum inversi
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Sebanyak 3 tetes indikator methylen red-methylen blue dan larutan HCl 4 N ditambahkan hingga larutan berwarna merah. Kemudian tambahkan larutan
HCl 0,1 N sebanyak 15 ml. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam waterbath lalu diinversi pada suhu 60-70
O
C selama 30 menit. Kemudian, larutan didinginkan dan dinetralkan dengan 15 ml NaOH 0,1 N hingga netral. Jika belum netral, larutan NaOH 1 N ditambahkan hingga warna larutan tepat
berubah menjadi orange lalu ditambahkan dengan aquades hingga tanda tera. Larutan tersebut kemudian dipipet sebanyak 25 ml lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan
dengan larutan Luff-Schoorl sebanyak 25 ml. Pendingin balik dihubungkan dengan erlenmeyer kemudian tunggu hingga mendidih. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya,
ditambahkan 25 ml H
2
SO
4
6 N, CO
2
dihilangkan, lalu ditambahkan dengan larutan KI 20 sebanyak 15 ml sampai warna cokelat. Larutan kemudian dititrasi menggunakan Na
2
S
2
O
3
0,1 N dengan indikator pati 1 sampai warna biru tepat hilang.
Blanko
Larutan Luff-Schoorl 25 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Lalu, ditambahkan 15 ml aquades kemudian dihubungkan dengan pendingin balik, dipanaskan sampai
mendidih, dan ditunggu selama 10 menit. Setelah didinginan, sebanyak 25 ml larutan H
2
SO
4
6 N ditambahkan dan CO
2
dihilangkan, lalu ditambah dengan larutan KI 20 sebanyak 15 ml. Larutan dititrasi menggunakan titran Na-thiosulfat 0,1 N dengan indikator pati 1 sampai warna biru tepat
hilang.Perhitungan kadar total gula adalah sebagai berikut: Mula-mula dihitung selisih V Na
2
S
2
O
3
0,1 N antara blanko dan sampel. V Na
2
S
2
O
3
: b-a Setelah itu, selisih tersebut dicocokkan dengan angka kesetaraan gula pada Tabel Gula Luff-
Schoorl. Tabel Kesetaraan Gula Luff-Schoorl dapat dilihat di Lampiran 10. Kadar total gula :
x 100 Keterangan :
a = Volume Na
2
S
2
O
3
ml b = Volume Na
2
S
2
O
3
untuk blanko ml f = Kesetaraan gulamg
p = Faktor pengenceran B = Bobot sampel g
22
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. MEMPELAJARI KARAKTERISTIK INDUSTRI RUMAH TANGGA
MINUMAN TEMULAWAK INSTAN
Industri Rumah Tangga IRT minuman temulawak instan memiliki permasalahan yang secara garis besra dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 4. Masalah di IRT minuman temulawak instan
Parameter Permasalahan
Formula produk Belum ada formula standard sehingga produk
tidak konsisten dan belum optimum Ruang produksi
Belum ada ruang khusus produksi sehingga masih bersatu dengan dapur rumah pribadi
Sanitasi ruang produksi Langit-langit dan lantai masih dalam keadaan
kotor Tempat sampah
Belum adanya tempat sampah khusus di ruang produksi
PPPK Belum ada perlengkapan PPPK untuk keperluan
produksi Spesifikasi kemasan
Belum ada penetapan spesifikasi kemasan Pemeriksaan kesehatan
Belum ada pemeriksaan kesehatan karyawan secara rutin
Tanggal kadaluarsa Belum ada penetapan tanggal kadaluarsa produk
Kode produksi Belum ada penetapan kode produksi pada produk
Pencatatan dan dokumentasi Belum ada sistem pencatatan dan dokumentasi
Standard Operating Procedure SOP Belum ada pedoman tetap untuk spesifikasi
bahan baku dan cara produksi Minuman temulawak instan produksi salah satu IRT di Desa Benteng, Ciampea, Bogor
belum memiliki formula standard. Formula standard diperlukan mengingat kesamaan prosedur saat produksi antara pemilik dan karyawan perusahaan. Selain itu, formula standard akan menghasilkan
produk temulawak instan yang konsisten dan berkualitas baik. Hal ini erat kaitannya dengan kepercayaan konsumen yang timbul terhadap minuman temulawak instan produksi IRT Desa
Benteng tersebut. Ruang produksi di IRT minuman temulawak instan pun masih memiliki kekurangan
sehingga belum memenuhi persyaratan. Produksi tidak dilakukan di ruang produksi khusus, tetapi masih bersatu dengan dapur rumah pribadi. Peralatan produksi, seperti kompor gas dan timbangan
tergolong masih terbatas. Selain itu, IRT belum memiliki Standard Operating Procedure SOP untuk spesifikasi bahan baku atau cara produksi. SOP diperlukan guna menghasilkan produk yang
aman, berkualitas, dan layak untuk dikonsumsi. Kemasan produk minuman temulawak instan pada awalnya menggunakan kemasan primer
plastik LDPE Low Density Polyethylene, sedangkan kemasan sekundernya adalah kertas sampul cokelat yang strukturnya lebih kokoh sehingga dapat membentuk tubuh kemasan produk berbentuk
keranjang. Setelah dilakukan perbaikan, kemasan temulawak instan kini telah mendukung dalam
memperpanjang umur simpan produk. Hal ini disebabkan oleh kemasan primer yang telah diganti menggunakan alumunium foil sehingga umur simpan produk menjadi lebih panjang, terlindung
dari paparan oksigen dan cahaya, serta tidak mudah rusak. Selain itu, produk pangan juga
23
terlindung dari berbagai cemaran yang dapat masuk saat penyimpanan, seperti semut, debu, dan sebagainya.
Label dan kemasan produk minuman temulawak instan masih memiliki masalah dalam hal ketidaksesuaian dengan peraturan tertulis yang diacu, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
1999 mengenai Label dan Iklan Pangan. Kemasan primer temulawak instan yang pada awalnya menggunakan plastik, saat ini telah
diganti dengan alumunium foil. Alumunium foil dijadikan sebagai kemasan primer karena mampu menahan air dan udara lebih baik dibandingkan plastik. Hal ini disebabkan oleh alumunium foil
yang memiliki tingkat permeabilitas terhadap air maupun udara yang lebih tinggi dibandingkan plastik.
Label produk minuman temulawak instan juga masih terdapat kesalahan. Informasi pada label masih sangat kurang dan belum sesuai dengan tata cara pelabelan. Keterangan pada label
sekurang-kurangnya, antara lain nama produk, komposisi bahan, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa menurut tata cara pelabelan yang
diacu di Indonesia, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Selain itu, untuk produk IRTP wajib mencantumkan nomor P-IRT dan kode produksi
pada setiap label produk. Setelah dilakukan perbaikan, label temulawak instan kini telah memiliki informasi yang
sesuai dengan PP No. 69 Tahun 1999. Kemasan sekunder produk tetap menggunakan kertas sampul yang lebih tebal sehingga produk dapat memiliki bentuk yang lebih kuat dan kokoh. Label
dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan sebelum dan setelah perbaikan dapat dilihat pada Gambar 6.
a b
Gambar 6. a Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan sebelum perbaikan, b Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan setelah perbaikan
5.2. PEMBUATAN DAN FORMULASI MINUMAN TEMULAWAK