Pangobati Batak (Studi Kasus Penyembuh Inang Hotang di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan)

(1)

Daftar Pustaka

Abidin, Muhammad. Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Pelayanan Kesehatan. [online]. Dari: http://www.Masbied.com

Adimaharja, Kusnaka. 1983. Antopologi Sosial Dalam Pembangunan. Bandung: Tarsito

Anderson, Foster. 1986. Antropologi Kesehatan.Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Azwar, Agoes. 1996. AntropologiKesehatan Indonesia Jilid I, PengobatanTradisional. Jakarta: BukuKedokteran B.G.C.

Azidin Yustan, Syarifuddin R. 1990. Pengobatan Tradisional Daerah Kalimantan Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .

Depdinas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Pendidikan Nasinal. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.

Emi Suhaemi, Hj. Mimin. 2002. Etika Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik. Jakarta: BukuKedokteran EGC.

Geertz. 1992. Refleksi Kebudayaan,Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Jacob, Azwar. 1992. Antropologi Kesehatan Indonesia Jilid I, PengobatanTradisional.Jakarta: BukuKedokteran B.G.C.


(2)

Kridalaksana, Harimurti. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Jenderal Kebudayaan. 1991. Pengobatan Tradisonal Pada Masyarakat pedesaan Daerah Riau. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Cetakan ke 5. Jakarta: P.T. Dian Rakyat.

Koentjaraningrat. 1997. Pengantar Antropologi II. Jakarta: PT. Rineke Cipta. Koentjaraningrat. 1983. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Laboratorium Pengembangan Masyarakat. 2005. Etno Visi. Medan: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unimersitas Sumatera Utara.

Levi Strauss, Claude. 1997. Mitos Dukun & Sihir. Yogyakarta: Kanisikus

Suparlan, Parsudi. 1993. Orang Sakai di Riau: Masyarakat Terasing dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor

Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Yogykarta: Tiara Wicara.

Sianipar T, Alwisol, Munawir Yusuf. 1989. Dukun, Mantra dan Kepercayaan Masyarakat. Jakarta: PT. Pustaka Karya Grafikatama.

Tubagus, Rony. 2001. Teori, Konsep dan Kasus Sihir Tenung di Indonesia. Peradaban: M2 Print.


(3)

Sumber Lainnya :

www.pengobatansinshe.com/

(Diakses 14 Juni 2016, pukul 13:55 Wib).

https://web.facebook.com/permalink.php?story_fbid=206948496178219&id=184 466678426401&_rdr

(Diakses pada tanggal 10 Juni 2016, pukul 00:48 Wib).

http://haposanbakara.blogspot.co.id/2012/03/datu-sibaso-guru-dan-tuan.html (Diakses pada tanggal 10 Juni 2016, pukul 00:50 Wib).

http://berandabatak.blogspot.com/2013/08/ilmu-ghaib-orang-suku-batak.html (Diakses pada tanggal 10 Juni 2016, pukul 10:07 Wib).

http://www.limbongmulana.com/detail-500009-animisme-suku-batak-toba-tempo-doeloe.html#.V1oqqyj1Oxs

(Diakses pada tanggal 10 Juni 2016, pukul 10:07 Wib).

http://www.academia.edu/8399904/Makalah_epidemiologi_bu_marwanti (Diakses pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 14:40 Wib).

http://artpartner-news.blogspot.co.id/2011/12/130411-rabukamis-menggali-pengobatan.html

(Diakses pada tanggal 9 Juni 2016, pukul 11:40 Wib).

https://oktavianipratama.wordpress.com/makalah-makalah/hakikat-manusia-dengan-kebudayaan/


(4)

https://datastudi.wordpress.com/2009/10/26/konsep-sehat-sakit-dan-penyakit-dalam-konteks-sosial-budaya/

(Diakses pada tanggal 8 Juni 2016, pukul 20:30 Wib).

(https://kijangkarbumi.wordpress.com/2013/06/20/kesurupan-dalam-kajian-psikologi/).

(Diakses pada tanggal 20 September 2016, pukul 01:00 Wib). (http://www.blogmamen.com/2013/01/apa-itu-mantra-pengertian-mantra-dan.html).

Diakses pada tanggal 21 September 2016, pukul 01:00 Wib). (http://definisimu.blogspot.co.id/2012/09/definisi-masyarakat.html).


(5)

BAB III

INANG HOTANG

3.1 Inang Hotang

Foto 5.

Pangobati Inang Hotang Sedang Makan.

Sumber: Dokumen pribadi tahun 2016.

Inang Hotang yang memiliki nama lengkap Uli Sihotang adalah seorang Kepala Sekolah di Sekolah Dasar Negeri di Simataniari, Kecamatan Parlilitan. Ibu Uli yang lebih sering dipanggil oleh pasien beliau dengan sebutan Datu Inang Hotang lahir di Desa Simataniari 17 April 1962, Kecamatan Parlilitan. Walaupun, lahir dan bahkan bekerja di desa Simataniari, beliau tidak tinggal di desa tersebut. Inang Hotang dan keluarganya tinggal di desa Parluasan, Kecamatan Parlilitan. Inang Hotang memiliki anak tunggal laki-laki yang bernama Doli Putra


(6)

Anggi Sitinjak, yang masih duduk dibangku kelas X SMA. Suami Inang Hotang bernama Bapak Sitinjak, pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai petani di desanya. Inang Hotang dan keluarganya merupakan suku Batak Toba dan beragama Kristen Protestan. Aktivitas harian Inang Hotang sehari-hari,mengajar dan menjadi kepala sekolah di SD negeri ,yang kurang lebih berjarak 10 km dari tempat tinggalnya. Selain menjadi seorang kepala sekolah, Inang Hotang juga menjadi ibu rumah tangga dan beliau juga setiap harinya pergi ke lahan pertanian atau ladang yang jaraknya tidak jauh dari rumah mereka. Dahulu, sebelum menjadi seorang pangobati atau yang sering dipanggil oleh orang lain datu, Inang Hotang sehabis pulang dari sekolah sering menghabiskan waktu untuk berladang dari siang hingga sore hari bersama suaminy tetapi, semenjak mengobati sekitar lima tahun terakhir kegiatan berladang lambat-laun mulai dikurangi perlahan-lahan oleh Inang Hotang, mengingat semakin banyaknya jumlah pasien yang selalu datang untuk berobat. Dalam hal mengobati setiap pasien, keahlihan mengobati penyakit tidak bisa ditunda oleh Inang Hotang. Jika Inang Hotang selesai mengajar dan sudah pulang dari sekolah atau bekerja, biasanya Inang Hotang langsung mengambil waktu untuk beristirahat dari lelahnya bekerja. karena jika waktu pengobatan yang ditentukan sudah tiba dan pasien tersebut sudah datang untuk berobat Inang Hotang tidak bisa lagi beristirahat total dan harus segera memulai pengobatannya, terkecuali ada beberapa hal-hal penting, seperti anak beliau sedang sakit atau suami beliau Pak Sitinjakjuga sedangsakit dan terkadang juga ada beberapa halangan seperti, suami beliau belum tiba di


(7)

rumah karena adanya urusan-urusan tertentu seperti kunjungan keluarga atau jika ada sebuah pesta maka biasanya pengobatan agak sedikit ditunda. Tetapi,hal-hal seperti itu biasanya kejadian yang sangat jarang sekali terjadi. Adanya kegiatan mengobati yang harus dilakukan oleh Inang Hotang, mengakibatkan kegiatan berladang beberapa tahun terakhir tidak lagi sama dan sering seperti dahulu dilakukan oleh Inang Hotang. Berladang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga beberapa tahun terakhir lebih sering dilakukan oleh Bapak Sitinjak jika pasien tidak ada yang datang untuk berobat dan jumlah pasien yang datang tidak terlalu banyak, sehingga Pak Sitinjak memiliki waktu. Ketika pasien tidak ada Inang Hotang benar-benar memanfaatkan waktu untuk beristirahat seharian di dalam kamar, karena tidak adanya pasien merupakan hal yang sangat jarang terjadi.

3.2 Sumber Memperoleh Keahlihan

Dalam melakukan pengobatan, sumber dan cara mendapatkan keahlihan mengobati penyakit merupakan hal yang sangat penting bagi seorang dukun atau datu. Datu dalam mendapatkan keahlihan memiliki sumber dan cara tersendiri. Inang Hotang adalah salah seorang datu atau pangobati yang cukup terkenal di daerahnya di Desa Janji hutanapa, Kecamatan Parlilitan. Dukun, datu atau pangobati dalam memperoleh keahlihan untuk mengobati orang lain tidak selalu melalui proses belajar atau diajarkan oleh seseorang, melainkan ada beberapa yang mengetahui cara pengobatan dengan sendirinya secara turun temurun tanpa


(8)

perlu belajar, sakit bertahun-tahun atau menjadi ahli dalam mengobati penyakit setelah sakit dan dalam sakitnya orang tersebut mengalami perjalanan 12spiritual dan bertemu orang-orang yang telah meninggal yang dulunya adalah orang yang sangat ahli dalam mengobati penyakit orang lain.

Anak yang mewarisi keahlian orang tua yang dulunya juga ahli dalam mengobati penyakit secara turun-temurun, dianggap sebagai “anak pilihan”, yang artinya adalah tidak semua anak dapat mewarisi keahlian pengobatan dari orang tua atau nenek moyangnya. Meskipun ada sebuah keluarga yang mempunyai beberapa anak, namun tidak semua anak itu akan mengikuti jejak orang tuanya sebagai dukun, datu atau pangobati karena hanya ada satu anak yang terpilih. Dalam melakukan penentuan anak pilihan atau yang terpilih ini, tidak berlaku yang namanya penunjukan anak secara langsung dari orang tua atau nenek moyang. Pengetahuan tentang pengobatan itu datang dengan sendirinya dan biasanya tanpa sepengetahuan anak yang bersangkutan. Ada kesan, keahlian seseorang menjadi dukun atau datu disebabkan atau diwariskan kepada keturunannya. Dalam mewariskan keturunan tidak semua keturunan bisa mewarisi ilmu dukun atau datu dari orang tuanya. Terlebih, jika anak yang bersangkutan atau keturunannya itu dianggap tidak memiliki bakat menjadi seorang dukun atau datu. Terkadang, sebelum mendapat keahlian mengobati, seseorang mengalami beberapa kali mimpi bertemu orang yang usianya sudah sangat tua atau yang dianggap sebagai leluhurnya. Sementara, orang yang mendapat keahlian

12


(9)

mengobati setelah bertahun-tahun sakit pernah dianggap mati tetapi hidup kembali (mati suri). Dalam sakitnya yang cukup lama itu, seseorang mengalami berbagai macam peristiwa 13gaib. Dalam mimpinya mereka diajarkan berbagai doa dan dan berbagai ramuan yang dapat digunakan untuk mengobati orang dan pada akhirnya mampu mengobati orang lain. Cara mendapatkan keahlihan pengobatan seperti ini biasanya sama sekali tidak diketahui oleh orang-orang yang bersangkutan atau orang yang bersangkutan juga tidak pernah belajar atau diajarkan oleh orang lain atau keluarganya tentang pengobatan itu sebelumnya.

Sejalan dengan itu, sebagaimana 14sanro yang terdapat di daerah Makasar menegasakan bahwa para sanro memperoleh keahlihan dan pengetahuannya sebagai sanro melalui belajar dari orang tua dan neneknya, sebagian sandro lain juga mengatakan bahwa keahlihan mengobati diperoleh setelah mereka dahulu mengalami peristiwa gawat dan terakhir sandro lain mengatakan bahwa ilmu atau

keahlihannya diperoleh langsung dari “alam gaib atau suci, diantaranya melalui

mimpi dan ilham pada saat mengalami peristiwa gawat bahkan ada yang mengalami sakit gila (T. Sianiparan, dkk, 1989 : 21).

Menambah pendapat dari T. Sianipar, (Koentjaraningrat, 1984), mengemukakan bahwa tidak ada sekolah-sekolah formal atau sekolah khusus perdukunan.

Dukun, datu atau pangobati dalam penelitian ini awalnya adalah orang yang sama sekali tidak mengetahui apa-apa tentang tata cara mengobati orang

13Gaib adalah istilah yang digunakan untuk menyebut makhluk hidup yang eksistensinya tidak

dapat dijangkau oleh panca indera manusia.


(10)

lain, karena beliau adalah seorang guru sekolah dasar. Awal Datu Inang Hotang memperoleh keahlihan dalam mengobati penyakit orang lain, bahwa awalnya beliau sakit bertahun-tahun kurang lebih sekitar lima tahun pada saat berumur 44 tahun. Penyakit yang diderita Inang Hotang cukup aneh dan sangat begitu menyiksanya. Di dalam sakitnya Inang Hotang sering bermimpi dan beberapa kali mengalami perjalanan dan bertemu dengan orang-orang yang telah meninggal, dalam mimpinya tersebut orang-orang yang Inang Hotang temui selalu berbeda-beda, orang-orang dalam mimpinya tersebut mengatakan bahwa mereka adalah opung dan juga 15namboru Inang Hotang yang sudah lama meninggal dan usinya juga sudah sangat tua, mereka dulunya adalah orang-orang yang sangat ahli dalam mengobati penyakit orang lain. Mimpi di datangi oleh roh leluhur hampir setiap malam dirasakan oleh beliau. Dalam mimpi yang dialami Inang Hotang, roh opung dan namboru atau leluhurnya meminta kepada beliau bahwa mereka ingin masuk ke dalam tubuh beliau dan memintanya untuk mau menolong orang sakit dengan bantuan roh yang akan masuk ke dalam tubuhnya tetapi, Inang Hotang selalu menolak permintaan itu. Selama kurang lebih lima tahun sejak beliau mimpi akan datangnya roh, beliau selalu menolak permintaan tersebut karena menurutnya hal itu merupakan hal yang tidak mungkin terjadi padanya dan menganggap bahwa yang dirasakannya dan peristiwa yang terjadi di dalam mimpi tersebut tidak mungkin. Sampai saat ini Inang Hotang tidak mengetahui mengapa alasan pemilihan pangobatiharus dirinya. Begitu juga dengan kelanjutan beliau

15

Namboru adalah panggilan kepada saudara perempuan baik kakak atau adik dari ayah atau bapak di dalam Suku Batak Toba.


(11)

menjadi dukun tidak ada yang pasti kapan dia harus berenti menjadi pangobati bagi pasiennya. Pemilihan diri Inang Hotang menjadi pangobati atau datu yang tubuhnya dimasuki roh oleh leluhurnya tersebut, juga tidak mutlak sewaktu-waktu bahwa anak lelakinya akan menjadi orang yang sama sepertinya.

“Kalau kelak Nang, adekmu ini jadi kek aku gadak yang bakal tau itu bisa akan terjadi atau enggak, mana tau-tau kita itu kapan kan, itu terserah roh si opung mau memakai tubuh siapa dari anggota keluarga kami untuk mengobati orang lain.Dulu juga orang tua Nanguda dan opung-opung nya aku, setau ku gadak yang pande mengobati kek gini Nang, tau-tau rupanya aku bisa mengobati. Jadi, gadak kepastian khusus tentang apakah adekmu si Doli ini bakal seperti Inanguda kelak” (Inang Hotang, 54 tahun.

Dalam penentuan untuk menjadi seorang pangobati Inang Hotang tidak tau kapan dan bagaimana penentuan orang atau bahkan anak tunggal beliau dan juga dirinya dapat terpilih menjadi ahli mengobati orang lain.

Sebelum dapat mengobati, lima tahun Inang Hotang selalu menolak dan bersih keras untuk tidak mau menerima roh leluhurnya masuk ke dalam tubuh beliau. Menolak masuknya roh leluhur, membuat Inang Hotang mengalami penyakit yang berangsur-angsur sangat lama, penyakit yang diderita Inang Hotang selama lima tahun membuat badannya semakin lama semakin sangat kurus, timbangannya juga turun drastis mencapai 20 kg ketika sakit, hal tersebut membuat Inang Hotang benar-benar sangat kurus. Selanjutnya, penyakit yang dialami membuat Inang Hotang membuat beliau sangat susah untuk berjalan dan hal ini membuatnya sangat tergantung kepada bantuan sang anak dan juga suaminya. Penyakit lain yang dialami beliau, beliau sangat takut jika harus keluar sendiri dari kamar tidur selama kurang lebih lima tahun, rasa takut itu terjadi pada


(12)

saat pagi hari atau malam hari. Ketakutan itu tidak diketahui beliau dan keluarga apa penyebabnya, penyakit ini membuat beliau sangat membutuhkan bantuan orang lain di sampingnya termasuk ketika beliau pergi ke sekolah untuk bekerja, suamilah yang selalu setia bersama Inang Hotang.

Sejak mengalami penyakit banyak pengobatan yang sudah dilakukan oleh Inang Hotang dan suaminya agar Inang Hotang dapat sembuh dari penyakit tersebut. Awal pengobatan, pengobatan medis merupakan andalan awal yang dilakukan oleh Inang Hotang dan keluarganya. Di dalam dunia medis,Inang Hotang dikatakan memiliki penyakit mental yang cukup serius, penyakit ini membuat beliau takut dan panik jika sendiri. Menurut dokter yang mengobatinya penyakit yang dialami beliau membuat beliau terus kepikiran, yang akhirnya membuatnya kesulitan berjalan karena terus memikirkan penyakitnya dan hal ini yang membuat berat badan Inang Hotang turun derastis. Selanjutnya, untuk penanganannya penyakit Inang Hotang membutuhkan terapi khusus agar penyakit ini lama kelamaan hilang. Inang Hotang selalu mengikuti setiap pengobatan yang diberikan oleh dokter, tetapi sedikit kecewa selama hampir 4 tahun berobat ke dokter dan mengharuskannya bolak-balik Parlilitan-Medan hasil yang dirasakan beliau tetap sama sedangkan biaya yang dihabiskan beliau tidak sebanding jumlahnya mulai dari ongkos, biaya makan dan juga perawatan-perawatan di rumah sakit. Penyakit Inang Hotang diketahui oleh seluruh keluarga, teman dan tetangganya termasuk banyak keluarga dan juga para kerabat menyarankan beliau untuk menerima masuknya roh tersebut, tetapi beliau tetap bersih keras bahwa itu


(13)

tidak sesuai dengan hidupnya. Penyakit yang tidak kunjung sembuh akhirnya membuat Inang Hotang dibawa oleh suaminya pergi ke seorang dukun yang berada di Pekanbaru, dukun ini merupakan saran dari keluarga beliau yang pernah berobat juga berobat ke dukun tersebut dan sembuh. Saran dari suami dan penyakit yang membuatnya menyerah akhirnya membuat Inang Hotang menerima melakukan pengobatan yang di sarankan keluarganya. Tiga hari berobat di pengobatan dukun yang terbilang cukup jauh dari lokasi tempat tinggalnya membuat Inang Hotang sangat berharap kesembuhan penyakit yang dideritanya. Selama masa pengobatan yang dilakukan Inang Hotang di Pekan Baru, Inang Hotang menurut dukun yang mengobati beliau tersebut, sebenarnya tidak memiliki penyakit apa-apa. Penyakit seperti badan yang semakin kurus, susah berjalan dan rasa takut yang sangat berlebihan disebakan karena kuatnya tekat Inang Hotang dalam menolak masuknya roh leluhur ke dalam tubuh beliau. Dukun yang mengobati Inang Hotang itu juga menjelaskan bahwa roh yang datang kepadanya bukan merupakan roh yang jahat, tetapi roh leluhur yang baik yang juga dulunya merupakan saudara Inang Hotang yang memiliki keahlihan mengobati orang lain dan karena Inang Hotang menolak masuknya roh leluhur tersebut, membuat mereka marah dan akhirnya membuat penyakit kepada tubuhnya. Menurut Inang Hotang, dukun yang mengobatinya tersebut mengatakan bahwa roh yang datang kepada beliau begitu banyak dan kekuatannya sangat kuat dan tidak bisa disangkal atau diusir orang lain. Ditambahkan oleh dukun yang mengobati Inang Hotang, menurutnya penyakit beliau tidak akan bisa


(14)

sembuh jika beliau tidak benar-benar mau menerima masuknya roh tersebut dan Inang Hotang mau menjadi pangobati seperti keinginan roh leluhurnya. Jalan satu-satunya penderitaan penyakit tersebut sembuh ialah dengan menerima masuknya mereka (roh leluhur), ke dalam tubuh Inang hotang. Selama masa pengobatan Inang Hotang tidak diberi obat-obatan seperti layaknya orang sakit an karena dirasa cukup dukun yang mengobati Inang tersebut memperbolehkan beliau pulang kerumah dan memikirkan nasihat si Dukun.

Sekitar dua minggu, Inang Hotang masih memikirkan pengobatan terakhir di Pekanbaru. Suami beliau mengatakan, bahwa tidak masalah jika Inang Hotang harus menerima masuknya roh tersebut ke dalam tubuhnya, apa lagi roh yang akan masuk adalah kerabat lama dan juga merupakan roh yang baik jadi tidak akan menggangu kehidupan keluarga mereka. Inang Hotang masih memikirkan perkataan dari suaminya, sekitar seminggu memikirkan hal tersebut membuat Inang Hotang menyerah terhadap penyakit yang di alaminya selama lima tahun dan membuat beliau mau menerima masuknya roh tersebut.

Memutuskan diri sebagai pangobati bukan karena paksaan dari orang lain apa lagi suami beliau. Menurut beliau, ini adalah anugerah dari Tuhan dan sudah saatnya buat beliau untuk menolong orang lain. Menyerah terhadap penyakit yang diderita selama lima tahun memang menjadi keputusan awal untuk Inang Hotang menerima masuknya roh leluhur ditambah saran dari suami yang selalu mendukung selama sakit dan anak tunggalnya yang sangat beliau kasihi membuat


(15)

Inang Hotang semakin yakin untuk menerima masuknya roh leluhur mereka ke dalam tubuh dan menjadi seoarang pangobati.

3.2.1 Proses Penerimaan Masuknya Keahlihan

Sebelum menjadi seorang datu atau pangobati, Inang Hotang dalam pengobatannya menerima secara khusus masuknya roh leluhunya yang dipanggil dengan sebutan opung. Pemanggilan nama roh opung dipakai keluarga Inang Hotang karena roh tersebut usianya sudah sangat tua. Penerimaan masuknya roh opung ke dalam tubuh Inang Hotang benar-benar dilakukan secara khusus sesuai arahan roh di dalam mimpi.

Proses penerimaan roh opung dilakukan Inang Hotang dan suaminya di Samosir atas permintaan roh tersebut melalui mimpi. Menurut Inang Hotang Daerah Danau Toba, pedalaman Samosir dipilih sebagai tempat karena, tempat itu merupakan daerah asal kelima roh yang memasuki tubuh beliau.

Daerah tempat penerimaan masuknya roh leluhur Inang Hotang, tidak dapat disebutkan dan diketahui oleh orang lain, hanya keluarga yang mengikuti proses penerimaan masuknya roh yang dapat mengetahui hal tersebut. Tidak disebutkannya nama lengkap lokasi penerimaan roh di sebab kan karena, daerah ini merupakan lokasi yang sangat sakral dan orang-orang umum tidak dapat mengetahui nama dari lokasi atau daerah tersebut.


(16)

Menurut penuturan cerita Inang Hotang, para 16opung 17marga/boru Sihotang dulunya tinggal di sebuah desa yang bernama Negeri Sihotang, daerahsekitaran Danau Toba, pedalaman Samosir. Sihotang sendiri memiliki arti

nama “rotan”.Daerah Sihotang, merupakan daerah tempat tinggal yang banyak

dijumpai rotan(hotang).

Leluhur Inang Hotang, berdasarkan keturunan dari generasi opung atau keluarga terdahulu berasal dari daerah Danau Toba dan sekitaran daerah Samosir. Makakarena hal tersebut, penerimaan roh leluhur dilakukan di tempat tempat asal para roh.Dalam proses awal penerimaan roh, Inang Hotang di bantu oleh suami dan seorangitok atau adik lelaki yang merupakan saudara kandung beliau. Pengikut sertaan saudara kandung diwajibkan oleh perintah roh leluhur yaitu roh opung, alasannya saudara kandung laki-laki dari Inang Hotang merupakan orang yang sama atu keturunan dari pada roh, sama seperti Inang Hotang. Awalnya, menurut Inang Hotang adik beliau tidak mau ikut campur dalam segala urusan yang berhubungan dengan ritual roh, kareana menurutnya hal tersebut sangat aneh dan berifat mistis. Tetapi, karena melihat kondisi dari pada sang kakak yaitu, Inang Hotang yang sudah sangat kurus dan sakit-sakitan membuat adiknya mau ikut serta dalam upacara yang dimaksudkan Inang hotang. Dalam melakukan penerimaan roh agar mau masuk ke dalam tubuh, Inang hotang beserta suami dan adik lelakinya melakukan pemanggilan roh-roh leluhur dengan menggunakan gondang-gondang (alat musik Batak Toba) yang khusus mereka beli di luar dari

16

Opung adalah orang tua dari ayah atau ibu (Nenek/kakek).


(17)

desa mereka. Penerimaan masuknya roh ke dalam tubuh dilakukan keluarga selama 4 hari 3 malam dengan petunjuk yang selalu didapatkan beliau melalui mimpi Inang Hotang selama 4 hari. Setelah dirasa cukup dengan melakukan berbagai macam ritual, Inang Hotang sudah secara resmi menerima roh leluhurnya yaitu opung untuk membantu beliau dalam mengobati orang lain. Setelah resmi menerima masuknya roh ke dalam tubuh Inang Hotang lama-kelamaan mengalami penyembuhan kondisi fisik yang tadinya mengalami sakit yang cukup lama akhirnya lambat-laun sedikit memulih, pemulihan penyakit masih terjadi sampai sekarang pemulihan drastis yang sekarang terjadi menurut suami Inang Hotang beliau sudah berani melakukan aktivitas hariannya tanpa harus ditemani lagi olehnya. Hal ini tentu sangat membuat beliau dan anaknya senang, ditambah lagi secara fisik kondisi tubuh Inang Hotang sudah lebih gemuk dibanding kan dengan sebulumnya. Syarat yang harus dilakukan Inang Hotang ketika harus memulai mengobati pasien, Inang Hotang harus wajib menggunakan 2 ulos yang digunakan sebagai sarung dan juga tudung di kepala dan memakan daun sirih atau dembanketika akan mengobati pasien.

Pada saat melakukan pengobatan, orang yang pertama kali diobati penyakitnya oleh Inang Hotang adalah anak beliau yaitu Doli. Awal mampu menyembuhkan anak dari Inang Hotang, anaknya tersebut jatuh dari motor saat pulang sekolah sehingga menyebabkan badan anak beliau sakit dan lebab-lebam biru. Malam setelah kejadian anak beliau mengeluh mengalami sakit di daerah bagian dada dan parahnya mengalami muntah darah sehingga membuat beliau dan


(18)

suaminya takut. Akhirnya, beliau dan suaminya membawa anak mereka ke bidan dekat daerah rumah, setelah disuntik dan minum obat anak beliau langsung tidur. Malam setelah kejadian Inang Hotang bertemu dengan roh opung yang merupakan leluhurnya. Di dalam mimpi Inang Hotang dimarahi oleh roh tersebut, sebab menurut beliau, ketika anaknya sakit beliau langsung membawa anaknya ke pada roh opung tersebut, karena hal tersebut roh leluhurnya marah dan meminta kepadanya pada pagi hari anaknya tersebut diberikan minuman obat. Obat yang diberikan terdiri dari urat pinang dan pisang rias yang dimasak dengan jumlah yang ganjil dan diminum oleh anaknya selama setiap hari sampai penyakit sembuh, selanjutnya beliau disarankan mengurut badan anak Inang Hotang menggunakan minyak khusus dan daun sirih agar luka anaknya sembuh. Pagi hari setelah mimpi hal tersebut Inang Hotang menceritakan mimpi yang beliau alami kepada suaminya, suami beliau tersebut kemudian mengatakan bahwa hal tersebut kemungkinan adalah saran perintah yang harus mereka lakukan kepada anaknya. Kemudian, suami beliau menyarankan bahwa tidak ada salahnya jika hal tersebut dilakukan terlebih dahulu, untuk melihat apakah mimpi tersebut ada artinya. Setelah menceritakan hal tersebut beliau kemudian melakukan hal yang di lakukan dalam mimpinya. Hal ini dilakukan oleh Inang dan suami beliau selama seminggu termasuk mengurut ankanya menggunakan minyak dan daun sirih. Belum sampai seminggu, masih sekitar dua hari melakukan hal tersebut Inang Hotang melihat langsung perubahan yang dialami anaknya, muntah darah dan


(19)

keluhan sakit di daerah dada lambat laut tidak lagi di rasakan anaknya, sehingga beliau rajin memberikan obat yang disuruh atas mimpinya tersebut.

Setelah anak beliau sembuh, Pak Sitinjak suami Inang Hotang lah yang awalnnya,bercerita kepada rekan-rekan dan tetangga sekitar mengenai penyembuhan penyakitt anak tunggal mereka. Pak Sitinjak bercerita bahwa penyembuhan penyakit dilakukan oleh istrinya dengan bantuan dan masuknya roh opung (leluhur). Tidak sampai sebulan bercerita, keahlihan pengobatan yang dilakukan oleh Inang Hotang, menyebar dan terdengar dari mulut ke mulut setiap orang bahkan sampai ke kampung atau desa lain. Ketika ada orang yang datang mengobati, awalnyaInang Hotang merasa sedikit agak aneh ditambah ketika diawal mengobati penyakit, Inang Hotang tidak mengerti langkah apa yang harus dilakukan beliau beserta anak dan suaminya tetapi, tetap melakukan penyembuhan dengan mengundang roh. Hal itu ini membawa perubahan cukup besar buat Inang Hotang dan suaminya tetapi lambat laun mereka terbiasa dengan hal seperti itu. Berdasarkan pengakuan Inang Hotang dan suaminya, banyak pasien yang sering datang tidak hanya dari dalam daerah atau kampung mereka melainkan daeri daerah lain seperti Sidikalang, Medan dan juga pasien dari Kalimantan pernah datang untuk berobat kepada beliau. Mulai dari penerimaan masuknya roh saat berusia 49 tahun sampai penelitian ini dilakukan, praktek Pangobati Inang Hotang sudah berlangsung selama kurang lebih lima tahun.

Pengalaman selama di lapangan menunjukan,bahwa Inang Hotang dan sang suami cenderung suka menuturkan atau menceritakan kembalidengan


(20)

penuhsemangat dan panjanglebar mengenai pengalaman Inang Hotang,ketikaditanyakan oleh orang lain,bagaimana awal mulanya beliau dapat memperolehkeahlianataumendapatkan ilmusebagaipangobati untuk membantu mengobati penyakit orang lain. Menuturkan kembali pengalaman, baik kepada pasien atau pun tidak menurut analisis peneliti, merupakan tujuan pencapaian status sang pangobati kepada semua orang terlebih kepada orang baru. Ketika mengobati atau bahkan menceritakan pengalaman-pengalaman beliau kepada pasien atau pun orang lain selama proses pengobatan, bisa menjadi sebuah sugesti yang secara psikologis dapat membangkitkan keyakinan-keyakinan dikalangan masyarakat terlebih sang pasien mengenai keahlihan sang pangobati. T. Sianipar ( 1989 : 22), mengatakan sadar atau tidak, sengaja atau tidak, cara penonjolan fragmen tertentu dari pengalaman yang diceritakan kepada orang lain dapat dipandang sebagai suatu cara tidak langsung menarik pelanggan.

T. Sianipar dalam buku dukun, mantra dan kepercayaan masyarakat ( 1989 : 22), mengatakan hallainyangtampaknyaingin dinyatakanolehisipengalaman yangdiceritakanitumeliputi:

1. Bahwa sanro (dukun) bukan manusia sembarangan, melainkan manusia

terpilih “sebab tidak sembarangan orang bisa mencapai kedudukan yang

demikian”;

2. Mereka manusia luar biasa yang mampu berhubungan dengan kekuatan dan alam gaib atau supra alamiah, pengetahuan dan keahlian yang dimiliki


(21)

itu bersumber dari dunia lain. Perhatikan penegasan mereka, pengetahuan, dan keahliannya diperoleh melalui mimpi dan berupa ilham;

3. Mereka ditugaskan oleh atau bertindak sebagai utusan dari alam-suci guna membebaskan orang yang menderita.

Adapun semua tujuan dalam menceritakan pengalaman sang pangobati bertujuan untuk mengkokohkan dan meningkatkan status kedudukan sang pangobati atau dukun di tengah pasien dam masyarakat.

3.3 Tempat dan Waktu Pengobatan

Dalam melakukan pengobatannya setiap pasien yang berobat kepada Inang Hotang selalu datang berobat kerumah Pangobati Inang Hotang secara langsung. Secara umum dapat dikatakan bahwa pasienlah yang mendatangi rumah Pangobati Inang Hotang dan tidak pernah sekalipun beliau datang atau menjumpai pasien ke rumah nya secara langsung. Alasannya cukup sederhana, karena beliau khusus membuka praktik pengobatan hanya dirumah saja tanpa perlu harus lelah mendatangi setiap pasien-pasien. Bukan hanya itu, dalam melakukan pengobatannya juga banyak benda-benda yang harus dipersiapkan beliau dan suaminya, jadi sangat tidak memungkin jika harus mendatangi setiap pasien terlebih lagi dalam melakukan pengobatan ada khusus ruangan atau kamar yang digunakan beliau.

“Ia Nang, agak susahlah kita kalau mau mengobati kerumah-kerumah orang, kek manalah bawa semua peralatan-peralatan ini yakan. Lagian opung ini mau dalam ruangan khusus, makanya kita buat dirumah ajah berobatnya” (Inang Hotang, 54 tahun).


(22)

Dalam pengobatan yang dilakukan oleh Inang Hotang, pengobatan dilakukan secara khusus di sebuah kamar, tadinya kamar atau ruangan yang digunakan berfungsi sebagai kamar tamu apabila ada kerabat jauh yang harus tinggal dan tidur dirumah beliau. Ukuran kamar pengobatan tidak terlalu besar hanya sebesar 3x3 meter, di dalam kamar alat penerang seperti lampu yang digunakan tidak terlalu terang, menurut peneliti hal ini semakin menambah aura mistis di dalam ruang pengobatan. Kamar yang juga digunakan dalam praktek pengobatan, merupakan kamar yang tidak boleh dimasuki oleh orang lain kecuali ,pasien yang datang ketika berobat, suami dan anak Inang Hotang, atau pun jika ingin masuk ke dalam kamar harus sepengetahuan dan seizin Inang Hotang seperti yang dilakukan peneliti yang meminta izin langsung untuk memasuki ruangan tersebut. Ruangan atau kamar pengobatan merupakan daerah sakral yang harus dijaga keamanannya, maka dari itu orang yang masuk tidak boleh sembarangan atau sesuka hati bertindak di dalam ruangan pengobatan. Ketika pengobatan sedang tidak dilakukan biasanya kamar khusus yang digunakan sebagai tempat melakukan pengobatan ini ditutup dan dikunci oleh Inang Hotang atau suaminya. Selanjutnya, bila tamu-tamu lain seperti saudara-saudara dari setiap pasien yang ikut serta atau sekedar mengantarkan orang atau saudara yang ingin berobat, mereka langsung mengerti untuk menenpatkan diri mengambil tempat duduk di ruang tamu atau tempat duduk-duduk diteras yang sudah dialasi dengan 18tikar. Mereka biasanya sudah mengetahui hal ini ketika berobat dari orang lain.


(23)

Di dalam kamar berobat juga biasanya sudah ada peralatan yang akan selalu digunakan Pangobati Inang Hotang dalam memulai pengobatan, biasanya alat-alat pengobatan wajib di dalam kamar pengobatan seperti sirih atau demban, tembakau, lonceng bewarna keemasan kecil, pisau, tikar buat berobat dan lain sebagainya. Inang Hotang dalam memulai pengobatannya tidak ada melakukan pembatasan hari khusus, jika sedang tidak ada halangan seperti acara keluarga yang benar-benar sangat penting biasanya Inang Hotang selalu membuka waktu pengobatan sebab, jika Inang Hotang malas dalam mengobati pasien, biasanya roh opung yang di dalam tubuh beliau akan marah dan tidak perlu menunggu waktu yang cukup lama biasanya Inang Hotang langsung merasakan sakit diseluruh badan seperti badan pegal-pegal yang membuatnya tidak enak melakukan kegiatan apapun dan jika kondisi ini sudah terjadi kepada beliau, biasanya Inang hotang sudah mengetahui langsung bahwa ini disebabkan karena kemarahan dari roh opung akibat kemalasan dari Inang Hotang dalam melayani pasien yang datang berobat. Pada intinya seluruh pasien yang datang wajib dilayani dengan ramah dan hati yang benar-benar terbuka dari diri pangobati dan juga pasien sesuai dengan jadwal awal yang sudah ditentukan.

Waktu praktek pengobatan yang dilakukan oleh Pangobati Inang Hotang di mulai dari pukul 16:00 Wib sampai seluh pasien benar-benar habis terlayani. Seluruh pasien terlayani biasanya tidak menentu jam habisnya kadang bisa sampai pukul 24:00 Wib kadang juga sering sampai dini hari sekitar pukul 01:00 Wib.


(24)

Menurut pengamatan yang dilakukan peneliti, pemilihan dan penggunaan waktu praktek pengobatan dilakukan pukul 16:00 Wib, agar Inang Hotang memiliki waktu istirahat selepas pulang ngajar dari sekolah.

Selama pengalaman di lapangan, peneliti melihat ada beberapa cara atau strategi khusus dalam mempertahan pasien yang dilakukan oleh Inang Hotang, seperti:

 Jaringan pasien yang menjadi pelanggan Inang Hotang adalah kerabatatau pun keluarga Inang Hotang, tetangga dan beberapa keluarga pasien yang cukup puas dengan pengobatan yang dilakukan Inang Hotang.

 Membuat pasien nyaman dalam berobat.

 Tidak melakukan pemasangan tarif khusus terhadap pasien yang berobat.

3.4 Keahlihan Pengobatan Inang Hotang

Sama seperti kebanyakan dukun,pangobati Inang Hotang adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Keahlihan mengobati yang dilakukan oleh Inang Hotang, termasuk sangat banyak dan hampir segala penyakit hampir bisa ditangani oleh beliau, adapun beberapa penyakit yang dapat disembuhklan beliau seperti:

Ajiturtur. Ajiturtur adalah penyakit luka yang diderita oleh orang atau pasien. Penyakit ini dapat menyebabkan hilangnya anggota tubuh orang yang mederita penyakit tersebut. Seperti, jari tangan atau kaki yang kelama-lamaan habis karena penyakit ajiturtur tersebut. Dalam melakukan


(25)

pengobatan, Inang Hotang mampu menggilangkan rasa sakit atau dampak sakit dari penyakit ini, yang tidak akan membuat virus dari penyakit tersebut berkembang cepat, sehingga anggota tubuh sang penderita lambat-laun habis.

Solpot. Solpot adalah penyakit kejang-kejang yang berulang, yang terjadi pada tubuh yang disertai dengan hilangnya kesadaran diri bagi si penderita. Pengatasan penyakit yang dilakukan Inang Hotang terhadap jenis penyakit solpot, mengurangi dahulu rasa kejang-kejang dari sang pasien yang menderita penyakit ini. Hingga pada akhirnyay kejang berkurang dan tidak lagi terjadi.

Solpot Aek. Solpot aek adalah penyakit kejang-kejang yang berulang, yang terjadi pada tubuh penderita. Orang yang menderita penyakit solpot aek, biasanya adalah orang yang anti atau bahkan tidak bisa melihat air dengan jumlah yang sangat banyak.

Solpot Matutung. Solpot matutung adalah penyakit kejang-kejang yang berulang, yang terjadi pada tubuh penderita. Orang yang menderita penyakit solpot matutung, biasanya adalah orang yang takut ketika melihat api.

Biduran. Biduran adalah penyakit yang disebabkan oleh alergi seperti angin dan makanan, yang menyebabkan kulit merah karena rasa gatal. Penyakit biduran ini biasanya muncul di salah satu bagian tubuh dan sangat memungkinkan untuk menyebar. Jika dipegang atau bahkan


(26)

19

menggaruk daerah yang gatal akibat penyakit ini, bisa menyebabkan bagian tubuh menjadi bengkak, karena ukuran penyakit biduran ini berbeda-beda jika sudah menyebar ke bagian tubuh. Biduran bisa terjadi kepada siapa saja, termasuk kepada anak-anak dan juga orang dewasa. Penyakit ini bisa bertahan ditubuh pasien atau sang penderita selama berhari-hari.

Begu-beguon. Begu-beguon adalah penyakit yang dipercaya merupakan penyakit buatan yang dikirim oleh orang lain. Biasanya, orang yang menderita penyakit begu-beguon, aji-ajianatau guna-guna ini dilakukan oleh orang yang tidak menyukai si penderita.

Keahlihan penyembuhan penyakit lain yang dimiliki oleh pangobati Inang Hotang selain yang disebutkan diatas adalah, mampu memberikan penjaga badan (pelindung tubuh) kepada pasien dengan tujuannya agar pasien tidak dapat diganggu oleh roh jahat dari luar tubuhnya. Selanjutnya keahlihan lain yang mampu dilakukan Inang Hotang adalah memberi penjaga rumah bagi pasien tujuan pemberian penjaga rumah bagi pasien agar rumah dan keluarga dari pasien aman dari segala gangguan yang bersifat roh-roh jahat seperti setan dan jin. Di dalam melakukan pengobatan biasanya Inang Hotang, melakukanpengobatan sesuai dengan permintaan yang diinginkan sang pasien. Setiap pengobatan bisa ditangani oleh Inang Hotang, tetapi dalam hal pemberian guna-guna,20

19 Menggaruk adalah Menggaruk dianggap sebagai suatu gerakan reflek yang terjadi setelah

timbulnya rasa gatal pada bagian tubuh tertentu.


(27)

jampiatau aji-ajiankepada orang lain, Inang Hotang tidak bersedia bahkan menolak. Menurut pengamatan dan analisis peneliti,pangobati Inang Hotang adalah sejenis dukun yang hanya menolong orang lain. Pernah beberapa kali ada pasien yang datang kepada beliau bukan untuk berobat melainkan datang untuk meminta aji-ajian kepada orang lain yang menurut pengamatan peneliti adalah seorang lawan atau musuh dari pasien, tetapi hal itu ditolak bahkan menimbulkan kemarahan dari roh yang masuk ke dalam tubuh, karena menurut roh itu merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan dan stelah kejadian tersebut pasien yang atang tersebut tidak pernah datang ataupun muncul lagi.


(28)

BAB IV

CARA PENGOBATAN OLEH INANG HOTANG

Dalam melakukan pengobatan, ada beberapa teknik atau cara khusus yang dilakukan oleh seseorang yang dianggap memiliki kemampuan khusus atau yang sering disebut dukun, datu dan pangobati untuk mengobati orang lain atau pasien. Salah satu ciri pengobatan yang dilakukan oleh seorang datu ataupun yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan dukun adalah teknik pengobatan dengan menggunakan doa-doa atau bacaan-bacaan, air putih, dan ramuan tradisional. Pengobatan maupun diagnosis yang dilakukan dukun selalu identik dengan campur tangan kekuatan gaib atauyang memadukan antara kekuatan rasio dan batin (Agoes, 1996). Para dukun di Jawa menggunakan teknik-teknik ilmu gaib, ucapan mantra-mantra dan memberikan jamu tradisional, untuk mengobati pasiennya (Koentjaraningkat, 1984). Pengobatan datu dalam penelitian ini, sama seperti yang dikemukakan oleh Agoes dan Koentjaraningrat. Inang Hotang sebagai pangobati atau datu dalam pengobatan yang dilakukan beliau dalam penelitian ini juga mengobati pasien dengan cara menekan-nekan ataupun mengurut titik-titik syaraf pada bagian tubuh.Untuk mengobati setiap pasien yang datang, Inang Hotang memilki proses-proses pengobatan nya tersendiri.


(29)

4.1 Syarat Dalam Pengobatan

Berobat sangat erat kaitannya dengan tindakan seseorang untuk melakukan suatu sarana atau usaha untuk dapat mencapai apapun yang dia inginkan. Dalam suatu proses pengobatan diperlukan beberapa syarat agar proses pengobatan dapat dilakukan dan mendatangkan hasil. Dalam hal ini Inang Hotang juga memiliki syarat khusus untuk setiap pengobatannya, yaitu wajib membawa jeruk purut. Jeruk purut ini digunakan sebagai awal untuk memulai pengobatan dan mengetahui penyakit apa yang dimiliki oleh seorang pasien.

Menurut Inang Hotang, jeruk purut selalu dipakai dalam pengobatan dan harus dibawa oleh setiap pasien, karena menurut beliau buah tersebut adalah buah yang sakral. Inang Hotang juga menambahkan bahwa,jeruk purut yang selalu beliau gunakan dalam pengobatan yang ia lakukan dikarenakan, pada zaman dahulu puteri-puteri raja selalu suka menggunakanbuah anggir atau jeruk purut. Menurut beliau, buah jeruk purut dipakai oleh putri-putri raja ketika puteri-puteri raja hendak mandi. Buah jeruk purut memiliki wangi yang sangat khas dan oleh karena itu, selalu digunakan oleh para puteri raja. Selalu digunakan oleh para puteri raja, akhirnya buah tersebut pada awalnya disakralkan oleh beberapa masyarakat dan dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Pengsangkralan buah anggir yang sudah sangat lama akhirnya berlanjut sampai sekarang dan sering digunakan dalam setiap acara pengobatan kampung atau pengobatan Batak.

Buah anggir kan dulu-dulu dipake sama putri-putri raja untuk mandi dan wangi buah itu kan khas kali wanginya Nang. Dulu mana ada sabun-sabun kek


(30)

sekarang Nang, makanya buah ini nya digunakan puteri-puteri raja kita pengganti sabun mandi dan karena selalu dipakai mandi selain wanginya yang enak dicium, buah ini juga dipercaya dapat mengusir penyakit dari tubuh-tubuh para puteri yang memandikannya itu karena selalu dipakai puteri-puteri itu. Makanya setelah digunakan sama puteri-puteri raja, buah ini jadinya disakralkan sampek sekarang. Makanya tengok lahdalam berbagai pengobatan sering dipakek buah ini. Ya kerena itu, karena dianggap dapat mengusir penyakit dari tubuh manusia makanya pengobatan batak memakai buah itu” (Inang Hotang, 54 tahun).

Dalam pengobatan yang dilakukan Inang Hotang, jeruk purut tidak disediakan langsung oleh Inang Hotang sebagai bahan obat, sebab jeruk ini hanya khusus dibawa langsung oleh setiap pasien yang akan berobat dan dari jeruk purut akan diketahui setiap penyakit yang diderita pasien. Jeruk purut sebagai syarat pengobatan awal inang hotang memiliki peran penting, sebab setiap jeruk yang dipegang dan dibawa langsung oleh setiap pasien akan sangat mudah untuk diketahui penyakitnya karena tanpa perantaraan dari orang lain dan karena itu Inang Hotang tidak menyediakan jeruk, melainkan pasien yang harus membawanya. Dalam pengobatan tradisional persyaratan yang diberikan kepada pasien oleh seorang pangobat atau datu merupakan hal yang lazim dilakukan. Kasus tersebut banyak terjadi dibeberapa daerah seperti kasus yang terjadi di daerah pedalaman Kalimantan Tengah, suku Dayak dan masyarakat Bima di Nusa Tenggara Barat. Dalam melakukan pengobatan biasanya pasien ataupun keluarga si pasien harus menyediakan sesaji khusus.

Mimin dalam buku etika keperawatan (2002 : 44) menjelaskan, bahwa di daerah pedalaman Kalimantan Tengah terdapat praktik penyembuhan dengan menggunakan perantara seorang basir yang dipercayai dapat mengobati berbagai penyakit. Tindakan pengobatan dilakukan dengan mengadakan acara balian, yaitu


(31)

keluarga si pasien harus menyediakan sesaji, seperti ayam berbulu hitam, beras dan piris putih polos. Hal serupa juga masih dilakukan oleh masyarakat suku Dayak, dimana sebagian masyarakat sudah terbiasa melakukan pengobatan bajayak (pengobatan melalui dukun/tabib). Dalam pengobatan ini, masyarakat memanggil orang pintar/ dukun yang disebut bokok. Dalam upacara penyembuhan, keluarga si pasien diminta menyiapkan berbagai bahan, antara lain ayam berbulu hitam satu ekor, piring putih polos satu buah, kemenyan, kembang 40 warna, telur ayam tujuh buah, dulang daun talas dan daun lampu. Hal serupa untuk melakukan syararat dalam pengobatan tradisional seperti diatas juga masih terjadi pada masyarakat Bima di Nusa Tenggara Barat, dimana dalam pengobatan yang menggunakan perantara sandro (dukun) melakukan syarat pengobatan melalui daun sirih dan lainnya.Hal-hal pengobatan seperti ini mungkin masih banyak lagi dilakukan dibeberapa daerah dengan syarat yang berbeda atau mungkin sama.

Dalam pengobatannya, Inang Hotang hampir melakukan hal yang sama seperti contoh kasus di atas. Ada beberapa syarat pengobatan yang diajukan beliau sebelum pasien dapat berobat atau memulai pengobatan. Syarat yang diajukan biasanya sudah diketahui pasien sebelum datang berobat tetapi, ada juga beberapa pasien yang datang untuk berobat sudah mengetahui persyaratan dalam pengobatan terlebih dahulu, yaitu dari mulut kemulut atau cerita dari para tetangga pasien. Syarat yang diajukan oleh Inang Hotang dapat dikatakan sebagai syarat yang cukup mudah jika dibandingkan dengan kasus pengobatan di


(32)

pedalaman Kalimantan, masyarakat suku Dayak dan masyarakat Bima di Nusa Tenggara Barat. Dalam hal pengobatan Inang Hotang, syarat yang cukup dibawa oleh pasien adalah satu buah jeruk perut yang dipegang langsung pasien ketika berobat sebab penyakit setiap pasien akan diketahui dari dalam buah ini. Syarat pengobatan yang diajukan oleh Inang Hotang ini termasuk syarat yang cukup mudah yang dapat dirasakan oleh pasien, sebab jeruk purut sangat mudah ditemukan dan banyak terdapat di pasar-pasar tradisional, selanjutnya dari segi harga jeruk, harga jeruk purut sebagai syarat berobat tidak terlalu mahal, hal ini membuat pasien merasakan kemudahan ketika berobat.

“Berobat tempat datu opung ini enak kali dek kurasa, asal aku sakit kesini ajah aku datang jaranglah ke rumah sakit. Syaratnya disini enggak banyak kali, cuma bawak jeruk purut ajah kita pertama, kau tengoklah sendiri dek jeruk purut itu, tau nya kau kan dek gak nya mahal kali itu harganya, terus banyak lagi di pajak-pajak itu. Cobalah berobat ditempat lain dek, pernah kudengar dari orang syarat-syaratnya minta bawa ayam yang warna itam lah, putih-putih semualah pokoknya bermacam-macam, terus banyak kutengok syratnya beban jugak yakan dek sama kita, tapi ini enggak dek, kau tengok sendiri lah dek syarat nya yang datang kalau mau berobat, gampang kali kan dan sembuh juga kok kami “ (Mariani 35 tahun, orang tua Argya).

Kemudahan dalam melakukan persyaratan yang diajukan oleh Inang Hotang ini lah yang membuat pasien merasa nyaman setiap kali datang berobat, ditambah beberapa pasien merasa sembuh walaupun, menggunakan syarat yang sederhana dan tidak rumit. Pengobatan Inang Hotang juga terkesan lebih santai dengan syarat pengobatan yang dirasakan oleh beberapa pasien cukup mudah untuk dilakukan.


(33)

4.2 Benda-Benda Ritual Pengobatan

Benda-benda upacara atau ritual merupakan alat yang sering dipakai atau digunakan dalam hal menjalankan ritual pengobatan. Benda-benda ritual ialah sebuah benda yang biasanya ikut mendukung untuk jalannya sebuah kegiatan pengobatan. Benda ritual atau upacara biasanya terdiri dari dari alat-alat seperti wadah untuk tempat sajian, alat kecil seperti sendok, pisau dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1985 : 201). Dalam upacara atau ritual, sajian alat yang digunakan sering kali berupa senjata atau benda-benda yang dianggap memiliki nilai yang cukup tinggi. Alat ritual biasanya sangat lazim digunakan di mana-mana, seperti patung-patung yang mempunyai fungsi sebagai lambang dewa atau ruh nenek moyang yang menjadi tujuan dari upacara atau ritual, selanjutnya alat ritual lain yang biasa digunakan adalah sebuah topeng, topeng merupakan lambang dewa-dewa dan ruh- ruh nenek moyang yang dipakai dalam upacara-upacara keagamaan yang berupa tarian atau permainan seni drama, selanjutnya alat yang paling universal banyak dipakai dalam upacara keagamaan adalah alat berupa bunyi-bunyian, hal ini disebabkan karena suara, nyanyian dan musik merupakan suatu unsur yang amat penting dalam upacara, alat-alatnya seperti seruling, lonceng, gong dan kelontongan (Koentjaraningrat, 1985 : 202).

Sama seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat, pengobatan yang dilakukan oleh Inang Hotang sebagai datu Batak di Desa Janji Hutanapa, kecamatan Parlilitan, menggunakan benda-benda ritual dalam setiap pengobatannya.


(34)

Foto 6.

Benda-benda Yang Digunakan Dalam Pengobatan

Sumber: Dokumen pribadi 2016.

“ ia Nang, semua alat-alat biar bisa berobat harus dipake dalam mengobati orang, apalagi memanggil opung, enggak bisa kalau enggak ada alat-alatnya. Semua benda yang jadi alat berobat ini ada disini semua, ada yang langsung kita bawa dari Samosir pas penerimaan masuknya roh opung, seperti lonceng kecil pemanggil bunyi roh opung, tempat kotak tembakau dan batu. Kalau yang lainnya rata-rata ku belinya itu semua, apa lagi sirih buat demban ini, mana mau opung kalau enggak segar lagi atau udah layu-layu daun nya, bisa nantik marah opung itu kalau enggak bagus kita buat semuanya” (Pak Sitinjak 56 tahun, suami Inang Hotang).

Benda-benda atau alat wajib yang dipakai Inang Hotang setiap mengobati pasien terdiri dari ulos Batak, ulos Batak ini terdiri dari dua buah, yang pertama digunakan sebagai penutup kepala atau tudung, yang kedua digunakan sebagai penutup kaki atau sarung. Ulos Batak yang dipakai dalam setiap pengobatan merupakan ulos khusus yang bernama ulos sibolang. Ulos sibolang merupakan ulos yang sangat jarang dipakai dalam acara-acara pesta di dalam Suku Batak


(35)

Toba, ulos ini sangat sering digunakan pada acara-acara khusus kematian yang digunakan sebagai tudung (penutup) kepala bagi keluarga yang anggota keluarganya meninggal dunia atau yang sering disebut mabalu (janda/duda). Selanjutnya, benda lain yang digunakan berupa lonceng kecil berwarna kuning emas, lonceng ini digunakan sebagai penanda bunyi dan arah ketika roh opung datang, lonceng didapat pada saat Inang Hotang sudah menerima roh opung masuk di Samosir. Lonceng dibunyikan ketika mantra atau doa pemanggilan roh telah selesai diucapkan oleh Inang Hotang dan suami beliau, sambil menunggu roh datang dan masuk ke dalam tubuh Inang Hotang lonceng dibunyikan sesekali. Alat wajib yang selanjutnya digunakan Inang Hotang dalam melakukan pengobatan adalah batu kecil dan 21cawan, cawan ini berfungsi untuk wadah menampung air yang dicapur bersamaan dengan batu kecil. Batu kecil yang dipakai berjumlah satu dan berbentuk bulat hampir sempuna berwarna putih perak, yang didapatkan langsung dari Samosir. Selanjutnya, dimasukan bersama jeruk purut yang dibawa oleh pasien pada saat berobat, wadah ini selain berfungsi menampung air dan semua bahan pengobatan, juga berfungsi untuk melihat penyakit yang ada pada pasien ketika semua bahan sudah tercampur. Alat lain yang digunakan adalah kotak persegi berwarna kuning emas, kotak ini berfungsi untuk menyimpan tembakau yang akan digunakan sebagai bahan menyirih. Kotak ini dibeli langsung berdasarkan permintaan dari roh opung sebelum Inang Hotang bisa mengobati. suami Inang Hotang, Bapak Sitinjak mendapatkan kotak ini


(36)

langsung dari desa Tara Bintang, Kecamatan Parlilitan. Selain benda-benda tersebut, semua alat yang digunakan dalam proses pengobatan ada yang menggunakan barang pribadi seperti pisau, piring, sendok, kaleng dan lainnya. Selanjutnya barang lain yang dipakai ada yang dibeli dipasar seperti 22tandok, sirih, merica, tembakau, kapur, sendok, piring dan lainnya.

4.3 Mantra/Doa

Pengobatan yang dilakukan oleh seorang dukun atau datu sering sekali menggunakan teknik-teknik ilmu gaib dan ucapan mantra-mantra untuk mengobati pasiennya. Dalam pengobatan non medis yang tidak berhubungan dengan ilmu kesehatan di bidang kedokteran, pengobatan melalui dukun dengan menggunakan ramuan mantra ataujampi-jampi tidak dapat dijelaskan sama sekali.

Mantra adalah kata-kata yang mengandung kalimat dan kekuatan gaib atau magis dan hanya diucapkan oleh orang-orang tertentu saja seperti dukun atau pawang. Mantra adalah ucapan – ucapan dukun atau pawang yang mengandung magis bahasa. Mantra berisi tantangan terhadap suatu kekuatan gaib, tetapi dapat juga berisi bujukan kepada kekuatan gaib agar tidak merusak manusia atau alam. Mantra merupakan kalimat – kalimat yang biasanya bersajak ada rima atau persamaan pertentangan bunyi (http://www.blogmamen.com/2013/01/apa-itu-mantra-pengertian-mantra-dan.html).


(37)

Mantra adalah perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib, misalnya dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya. Upacara dimulai dengan pembacaan. Mantra bisa diartikan sebagai susunan kata yang berunsur puisi (seperti rima dan irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain (Depdiknas, 2008 : 876). Mantra adalah ayat yang suci, yang biasanya digunakan atau diucapkan pada waktu-waktu dan tempat tertentu, dengan tujuan untuk menimbulkan kemampuan tertentu kepada orang yang mengucapkannya atau kepada orang yang membaca mantra tersebut. Mantra merupakan susunan kata-kata atau kalimat-kalimat khusus yang mengandung kekuatan ghaib, digunakan atau diucapkan pada waktu-waktu dan tempat tertentu, dengan tujuan untuk menimbulkan kemampuan tertentu kepada orang yang mengucapkannya atau kepada orang yang membaca mantra tersebut. Mantra biasanya dikuasai oleh orang-orang tertentu, seperti dukun dan pawang. Mantra merupakan susunan kata-kata atau kalimat-kalimat khusus yang mengandung kekuatan gaib. Digunakan atau diucapkan, pada waktu-waktu dan tempat tertentu dengan tujuan untuk menimbulkan kemampuan kepada orang yang mengucapkannya atau kepada orang yang membaca mantra tersebut.

Mantra biasanya dikuasai oleh orang-orang tertentu, seperti dukun dan pawang. Dalam sastra Melayu lama, kata lain untuk mantra adalah jampi, serapah, tawar, sembur, cuca, puja, seru dan tangkal. Mantra termasuk dalam genre sastra lisan yang populer di masyarakat Melayu, sebagaimana pantun dan


(38)

syair. Hanya saja, penggunaannya lebih eksklusif, karena hanya dituturkan oleh orang tertentu saja, seperti pawang dan bomoh (dukun). Menurut orang Melayu, pembacaan mantra diyakini dapat menimbulkan kekuatan gaib untuk membantu meraih tujuan-tujuan tertentu (repository.usu.ac.id/bitstream).

Dari segi penggunaan, mantra sangat eksklusif dan tidak boleh dituturkan sembarangan, karena bacaannya dianggap keramat dan tabu. Mantra adalah suatu kata khusus yang mempunyai arti tersendiri bahkan, menyimpan kekuatan dahsyat yang terkadang sulit diterima akal sehat.

Dalam melakukan pengobatan, Inang Hotang selalu mengundang roh

leluhurnya yang dipanggil “opung” untuk masuk ke dalam tubuh Inang Hotang.

Opung ini lah yang nantinya akan melihat penyakit dan memberi obat kepada pasien yang datang. Pemanggilan roh opung hanya bisa dilakukan oleh Inang Hotang dibantu dengan suaminya. Dalam melakukan pemanggilan roh, Inang Hotang beserta suami menggunakan doa permohonan khusus pemanggilan roh opung agar roh mau datang, doa ini dianggap sebagai mantra khusus atau teknik berdoa untuk memanggil kedatangan roh.

Mantra/doa pemanggilan roh opung yang dilakukan Inang Hotang beserta suami beliau, merupakan doa perpohonan khusus yang berisi kerendahan hati dan kerendahan diri terhadap roh opung, tujuannya agar roh tersebut mau datang dan masuk ke dalam tubuh Inang Hotang.

“Songonan ma, opung na huhaholongi hami, opung ni sahalak namboru nami, ngadison hami marpungu sian inang nami, inang ni bere nami, boru nami nai huta, pomparan nami, keturunan ni opung ta. Opung roh ma ho


(39)

tu anggimu na, naing mangido do hami tu ho opung, nion ma palean nami opung” (Doa permohonan pemanggilan roh opung).

Koentjaraningrat, mengatakan dalam buku beberapa pokok antropologi sosial, sistem religi dan ilmu gaib menggunakan teknik berdoa. Berdoa adalah suatu unsur yang banyak terdapat dalam berbagai upacara keagamaan di dunia, berdoa merupakan suatu ucapan dari keinginan manusia yang diminta daripada leluhur dan juga ucapan-ucapan hormat dan pujian kepada leluhur itu. Biasanya doa diiringi dengan gerak-gerak dan sikap-sikap tubuh yang pada dasarnya merupakan gerak dan sikap-sikap menghormat dan merendahkan diri terhadap para leluhur, terhadap para dewata atau terhadap Tuhan. Doa ialah kepercayaan bahwa kata-kata yang diucapkan mempunya akibat yang gaib dan seringkali kata yang diucapkan dianggap mengandung kekuatan sakti. Doa seringkali diucapkan dalam suatu bahasa yang sulit dipahami dan tidak difahami oleh sebagian besar dari orang-orang dalam masyarakat.

Dalam pengobatan yang berorientasi pada dukun, ada berapa jenis mantra yang biasa digunakan untuk menyembuhkan penyakit, jenis mantra tersebut Ditunjau dari segi bentuk dan isinya, dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yakni:

a) Mantra pengobatan. b) Mantra penjagaan diri. c) Mantra kekebalan. d) Mantra sihir. e) Mantra jimat.


(40)

f) Mantra pengasih-asih.

g) Mantra penghidupan (pertanian).

Dalam melakukan pengobatan, Inang Hotang tidak ada menggunakan mantra atau doa-doa lain selain yang digunakan untuk awal pemanggilan roh opung, sebab ketika roh opung sudah datang dan masuk ke dalam tubuh Inang Hotang roh itu sendiri lah yang melihat, menuntun pasien dan menyembuhkannya penyakit yang diderita atau yang sedang dikeluhkan sang pasien.

Pemanggilan doa khusus permohonan dilakukan bersama Pak Sitinjak suami beliau, pemanggilan roh dilakukan sambil Inang Hotang memakan sirih atau demban agar roh opung mau datang dan masuk kedalam tubuh Inang Hotang. Demban yang dimakan adalah demban yang sudah diracik khusus oleh Inang Hotang sebelum melakukan acara pemanggilan roh, demban diracik dengan kapur yang dioleskan di seluruh permukaan dalam daun sirih, kulit pinang, tembakau dan merica.

Berdoa dengan tujuan memanggil ke datangan roh opung, wajib dilakukan Inang Hotang sebagai pangobati sambil menyirih atau yang sering disebut dengan mardemban. Menyirih atau mardemban memiliki makna khusus menurut Inang Hotang dalam teknik mengundahn roh yang berkaitan dengan pasien sebagai manusia yang hidup.

“menyirih itu ada maknanya Nang, kapur itu yang dioleskan di seluruh permukaan dalam daun sirih itu kita anggaplah itu seperti tulang manusia, kulit pinang seperti daging manusia, tembakau yang murni berasa pahit dan merica yang berasa pedas dianggap seperti kehidupan manusia yang tidak pernah selalu merasa bahagia. Merica itu juga harus tiga biji atau harus ganjil Nang, ya karena kita itu manusia selalu ga


(41)

pernah puas, permintaan kita itu sebagai manusia banyak kali ga pernah genap-genap makanya ganjil lah merica itu sama kek manusia ada ajah yang kurang ga pernah genap keinginannya. Terus dari semua itu ada yang paling besar dan lebar, itulah daun sirih yang merupakan bagian tubuh yang menutupi semua yang tadi itu, sehingga tercipta air liur berwarna merah yang dikatakan sebagai darah” (Inang Hotang, 54 tahun).

Ketika melakukan pemanggilan dan pengucapan doa permohonan kedatangan roh opung, setiap pasien yang berobat diharapkan berdoa dalam hati dan harus yakin dalam dirinya bahwa setiap pengobatan yang dilakukan akan berhasil, sebab bila tida ada keyakinan dalam diri pasien akan kesembuhan penyakit sulit akan sembuh.

4.4 Kesurupan

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia kesurupan ialah kemasukan roh setan sehingga bertindak yang aneh-aneh. Kesurupan merupakan sebuah fenomena tentang mahluk halus yang menguasai pikiran dan perasaan, keserupan menjadikan seseorang sanggup untuk melakukan dan membuat suatu keputusan pada diri seseorang dengan menyatu pada kesadarannya, hasilnya mahluk halus bisa menguasai tindakan seseorang. Oleh karena itu, tingkah laku seseorang yang kesurupan akan dikuasai oleh mahluk halus.

Prof. Dr. Dadang Hawari, psikiater dari Universitas Indonesia, menjelaskan kesurupan adalah reaksi kejiwaan yang dinamakan reaksi disosiasi atau reaksi yang mengakibatkan hilangnya kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya, yang disebabkan oleh tekanan fisik maupun


(42)

mental (berlebihan). Tetapi, kalau kesurupannya massal, itu melibatkan sugesti. Kesurupan dalam istilah medis disebut dengan Dissociative Trance Disorder (DTD). Menurut laporan Eastern Journal of Medicine, kesurupan lebih banyak terjadi di negara dunia ketiga dan negara-negara bagian timur daripada di negara bagian barat. Di India yang kultur dan budayanya mirip Indonesia, sering sekali ditemukan orang-orang yang kesurupan atau sering disebut dengan possesion syndrome atau possesion hysterical. Angka kejadiannya adalah sekitar 1 sampai 4 persen dari populasi umum. Dunia kedokteran, khususnya psikiatri fenomena kesurupan itu adalah kondisi yang ditandai oleh perubahan identitas pribadi (Kompasiana.com).

Foto 7.

Inang Hotang Sedang Kesurupan Roh Leluhurnya.


(43)

Inang Hotang, dalam melakukan penyembuhan kepada pasien juga mengalami proses keserupan yang ditandai dengan masuknya roh halus atau roh opung ke dalam tubuh seseorang, dalam hal ini roh tersebut masuk ke dalam tubuh Inang Hotang dan roh tersebut yang akan menuntun pasien dalam melakukan pengobatan yang menggunakan tubuh Inang Hotang sebagai dukun, datu atau pangobati.

4.5 Diagnosa Penyakit

Di dalam melakukan pengobatan, biasanya pasien dengan pangobati yang sudah kemasukan roh di dalam tubuh selalu berbicara-bicara santai sebelum memulai pengobatan, seperti menayakan nama pasien, tinggal di daerah mana dan percakapan-percakapan yang membuat kesan tidak canggung diawal antara pangobati dengan pasien.Pengobatan dukun juga terkesan santai, sehingga membuat pasien langsung cepat akrab, meski baru pertama kali bertemu dan diobati. Komunikasi dukun dengan pasien juga terkesan santai, informal, dan bersifat kekeluargaan. Saat mengobati pasien, yang terlihat adalah suasana kekeluargaan, sehingga pasien merasa nyaman.

Setelah hubungan kekeluargaan sudah terbangun anatara pasien dengan pangobati barulah roh yang terdapat di dalam tubuh Inang Hotang melakukan pengobatan. Awal pengobatan atau teknik diagnosa penyakit yang menjadi kunci di dalam pengobatan adalah dengan meniup dan membelah jeruk yang dibawa oleh pasien saat datang untuk berobat. Setelah itu, jeruk dimasukan ke dalam


(44)

sebuah cawan dan diaduk-aduk bersamaan dengan air yang akan di minum pasien. Sambil mengaduk-aduk sisa air yang dimasukan ke dalam cawan, barulah sekitar 1-2 menit hasil diagnosa penyakit pasien diketahui. Terkadang dalam pengobatan, Inang hotang juga menyentuh bagian punggung pasien dengan cara mengurut menggunakan minyak khusus dan daun sirih, tetapi cara seperti itu tidak kesemua pasien diterapkan oleh Inang Hotang, karena dianggap penyakit-penyakit tertentulah yang harus diurut saat mendiagnosis seperti, sesak nafas, sakit perut, masuk angin dan angin jahat.

4.6 Penyembuhan dan Pemberian Obat oleh Inang Hotang

Dalam mengobati pasien, Inang Hotang memberikan obat yang akan memulihkan kondisi pasien yang sedang sakit. Pengobatan terhadap pasien selain mengurut dan melihat titik yang dianggap sebagai penyebab penyakit pasien, Inang Hotang juga memberikan obat melalui makanan, minuman dan obat yang wajib akan dimandikan oleh pasien. Obat ini dilakukan pasien di rumah masing-masing setelah roh opung masuk ke dalam tubuh Inang Hotang dan mengatakan obat-obatan apa yang akan digunakan pasien. Obat yang diberikan dan digunakan pasien juga diambil dari tumbuh-tumbuhan yang tidak terlalu sulit dijangkau dan didapatkan pasien dan biasanya obat yang dipakai berasal dari tumbuhan yang banyak ditemukan di hutan dan bahkan ada beberapa yang tumbuh di kebun dan di pekarangan rumah penduduk.


(45)

4.6.1 Obat Yang Dimandikan

Setelah selesai melakukan diagnosa atau pemeriksaan penyakit yang masuk ke dalam tubuh pasien, biasanya roh opung yang berada di dalam tubuh Inang Hotang memberikan obat yang wajib dibawa pulang oleh pasien. Obat yang dibawa pulang oleh pasien berguna sebagai campuran untuk air mandi yang akan dipakai oleh pasien.

Foto 8.

Obat Yang Akan Dimandikan Pasien.

Sumber: Dokumen pribadi 2016.

Bahan obat yang akan dimandikan pasien berasal dari sisa air belahan jeruk purut yang dibawa oleh pasien sebagai syarat pengobatan ketika di awal datang, selanjutnya jeruk yang dibelah dua dimasukan ke dalam cawan dan dicampurkan dengan air sampai memenuhi cawan, air inilah yang kemudian diminum oleh pasien setengah gelas dan sisanya di masukan dalam plastik yang


(46)

selanjutnya akan dibawa pulang oleh pasien. Air jeruk harus dimandikan pasien pada pagi hari, air ini berfungsi untuk membersihkan seluruh penyakit yang tinggal di luar bagian tubuh dan pemandian air jeruk kenapa dilakukan pada pagi hari karena setiap pasien yang datang untuk berobat sudah sore bahkan sampai malam, jadi pagi hari adalah waktu yang sangat tepat.

4.6.2 Obat Yang Diminum (Si Inumon)

Dalam melakukan praktek pengobatan, Inang Hotang selalu mewajibkan setiap pasien meminum obat yang telah diresepkan roh opung kepada pasien, setiap obat-obatan bisa dibuat oleh pasien atau keluarganya selama masa pengobatan masih berlangsung. Pengobatan melalui minuman di nilai dapat melancarkan seluruh penyakit yang masuk ke dalam tubuh pasien dan akan terbuang habis melalui air seni pasien.

Resep obat yang diminum menurut peneliti selalu sama, sebab dalam setiap pengobatanya pasien selalu disarankan untuk membuat jenis obat yang sama ketika di rumah. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam obat melalui minuman adalah:

 Pisang Sirias, yang tidak terlalu masak dan tidak terlalu mengkal (natata). Pisang yang digunakan harus yang masih berwarna hijau kulitnya.

 Akar Pinang (Urat Ni pinang).


(47)

Foto 9.

Tanaman obat-obatan yang akan diminum pasien.

Sumber : Dokumen pribadi 2016

Dalam melakukan pengobatnnya, akar pinang dan pisang sirias dicuci bersih agar tidak ada tanah-tanah dan getah dari kulit bisang yang nantiknya akna terminum oleh pasien, setelah itu kedua bahan ini dipotong-potong panjang, selanjutnya dalam memasak obat jumlah dari akar pinang dan juga pisang sirias tidak diperboleh kan genap selalu ganjil seperti 3, 5, 7. Semua badan tadi dicampur dalam satu tempat dan ditambah dengan air dan dimasak bersama-sama. Banyaknya air tidak menjadi masalah ketika memasak obat, asalkan setiap harinya obat yang dimasak selalu habis dan untuk rasa dari semua bahan obat, boleh ditambahkan pasien sedikit garam agar minuman memiliki rasa. Tetapi, jika pasien juga tidak mau menambahkannya tidak menjadi masalah dalam minuman obat yang diresepkan oleh roh opung. Minuman yang dibuat ini harus dikonsumsi selama seminggu dan harus diminum 3x sehari dan jika tidak ada perubahan yang berarti menurut si pasien, pasien dapat datang minggu depan.


(48)

Dari banyaknya pasien yang datang dan pulang hari, ada beberapa pasien yang tidak lagi datang selama waktu seminggu seperti yang disyaratkan oleh roh opung, tetapi tidak semua pasien yang seperti itu, ada beberapa pasien yang kembali datang kembali untuk berobat dan meminta obat tambahan kepada Inang Hotang karena menurut pasien penyakit yang dirasakannya mengalami perubahan, sehingga ia datang kembali untuk berobat.

Peneliti menyimpulkan bahwa pasien yang tidak datang lagi berarti mengalami kesembuhan penyakit yang menjadi keluhannya, meskipun ada beberapa pasien yang datang kembali karena penyakit yang menjadi keluhan pasien menurutnya mengalami sedikit perubahan dan meminta obat lanjutan agar penyakit pasien sembuh total. Biasanya jika pasien yang datang dua sampai tiga kali pangobati akan memberikan obat melalui makanan.

4.6.3 Obat Yang Dimakan (Si Panganon)

Dalam melakukan pengobatannya ada beberapa pasien yang ketika sembuh memerlukan tambahan obat selain obat yang diminum. Biasanya tambahan obat yang diberikan Inang Hotang kepada pasien adalah jenis makanan. Makanan yang harus dimakan pasien ketika berobat biasanya berupa ayam. Ayam yang dimaksudkan oleh roh opung adalah ayam kampung yang memiliki 23taji. Makanan ini wajib dikonsumsi pasien dan seluruh anggota keluarga secara bersama-sama selama seminggu sekali. Taji ayam biasanya terdapat pada kaki


(49)

ayam jantan, taji melambangkan kekuatan dari ayam tersebut dan roh opung memiliki kekuatan seperti taji yang sangat keras pada kaki ayam. Sehingga, ketika pasien dan keluarganya memakan ayam yang memiliki taji pasien akan kuat seperti ayam tersebut, kekuatan sehat sudah diberikan roh opung atau leluhur ke dalam makanan yang pasien makan sehingga pasien diharapkan tidak lagi mengalami sakit penyakit seperti yang dialaminya saat ini. Tujuan seluruh anggota memakan ayam bertaji seperti yang disyaratkan di awal secara bersama-sama agar seluruh anggota keluarga pasien sehat secara berbersama-samaan dan diharapkan tidak lagi mengalami sakit seperti yang diderita oleh pasien. Ayam ini dimakan pasien dan keluarga cukup selama sebulan dengan waktu seminggu sekali.Jika dirasa pengobatan yang dilakukan oleh roh opung sudah batas maksimal, apalagi pemberian obat melalui makanan biasanya adalah tahap pemberian obat terakhir yang setiap harinya pasien selalu sembuh tetapi dengan pasien yang berbeda tidak sembuh berarti pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan si pasien atau tidak cocok dan Inang Hotang tidak dapat melakukan apa-apa. Menurut Inang Hotang, mereka hanya berupaya sekuat tenaga untuk menolong orang yang sakit. Hanya, apakah pasien itu dapat di sembuhkan, itu semua tergantung kuasa Tuhan. Inang Hotang juga selalu mengingatkan kepada pasien bahwa, yang mengobati mereka adalah Tuhan, artinya, kesembuhan hanya dapat terjadi apabila ada keyakinan atau iman yang kuat dari diri pasien bahwa Tuhan akan menyembuhkan dan pabila tidak ada keyakinan, penyembuhan akan sulit terjadi, karena menunjukan tidak adanya keyakinan akan kuasa Tuhan.


(50)

4.7 Pantangan

Pantangan atau Tabu adalah suatu pelarangan sosial yang kuat terhadap kata, benda, tindakan, atau orang yang dianggap tidak diinginkan oleh suatu

kelompok, budaya, atau masyarakat. Kata “tabu” (taboo) diambil dari bahasa

Tongan, merupakan rumpun bahasa Polynesia yang diperkenalkan oleh Captain James Cook kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa Eropa

lainnya yang artinya tindakan yang dilarang atau dihindari. Istilah “tabu” dapat

dibagi menjadi dua dilihat dari efek yang ditimbulkannya yaitu tabu positif, karena yang dilarang itu memberi efek kekuatan yang membahayakan dan tabu negatif, disebabkan larangan tersebut dapat memberikan kekuatan yang mencemarkan atau merusak kekuatan hidup seseorang (Harimurti, 1983 : 233). Sejalan dengan itu pantangan mempunyai sifat sakral atau keramat, hal tersebut tidak boleh dihadapi dengan secara sembarangan, karena hal yang keramat itu kalau tidak dihadapi dengan hati-hati, mungkin menimbulkan bahaya, orang yang berhadapan dengan hal-hal keramat harus mengindahkan berbagai macam larangan dan pantangan atau dalam bahasa asing mengindahkan aturan-aturan tabu (Koentjaraningrat, 1985 : 249).

Dalam pengobatan, pantangan merupakan hal yang sering terjadi, bukan hanya terjadi dalam pengobatan non medis tetapi sering juga terjadi dalam pengobatan medis. Pantangan dalam penyembuhan penyakit pasien menjadi bagian yang tidak luput dari pengobatan, seperti halnya pengobatan yang dilakukan oleh orang Sakai di Riau yang merupakan masyarakat terasing dalam


(51)

masyarakat Indonesia, dalam melakukan pengobatan yang sering dinamakan

orang Sakai “mematikan obat” juga memiliki pantangan dan akibat yang terjadi

bila pantangan dilanggar sewaktu berobat. Pengobatan orang Sakai memiliki pantangan seperti, selama tiga hari lamanya anggota-anggota keluarga tidak boleh bertengkar diantara sesama mereka maupun dengan orang lain. Selama masa itu juga mereka tidak boleh memecahkan sesuatu alat rumah tangga pun, kalau pantangan itu dilanggar maka penyakit si sakit akan berlipat ganda (Parsudi Suparlan, 1993 : 206)

Cara pengobatan yang diterapkan Inang Hotang, melalui penelitian ini sama hal nya seperti yang dikatakan oleh para ahli diatas. Penerapan dalam pemberian obat kepada pasien yang diobati Inang Hotang mengenal pantangan atau larangan yang dilakukan selama masa pengobatan. Pantangan yang diterapkan dalam pengobatan ini menurut peneliti adalah hal yang tidak terlalu sulit dilakukan oleh setiap pasien yang berobat.

“Alai molo mangalang obatton adong do pantanganna, pantanganna dang boi mangalang jagal babi dohot jagal biang. I ma si ingoton mu. Pangobation dang boi mangalang jagal alana opung marsubang do tujagal sian najolo” (Inang Hotang, 54 tahun)”.

Pantangan dalam pengobatan Inang Hotang, termasuk pantangan yang cukup terbilang yang sederhana. Setiap pasien hanya memiliki pantangan untuk tidak memakan daging babi dan anjing selama masa pengobatannyaberlangsung atau pasien merasa keadaannya sudah baik atau penyakit sudah ditakan sembuh. Hal itu harus diingat dan dilakukan oleh pasien. Pelarangan dalam memakan daging tersebut terjadi, karena roh yang masuk ke dalam tubuh tidak memakan


(52)

daging yang dipantangkan tersebut sejak dahulu. Begitu juga dengan penghuni rumah keluarga Inang Hotang, mereka sekeluarga ikut melaksakanakan pantangan untuk tidak memakan daging tersebut karena adanya larangan dari roh leluhur yang menyebabkan mereka semua menjadi 24parsubang semenjak Inang Hotang mampu mengobati orang lain.

“Ia Nang, kami semua juga mana ada lagi makan daging kek danging babi dan anjing yang dilarang opung itu semenjang Inaguda bisa mengobati orang. Pokoknya kalau di rumah ini harus bersih dari makan daging kek gitu, makanya pasien juga sama pantangannya. Alasannya ya itu lah Nang, roh opung-opung kami terdahulu gadak yang makan daging itu” (Inang Hotang, 54 tahun).

Menurut Inang Hotang, larangan terhadap keluarganya ikut berlaku sebab, mereka merupakan keturunan dari roh tersebut dan roh opung yang merupakan leluhur keluarganya terdahulu, masuk ke dalam tubuh Inang Hotang tidak memakan daging tersebut sebelumnya.

“Kami ga boleh makan daging-daging itu kan Nang, karena ada sejarahnya itu. Daging babi gak boleh kami makan karena dulu daging babi itu gakjadi binatang peliharan opung-opung kami, babi ini kan hidupnya liar dulu di hutan-hutan, makannya bebas gatau apa ajah yang dimakan, jadi karena gak termasuk binatang peliharaan, babi enggak termasuk binatang yang disayang dan dimakan orang itu. Jadi, kalau dulu-dulunya, kalomarpesta, orang dulu makannya pakai 25sigagat duhut. Beda lagi dengan anjing, anjing jadi makanan yang tidak boleh dimakan, karena dulu anjing merupakan hewan peliharaan dan juga hewan kesayangan para raja-raja dulu. Anjingkandulu binatang yang dikutkan raja-raja batak ketika hendak berperang. Makanya, karena ikut pdalam kegiatan perang raja anjing itu binatang kesayangan raja dan tidak boleh dimakan” (Pak Sitinjak, 56 tahun).

Selama masa pengobatan Inang Hotang dan keluarganya belum pernah melanggar pantangan dari roh opung, sebab mereka takut menimbulkan kemarahan bagi roh opung.

24

Parsubang atau subag adalah haram, pantang, terlarang atau tidak boleh dikonsumsi.


(53)

Yalah Nang, belumpernah juga sejak bisa mengobati kami makan daging itu lagi, takut kami marah opung ini. Orang-orang yang diobati juga dilarang kok makan daging itu dan sejauh ini juga belum ada yang langgar selama masa pengobatan yang dilakukan pasien, ketika berobat opung juga tau kok mana yang langgar mana yang enggak namanya juga pangobati, jadi sejauh ini belum ada yang gak dengar perintah opung” (Inang Hotang, 54 tahun dan Pak Sitinjak 56 tahun)

Setiap pasien yang berobat harus mengikuti setiap persyaratan dalam pantangan dan jika pasien tidak mengikuti, pengobatan penyembuhan penyakit akan sulit untuk dilakukan lagi dan memungkinkan proses penyembuhan membutuhkan waktu yang lama dan bisa saja proses pengobatan tidak dapat lagi dilanjutkan.

“Namanya juga pantangan Nang, pasti ada akibatnya, ya mungkin ajah pengobatan jadi lama sembuh dan bisa ajah pengobatan diberentikan opung karena opung gamau mengobati lagi karena pasiennya bandal. Tapi sampai hari ini belum ada sih Nang opung marah kepasien karena hal itu, berantikan pasien dengar nasehat opung” (Inang Hotang, 54 tahun dan Pak Sitinjak 56 tahun).

4.8 Ucapan Terimakasih/Hamauliateon

Dalam pengobatannya, Inang Hotang tidak pernah mematok tarif khusus dalam mengobati orang lain. Meskipun begitu, ada kebiasaan pasien untuk selalu memberikan uang atau hadiah-hadiah seperti beras, sarung, pakaian, dan lain-lain kepada beliau sebagai bentuk tanda balas jasa karena pangobati telah mau memeriksa dan menyembuhkan penyakitnya.

“Ya gak mungkin lah dek kita gak kasih tanda makasih sama Inang itu orang penyakit kita udah dilihatnya dan disembuhkan, masak kita gak mau bayar, ya walaupun Inang itu gak minta langsung tapi kita mestinya tau bersikap, apa bedanya kalau berobat kerumah sakit? Sama juganya dokter itu kita bayar, bahkan sering dengan jumlah yang sangat mahal, ini tengoklah seikhlas hati kita kok, gadak tuntutan rupiahnya, jadi ya kita


(54)

buat ajah kedalam dengan seikhlasnya sebagai tanda terimakasih kita” (Pak Sabar, 63 tahun)”.

Pengobatan yang dilakukan oleh Inang Hotang, dalam memanggil roh tidak pernah gagal. Roh opung atau leluhur yang beliau panggil, ketika melakukan doa pemanggilan roh selalu datang dan masuk ketubuh beliau setiap dipanggil. Didalam melakukan pengobatan, gagal atau tidaknya pengobatan yang dilakukan oleh Inang Hotang menurut beliau itu semua kehendak dari Tuhan. Tidak berhasilnya menyembuhkan penyakit seseorang, meskipun penyakit yang dialami orang pasien pernah dialami orang lain atau pasien lain yang berhasil disembuhkan semua kerena kehendak Tuhan.

“Mana bisa kita lawan Nang kuasa Tuhan, gimana pun ceritanya tetap dianya yang menentukan. Opung itukan perantara Tuhan nya itu dan aku juga perantara dari mereka jadi semua terserah yang di Atas sana”(Inang Hotang, 54 tahun).

Biasanya, setiap pasien yang datang berobat tidak pernah absen dalam meletakkan uang sebagai tanda terimakasih kepada sang pangobati yang dianggap sudah selesai membantunya. Ucapan terimakasih atau hamauliateon yang diberikan oleh pasien biasanya tidak langsung diberikan kepada pangobati, melainkan ada tempat khusus berupa 26tandok yang sudah disediakan oleh Inang Hotang dan suaminya untuk setiap hamauliateon dari pasien. Tandok ini diletakkan di dekat pintu ruang kamar pengobatan, sehingga memudahkan pasien ketika keluar atau sudah selesai berobatdan mereka dapat meletakkkan Hamuuliateon di tandok tersebut dengan mudah.


(55)

Foto 10.

Tempat Ucapan Terimakasih/Hamauliateon Pasien.


(1)

vii  Peserta dalam acara penyambutan Mahasiswa Baru (PMB) di Fakultas dan

Departemen pada tahun 2012.

 Panitia Natal (Seksi Dekorasi) Departemen Antropologi Sosial pada tahun 2013.

 Panitian Inisiasi (Seksi Kerohanian) Departemen Antropologi Sosial pada tahun 2013.

 Panitia Inisiasi ( Seksi Acara) Departemen Antropologi Sosial pada tahun 2014.

 Melakukan perjalanan di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaugan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara pada tahun 2014 membuat filim etnografi untuk mata kuliah Antropologi Visual.

 Mengikuti pelatihan “Training Of Facilitator” (TOF) angkatan V oleh

Departemen Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara di Kota Medan pada tanggal 18 Januari 2015.

 Panitia pada acara rapat Kerja Nasional Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia tanggal 26-28 Februari 2015 dengan tema “Lingkungan Hidup dan Adat Sumatera Utara”.

 Melakukan Praktek Kerja Lapangan I di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan, Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dengan fokus

penelitian “ Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Lumban Suhi-suhi


(2)

 Melakukan Praktek Kerja Lapangan II diMuseum Negeri Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015.

 Panitia Seminar Nasional “Islam dan Stigma Teroris” (Dalam Pendekatan


(3)

ix

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan Halaman Pengesahan

PernyataanOriginalitas... i

Abstrak ... ii

UcapanTerimakasih ... iii

RiwayatHidup ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Foto ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Tinjauan Pustaka ... 9

1.2.1 Pengobatan Tradisional ... 9

1.2.2 Pengertian Dukun, Datu, atau Pangobati ... 14

1.2.3 Masyarakat ... 18

1.2.4 Kepercayaan ... 20

1.2.5 Kepercayaan dan Penyebab Kepercayaan Masyarakat Terhadap Dukun, Datu atau Pangobati ... 21

1.3 Rumusan Masalah ... 25

1.4 Tinjauan Penelitian... 26

1.5 Manfaat Penelitian ... 26

1.6 Sistematika Penulisan... 27

1.7 Metode Penelitian... 28

1.7.1 Sifat dan Pendekatan Penelitian... 29

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data Primer... 30

1.8 Pengalaman Pribadi ... 33

BABII DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 48


(4)

2.3 PolaPemukiman... 52

2.4 JumlahdanKeadaan Penduduk ... 53

2.4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... 54

2.4.2 Mata Pencaharian di Desa Janji Hutanapa... 55

2.5 SaranaKesehatan ... 56

2.6 Bahasa ... 57

2.7 HubunganKemasyarakatan ... 57

BAB III INANG HOTANG ... 60

3.1 InangHotang ... 60

3.2 SumberMemperolehKeahlihan ... 62

3.2.1 ProsesPenerimaanMasuknya Keahlihan ... 70

3.3 TempatdanWaktuPengobatan ... 76

3.4 KeahlihanPengobatanInangHotang ... 79

BAB IV CARA PENGOBATAN INANG HOTANG ... 83

4.1 SyaratDalamPengobatan ... 84

4.2 Benda-BendaRitualPengobatan... 88

4.3 Mantra/Doa ... 91

4.4 Kesurupan ... 96

4.5 DiagnosaPenyakit ... 98

4.6 PenyembuhandanPemberian Obat OlehInangHotang ... 99

4.6.1 Obatyangdimandikan ... 100

4.6.2 Obat yang diminum(Siinumon) ... 101

4.6.3 Obatyangdimakan(Sipanganon) ... 103

4.7 Pantangan ... 105

4.8 UcapanTerimakasih/Hamauliateon ... 108

BAB V PASIEN DAN PENGOBATAN ... 111

5.1 Pasien... .... ... 111


(5)

xi

5.1.3 PakMarbun ... 112

5.1.4 FitriPakpahan ... 114

5.2 Pengobatan ... 115

5.2.1 Pak Sabar ... 116

5.2.2 Argya ... 121

5.2.3 PakMarbun ... 123

5.2.4 FitriPakpahan ... 124

BAB VI SUDUT PANDANG TERHADAP PENGOBATAN INANG HOTANG ... 126

6.1 Pandangan Pasien Mengenai Pengobatan ... 126

6.2 SudutPandangMasyarakatMengenaiPengobatan ... 128

BAB VII PENUTUP ... 130

7.1 Kesimpulan ... 130

7.1 Saran ... 131


(6)

Foto 1 : Denah Lokasi Penelitian Medan ... 49

Foto 2 : Desa Janji Hutanapa ... 50

Foto 3 : Pemukiman Penduduk Desa Janji Hutanapa ... 53

Foto 4 : Lahan Pertanian Penduduk ... 56

Foto 5 : Pangobati Inang Hotang Sedang Makan ... 60

Foto 6 : Benda-Benda Yang Digunakan Dalam Pengobatan... 89

Foto 7 : Inang Hotang Sedang Kesurupan Roh Leluhurnya ... 97

Foto 8 : Obat Yang Akan Dimandikan Pasien... 100

Foto 9 : Tanaman Obat-Obatan Yang Akan diminum Pasien ... 102

Foto 10 : Tempat Ucapan Terimakasih/Hamauliateon Pasien ... 110