Latar Belakang Masalah Entrepreneurship (Study Kasus Royyan Bakery dan Roti Kelapa Limo)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini akan mengkaji sebuah usaha antara dua tokoh wirausahawan roti sebagai study kasus. Yang menjadi perhatian utamanya yaitu, seperti apa strategi usaha yang diterapkan oleh kedua tokoh wirausahawan, Pak Roy sebagai pemilik Royyan Grub dan usaha milik P ak Nuriman sebagai pemilik ‗Roti Kelapa Limo‘. Mendirikan sebuah perusahaan atau sebuah usaha merupakan pekerjaan sepele, tapi mempertahankan perusahaan hingga berganti generasi, itu pekerjaan yang luar biasa. Chief Executive Officer CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo mengatakan ―banyak orang bisa mendirikan perusahaannya tapi tidak mampu mempertahankan dan membesarkannya. ―Butuh kecerdasan dan ketekunan yang luar biasa‖ ungkapnya di Jakarta pada 28 May 2014 1 . Kewirausahaan atau wirausaha merupakan hal yang sangat gencar dilakukan saat ini di seluruh dunia. Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau ketidakpastian. Dalam mengkaji kewirausahaan atau wirausaha dari seseorang, maka kajian tentang budaya perusahaan dan ekonomi juga akan ikut dalam penelitian. 1 www.ciputraentrepreneurship.comentrepreneurceo-kompas-gramedia-mendirikan-perusahaan-itu-mudah- membuatnya-sukses-yang-sulit diakses 29 May 2014, 09.30 WIB 2 Semakin banyak masyarakat yang berwirausaha, maka akan semakin banyak lowongan pekerjaan yang tersedia bagi orang lain. Secara epistimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan rencana-rencana dalam pikirannya ke dalam suatu tindakan yang berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreatifitas, yaitu pola pikir tentang sesuatu yang baru, serta inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu yang baru. Meskipun demikian kesadaran dari masyarakat sendiri untuk melakukan kegiatan wirausaha juga masih minim. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor budaya dalam diri masyarakat yang berbeda dalam menanggapi kegiatan wirausaha itu sendiri. Seperti sebuah anggapan bahwa berwirausaha itu seperti permaninan judi kartu. Kita tidak dapat memastikan apakah kita akan menang atau kalah hari ini. Budaya pengorganisasian sangatlah dibutuhkan dalam menjalankan usaha. Budaya organisasi adalah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptis dan bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif 2 . Banyak masyarakat yang berfikir selain dianggap membutuhkan modal yang sangat tinggi, berwirausaha itu rawan gagal atau bangkrut. Hal tersebut yang menjadi 2 Id.m.wikipedia.orgwikibudaya_organisasi 3 sebuah ketakutan yang membuat orang berpikir ulang untuk mencobanya. Adanya masyarakat yang takut mengambil resiko untuk menjadi seorang wirausaha dan membiarkan dirinya menjadi pengangguran dan menunggu sampai ada lowongan pekerjaan yang terbuka untuknya. Dalam menghindari resiko dalam wirausaha, banyak orangtua yang rela mengeluarkan biaya yang sangat banyak untuk memasukankan anaknya ke lembaga pendidikan yang tinggi, kuliah di Perguruan Tinggi ternama dan mahal dengan harapan setelah lulus anak tersebut dapat mendapatkan sebuah pekerjaan dengan gaji yang tetap seperti Pegawai Negeri Sipil PNS, Polisi atau TNI. Yang dapat meningkatkan status sosial dan ekonominya sehari-hari. Menurut Dinsi 2004:17, pemikiran seperti ini bisa dimaklumi dalam masyarakat kita yang memintingkat status dan kedudukan sosial yang mapan. Hal ini menunjukan bahwa paradigma tentang mencari pekerjaan sepertinya sudah menjadi budaya dan melekat dalam diri masyarakat. Setiap tahunnya jumlah pencari kerja terus meningkat. Misalnya saja Universitas Sumatera Utara yang dalam setahun ada empat periode wisuda. Dalam satu periode wisuda perkiraannya ada sekitar 3.000 sarjana. Jika dikalikan dengan empat periode maka dalam setahun Universitas Sumatera Utara menghasilkan sekitar 12.000 sarjana yang akan mencari pekerjaan. Di Provinsi Sumatera Utara ada banyak PTNPTS yang mencetak ribuan sarjana setiap tahunnya. Namun, belum tentu jumlah lowongan kerja memadai dengan jumlah para sarjana pencari kerja tersebut. Bekerja menjadi staff tentu saja dibutuhkan pendidikan formal serta pengalaman yang memadai, sedangkan ketika kita berwirausaha itu relative padat karya dan tidak mengharuskan pendidikan formal. 4 Berdasarkan observasi peneliti, Kota Binjai dengan latar belakang budaya penduduknya yang beranekaragam memunculkan berbagai kreativitas dalam berwirausaha. Memulai dengan berinovasi dengan hal yang baru dibidang kuliner seperti kue, bakeryroti. Diberbagai wilayah Kota Binjai akan tampak masyarakat yang membuka usaha bakery dengan berbagai macam nama yang menjadi ciri khas si pemilik. Dan tentu saja mereka juga memproduksi kueroti yang menjadi primadona di masyarakat. Dalam wirausaha, persepsi masyarakat tentang budaya ‗‗mencari kerja‘‘ harus dirubah terlebih dahulu menjadi pola pikir ―pencipta lapangan pekerjaan‖. Bisa saja fenomena tersebut yang melatar belakangi Pak Roy dalam membangun Royyan Rambutan House sebagai oleh-oleh khas Binjai. Sumber daya manusia, ide, kreatifitas, dan inovasi yang akan membuat Royyan Bekery berbeda dengan bakery lainnya. Adanya perbedaan sumber daya manusia, ide, kreatifitas dan inovasi dari seseorang tentu akan menghasilkan budaya yang berbeda. Walaupun memproduksi barang yang sejenis namun akan ada ciri khas tersendiri seperti di bahan dasar, rasa, corak, harga dan pelayanan kepada konsumen. Jika dilihat dari sudut pandang Antropologi Ekonomi maka wirausaha seperti Royyan Bakery dan ‗Roti Kelapa Limo‘ tersebut tidak hanya sebatas membuat bakery dan melakukan transaksi jual-beli saja, namun lebih pada mengungkapkan kejadian dibalik produksi dan distribusi. Mengingat produk yang dihasilkan mempunyai variasi yang banyak dan mudah untuk dibajak atau ditiru oleh orang lain, maka seorang wirausaha tentu saja harus memiliki cara atau strategi sendiri untuk menghadapi persaingan bisnis sejenis. Sebuah pengetahuan atau budaya agar dapat terus bertahan dan mencapai kesuksesan. 5 Maka, dengan adanya pemikiran tersebut. Peneliti mencoba mencari tau nilai- nilai usaha yang dapat menjadi contoh atau ditiru jika seorang ingin memulai sebuah usaha dan beralih menjadi wirausaha dan bukan sekedar pekerja.

1.2 Tinjauan Pustaka