Perbedaan hasil belajar kimia siswa pada pembelajaran kontkstual dan pembelajaran quantum: studi kasus pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMAN I Ciputat

(1)

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN PEMBELAJARAN

QUANTUM

(Studi Kasus Pada Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan di SMAN 1 Ciputat)

SINDIA LARASSATI H 103016227143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(2)

Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan di SMAN 1 Ciputat). Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pembelajaran kontekstual dan pembelajaran quantum terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengkaitkan pengetahuan awal dan pengalaman yang telah dimilikinya dengan konsep yang dipelajari untuk kemudian diterapkan dan dijadikan bekal dalam menghadapi masalah-masalah pada kehidupan sehari-hari. Sedangkan pembelajaran quantum adalah suatu pembelajaran yang memadukan antara berbagai sugesti positif dan interaksi antara siswa dan gurunya yang didukung oleh adanya lingkukngan belajar yang menyenangkan serta munculnya emosi sebagai keterlibatan otak sehingga tercipta interaksi yang baik dalam proses belajar yang pada akhirnya dapat menimbulkan motivasi belajar yang tinggi pada diri siswa sehingga mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.

Metode yang digunakan adalah quasi eksperimen (eksperimen semu) yaitu penelitian yang tidak dapat memberikan kontrol penuh. Penelitian bertempat di SMAN 1 Ciputat. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen 1 yang menggunakan pembelajaran quantum dan siswa kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen 2 yang menggunakan pembelajaran kontekstual. Pengumpulan data dilakukan dengan uji tes hasil belajar tertulis. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen 1 (pembelajaran quantum) adalah 75,22 sedangkan kelompok eksperimen 2 (pembelajaran kontekstual) adalah 66,67. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung adalah 2,84 dan ttabel yang diperoleh adalah 1,66 sehingga H0

ditolak dan hal ini membuktikan adanya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa dengan pembelajaran quantum dan siswa dengan pembelajaran kontekstual.

Kata kunci: Pembelajaran Quantum, Pembelajaran Kontekstual, Hasil Belajar Kimia


(3)

Thesis of Study Program of Chemistry Education, Education of Natural Science Department, Faculty of Tarbiyah and Teachership Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The purpose of the research is to determine whether there are significant differences between Contextual Teaching and Learning and Quantum Teaching and Learning to Student’s learning achievement in chemistry on the solubility and solubility product concept. Contextual teaching and leaarning is the concept of learning that encourages students to link prior knowledge and experience that have been held with a concept and then implemented and studied to become equipped in dealing with problems in everyday life. While the quantum teaching and learning is a learning that combines between the various positive suggestion and interaction between students and teachers are supported by a fun learning environment and the emergence of emotional as the involvement of the brain that create a good interaction in the learning process which can ultimately lead to high motivation in learning students themselves and thus affects the process and student’s learning achievement.

The method used is a quasi experimental which can not give full control in the research. The research held in SMAN 1 Ciputat. The sample in this study were students of XI IPA 2 students as an experimental 1 class that uses quantum teaching and learning and students of XI IPA 1 class as an experimental 2 class that uses contextual teaching and learning. The data collected by a written achievement test. Results showed that the average of student’s ahievement in experimental 1 class (quantum teaching and learning) is 75,22 while the student’s achivement in experimental 2 class is 66,67. Based on the calculation results obtained by t-test was 2,84 and t-table is 1,66 so that H0 is ejected and this proves

the exixtence of significants difference between quantum learning and contextual learning in student’s achievement.

Keywords: Quantum Teaching and Learning, Contextual Teaching and Learning, Student’s achievement


(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, hanya kepada-Nya segala pengabdian dan rasa syukur dikembalikan. Tidak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW, rasul yang mulia.

Sudah kewajiban yang harus diselesaikan bagi mahasiswa (khususnya mahasiswa UIN) dalam rangka mengakhiri masa studinya, untuk membuat karya tulis ilmiah berupa skripsi. Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul, “Perbedaan Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran Quantum”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan program strata 1 (S1) di Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Mengingat jasa-jasa selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan tertima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dedi Irwandi, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuknya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Rer. Nat. Abu Amar selaku dosen pembimbing I yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuknya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

5. Drs. Akhmad Sopandy, M.Pd selaku kepala sekolah SMAN 1 Ciputat yang telah memperkenankan penulis mengadakan penelitian guna menyelesaikan skripsi ini.

6. Siswa-siswi SMAN 1 Ciputat khususnya kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 yang telah menjadi sampel penelitian ini.

7. Bapak Suhardi dan Ibu Suyati tercinta yang telah merawat dan mendidik penulis dengan kasih sayang, memberikan pengorbanan baik material maupun spiritual yang tidak terhitung nilainya, serta senantiasa mendorong dan mendo’akan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

8. Iin, Yeyen, Syarif, Muhib, dan Atik, temen-teman seperjuangan ketika sama-sama di ujung tanduk, yang saling memberi semangat dan motivasi untuk terus berjuang dan jangan berhenti sebelum sampai di garis finish.

9. Teman-teman mahasiswa seperjuangan program Studi Pendidikan Kimia angkatan 2003 yang terus mendukung dan menyemangati penulis.

10.Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini merupakan karya kecil di tengah-tengah khazanah ilmu pengetahuan yang sangat luas. Namun penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangsih pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah khususnya dan masyarakat umumnya.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis persembahkan semuanya, semoga kebaikan dan bantuan baik moral maupun material dari semua pihak diterima Allah SWT sebagai amal shaleh di sisi-Nya dan mendapat balasan yang berlipat ganda dari-Nya, amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Agustus 2010

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 7

1. Pembelajaran ... 7

a. Pengertian Belajar ... 7

b. Pengertian Pembelajaran ... 8

c. Langkah-langkah Pembelajaran ... 9

d. Pembelajaran yang Efektif ... 11

2. Pembelajaran Konstruktivisme ... 12

a. Paradigma Konstruktivisme dalam Pembelajaran ... 12

b. Manfaat Penggunaan Paradigma Konstruktivisme ... 14

c. Pembelajaran Berasaskan Konstruktivisme ... 15

d. Langkah-langkah Pembelajaran Konstrktivisme ... 17

e. Rancangan Pembelajaran Konstruktivisme... 17

3. Pembelajaran Kontekstual ... 18

a. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual ... 18


(7)

b. Pengertian Pembelajaran Kontekstual ... 19

c. Kata Kunci Pembelajaran Kontekstual ... 21

d. Komponen Pembelajaran Kontekstual ... 22

e. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual...22

f. Strategi Pembelajaran Kontekstual... 23

g. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual...24

4. Pembelajaran Quantum...25

a. Latar Belakang Pembelajaran Quantum...25

b. Pengertian Pembelajaran Quantum...26

c. Konsep Kunci dan Asas Pembelajaran Quantum...28

d. Paradigma Pembelajaran Quantum...30

e. Prinsip Pembelajaran Quantum...31

f. Karakteristik Pembelajaran Quantum... 31

g. Kerangka Pembelajaran Quantum...33

h. Rencana Pembelajaran Quantum...34

i. Efektivitas Pembelajaran Quantum...36

5. Hasil Belajar...38

a. Pengertian Hasil Belajar...38

b. Fungsi dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar...39

c. Pendekatan dan Prinsip dalam Penilaian Hasil Belajar....40

d. Ranah Hasil Belajar...40

6. Ilmu Kimia...42

7. Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan...44

B. Kajian Penelitian yang Relevan...45

C. Kerangka Pikir...49

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian ...51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...52

A. Tujuan Penelitian...52

B. Tempat dan Waktu Penelitian...52

C. Metode Penelitian...52

D. Populasi Sampel dan Teknik Sampling...53


(8)

E. Variabel Penelitian...54

F. Teknik Pengumpulan Data...54

1. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Secara Kognitif...55

2. Kalibrasi Instrumen...56

G. Analisis Data...60

1. Uji Normalitas...60

2. Uji Homogenitas...61

3. Uji Hipotesis dengan Uji-T...62

H. Hipotesis Statistik...63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...64

A. Deskripsi Data...64

B. Analisis Data...67

1. Uji Normalitas...67

2. Uji Homogenitas...67

3. Uji Hipotesis...68

C. Interpretasi Data dan Pembahasan...68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...71

A. Kesimpulan...71

B. Saran...72

DAFTAR PUSTAKA...73


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Desain Penelitian...51 Tabel 2 Perincian Populasi dan Sampel...52 Tabel 3 Kisi-kisi instrumen hasil belajar secara kognitif...52 Tabel 4 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen

1...62 Tabel 5 Deskripsi Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen 1...63

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen

2...63 Tabel 7 Deskripsi Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen 2...64


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagan Kerangka Pikir Penulisan...47 Gambar 2 Grafik histogram Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar

Kelompok Eksperimen 1...63 Gambar 3 Grafik histogram Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar

Kelompok Eksperimen 2...64


(11)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skor Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen 1 (Pembelajaran Quantum)

Lampiran 2 Skor Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen 2 (Pembelajaran Kontekstual)

Lampiran 3 Analisis Data Skor Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen 1 (Pembelajaran Quantum)

Lampiran 4 Analisis Data Skor Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen 2 (Pembelajaran Kontekstual)

Lampiran 5 Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen 1 dengan Rumus Lilliefors

Lampiran 6 Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen 2 dengan Rumus Lilliefors

Lampiran 7 Uji Hipotesis dengan Rumus Uji-T Lampiran 8 Uji Validitas

Lampiran 9 Analisis Butir Soal Lampiran 10 Uji Reliabilitas Lampiran 11 Taraf Kesukaran Lampiran 12 Daya Pembeda

Lampiran 13 Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Lampiran 11 Silabus Kimia Kelas XI IPA Semester 2

Lampiran 12 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kimia pada Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Lampiran 13 Surat Bimbingan Skripsi


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu kimia mempunyai kedudukan yang sangat penting diantara ilmu-ilmu lain karena ilmu-ilmu kimia dapat menjelaskan secara mikro (molekuler) tentang fenomena-fenomena makro1. Disamping itu, ilmu kimia memberikan kontribusi yang penting dan berarti terhadap perkembangan ilmu-ilmu terapan, seperti pertanian, kesehatan, perikanan, dan teknologi.

Belajar kimia adalah belajar menyelidiki suatu masalah yang terjadi di lingkungan sekitar bahkan di alam semesta ini sehingga siswa bisa mengetahui penyebab suatu masalah dan cara mengatasinya. Selain itu, melalui kimia siswa juga menyelidiki dan membuktikan tentang kesempurnaan ciptaan Allah atas tiap-tiap materi, tiap zat, tiap-tiap peristiwa, dan keseimbangan alam semesta beserta isinya2. Hal ini terlihat pada hukum-hukum kimia yang menunjukkan keseimbangan dan kesempurnaan karya Allah swt dalam zat, materi, maupun fenomena alam.

Beberapa hukum kimia tersirat pula dalam Al Qur’an. Sebagai contoh dalam Al Qur’an surat Al Mulk ayat 1 – 4 yang berbunyi:

يدقءْيشلك لع ھوكْل ْل ديب ل ا ت .

ھوا عنسْحأ ْمكيأ ْمك لْ يل ايحْل وت ْ ْل قلخ ل

فغْل زيزعْل .

يف ت ام اقا ط ت س عْ س قلخ ل ْلھ ْل عجْ اف توافت ْنم ن ْح ل قْلخ

طف ْنم ت .

يسح ھوا ساخ ْل كْيلإ ْبل ْ ينْيت ك ْل عجْ مث .

Artinya:

Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, (Jakarta: Depdiknas, 2004), h.6

2

Agung Nugroho Catur Saputro, Bertualang Di Dunia Kimia, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 3


(13)

Ayat di atas menunjukkan keseimbangan dan kesempurnaan karya Allah swt dalam zat, materi, maupun fenomena alam. Hal ini juga tersirat dalam dua hukum dasar kimia yaitu hukum Lavoisier tentang kekekalan massa yang menyatakan bahwa “massa zat sebelum dan setelah reaksi adalah sama” dan hukum Dalton yang menyatakan bahwa “jika suatu materi dipotong terus menerus akan sampai pada bagian yang tidak dapat dipotong lagi yaitu atom (materi berlapis-lapis)”.

Selain itu, dalam Al Qur’an surat Yaasin ayat 36 yang berbunyi: لْعياا مو ْمھسفْنأ ْنمو ْ ْأ ت ْ تا ماھلكج وْ ْأ قلخ ل احْ س .

Artinya:

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (QS. Yaasiin:36)

Ayat di atas menyatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Dalam kimia, untuk menjaga keseimbangan juga terdapat pasangan-pasangan antara lain asam-basa, logam-nonlogam, kation-anion, elektron-proton, dan zat terlarut-pelarut.

Ilmu kimia mampu mendorong seseorang untuk lebih mengenal alam dan penciptanya. Hal ini disebabkan siswa akan berpikir bahwa tidak mungkin suatu senyawa mampu bereaksi dengan sendirinya atau beberapa atom bergerak sendiri untuk membentuk senyawa tertentu dan siswa akan menyadari bahwa ada zat yang maha cerdas yang mengatur dan memberikan energi pada atom-atom untuk bergabung membentuk senyawa tertentu, dan zat itu adalah Allah swt3. Dengan demikian mempelajari kimia berarti mempelajari rahasia alam yang diselipkan oleh Allah swt diantara ciptaan-ciptaan-Nya sehingga siswa dapat mempelajari dan mentafakuri ayat-ayat Allah yang tersirat di alam semesta.

3


(14)

Ilmu kimia berisi beberapa fakta yang harus diingat, istilah-istilah khusus, hukum-hukum kimia, rumus dan soal-soal yang membutuhkan hitung menghitung. Oleh karena itu, pembelajaran kimia membutuhkan pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa, menyediakan pengalaman langsung, keaktifan, dan interaksi antara guru dan siswa agar pembelajaran kimia lebih optimal dan hasil belajar siswa meningkat.

Namun, dalam mempelajari ilmu kimia ternyata tidak semudah yang diharapkan. Urip Prakoso mengatakan bahwa pelajaran kimia termasuk pelajaran yang dianggap sulit karena:

1. Dirasa sulit menghubungkan antarkonsep

2. Diperlukan kemampuan dalam memanfaatkan kemampuan logika, matematika dan bahasa (tidak semua siswa punya 3 kemampuan sekaligus) 3. Perlu daya juang yang tinggi dalam memahami dan menyelesaikan setiap

soal

4. Pemahaman antara teori dan praktik sering tidak berkaitan4

Materi pelajaran kimia yang cukup padat dengan alokasi yang terbatas mengakibatkan siswa kurang optimal dalam memahami materi yang diajarkan. Disamping itu, pelajaran kimia cukup kompleks untuk dikuasai oleh siswa, mulai dari menghafal, memahami, menganalisis, menerapkan, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru hendaknya melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dengan memilih metode dan teknik pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik pelajaran kimia sehingga proses pembelajaran siswa dapat lebih optimal. Pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pelajaran kimia adalah pembelajaran yang berasaskan konstruktivisme, yaitu pembelajaran yang membutuhkan keaktifan siswa dalam membangun sendiri konsep dan pemahamannya sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa.

Diantara beberapa jenis pembelajaran yang berkembang saat ini adalah pembelajaran kontekstual dan pembelajaran quantum. Pembelajaran

4

Ashadi, “Kesulitan Belajar Kimia Bagi Siswa Sekolah Menengah”, http://pustaka.uns.


(15)

kontekstual dan pembelajaran quantum sama-sama berasaskan konstruktivisme yang menuntut siswa untuk mengkonstruksi (membangun) sendiri pengetahuan dan konsep, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Walaupun pembelajaran kontekstual dan pembelajaran quantum sama-sama berasaskan konstruktivisme, namun kedua pembelajaran tersebut memiliki karakteristik masing-masing yang menjanjikan pengoptimalan pembelajaran siswa dan peningkatan hasil belajar siswa.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui perbandingan hasil belajar kimia siswa pada pembelajaran kontekstual dan pembelajaran quantum dengan studi kasus pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMAN 1 Ciputat. Melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui apakah pembelajaran kontekstual dan pembelajaran quantum mampu mengoptimalkan pembelajaran kimia dan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini akan dilihat dengan membandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran kontekstual dan siswa yang menggunakan pembelajaran quantum.

Melalui penelitian ini, penulis berharap agar di masa yang akan datang pembelajaran kimia dapat lebih optimal sehingga bermanfaat dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pembelajaran kimia.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Sebagian besar siswa menganggap pelajaran kimia sulit karena banyaknya materi yang harus dipelajari, baik berupa fakta, teori, hukum, rumus, dan perhitungan kimia

2. Siswa kesulitan dalam menghubungkan antarkonsep, memahami dan menyelesaikan setiap soal

3. Kurangnya minat siswa karena siswa tidak memiliki kesadaran akan pentingnya ilmu kimia


(16)

4. Siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran kimia karena metode pembelajaran yang kurang memperhatikan karakteristik ilmu kimia

5. Hasil belajar yang belum maksimal karena pembelajaran yang kurang optimal

C. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai hasil belajar kimia siswa yang menggunakan pembelajaran kontekstual dan siswa yang menggunakan pembelajaran quantum. Oleh karena banyak sekali hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil belajar kimia, maka agar masalah yang akan diteliti tidak menyebar luas dan rancu, maka ruang lingkup penelitian akan dibatasi oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri 1 Ciputat kelas XI IPA semester 2.

2. Pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kontekstual dan pembelajaran quantum.

3. Metode yang digunakan adalah penemuan, pemecahan masalah, diskusi, tanya jawab, dan eksperimen.

4. Hasil belajar siswa yang dimaksud adalah hasil belajar terhadap mata pelajaran kimia pada materi “Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan” yang diajarkan dengan pembelajaran quantum pada kelas eksperimen 1 dan pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen 2, khususnya ranah kognitif.

D. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini menjadi terarah, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu bagaimana perbandingan hasil belajar kimia siswa dengan pembelajaran kontekstual dan siswa dengan pembelajaran quantum.


(17)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Meningkatkan pemahaman siswa tentang manfaat ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari

b. Memotivasi para guru kimia untuk meningkatkan kemampuannya dalam merancang kegiatan pembelajaran kimia

c. Membantu guru mata pelajaran kimia dalam menggunakan dan memilih pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa

d. Membantu guru mata pelajaran kimia agar mampu menjadikan pembelajaran kimia lebih bervariasi, efektif, dan interaktif.


(18)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis 1. Pembelajaran

a. Pengertian Belajar

Direktorat Pendidikan Menengah Umum menyatakan bahwa “belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang secara sengaja dirancang maupun yang tidak secara sengaja dirancang namun dimanfaatkan” 1. Sementara itu, pengertian belajar menurut para ahli2 antara lain:

1) Menurut Witherington, “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan”.

2) Menurut Crow & Crow, “belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap baru”.

3) Menurut Hilgard, “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah”.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan pada individu yang belajar berupa keterampilan sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari interaksi antara siswa dengan guru dan lingkungan belajarnya.

1

Direktorat Pendidikan Menengah Umum, “Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning)”, http://www.geocities.com/kurikulum_pml/Belajar_Tuntas.html

2

Akhmad Sudrajat, “Hakikat Belajar”, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/ 31/hakikat-belajar


(19)

b. Pengertian Pembelajaran

Gagne dan Briggs mendefinisikan “pembelajaran sebagai suatu rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi siswa (pembelajar), sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah”3. Sementara itu, Oemar Hamalik berpendapat bahwa “pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran”.4

Pada dasarnya ada lima prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran, antara lain:

1) Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku dalam diri individu merupakan hasil pembelajaran.

2) Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi aspek kognitif, afektif, dan motorik.

3) Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini mengandung makna bahwa pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan yang sistematis dan terarah.

4) Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya suatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi dan adanya tujuan yang ingin dicapai.

5) Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi dengan tujuan tertentu.

3

Direktorat Pendidikan Menengah Umum, “Pedoman …”, http://www.geocities.com

/kurikulum_pml/Belajar_Tuntas.html

4

Pamujie, “Pengertian Pembelajaran”, http://mrpams.blogspot.com/2008/06/b-pengertian-pembelajaran.html


(20)

Pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya sehingga banyak memberikan pengalaman. 5

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses untuk merubah perilaku secara keseluruhan yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang dilakukan secara berkesinambungan yang sistematis dan terarah dengan adanya interaksi antara siswa dengan guru dan lingkungan belajarnya sehingga siswa memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru.

c. Langkah-langkah Pembelajaran

Menurut Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003 langkah-langkah pembelajaran dapat dilakukan melalui tiga tahap sebagai berikut6:

1) Pendahuluan, dapat dilakukan dengan:

a) Memulai pelajaran dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik.

b) Memotivasi peserta didik ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik.

c) Mendorong peserta didik agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru.

2) Kegiatan inti, dapat dilakukan dengan:

a) Kegiatan eksplorasi yaitu usaha memperoleh atau mencari informasi baru, antara lain:

(1) Memperkenalkan materi/keterampilan baru.

(2) Mengaitkan materi dengan pengetahuan yang sudah ada pada peserta didik.

5

Pamujie, “Pengertian…”, http://mrpams.blogspot.com/2008/06/b-pengertian-pembelajaran.html

6

Ahmad Sudrajat, “Prosedur Pembelajaran”, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/08/02/prosedur-pembelajaran/


(21)

(3) Mencari metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaaan peserta didik akan materi baru tersebut.

b) Konsolidasi yaitu negosiasi dalam rangka mencapai pengetahuan baru, antara lain:

(1) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi baru.

(2) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam pemecahan masalah.

(3) Meletakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi pelajaran yang baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam lingkungan.

(4) Mencari metodologi yang paling tepat sehingga materi ajar dapat terproses menjadi bagian dari pengetahuan peserta didik.

c) Pembentukan sikap dan perilaku merupakan pemrosesan pengetahuan menjadi nilai, sikap dan perilaku, antara lain:

(1) Mendorong peserta didik untuk menerapkan konsep atau pengertian yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. (2) Membimbing peserta didik membangun sikap dan perilaku

baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari.

(3) Mencari metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan sikap dan perilaku peserta didik.

3) Kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran, dapat dilakukan dengan:

a) Mengembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik.

b) Mengunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru.


(22)

c) Mencari metodologi yang paling tepat yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

d. Pembelajaran yang Efektif

Menurut Eggen dan Kauchak ada 6 ciri pembelajaran yang efektif7, antara lain:

1) Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungan dengan mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan, serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan yang ditemukan.

2) Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pembelajaran.

3) Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengayaan 4) Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan

kepada siswa dalam menganalisa informasi.

5) Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengambangan keterampilan pola berpikir.

6) Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.

Hal-hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik dan mempertahankan perhatian siswa terhadap kegiatan pembelajaran agar pembelajaran berlangsung efektif dan bermakna, antara lain:

1) Memusatkan perhatian dan pikiran (konsentrasi). 2) Melakukan kesenyapan (teacher silence). 3) Mendengarkan pembicaraan siswa. 4) Mengajukan pertanyaan.

5) Memanfaatkan seluruh indera siswa dalam proses belajar.

6) Menggunakan bahasa pengantar yang formal, baku, dan sederhana. 7) Mengatur nada, suara, volume, dan kecepatan berbicara.

7

Pamujie, “Pengertian…”, http://mrpams.blogspot.com/2008/06/b-pengertian-pembelajaran.html, 2 Juli 2008


(23)

8) Berkomunikasi dengan siswa. 9) Menunjukkan semangat mengajar.

10)Melakukan pendekatan dan memberikan bantuan. 11)Penyegaran.8

2. Pembelajaran Konstruktivisme

a. Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pembelajaran yang menekankan bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi kognitif yang diperoleh melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut. Selain itu, teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai9.

Menurut Degeng paradigma pembelajaran konstruktivisme mencakup hal-hal sebagai berikut10:

1) Pandangan konstruktivisme tentang belajar dan pembelajaran, yaitu:

a) Pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.

b) Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna.

8

Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2008), h. 231-235

9

Anwar Holil, “Teori Belajar Konstruktivisme”, http://pkab.wordpress.com/2008/04/23/ teori-belajar-konstruktivisme/

10

Dina Gasong, “Model Pembelajaran Konstruktivistik sebagai Alternative Mengatasi Masalah Pembelajaran”, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/


(24)

c) Siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

d) Pikiran (mind) berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic.

2) Pandangan konstruktivisme tentang penataan lingkungan belajar, yaitu:

a) Siswa harus bebas. Kebebasan menjadi unsur yang penting dalam lingkungan belajar.

b) Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.

c) Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. d) Kontrol belajar dipegang oleh siswa.

3) Pandangan konstruktivisme tentang tujuan pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn).

4) Pandangan konstruktivisme tentang strategi pembelajaran, yaitu: a) Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan

secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan menjadi bagian-bagian.

b) Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk menjawab pertanyaan siswa.

c) Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada keterampilan berpikir kritis.


(25)

5) Pandangan konstruktivisme tentang evaluasi, yaitu:

a) Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konsteks nyata.

b) Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergen, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar.

c) Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. evaluasi menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok.

b. Manfaat Penggunaan Konstruktivisme

Manfaat penggunaan paradigma konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, antara lain11:

1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit.

2) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka. 3) Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang

pengalamannya.

4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.

5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

11

Ahmad Baedowi, “Konstruktivisme–6 Keunggulan Penggunaan Pandangan Konstruktivisme dalam Pembelajaran”, http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/31/ konstruktivisme-6-keunggulan-penggunaan-pandangan-konstruktivisme-dalam-pembelajaran/


(26)

6) Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

c. Pembelajaran Berasaskan Konstruktivisme

Beberapa pendekatan pembelajaran yang berasaskan konstruktivisme antara lain:

1) Pendekatan kontekstual, yaitu suatu proses pendidikan yang membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya, mengkaitkan materi-materi tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang fleksibel12.

2) Pendidikan kecakapan hidup (life-skills education), yaitu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk memperoleh bekal keterampilan atau keahlian yang dapat dijadikan sebagai sumber penghidupannya13.

3) Pendekatan CBSA, yaitu pendekatan yang menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik14.

4) Pendekatan inkuiri, yaitu pendekatan yang dimaksudkan untuk membantu pembelajar secara ilmiah, terampir mengumpulkan fakta, menyusun konsep, serta menyusun generalisasi secara mandiri15.

12

Saliman, “Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching and Learning (CTL) – presentation Script,” http://slideshare.net/abeyow/pembelajaran-kontekstualcontextual-teaching-learning-ctl

13

Zfikri, “Pendidikan Kecakapan Hidup”, http://pakguruonline.pendidikan.net/life_skill_

2.html

14

Pakde Sofa, “Pendekatan CBSA dalam Pembelajaran”, http://massofa.wordpress.com/ 2008/06/27/pendekatan-cbsa-dalam-pembelajaran/

15

Pakde Sofa, “Pendekatan Inquiri dalam Mengajar”, http://massofa.wordpress.com /2008/06/27/pendekatan-inquiri-dalam-mengajar/


(27)

5) Pendekatan pemecahan masalah, yaitu pendekatan yang menggunakan masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan16.

6) Pendekatan proses, yaitu pendekatan yang mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan17.

7) Pendekatan kuantum (Quantum Teaching and Learning), yaitu pndekatan yang memadukan antara berbagai sugesti positif dan interaksinya dengan lingnkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar18.

8) Authentic instruction yaitu pendekatan pengajaran yang

memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna melalui pengembangan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata19

9) Pendekatan kooperatif, yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil siswa utnuk bekerjasama dalam rangka memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar 20.

10) Pendekatan berbasis proyek, yaitu pendekatan yang berpusat pada proses relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan mengitegrasikan konsep-konsep

16

Checep, “Pendekatan dan Metode Pembelajaran”,http://smacepiring.wordpress.com/ 2008/02/19/pendekatan-dan-metodepembelajaran/

17

Checep, Pendekatan…, ,http://smacepiring.wordpress.com/ 2008/02/19/pendekatan-dan-metodepembelajaran/

18

Hendry Risjawan, “Mind Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar dan Kreatifitas Siswa”, http://www.mail-archive.com/pramuka@yahoo

groups. Com/msg01857.html

19

Saliman, “Pembelajaran...,” http://slideshare.net/abeyow/pembelajaran-kontekstualcontextual-teaching-learning-ctl

20

Saliman, “Pembelajaran...,” http://slideshare.net/abeyow/pembelajaran-kontekstualcontextual-teaching-learning-ctl


(28)

dari sejumlah komponen pengetahuan, atau disiplin, atau lapangan studi21.

d. Langkah-langkah Pembelajaran Konstruktivisme

Penerapan pembelajaran konstruktivisme dilakukan dalam lima langkah pembelajaran sebagai berikut22:

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada. Guru perlu mengetahui pengetahuan awal siswa karena struktur-struktur pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa akan menjadi dasar sentuhan untuk mempelajari informasi baru.

2) Perolehan pengetahuan baru. Perolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari sesuatu secara keseluruhan terlebih dahulu, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan. Dalam pemahaman pengetahuan, siswa menyusun konsep sementara (hipotesis), berbagi konsep kepada orang lain agar mendapat tanggapan, kemudian atas dasar tanggapan itu konsep awal direvisi dan dikembangkan.

4) Menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh. 5) Melakukan refleksi.

e. Rancangan Pembelajaran Konstruktivisme

Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky rancangan pembelajaran konstruktivisme di kelas adalah sebagai berikut23:

1) Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya.

21

Waras Kamdi, Project Based Learning, http://webcache.googleusercontent.com/ search?q=cache:CQH0dpkvMbUJ:www.snapdrive.net/files/571708/PBL-TEORETIK-TARAKAN.doc+pengertian+work+based+ learning&cd=5&hl= id&ct=clnk&gl=id

22

Nurhadi, dkk, “Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dan Penerapannya dalam KBK”, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), Edisi ke-2, cet. 1, h. 39-40

23


(29)

2) Penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.

3) Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topik yang sedang dibahas. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah.

4) Refleksi pengetahuan yang telah diperoleh terhadap pengetahuan awal.

5) Resrtukturisasi ide dilakukan dengan:

a) Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum.

b) Siswa didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat.

c) Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.

6) Aplikasi. Menyakinkan dan menganjurkan siswa untuk menerapkan konsep yang dibangunnya dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah

7) Review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung

3. Pembelajaran Kontekstual

a. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual diperkenalkan oleh Center For


(30)

didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang merupakan penganut paham progresivisme. Berdasarkan penelitiannya, John Dewey menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya.

Selain teori progresivisme John dewey, teori kognitif juga melatarbelakangi pembelajaran kontekstual. Teori kognitif menyatakan bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan dikelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Dengan demikian, siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Pembelajaran kontekstual kemudian dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and

Learning yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan

lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat.24

b. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Kontekstual berasal dari bahasa latin, yaitu ‘con’ dan ‘textum’ yang berarti mengikuti konteks atau dalam konteks. Jadi, secara harfiah kontekstual dapat diartikan:

1) Yang berkenaan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks.

2) Yang membawa maksud, makna, dan kepentingan25.

Pengertian pembelajaran kontekstual berdasarkan pendapat beberapa ahli antara lain:

1) Depdiknas memberikan pengertian pembelajaran kontekstual sebagai berikut26:

24

Nurhadi, dkk, “Pembelajaran Kontekstual…”, h. 148

25

Pasca UNS, Kaedah Pembelajaran Sains, http://pasca.uns.ac.id/mod.php?mod=publish


(31)

a) Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.

b) Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pembelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

2) Johnson menyatakan bahwa “pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari”.

3) The Washington menyatakan bahwa “pembelajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya untuk memecahkan seluruh persoalan dalam dunia nyata”.

4) TEACHNET (proyek yang dilakukan oleh center on education and

work at the university of Winconsin-Madison) menyatakan bahwa

“pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya”27.

5) Bandono menyatakan bahwa, “pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari, sehingga siswa memiliki

26

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Pengembangan Model Pembelajaran Yang Efektif, (Jakarta: Depdiknas, 2003), h. 3

27


(32)

pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya”28

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengaitkan pengetahuan awal dan pengalaman yang telah dimilikinya dengan konsep yang dipelajari untuk kemudian diterapkan dan dijadikan bekal dalam menghadapi masalah-masalah pada kehidupan sehari-hari.

c. Kata Kunci Pembelajaran Kontekstual

Kata kunci dalam pembelajaran kontekstual menurut Nurhadi antara lain29:

1) Pembelajaran dunia nyata (real world learning)

2) Mengutamakan pengalaman nyata (siswa belajar dari mengalami dan menemukan sendiri)

3) Berpikir tingkat tinggi 4) Berpusat pada siswa

5) Siswa aktif, kritis, dan kreatif

6) Pengetahuan bermakna dalam kehidupan 7) Dekat dengan kehidupan nyata

8) Perubahan perilaku

9) Siswa praktek, bukan menghafal

10)Pembelajaran (learning) bukan pengajaran (teaching) 11)Pendidikan (education) bukan pengajaran

12)Pembentukkan manusia 13)Pemecahan masalah

14)Siswa akting, guru mengarahkan

15)Hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan dengan tes

28

Bandono, “Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)”,

http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl/

29


(33)

d. Komponen Pembelajaran Kontekstual

Komponen pembelajaran kontekstual30 antara lain: 1). Konstruktivisme (constructivism). Siswa belajar sedikit demi

sedikit dari konteks terbatas lalu mengkonstruk sendiri

pemahamannya yang diperoleh melalui pengalaman belajar yang bermakna

2). Inkuiri (inquiry). Siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis dan merumuskan teori kemudian dikembangkan untuk memahami konsep dan fenomena dengan keterampilan berpikir kritis.

3). Bertanya (questioning). Kemampuan bertanya akan melatih siswa untuk berpikir kritis danmemperoleh informasi.

4). Masyarakat belajar (learning community). Masyarakat belajar mendorong siswa untuk bekerjasama, berbicara, dan saling berbagi pengalaman dan pengetahuan.

5). Pemodelan (modelling). Pemodelan dilakukan untuk

membahasakan gagasan, mendemonstrasikan, dan melakukan yang ingin siswa lakukan.

6). Refleksi (reflection). Refleksi dilakukan untuk menelaah dan merespon kejadian, aktivitas, dan pengalaman yang telah dipelajari.

7). Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Penilaian sebenarnya dilakukan dengan menilai dan mengukur kemampuan serta keterampilan siswa dengan berbagai cara dan sumber yang dititikberatkan pada penerapan pengetahuan dan pengalaman.

e. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Karakteristik pembelajaran kontekstual mencakup hal-hal di bawah ini, antara lain:31

30

Nurhadi, dkk, “Pembelajaran Kontekstual…”, h. 33 – 51

31


(34)

1). Membuat hubungan yang bermakna. Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.

2). Melakukan kegiatan yang signifikan. Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan, yaitu pekerjaan yang bertujuan, berhubungan dengan orang lain, menentukan pilihan, dan menghasilkan produk yang sifatnya nyata

3). Belajar yang diatur sendiri. Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual atau berkelompok serta mampu belajar sambil berbuat.

4). Bekerjasama. Siswa bekerjasama dan guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok.

5). Berpikir kritis dan kreatif. Siswa dapat menganalisis, memecahkan masalah, membuat hipotesis, membuat keputusan, dan mengunakan logika.

6). Mengasuh dan memelihara pribadinya. Siswa memberi perhatian, memiliki harapan, memotivasi, dan memperkuat dirinya sendiri. 7). Mencapai standar yang tinggi. Siswa mengidentifikasi tujuan dan

memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan tersebut.

8). Menggunakan penilaian autentik. Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.

f. Strategi Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual mampu membuat siswa lebih bersemangat dalam pembelajaran sains, matematika, dan lainnya karena mengaitkan dengan lingkungan siswa32. Center of

32

Deborah J. Tippin, “Implementing Contextual teaching nd Learning”, University of Georgia


(35)

Occupational Research and Development (CORD) menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual yang disingkat menjadi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transfering) sebagai berikut:33

1) Relating (relasi): belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman

hidup nyata.

2) Experiencing (pengalaman): belajar ditekankan kepada penggalian

(eksplorasi), penemuan, dan penciptaan.

3) Analysis (analisis): belajar dalam konteks pemanfaatannya.

4) Cooperating (kerjasama): belajar melalui konteks komunikasi

interpersonal.

5) Transfering (perpindahan): belajar melalui pemanfaatan

pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.

4. Pembelajaran Quantum

a. Latar Belakang Pembelajaran Quantum

Tokoh utama di balik pembelajaran quantum adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah tangga yang bergelut di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya ia menggeluti bidang pembelajaran. Sejak tahun 1982 DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan pembelajaran quantum di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak Kirkwood Meadows, negara bagian California, Amerika Serikat. SuperCamp didirikan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian pada pembelajaran guna pengembangan potensi diri manusia. Dengan dibantu oleh teman-temannya, DePorter secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan

33


(36)

pembelajaran quantum kepada para remaja di SuperCamp selama tahun-tahun pada awal tahun 1980-an.34

Pada tahap awal perkembangannya, pembelajaran quantum dimaksudkan untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karier para remaja di rumah dan tidak dimaksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran untuk mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah atau ruang-ruang kelas. Lambat laun, orang tua para remaja juga meminta kepada DePorter untuk mengadakan program pembelajaran quantum bagi mereka.

Demikianlah, pembelajaran quantum merambah berbagai tempat dan bidang kegiatan manusia, mulai lingkungan pengasuhan di rumah (parenting), lingkungan bisnis, lingkungan perusahaan, sampai dengan lingkungan kelas (sekolah). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya pembelajaran quantum merupakan falsafah dan metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan bagi pengajaran di sekolah. Pembelajaran quantum sesungguhnya merupakan rakitan dari berbagai teori pendidikan, yaitu Accelerated

Learning (Lozanov), Multiple Intelligences (Gardner), Neuro

Lingguistic Programming (Grinder & Bandler), Experential Learning

(Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson & Johnson), dan Elements of Effective Instruction (Hunter)35.

Pembelajaran quantum berakar dari Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria, yang melakukan eksperimen suggestology

(suggestopedia)36. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar. Hal ini dapat dicapai dengan menciptakan

34

Djoko Saryono, “Pembelajaran Kuantum sebagai Model Pembelajaran Yang Menyenangkan”, http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/11/pembelajaran-kuantum-sebagai-model-pembelajaran-yang-menyenangkan/

35

Bobbi DePorter, dkk, “Quantum Teaching: Mempraktikan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas, Terj. dari Quantum Teaching: Orchestrating Students Success oleh Ary Nilandari”, (Bandung: Kaifa, 2002), Cet. 10, h. 4

36

Septiawan Santana Kurnia, “Quantum Learning bagi Pendidikan Jurnalistik”, http://www.depdiknas.co.id/quantum-learning


(37)

suasana belajar yang efektif melalui campuran antara unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.

Pembelajaran quantum juga mencakup aspek-aspek penting dalam program NLP (Neuro Linguistic Programming) yaitu program yang meneliti tentang bagaimana otak mengatur informasi serta hubungan antara bahasa dan perilaku. Melalui NLP pendidik dapat mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan dan merangsang fungsi otak yang paling efektif.

b. Pengertian Pembelajaran Quantum

Kata quantum dalam pembelajaran quantum diambil dari konsep fisika quantum yang berarti interaksi yang merubah energi menjadi cahaya. Persamaan pembelajaran quantum diibaratkan mengikuti konsep fisika quantum, yaitu:

E = m c2 Keterangan:

E : energi (antusiasme, efektivitas belajar mengajar, dan semangat) m : massa (semua individu yang terlibat , situasi, materi, dan fisik) c : interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)37

Berdasarkan persamaan di atas, maka dapat dipahami bahwa interaksi dan proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas dan antusiasme belajar peserta didik dan pada akhirnya akan ikut mempengaruhi hasil pembelajaran.

Bobbi DePorter secara singkat mendefinisikan pembelajaran quantum sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Pendapat beberapa ahli mengenai definisi pembelajaran quantum antara lain:

a) Septiawan Santana Kurnia mendefinisikan pembelajaran quantum sebagai kiat, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat

37

Djoko Adi Walujo, “Quantum Learning-Quantum Teaching”, http://kafeguru.blogspot. Com/2008/03/quantum-learning-quantum-teaching.html


(38)

mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat38.

b) Henry Risjawan mendefinisikan pembelajaran quantum sebagai suatu metode belajar yang memadukan antara berbagai sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang39.

c) Hernowo menyatakan bahwa “pembelajaran quantum menunjukkan cara agar proses belajar mengajar di kelas dapat bermakna (berkesan) bagi murid-murid”40.

d) Djoko Waluyo menyatakan bahwa “pembelajaran quantum adalah orkestra dari warna-warni interaksi yang ada di dalam dan sekitar momen belajar”. Interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya41.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran quantum adalah suatu pembelajaran yang memadukan antara berbagai sugesti positif dan interaksi antara siswa dan gurunya yang didukung oleh adanya lingkungan belajar yang menyenangkan serta munculnya emosi sebagai keterlibatan otak sehingga tercipta interaksi yang baik dalam proses belajar yang pada akhirnya dapat menimbulkan motivasi belajar yang tinggi pada diri siswa sehingga mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.

c. Konsep Kunci dan Asas Pembelajaran Quantum

38

Septiawan Santana Kurnia, “Quantum…”, http://www.depdiknas.co.id/quantum-learning

39

Hendry Risjawan, “Mind Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar dan Kreatifitas Siswa”, http://www.mail-archive.com/pramuka@yahoo

groups. Com/msg01857.html

40

Hernowo, “Quantum Teaching dan Kegiatan Belajar-Mengajar yang Bermakna”, http:// adzzakapena.multiply.com/journal/item/27/MHS2

41

Djoko Adi Walujo, “Quantum…”, http://kafeguru.blogspot. Com/2008/03/quantum-learning-quantum-teaching.html


(39)

Konsep-konsep kunci dalam pembelajaran quantum mencakup hal-hal di bawah ini, antara lain42:

1) Teori otak kanan/kiri 2) Teori otak triune (3 in 1)

3) Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) 4) Teori kecerdasan ganda

5) Pendidikan holistik (menyeluruh) 6) Belajar berdasarkan pengalaman 7) Belajar dengan simbol

8) Simulasi/permainan

Asas utama pembelajaran Quantum adalah bawalah dunia mereka (siswa) ke dunia kita (guru), dan antarkan dunia kita ke dunia mereka43. Asas ini mengingatkan pada pentingnya memasuki dunia siswa, karena tindakan ini akan memberi guru izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan siswa dalam mengaitkan apa yang guru ajarkan dengan peristiwa, pikiran, atau penglaman siswa. Hal ini dilakukan dengan cara mengaitkan apa yang guru ajarkan dengan peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari lingkungan siswa, baik lingkungan pribadi maupun sosial44.

d. Paradigma Pembelajaran Quantum

Pembelajaran quantum memiliki beberapa paradigma mengenai pembelajaran dan pembelajar yang dikemukakan secara ringkas sebagai berikut45:

1) Pembelajaran berlangsung secara aktif jika pembelajar aktif dan kreatif.

42

Djoko Saryono, “Pembelajaran...”, http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/11/ pembelajaran-kuantum-sebagai-model-pembelajaran-yang-menyenangkan/

43

Bobbi DePorter, dkk, Quantum Teaching…, h. 6

44

Ferdy H Pantar. “Model pembelajaran Quantum Teaching”, http://sarkomkar.blogspot .com/2009/02/model-pembelajaran-quantum-teaching.html

45

Djoko Saryono, “Pembelajaran...”, http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/11/ pembelajaran-kuantum-sebagai-model-pembelajaran-yang-menyenangkan/


(40)

2) Pembelajaran berlangsung efektif dan optimal bila didasarkan pada karakteristik gaya belajar pembelajar sehingga penting sekali pemahaman atas gaya belajar pembelajar. Ada tiga gaya belajar yang dalam proses pembelajaran, yaitu gaya auditoris, gaya visual, dan gaya kinestetis.

3) Pembelajaran berlangsung efektif dan optimal bila tercipta atau terdapat suasana nyaman, menyenangkan, rileks, dan sehat.

4) Pembelajaran melibatkan lingkungan fisik dan mental serta kemampuan pikiran atau potensi diri pembelajar secara serempak. 5) Pembelajaran membutuhkan keserasian konteks dan isi. Segala

konteks pembelajaran perlu dikembangkan secara serasi dengan isi pembelajaran.

6) Pembelajaran berlangsung optimal bila ada keragaman dan kebebasan karena pada dasarnya pembelajar amat beragam dan memerlukan kebebasan.

e. Prinsip Pembelajaran Quantum

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pembelajaran quantum antara lain46:

1) Segalanya berbicara. Lingkungan sekitar, lingkungan kelas, bahasa tubuh guru dan materi pelajaran, semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.

2) Segalanya bertujuan. Semua yang dilakukan siswa dan guru mempunyai tujuan.

3) Pengalaman sebelum penamaan. Siswa memberi nama dan menyerap konsep baru ke dalam memori jangka panjang. Belajar terbaik diperoleh ketika siswa mengalaminya sendiri.

4) Akui setiap usaha. Mengakui usaha setiap siswa dalam keberaniannya untuk belajar dan mencoba.

46

Bobbi DePorter, “The Impact of Quantum Learning”, http://www.newhorizons.org/


(41)

5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Perayaan dapat meningkatkan emosi positif yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.

f. Karakteristik Pembelajaran Quantum

Pembelajaran kuantum memiliki karakteristik umum yang dapat memantapkan dan menguatkan sosoknya. Beberapa karakteristik umum yang membentuk pembelajaran quantum adalah sebagai berikut47:

1) Pembelajaran quantum berpangkal pada psikologi kognitif.

2) Pembelajaran quantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris sehingga potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara optimal.

3) Pembelajaran quantum lebih bersifat konstruktivisme. pembelajaran quantum merupakan salah satu cerminan filsafat konstruktivisme yang menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.

4) Pembelajaran quantum berupaya memadukan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan sebagai konteks pembelajaran.

5) Pembelajaran quantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar.

6) Pembelajaran quantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.

47

Djoko Saryono, “Pembelajaran...”, http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/11/ pembelajaran-kuantum-sebagai-model-pembelajaran-yang-menyenangkan/


(42)

7) Pembelajaran quantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran sehingga menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan.

8) Pembelajaran quantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran serta perlunya dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar 9) Pembelajaran quantum memadukan konteks dan isi pembelajaran.

Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Sedangkan isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup 10)Pembelajaran quantum memusatkan perhatian pada pembentukan

keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal atau material.

11)Pembelajaran quantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.

12)Pembelajaran quantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.

13)Pembelajaran quantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.

g. Kerangka Pembelajaran Quantum

Kerangka pembelajaran quantum yang dijadikan acuan dalam menyusun rancangan pembelajaran adalah Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Kerangka pembelajaran ini biasa disingkat menjadi TANDUR yaitu sebagai berikut48:

1) Tumbuhkan. Hal pertama harus dilakukan dalam pembelajaran adalah menumbuhkan minat belajar siswa

48


(43)

2) Alami. Agar siswa dapat memiliki pengalaman dalam pelajaran yang sedang dipelajarinya maka siswa hendaknya berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.

3) Namai. Memberi nama merupakan cara siswa dalam mengidentifikasi fakta, konsep, operasi, rumus, ataupun sifat dari pelajaran yang mereka terima.

4) Demonstrasi. Para siswa mengaitkan pengalaman dan nama dengan cara menunjukkan dan melakukannya. Maka berilah kesempatan siswa untuk memperlihatkan (mendemonstrasikan) pengetahuan mereka.

5) Ulangi. Pengulangan mampu memperkuat koneksi saraf. Dalam mengulangi fokus materi dapat dilakukan dengan cara mengerjakan soal-soal latihan, permainan, atau presentasi tugas yang telah mereka kerjakan.

6) Rayakan. Merayakan pengetahuan baru yang diperoleh dari suatu pembelajaran dapat menambah motivasi siswa dalam belajar. Bentuk perayaan dapat berupa ucapan hamdallah, memberi pujian, bernyanyi, bersorak, atau bertepuk tangan.

h. Rencana Pembelajaran Quantum

Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, maka dalam pembelajaran quantum dilakukan perancangan (perencanaan) konteks yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan situasi pembelajaran. Hal-hal yang diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran quantum adalah sebagai berikut49: 1) Merancang suasana yang menggairahkan dengan memperhatikan

hal-hal berikut:

a) Keyakinan seorang guru akan kemampuan siswanya akan membuat siswa lebih percaya diri dalam menerima pelajaran dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

49


(44)

b) Rasa simpati dan saling pengertian antara guru dan siswanya akan memudahkan guru untuk melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, pengelolaan kelas, memperpanjang waktu fokus, dan meningkatkan kegembiraan.

c) Keriangan dan ketakjuban membuat siswa siap belajar dengan lebih mudah dan bahkan dapat mengubah sikap negatif siswa. d) Pengambilan risiko dalam memecahkan suatu masalah dalam

pembelajaran dapat menambah pengalaman siswa.

e) Rasa saling memiliki (kebersamaan) dapat mempercepat proses pengajaran dan meningkatkan rasa tanggung jawab pelajar. f) Keteladanan dari seorang guru dapat membangun hubungan

dengan siswa, memperbaiki kredibilitas, dan meningkatkan pengaruh dalam kelas.

2) Merancang landasan yang kukuh. Hal-hal yang diperhatikan adalah sebagai berikut:

a) Tujuan yang sama bagi seluruh siswa adalah mengembangkan kecakapan, menjadi pelajar yang lebih baik, berinteraksi dalam kelompok, serta mengembangkan keterampilan.

b) Prinsip yang sama. Prinsip yang digunakan adalah semuanya berbicara, semuanya bertujuan, pengalaman sebelum penamaan, mengakui setiap usaha, serta merayakan keberhasilan.

c) Keyakinan kuat mengenai belajar dan mengajar. Mulailah mengajar dari sudut pandang bahwa dikelas itu terdapat guru yang luar biasa dengan siswa-siswa berbakat, maka akan muncul pembelajaran yang penuh dengan keyakinan akan keberhasilan.

d) Kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan peraturan dalam pembelajaran dapat memenuhi kebutuhan otak akan struktur positif yang terarah.


(45)

e) Menjaga komunitas tetap berjalan dan tumbuh dengan memotivasi siswa, menciptakan lingkungan belajar yang menggembirakan, dan siswa bertanggung jawab atas hasil belajar mereka.

3) Merancang lingkungan yang mendukung. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

a) Penggunaan alat peraga atau poster berisikan kalimat-kalimat motivasi.

b) Penggunaan alat bantu dalam mewakili suatu gagasan dan membantu proses pembelajaran.

c) Pengaturan bangku untuk memudahkan interaksi dalam pembelajaran.

d) Penggunakan tumbuhan, aroma, hewan peliharaan atau hal-hal lain yang dapat membuat kegiatan pembelajaran dan lingkungan belajar menyenangkan.

e) Penggunaan musik dimaksudkan untuk meningkatkan semangat, menumbuhkan relaksasi, meningkatkan fokus, memberi inspirasi, dan memberi kegembiraan.

4) Merancang pengajaran yang dinamis. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

a) Guru hendaknya menjalin komunikasi dan hubungan yang baik dengan siswa sehingga apa yang dipelajari dapat diserap dengan baik oleh siswa, lebih cepat diselesaikan, dan hasil belajar lebih melekat.

b) Guru hendaknya melibatkan modalitas VAK (Visual Auditorial Kinestetik) dalam kegiatan pembelajaran.

c) Kesuksesan dalam belajar dapat dicapai dengan menyajikan pelajaran secara multisensori (melibatkan unsur visual, auditorial, dan kinestetik), melakukan pengulangan, membuat kelompok untuk pemantapan belajar dan pemecahan masalah.


(46)

d) Penerapan kecerdasan berganda. Kecerdasan berganda terdiri atas delapan kecerdasan yang disingkat menjadi SLIM N BIL yaitu Spasial-visual, Linguistik verbal, Interpersonal, Musikal, Naturalis, Badan-kinestetik, Intrapersonal, dan Logis matematis. Dengan memasukkan kecerdasan berganda dalam perancangan pembelajaran, maka akan merangsang otak siswa, memberi mereka lebih banyak variasi dan kegembiraan, serta mengembangkan dan memperkuat kecerdasan mereka.

i. Efektivitas Pembelajaran Quantum

Ferdy H Pantar menyatakan bahwa pembelajaran quantum mampu meningkatkan efektivitas pembelajaran, yaitu:

1) Meningkatkan partisipasi siwa dengan menggubah keadaan

2) Meningkatkan minat dan motivasi dengan menerapkan kerangka rancangan TANDUR, yaitu Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan.

3) Rasa kebersamaan dengan menggunakan delapan kunci keunggulan yaitu Integritas, kegagalan awal kesuksesan, bicaralah dengan niat baik, hidup di saat ini, komitmen, tanggung jawab, sikap luwes dan fleksibel, serta keseimbangan.

4) Daya ingat dengan menggunakan SLIM n BILL yaitu spasial-visual, linguistik-verbal, interpersonal, musikal, naturalis, badan-kinestetik, intrapersonal, dan logis-matematis.

5) Meningkatkan daya dengan anak didik dengan mengikuti prinsip-prinsip komunikasi ampuh, yaitu munculkan kesan, arahkan fokus, inklusif (mengajak), dan spesifik (tepat sasaran).50

Beberapa data statistik mengenai hasil pembelajaran quantum adalah sebagai berikut:

50

Ferdy H Pantar. “Model pembelajaran…”, http://sarkomkar.blogspotcom/2009/02/ model-pembelajaran-quantum-teaching.html


(47)

1) Studi magister Brock University Canada, menyatakan bahwa setelah mengikuti pembelajaran quantum, dua dari tiga siswa meningkat gradenya (ranking/level).

2) Makalah yang dipresentasikan pada Eastern Educational Research

Association konferensi Tampa menyatakan bahwa 97% siswa merasa

belajar lebih baik dalam kelas yang menggunakan metode pembelajaran quantum

3) Studi doktor California School of Profesional Phsycology menyatakan bahwa kepercayaan siswa meningkat baik fisik maupun emosional, siswa mulai memahami diri sendiri, menjadi sadar akan sikap pribadi, perasaan, dan pikiran.

4) Hasil suvei guru dan siswa Encinitas Union School District

menyatakan bahwa setelah mengikuti pembelajaran quantum, kemampuan tes siswa meningkat 35 %, persepsi guru terhadap kepercayaan diri siswanya enam kali lebih tinggidari sebelum pembelajaran quantum, dan siswa melaporkan adnya peningkatan kepercayaan diri mereka rata-rata 33%.51

5. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Beberapa ahli pendidikan telah mengemukakan pengertian hasil belajar, antara lain:

1) Soedijarto mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan suatu pengetahuan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.

2) Gagne dan Briggs menyatakan bahwa “hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar”.

51

Quantum Learning Network, “Quantum learning Research and result”, http://www. Qln.com/ql_research_result.html&prev=/translate_s%3Fhl%3Did%26q%3Dquantum%2Blearning %26s1%3Den&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhi8SWq_cGptp7qJsPT9urEOuJPIqA


(48)

3) Reigeluth mengemukakan bahwa hasil belajar adalah prilaku yang dapat diamati yang menunjukkan kemampuan yang dimiliki seseorang.52

Dengan demikian yang dimaksud dengan hasil belajar adalah penguasaan produk belajar yang mengacu pada perubahan dimensi kognitif siswa (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis) yang dicapai siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran yang ditempuh selama kurun waktu tertentu berdasarkan tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

b. Fungsi dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar

Penilaian hasil belajar memiliki fungsi yang sangat penting dalam pembelajaran, antara lain berfungsi untuk53:

1) Mengetahui kemajuan dan kesulitan beajar siswa 2) Memberikan umpan balik

3) Melakukan perbaikan kegiatan pembelajaran 4) Memotivasi guru mengajar lebih baik

5) Memotivasi siswa belajar lebih giat

Penilaian hasil belajar memiliki tujuan sebagai berikut54:

1) Sebagai grading, untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain. 2) Sebagai alat seleksi, untuk memisahkan antara peserta didik yang

masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak.

3) Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.

52

Wahyudin Nur Nasution, “Efektivitas Strategi Pembelajaran Koperatif dan Ekspositori Terhadap Hasil Belajar Sains Ditinjau dari Cara Berpikir”, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/ 40/efektivitas_strategi_pembelajaran_koperatif_dan_ekspositori.htm

53

Alimudin, “Sistem Penilaian Hasil Belajar”, http://penilaianhasilbelajar.blogspot.com/ 2008/01/sistem-penilaian-hasil-belajar.html

54

Sulaiman Zein, “Penilaian Hasil Belajar”, http://smpn2ransel.wordpress.com/ 2008/03/19/ penilaian-hasil-belajar/


(49)

4) Sebagai bimbingan, untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.

5) Sebagai alat diagnosis, untuk menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan.

6) Sebagai alat prediksi. Contoh dari penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.

c. Pendekatan dan Prinsip dalam Penilaian Hasil Belajar

Adapun pendekatan yang dapat digunakan dalam penilaian hasil belajar ada dua macam, yaitu55:

1) Penilaian yang mengacu kepada norma (Penilaian Acuan Norma atau norm-referenced assessment). Pada penilaian ini, penilaian seluruh peserta didik dinilai dengan alat penilaian yang sama. Jadi hasil seluruh peserta didik dapat digunakan sebagai acuan.

2) Penilaian yang mengacu kepada kriteria (Penilaian Acuan Kriteria atau criterion referenced assessment). Pada penilaian ini, hasil penilaian bergantung pada sejauh mana siswa menguasai kriteria yang telah ditentukan. Kriteria itu dirumuskan dalam kompetensi dasar dan standar kompetensi.

Sementara itu, prinsip-prinsip yang digunakan dalam penilaian hasil belajar antara lain56:

1) Penilaian merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran

2) Mencerminkan masalah dunia nyata

55

Sulaiman Zein, “Penilaian…”, http://smpn2ransel.wordpress.com/2008/03/19/ penilaian-hasil-belajar/

56

Alimudin, “Sistem…”, http://penilaianhasilbelajar.blogspot.com/ 2008/01/sistem-penilaian-hasil-belajar.html


(50)

3) Menggunakan berbagai ukuran, metode, teknik dan kriteria sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar

4) Bersifat holistic (menyeluruh), mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran

d. Ranah Hasil Belajar

Benjamin S Bloom berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokkan) tujuan pendidikan harus senantiasa mengacu kepada tiga ranah (domain) yaitu57:

1) Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan berpikir (otak). Enam jenjang proses berpikir mulai dari jenjang terrendah sampai ke jenjang tertinggi adalah:

a) Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, ide, istilah, gejala, rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.

b) Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat.

c) Aplikasi (application) adalah kemampuan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara, metode, rumus, teori, dan sebagainya dalam situasi baru dan konkrit.

d) Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian yang lebih kecil dan mampu mamahami hubungan diantara bagian atau faktor yang satu dengan faktor lainnya.

57

Anas Sudijono, “Pengantar Evaluasi Pendidikan”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 49-57


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil belajar siswa dan hasil uji hipotesis dengan uji-t dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa dalam pembelajaran kimia konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan antara kelompok yang menggunakan pembelajaran quantum dan kelompok yang menggunakan pembelajaran kontekstual. Selain itu, berdasarkan data hasil belajar siswa juga dapat terlihat bahwa pembelajaran quantum memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan pembelajaran kontekstual. Beberapa kelebihan pembelajaran quantum dibandingkan pembelajaran kontekstual adalah:

1. Pembelajaran quantum menggabungkan suggestologhy, pemercepatan belajar, dan NLP (neuro linguistik program)

2. Strategi pembelajaran quantum sangat memperhatikan dan mempertimbangkan konsep otak kiri-kanan, otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik), kecerdasan ganda, dan belajar berdasarkan pengalaman, dengan simulasi dan permainan.

3. Pembelajaran quantum memperhatikan penataan situasi dan suasana kelas dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan motivasi siswa.

4. Pembelajaran quantum sangat mengutamakan terjalinnya komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa sesuai dengan asas pembelajaran quantum.

Dengan demikian, maka berdasarkan data-data dan teori-teori diatas maka dapat diketahui bahwa pembelajaran quantum memberikan hasil belajar yang berbeda dengan pembelajaran kontekstual dan pembelajaran quantum memberikan hasil belajar yang lebih baik daripada pembelajaran quantum. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran quantum lebih efektif dalam peningkatan pemahaman siswa dan dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik daripada pembelajaran kontekstual.


(2)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh melalui penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

a. Kepala sekolah hendaknya memperhatikan fasilitas dan lingkungan belajar siswa untuk mendukung peningkatan kualitas pembelajaran melalui variasi model dan metode pembelajaran.

b. Guru hendaknya menggunakan metode yang cocok bagi siswa dan pokok bahasan yang sedang dipelajari.

c. Guru hendaknya menggunakan metode yang bervariasi untuk mencegah munculnya kebosanan pada siswa.

d. Guru hendaknya memperhatikan penataan ruang dan strategi-strategi yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

e. Guru hendaknya lebih banyak mengenal permainan-permainan belajar agar siswa dapat terus berkonsentrasi dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

f. Siswa hendaknya lebih membuka diri dalam menerima variasi pembelajaran.

g. Siswa hendaknya meningkatkan interaksi dengan lingkungan belajarnya agar kegiatan pembelajaran lebih bermakna.

h. Peneliti yang ingin meneliti pembelajaran quantum dan pembelajaran kontekstual hendaknya memperhatikan karakteristik dan strategi pembelajaran quantum dan kontekstual dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alimudin, “SistemPenilaian Hasil Belajar”, dari http://penilaianhasilbelajar. blogspot.com/ 2008/01/sistem-penilaian-hasil-belajar.html, 31 Januari 2008

Arikunto, Suharsimi, 1996, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan cet.12, Jakarta: Bumi Aksara

Ashadi, “Kesulitan Belajar Kimia Bagi Siswa Sekolah Menengah”, http://pustaka.uns. ac.id, 2 Februari 2010

Baedowi, Ahmad, “Konstruktivisme–6 Keunggulan Penggunaan Pandangan

Konstruktivisme dalam Pembelajaran”, dari http://pembelajaranguru.

wordpress.com/2008/05/31/ konstruktivisme-6-keunggulan-penggunaan-pandangan-konstruktivisme-dalam-pembelajaran/, 31 Mei 2008

Bandono, “Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)”, dari http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl/, 7 Maret 2008

Checep, “Pendekatan dan Metode Pembelajaran” ,http://smacepiring. wordpress.com/ 2008/02/19/ pendekatan-dan-metodepembelajaran/, 20 Februari 2010

Damriani, “Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Pandekatan Contextual Teaching and Learning Mata Pelajaran Fisika di SMAN 3 Bandarlampung”, dalam JPMIPA, Vol. 7 No. 1, Januari 2006

DePorter, Bobbi dkk, 2002, Quantum Teaching: Mempraktikan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas, Terj. dari Quantum Teaching: Orchestrating Students Success Cet. 10 oleh Ary Nilandari, Bandung: Kaifa

DePorter, Bobbi, “The Impact of Quantum Learning”, dari http://www.new horizons.org/ strategies/accelerated/deporter2.html, 3 Juli 2008

Direktorat Pendidikan Menengah Umum, “Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning”, dari http://www.geocities.com/kurikulum_pml/ Belajar_Tuntas.html, 31 Januari 2008


(4)

Gasong, Dina, “Model Pembelajaran Konstruktivistik sebagai Alternative Mengatasi Masalah Pembelajaran”, dari http://puslit.petra.ac.id/journals /interior/, 31 Januari 2008

Hernowo, “Quantum Teaching dan Kegiatan Belajar-Mengajar yang Bermakna”, dari http:// adzzakapena.multiply.com/journal/item/27/MHS2, 31 Maret 2008

Holil, Anwar, “Teori Belajar Konstruktivisme”, dari http://pkab.wordpress.com /2008/04/23/ teori-belajar-konstruktivisme/, 23 April 2008

Johnson, Elaine B, 2006, “Contextual Teaching and Learning”, California: Corwin Press inc

Junanto, Sabar, “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dan Gaya Belajar Siswa Terhadap Pencapaian Kompetensi”, http://pasca.uns.ac.id/mod.php?mod=publisher&op= viewcat&id=4, 20 Februari 2010

Kamdi, Waras, Project Based Learning, http://webcache.googleusercontent.com/ search?q=cache:CQH0dpkvMbUJ:www.snapdrive.net/files/571708/PBL-TEORETIK-TARAKAN.doc+pengertian+work+based+

learning&cd=5&hl= id&ct=clnk&gl=id, 20 Februari 2010

Kurikulum 2004 Strandar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, Jakarta: Depdiknas

Kurnia, Septiawan Santana, “Quantum Learning”, dari http://www.depdiknas. co.id/ quantum-learning, 3 Juli 2008

Nasution, Wahyudin Nur, “Efektivitas Strategi Pembelajaran Koperatif dan Ekspositori Terhadap Hasil Belajar Sains Ditinjau dari Cara Berpikir”, dari http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/ 40/efektivitas_strategi_ pembelajaran_koperatif_dan_ekspositori.htm, 5 Maret 2008

Nurhadi, dkk, 2004, Pembelajaran Kontekstual (contextual Teaching and Learning) dan Penerapannya dalam KBK Edisi ke-2, cet. 1, Malang: Universitas Negeri Malang.

Pamujie, “Pengertian Pembelajaran”, dari http://mrpams.blogspot.com/2008/06 /b-pengertian-pembelajaran.html, 2 Juli 2008


(5)

Pantar, Ferdy H, “Model pembelajaran Quantum Teaching”, http://sarkomkar.blogspot .com/2009/02/model-pembelajaran-quantum-teaching.html, 15 Februari 2010

Pasca UNS, “Kaedah Pembelajaran Sains”, dari http://pasca.uns.ac.id mod.php?mod=publish er &op =viewcat&cid=4tesismahasiswa, 3 Juli 2008

Quantum Learning Network, “Quantum learning Research and result”, http://www.Qln.com/ql_research_result.html&prev=/translate_s%3

Fhl%3Did%26q%3Dquantum%2Blearning%26s1%3Den&rurl=translate.g oogle.co.id&usg=ALkJrhi8SWq_cGptp7qJsPT9urEOuJPIqA, 20 Mei 2010

Risjawan, Hendry, “Mind Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar dan Kreatifitas Siswa”, dari http://www.mail-archive.com/pramuka@yahoo groups.com/msg 01857. html, 31 Maret 2008

Roebyarto, “Pembelajaran yang Menyenangkan Lewat Quantum Teaching”, dari http://roebyarto .multiply.com/journal/item/15, 19 Maret 2007

Rostikawati, R. Teti, “Mind Mapping Dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya terhadap Prestasi belajar dan Kreatvitas Siswa”, http://www.mail-archive.com/pramukayahoogroups.com/msg01857.html, 31 Maret 2008

Saliman, “Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching And Learning (Ctl) –

presentation Script,”

http://slideshare.net/abeyow/pembelajaran-kontekstualcontextual-teaching-learning-ctl, 20 Mei 2010

Saputra, Agung Nugroho Catur, 2008, Bertualang Di Dunia Kimia, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani

Saryono, Djoko, “Pembelajaran Kuantum sebagai Model Pembelajaran Yang Menyenangkan”, dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/11

/pembelajaran-kuantum-sebagai-model-pembelajaran-yang-menyenangkan/, 11 September 2007

Sofa, Pakde, “Pendekatan CBSA dalam Pembelajaran”, http://massofa.wordpress.com/ 2008/06/27/pendekatan-cbsa-dalam-pembelajaran/, 20 Februari 2010


(6)

Sofa, Pakde, “Pendekatan Inquiri dalam Mengajar”, http://massofa.wordpress.com /2008/06/27/pendekatan-inquiri-dalam-mengajar/, 20 Februari 2010

Sudijono, Anas, 2001, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sudjana, Nana, 1984, Metode Statistik, Bandung: Tarsito

Sudrajat, Akhmad, “Hakikat Belajar”, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com /2008/01/ 31/hakikat-belajar, 31 Januari 2008

Sudrajat, Ahmad, “Prosedur Pembelajaran”, dari http://akhmadsudrajat.word press.com/ 2008/08/02/prosedur-pembelajaran/, 2 Agustus 2008

Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), Bandung: Alfabeta

Sumiati dan Asra, 2008, Metode Pembelajaran, Bandung: Wacana Prima

Denny Rakhmat Syakban, “Perbandingan hasil belajar antara metode klasik dengan metode quantum teaching pada konsep pembuatan rangkaian pengendali dasar di SMKN 4 Bandung”, http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0106106-091040/,2 Juli 2008

Tippin, Deborah J, “Implementing Contextual teaching nd Learning”, University of Georgia

Walujo, Djoko Adi, “Quantum Learning-Quantum Teaching”, dari

http://kafeguru.blogspot.com/2008/03/quantum-learning-quantum-teaching.html, 5 Maret 2008

Wahyu Yuswana, “Penggunaan Teknik TANDUR dalam Metode Quantum Teaching pada Pembelajaran Karangan Deskriptif di Kelas 1 SLTP PGII

1 Bandung Tahun Ajaran 2002/2003”, http://garuda.dikti.go.id/journal/detil/id/7:1831/g/pengarang%20WAHYU

%20/offset /12/limit/15, 2 Juli 2008

Zein, Sulaiman, “Penilaian Hasil Belajar”, dari http://smpn2ransel.wordpress .com/2008/03/19/ penilaian-hasil-belajar/, 19 Maret 2008

Zfikri, “Pendidikan Kecakapan Hidup”, http://pakguruonline.pendidikan.net /life_skill_ 2.html, 20 Februari 2010


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBANTUAN BUKU SAKU PADA HASIL BELAJAR KIMIA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN SISWA SMAN 1 AMBARAWA

0 38 237

PERBEDAAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSITED INDIVIDUALIZATION DENGAN TWO STAY TWO STRAY PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 5 24

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 2 22

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 2 22

PENGARUH JENIS MODEL PEMBELAJARAN DAN BAHAN AJAR TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN DI KELAS XI SMA.

0 7 21

PENGARUH PENDEKATAN SAINTIFIK BERMEDIAKAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS BELAJAR KIMIA SISWA PADA PEMBELAJARAN KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN DI KELAS XI SMA.

0 3 35

EFEKTIVITAS PENDEKATAN SAINTIFIK BERMEDIAKAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA PADA PEMBELAJARAN KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN DI KELAS XI SMA.

1 6 22

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DAN KEMAMPUAN MATEMATIK TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 3 32

PENGARUH PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS PRAKTIKUN TERHADAP HASIL BELAJAR SIWA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 0 17

PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

1 2 28