Teori Produksi Kerangka Pemikiran Teoritis

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi.

3.1.1 Teori Produksi

Nicholson 1999 diacu dalam Alpian 2010 menjelaskan bahwa produksi adalah kegiatan yang menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia. Handoko 1984 menjelaskan bahwa produksi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumberdaya atau sering disebut faktor-faktor produksi, tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah, dan sebagainya, dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk dan jasa. Jika melihat dari perspektif pertanian menurut Soekartawi et.al 1986 menyebutkan bahwa hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi. Fungsi produksi yang dimaksud merupakan hubungan fisik atau teknis antara faktor-faktor yang dipergunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu, tanpa memperhatikan harga, baik harga faktor-faktor produksi maupun harga produksi. faktor seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Karena petani mengetahui berapa jumlah masukan yang dipakai maka ia dapat menduga berapa produksi yang akan dihasilkan. Jika di dalam lingkup peternakan khususnya sapi perah, maka faktor yang dimaksudkan Soekartawi et.al 1986 pada penelitian ini diantaranya pakan konsentrat, hijauan, obat-obatan, air dan tenaga kerja. Hubungan antara faktor produksi input dan produksi output biasanya disebut dengan fungsi produksi atau disebut dengan factor relationship. Output biasanya menjadi variabel yang dijelaskan Y, sedangkan input biasanya menjadi variabel yang menjelaskan X. Hubungan fisik yang terjadi antara input dan output tersebut dapat ditunjukkan dengan penambahan input X tertentu maka akan meningkatkan ouput Y. Maka secara matematis fungsi produksi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: Dimana : Y = tingkat produksi atau output yang dihasilkan F = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor – faktor produksi dalam hasil produksi X = faktor – faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi Seperti telah dijelaskan sebelumnya, menurut Soekartawi et.al 1986 terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan secara seksama di dalam memilih bentuk fungsi produksi, yaitu : 1. bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan yang sebenarnya. Untuk itu diperlukan pengalaman yang mampu menduga bahwa bentuk fungsi produksi yang akan dipakai adalah yang paling baik. 2. Bentuk fungsi produksi yang dipakai harus mudah diukur atau dihitung secara statistik. 3. Fungsi produksi itu dapat dengan mudah diartikan. Khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. Soekartawi et.al 1986 menjelaskan apabila Y merupakan produksi dan X i adalah masukan atau faktor – faktor dari produksi, maka besar kecilnya Y juga tergantung dari besar kecilnya X 1 , X 2 , X 3 , ... , X n yang dipakai. Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang, atau dikenal dengan hukum The Law of Deminishing Return . Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan masukan akan menghasilkan produksi yang semakin terus berkurang Soekartawi et.al, 1986 Menurut Soekartawi et.al 1986, terdapat dua tolak ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi, yaitu Produk Marjinal PM dan Produk rata – rata PR. Produk marjinal adalah penambahan atau pengurangan keluaran output yang dihasilkan dari setiap penambahan satu satuan masukan input yang digunakan. Produk Rata – rata adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan faktor produksi input. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Perubahan dari jumlah produksi yang disebabkan oleh faktor produksi yang digunakan dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi Ep merupakan persentase perbandingan dari output yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase dari input yang digunakan, dan berikut elastisitas produksi dapat dirumuskan yaitu: Kemudian Pada gambar 1 dapat dilihat dan dicermati hubungan antara Total Produksi TP, Produk Rata – rata PR dan Produk Marjinal PM. Keterangan : X : Faktor Produksi Y : Hasil output Produksi TP : Total Produksi PR : Produk Rata – Rata PM : Produk Marginal Daerah I : Daerah Produksi Irasional Daerah II : Daerah Produksi Rasional Daerah III : Daerah Produksi Irasional Gambar 1 . Tahapan Suatu Proses Produksi Sumber : Soekartawi 2003 Y = fx TP PM PR X X I III II Ep1 0Ep1 Ep0 Y PMPR Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa suatu proses produksi dapat dibagi ke dalam tiga wilayah daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dari faktor – faktor produksi, yaitu daerah produksi I, daerah produksi II, dan daerah produksi III. 1. Daerah I Daerah I menunjukkan Produk Marjinal lebih besar dari Produk Rata – rata PR hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata – rata variabel input X ditransformasikan ke dalam produk Y meningkat nilai Ep 1, artinya adalah bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan output yang selalu besar dari satu persen. Pada daerah ini belum mencapai produksi optimal dengan pendapatan yang layak sehingga daerah ini tidak rasional irasional. 2. Daerah II Daerah II terjadi saat Produk Marjinal PM menurun dan lebih rendah dari Produk Rata – rata PR. Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR. Daerah II berada diantara X2 dan X3. Daerah ini memiliki nilai Ep antara 1 dan 0 0 Ep 1, artinya adalah setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional dalam berproduksi. 3. Daerah III Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol Ep 0. Pada daerah ini Produk Total PT mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh Produk Marjinal PM yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan dan mengurangi pendapatan, karena itu daerah ini dinamakan sebagai daerah tidak rasional irasional.

3.1.2 Teori Biaya