minyak. Minyak akar wangi di Garut mempunyai kasus yaitu terdapat satu pengumpul yang dominan sehingga hampir seluruh penyuling
memiliki hubungan keterkaitan dengan pedagang pengumpul tersebut. Konsekuensi dari hal tersebut adalah harga minyak akar wangi dibeli
oleh pedagang yang bersangkutan dengan harga relatif lebih murah dari harga yang berlaku.
4.2.5 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi
Pengumpul minyak akar wangi di Kabupaten Garut tidak banyak, salah satu pengumpul terbesar yang mewakili yaitu PT Djasula Wangi
Jakarta. Saat panen raya pengumpul minyak mampu mengumpulkan 100 kg
– 400 kg minyak akar wangi dalam satu minggu. Sedangkan saat musim paceklik hanya mampu mengumpulkan 200 kg dalam waktu
10 hari. Minyak yang telah terkumpul langsung dikirim ke eksportir yang berada di luar wilayah Garut yaitu Jakarta dan Bogor. Harga
ekspor minyak tidak diketahui secara pasti oleh para pengumpul, mereka hanya menerima harga yang sudah ditetapkan eksportir. Risiko
yang dihadapi oleh pengumpul minyak sangatlah tinggi. Apabila mutu minyak tidak sesuai dengan standar yang ditentukan oleh eksportir,
maka minyak tidak akan diterima dan dapat dikembalikan. Hal tersebut dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi pengumpul
minyak. Oleh karena itu, dibutuhkan pembelajaran dan pengalaman dalam menguji standar mutu minyak akar wangi sebelum diuji di
laboratorium milik eksportir, agar kualitas minyak dapat terjamin dengan baik.
4.2.6 Sumber Daya Rantai Pasokan
1. Sumber Daya Fisik
Sumber daya fisik rantai pasokan minyak akar wangi meliputi, lahan pertanian, sarana dan prasarana penyulingan. Sarana dan prasarana
penyulingan harus mendapat perhatian khusus. Umur ekonomis dari alat suling ketel adalah sekitar 10
– 15 tahun. Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan diatasi dengan mengolah limbah sisa
hasil penyulingan, maka lokasi penyulingan sebaiknya berada jauh dari pemukiman warga.
2. Sumber Daya Teknologi
Teknologi yang digunakan dalam proses penyulingan akar wangi di Kabupaten Garut masih dapat dibilang sederhana yaitu dengan
menggunakan sistem
kukus. Masih
sangat sedikit
yang menggunakan sistem uap terpisah boiler. Walaupun terdapat
bantuan peralatan namun masih ada kendala operasional, yaitu kapasitas mesin yang masih kurang, belum ada operator yang ahli
tentang mesin tersebut, dan mesin masih banyak kendala teknis. Perbedaan tipis keuntungan anatar proses penyulingan uap terpisah
dengan proses kukus membuat penyuling masih menggunakan sistem kukus.
3. Sumber Daya Manusia
Proses penyulingan melibatkan 2 dua orang tenaga kerja dalam 1 kali proses penyulingan yang bertindak sebagai operator. Proses
pencucian akar wangi melibatkan pekerja borongan. 4.
Sumber Daya Permodalan Pembiayaan atau permodalan pada budidaya akar wangi cukup sulit
didapat dari perbankan. Persyaratan yang rumit dan adanya agunan membuat petani menghindari pinjaman dari bank dan lebih memilih
menggunakan modal sendiri atau pinjam ke saudara, pengumpul atau penyuling. Petani merasa lebih nyaman membayar pinjaman dengan
hasil panen mereka. Hal serupa juga terjadi pada penyuling, syarat perbankan menuntut kepastian hasil dari penyuling sedangkan
rendemen tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh karena itu penyuling juga lebih memilih modal pinjaman dari pengumpul
minyak atau eksportir dan membayar pinjaman tersebut dengan minyak hasil sulingan mereka.
Anggota rantai pasokan minyak akar wangi sangat memerlukan bantuan modal dari pemerintah dan perbankan. Sistem syariah perlu
diterapkan untuk memberikan bantuan modal kepada penyuling atau petani sehingga tidak memberatkan mereka.
4.3. Kriteria Pemilihan Petani