a b
Gambar 19. Proses Penyatuan Rangkaian Ikatan a Sapu Ceblok b Sapu Pantek
Proses selanjutnya yaitu penjahitan tahap kedua untuk sapu ceblok dibagian atas jahitan pertama. Jenis sapu pantek juga dijahit
pada tahap ini, namun hanya satu kali. Penjahitan dilakukan menggunakan jarum karung dan tali rafia dengan panjang kurang lebih
100-120 cm. Proses ini dapat dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan, namun mayoritas dikerjakan oleh perempuan karena jahitan yang
dihasilkan lebih rapi dibandingkan dengan laki-laki.
Gambar 20. Proses Penjahitan Sapu Ceblok Tahap Kedua.
Gambar 21. Hasil Penjahitan Sapu Ceblok Tahap Kedua.
Bagian pangkal dari rayung biasanya tidak rapi sehingga perlu untuk dirapikan menggunakan pisau, proses ini disebut dengan ngegresi.
c. Tahap Akhir finishing
Tahap akhir dari pembuatan kerajinan sapu yaitu memberi label dan memberi gantungan tali cantelannyanteli agar sapu dapat
digantung. Pelabelan biasanya dilakukan oleh para pengrajin yang memasarkan produk sapunya secara mandiri tidak melalui pengepul.
Pelabelan ngecapi menggunakan isolasi yang ditempel di bambu. Selanjutnya melubangi ujung bambu menggunakan bor listrik untuk
memasang tali rafia plintir sebagai gantungan.
Gambar 22. Pelubangan ujung bambu
Gambar 23. Pemberian label
Gambar 24. Sapu Ceblok
Gambar 25. Sapu Pantekjari
3. Hambatan Industri Kerajinan Sapu Rayung beserta Upaya
Hambatan industri kerajinan sapu rayung merupakan halangan atau rintangan yang dirasakan oleh
responden dalam kelangsungan
produksinya. Hambatan dalam penelitian ini yaitu beberapa faktor yang mempengaruhi lancar tidaknya proses produksi yang menyebabkan
pendapatan dari industri kerajinan sapu rayung mengalami fluktuasi. Hambatan yang dialami oleh responden terkait faktor produksi yaitu
modal, bahan baku, tenaga kerja, pemasaran dan sumber energi. Berikut hambatan yang dihadapi oleh responden dapat dilihat pada Tabel 39.
Tabel 39. Hambatan Industri Kerajinan Sapu Rayung
No Hambatan
Dusun Keprekan Dusun Dendengan
F F
1. Modal
7 13,73
6 26,09
2. Bahan Baku
18 35,29
5 21,74
3. Tenaga Kerja
16 31,37
1 4,35
4. Pemasaran
7 13,73
10 43,48
5. Sumber Energi
3 5,88
1 4,35
Jumlah 51
100,00 23
100,00
Sumber: Data Primer Tahun 2016
a. Hambatan Modal Hambatan modal merupakan hambatan yang paling mendasar
bagi industri kecil dan rumah tangga. Hambatan modal juga dirasakan oleh responden baik di Dusun Keprekan maupun Dusun Dendengan.
Modal operasional merupakan modal yang banyak dikeluhkan responden, karena paling banyak digunakan untuk membeli bahan
baku rayung dan bambu. Berdasarkan Tabel 39 diketahui hambatan modal yang
dirasakan responden di kedua dusun sebesar 13,73 di Dusun Keprekan dan Dusun Dendengan sebesar 26,09. Perbedaan hasil
persentase menunjukkan bahwa hambatan modal lebih tinggi dirasakan responden di Dusun Dendengan dibandingkan dengan responden
Dusun Keprekan. Hal tersebut karena pendapatan dari pemasaran periode sebelumnya yang seharusnya disisihkan untuk membeli bahan
baku kenyataannya lebih banyak dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah tangga, sehingga modal untuk melakukan
proses produksi selanjutnya mengalami kekurangan atau defisit. Upaya yang dilakukan responden untuk menutupi kekurangan modal yaitu
meminjam modal pada keluarga, menyimpan uang hasil penjualan periode sebelumnya.
b. Hambatan Bahan baku Bahan baku terutama rayung sering menjadi hambatan dalam
proses produksi, karena jumlah dan harga bahan baku tidak menentu.
Berdasarkan data Tabel 39, hambatan bahan baku dirasakan oleh 35,29 responden di Dusun Keprekan, dan 21,74 responden Dusun
Dendengan. Persentase tersebut menunjukkan hambatan bahan baku lebih besar dirasakan responden Dusun Keprekan dibandingkan
dengan di Dusun Dendengan. Hambatan yang dialami responden kedua dusun tidak jauh
berbeda, ketika penyuplai rayung datang pada akhir musim harga rayung melambung tinggi dan jumlah yang ditawarkan kecil. Upaya
yang dilakukan responden yaitu membeli rayung sebanyak-banyaknya pada awal musim di bulan Agustus dan September. Jika tidak, pemilik
modal besar akan membelinya dan dijual kembali saat akhir musim dengan keuntungan yang berlipat pengepul.
c. Hambatan Tenaga Kerja Tenaga kerja juga dirasakan menjadi hambatan pada industri
kerajinan sapu, karena menjadi faktor penting dalam proses produksi dan menentukan produktivitas yang dihasilkan. Data Tabel 39
menunjukkan 31,71 responden
Dusun Keprekan dan 4,35 responden Dusun Dendengan mengalami hambatan tenaga kerja.
Angka tersebut berarti, lebih banyak responden Dusun Keprekan yang mengalami hambatan tenaga kerja dibanding dengan responden Dusun
Dendengan. Hambatan tenaga kerja dirasakan responden ketika ada hajatan di dusun. Penduduk daerah perdesaan mempunyai rasa gotong
royong yang kuat, sehingga ketika ada hajatan atau acara di salah satu
keluarga, maka seluruh masyarakat dusun akan ikut berpartisipasi. Keadaan tersebut akan menghambat kegiatan proses produksi industri
kerajinan sapu, karena mayoritas tenaga kerja merupakan anggota keluarga yang juga berasal dari dusun itu sendiri. Upaya yang
digunakan responden untuk menghadapinya yaitu mencari tenaga kerja upahan dari non anggota rumah tangga dan bukan berasal dari dusun
tersebut. d. Hambatan Pemasaran
Hambatan pemasaran juga dirasakan responden dari kedua dusun. Data Tabel 39 menunjukkan besar persentase dari masing-
masing dusun yaitu 13,73 di Dusun Keprekan dan 43,48 di Dusun Dendengan. Hambatan pemasaran terjadi karena sebagian responden
hanya memasarkan produksi sapu rayung melalui pengepul dengan harga relatif murah, sehingga keuntungan yang diperoleh responden
kecil. Alasan responden memasarkan melalui pengepul karena belum mempunyai pasar di luar. Responden tidak mau terbebani oleh produk
sapu rayung yang tidak laku atau tidak habis terjual ketika dipasarkan sendiri. Walaupun pemasaran melalui pengepul tidak selalu dibayarkan
lunas oleh pengepul. Upayanya yaitu responden mencoba melakukan pemasaran secara mandiri, meningkatkan kualitas, menambah variasi
sapu rayung yang diproduksi dan melakukan promosi kerajinan sapu rayung secara online.