Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) (Studi Kasus PKS Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV)

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sub sektor perkebunan sebagai salah satu bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan komponen utama yang penting dalam perekonomian Indonesia. Hasil-hasil perkebunan yang selama ini telah menjadi komoditas ekspor salah satunya adalah kelapa sawit. Minyak sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan

Palm Kernel Oil (PKO) merupakan produk yang berasal dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Produk hasil perkebunan tersebut memiliki prospek yang cerah dimasa mendatang. Potensi tersebut terletak pada keragaman kegunaan dari minyak sawit. Minyak sawit selain dapat digunakan sebagai bahan mentah industri pangan, dapat juga digunakan sebagai bahan mentah industri non pangan. Tingginya permintaan minyak kelapa sawit tercermin dari meningkatnya konsumsi minyak sawit dunia. Perbandingan produksi dan konsumsi minyak sawit dunia yang setiap tahunnya meningkat. Produksi minyak sawit pertumbuhannya dari tahun 2001 sampai 2008 mencapai 6,75 persen dan pertumbuhan konsumsi pada rentang tahun yang sama mencapai 6,93 persen. Hal ini menunjukan pertumbuhan produksi dan konsumsi hampir sama, namun pertumbuhan konsumsi lebih tinggi dibandingkan produksi.

Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Minyak Sawit Dunia Tahun 2001-2008 (ribu ton)

Tahun Produksi Konsumsi

2001 23.940 23.790

2002 25.220 25.090

2003 28.080 28.310

2004 30.890 29.990

2005 33.500 33.030

2006 37.163 36.192

2007 38.673 37.892

2008 42.904 42.500

Pertumbuhan (%/tahun) 6,75 6,93

Sumber : Departemen Perdagangan, 2008

Produktivitas minyak sawit Indonesia yang berada di peringkat kedua dunia diharapkan akan tetap dapat memasok kebutuhan minyak sawit dunia secara berkesinambungan. Hal ini didukung dengan perkembangan kinerja ekspor CPO


(2)

2 dan turunannya asal Indonesia selama enam tahun terakhir 2004-2009, cenderung mengalami peningkatan (Tabel 2). Persentase peningkatan pada kinerja ekspor CPO yang berkisar 4,13 persen hingga 14,58 persen ini mengindikasikan bahwa salah satu sumber penghasil devisa Indonesia berasal dari ekspor CPO ke Negara seperti India, China dan Uni Eropa.

Tabel 2. Kinerja Ekspor CPO dan Produk Turunannya Asal Indonesia Menurut Negara Tujuan Ekspor Tahun 2004-2009 (juta ton)

Negara

Tahun Laju

2004 2005 2006 2007 2008 2009 (%/tahun)

India 2,76 2,56 2,48 3,31 4,71 5,5 11,6

China 1,08 1,35 1,76 1,44 1,77 2,65 14,5

Uni Eropa 1,47 1,89 2,01 1,83 2,58 3,14 13,0

Lainnya 3,35 4,57 5,85 3,5 5,15 5,55 4,1

Total 8,66 10,38 12,1 11,88 14,29 16,83 12,1 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010

Produksi industri CPO membutuhkan input dari perkebunan kelapa sawit dalam bentuk TBS. Perkebunan kelapa sawit dengan hasilnya berupa TBS merupakan hulu dari industri CPO dan PKO, sedangkan industri hilir utamanya adalah industri minyak goreng sawit dan produk non pangan oleokimia. Peran industri perkebunan negara, rakyat dan swasta dalam skala kecil maupun besar tidak terlepas dari perkembangan luas areal total perkebunan kelapa sawit.

Rata-rata laju pertumbuhan luasan areal penanaman kelapa sawit Indonesia sejak tahun 2006 sampai 2010 (2010 masih berupa angka sementara) untuk kategori PR adalah 4,56 persen atau bertambah seluas 528.057 hektar, untuk PBN mengalami penurunan 2,11 persen atau menurun seluas 49.943 hektar, sedangkan untuk PBS adalah sebesar 6,02 persen atau bertambah seluas 963.403 hektar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perkebunan pada Tabel 3. diketahui bahwa peningkatan terbesar dalam memperluas areal kelapa sawit ditempati oleh PBS dengan porsi hektar terbesar diikuti oleh PR, serta PBN.


(3)

3 Tabel 3. Luas Areal Kelapa Sawit menurut Pengusahaannya Tahun 2006-2010

(ha)

Tahun PR PBN PBS TOTAL

2006 2.549.572 687.428 3.357.914 6.594.914 2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836 2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847 2009 3.061.413 630.615 4.181.368 7.873.294 2010* 3.077.629 637.485 4.321.317 8.430.027

Laju (%/tahun) 4,56 2,11 6,02 5,93

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Keterangan :*) Angka Sementara

Sejalan dengan semakin bertambah luasnya lahan tanaman kelapa sawit, maka produksi minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) juga mengalami kenaikan. Pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir yang melebihi pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit dunia mengindikasikan optimalisasi produksi industri minyak kelapa sawit belum dapat tercapai.

Berdasarkan data pada Tabel 4 diketahui kontribusi produksi minyak sawit (CPO) yang berasal dari Perkebunan Besar milik Negara masih rendah dibandingkan dengan Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Rakyat yang terus mengalami peningkatan produksi.

Tabel 4. Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2003-2007 (ton)

Tahun PR PBN PBS TOTAL

2003 3.517.324 1.750.651 5.172.859 10.440.834 2004 3.847.157 1.617.706 5.365.526 10.830.389 2005 4.500.769 1.449.254 5.911.592 11.861.615 2006 5.783.088 2.313.729 9.254.031 17.350.848 2007* 5.805.207 2.313.976 9.254.101 17.373.202

Laju (%/tahun) 11,41 0,047 12,2 11,0

Sumber ; Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Keterangan :*) Angka Sementara

Unit Usaha Adolina adalah salah satu produsen industri CPO yang tetap melakukan kegiatan produksi mengolah kelapa sawit menjadi CPO sebagai bahan baku untuk industri hilir minyak dan oleokimia adalah PTPN IV dimana unit wilayah bisnisnya terdapat di daerah Sumatera Utara. Unit usaha Adolina merupakan salah satu unit usaha milik PTPN IV. Kebun kelapa sawit Adolina


(4)

4 memiliki luas areal penanaman kelapa sawit 8.815,69 hektar yang terdapat di enam wilayah kecamatan, yaitu Perbaungan, Bangun Purba, Pantai Cermin, Galang, STM Hilir dan Gajahan serta dua Kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.

Kapasitas mesin pengolahan kelapa sawit yang memproduksi 30 ton/jam TBS ini memproduksi CPO dan PKO sesuai dengan besarnya pasokan bahan baku TBS yang dipanen dari kebun sendiri PTPN IV dan pembelian dari pihak ketiga. Oleh karena itu penting untuk mengetahui kesinambungan hubungan antara perkebunan sebagai penyedia bahan baku dengan pabrik pengolahan yang membutuhkan bahan baku dalam industri pengolahan kelapa sawit. Hal ini sejalan dengan misi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit pertama dunia yang memasok kebutuhan bahan baku industri hilir dan produk turunannya.

1.2. Perumusan Masalah

Unit usaha Adolina melakukan dua jenis kegiatan operasional utama, yaitu perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit secara garis besar melakukan kegiatan seperti, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM), pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM), panen, pengangkutan TBS, penyisipan dan peremajaan (replanting).

Pabrik kelapa sawit (PKS) Adolina melakukan kegiatan pengolahan TBS untuk menghasilkan CPO dan PKO. PKS Adolina memiliki kapasitas terpasang 30 ton TBS/jam, dengan dengan rata-rata 22 jam kerja per hari dan 25 hari kerja perbulan. Kapasitas tersebut merupakan batasan kemampuan pabrik untuk melakukan kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO dan PKO. Artinya PKS Adolina mampu mengolah 16.500 ton TBS per bulan atau sekitar 198.000 ton TBS per tahun. Sementara produksi aktual TBS pada tahun 2010 sebanyak 133.920,2 ton. Hal ini menunjukkan bahwa produksi TBS kebun Adolina hanya mampu memenuhi kebutuhan bahan baku PKS sebanyak 68 persen dari kapasitas terpasang.


(5)

5 Tabel 5. Capaian Produksi dan Produktifitas TBS Kebun Adolina Tahun

2006-2010 (ton/ha)

Tahun Luas areal TM (ha)

TBS (kg)

Produktivitas (ton/ha)

2006 4.671 107.524.025 23,02

2007 5.477 109.335.060 19,96

2008 5.620 114.456.600 20,37

2009 5.056 126.436.320 25,01

2010 5.095 133.920.200 26,28

Perhitungan Produksi TBS pada luasan lahan TM Adolina tahun 2010 mampu menghasilkan TBS sebesar 150.913 ton, sementara produksi aktual hanya mencapai 133.920,2 ton TBS. Selisih dari produksi tersebut merupakan potensi yang masih dapat dimanfaatkan oleh kebun Adolina untuk menghasilakan TBS sebanyak 16.992,8 ton. Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa potensi produksi TBS dari kebun Adolina belum mampu memenuhi kebutuhan TBS kapasitas maksimal PKS. Hal ini dapat dilihat dari selisih antara kapasitas olah maksimal PKS 198.000 ton TBS per tahun, sementara produksi TBS kebun di perhitungkan mencapai 150.913 ton per tahun. Perhitungan luasan lahan TM dan potensi produksi TBS pada tahun 2010 menunjukkan bahwa pasokan TBS yang dihasilkan oleh kebun Adolina hanya mampu memenuhi kebutuhan TBS sebesar 76,2 persen dari total kapasitas olah PKS.

Tabel 6. Perhitungan Produksi TBS pada Luasan Lahan TM Adolina Tahun 2010 Tahun Penanaman (n) Umur Tanaman (thn)

Luas Lahan (ha)

Produktivitas pertahun (ton/ha) Total Produksi (ton)

n+3 3 963 9 8.667

n+4 4 489 17 8.313

n+5 5 227 21 4.767

n+6 6 136 25 3.400

n+8 8 762 28 21.336

n+9 9 62 30 1.860

n+10 10 217 30 6.510

n+11 11 669 30 20.070

n+12 12 595 30 17.850

n+14 13 1.433 30 42.990

n+15 15 406 30 12.180

n+16 16 85 30 2.550

n+17 17 14 30 420


(6)

6 Dalam rangka memaksimumkan keuntungan, unit usaha Adolina selama ini telah melakukan kegiatan pengadaan TBS melalui pembelian. Pada tahun 2010 kapasitas aktual PKS sebesar 92,5 persen dengan pasokan TBS dari kebun Adolina sebanyak 73 persen dan TBS pembelian rata-rata mencapai 27 persen. Adanya potensi kebun Adolina yang belum dimanfaatkan diharapkan mampu meningkatkan pasokan TBS kebun Adolina untuk memaksimumkan keuntungan PKS Adolina. Kendala yang dihadapi perusahaan meliputi jumlah dan ketersediaan bahan baku yang terbatas, penggunaan kapasitas pabrik yang belum efisien, penggunaan tenaga kerja di pabrik dan kendala transfer CPO dan PKO. Salah satu cara untuk menjaga persediaan bahan baku yang optimal pada kapasitas olah pabrik terpasang yaitu dengan mengetahui kemungkinan jumlah pasokan bahan baku dari kebun sendiri dan pembelian TBS dari pihak ketiga.

Dari uraian di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini ialah :

1. Bagaimana tingkat pengadaan bahan baku TBS pada kondisi aktual dan optimal pada PKS Adolina?

2. Bagaimana kombinasi pasokan bahan baku yang optimal agar perusahaan mencapai keuntungan yang maksimal ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui tingkat pengadaan bahan baku TBS pada kondisi aktual dan optimal pada PKS Adolina.

2. Mengidentifikasi kombinasi tingkat pengadaan optimal TBS sehingga tercapai keuntungan maksimum perusahaan.

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, baik bagi pihak PKS Adolina, penulis, maupun bagi pembaca. Bagi Perusahaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pentingnya pengelolaan pengadaan bahan baku yang berasal dari kebun sendiri, untuk mendukung efektifitas dan efisiensi operasional perusahaan, yang pada akhirnya dapat menjadi masukan atau informasi sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan oleh pihak perusahaan. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat


(7)

7 memberikan pengalaman dan menambah pengetahuan, serta sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh selama kuliah. Bagi pembaca penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai optimalisasi produksi TBS pada industri primer CPO dan PKO dan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini hanya menekankan kepada pengaplikasiaan metode linier

programming agar tercapai optimalisasi pengadaan bahan baku TBS dalam memproduksi CPO dan PKO yang berasal dari kebun sendiri dan pembelian dengan kendala kapasitas maksimal pabrik, ketersediaan TBS pembelian, kuota TBS pembelian, tenaga kerja dan kendala transfer. Sedangkan bagaimana melakukan pengendalian pengadaan bahan baku CPO dan PK serta sistem pengendalian pengadaan yang digunakan dalam pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) Adolina bukan menjadi bagian penelitian ini.


(8)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Industri Kelapa Sawit Indonesia

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian (2005), industri pengolahan kelapa sawit yang mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi CPO terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan luas areal dan produksi. Pada tahun 2005, jumlah unit pengolahan di seluruh Indonesia mencapai 320 unit dengan kapasitas olah 13,520 ton TBS per jam. Sedangkan industri pengolahan produk turunannya, kecuali minyak goreng, masih belum berkembang, dan kapasitas terpasang baru sekitar 11 juta ton. Industri oleokimia Indonesia sampai tahun 2000 baru memproduksi olekimia 10,8 persen dari produksi dunia.

2.2. Sistem Pengadaan Bahan Baku

Penelitian Yurfelly (1998) menyatakan bahwa pengadaan bahan baku pada CV. Mulia belum optimal. Hal ini dilihat dari cara untuk mendapatkan bahan baku tersebut. Pengadaan bahan baku dengan cara pemesanan sesuai dengan keadaan sekarang untuk langsung diproses akan menyebabkan adanya waktu yang terbuang akibat menunggu antara bahan baku dipesan hingga bahan baku dikirim. Selain itu jika teryata bahan baku tidak tersedia maka perusahaan harus mencari pemasok-pemasok lain. Sedangkan untuk proses produksi berlangsung diperlukan bahan baku dengan kualitas, kuantitas dan waktu yang tepat. Pemesanan optimal yang perlu dilakukan perusahaan sebanyak 8 kali, namun perusahaan melakukan 12 kali pemesanan akibatnya adalah biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. Yurfelly juga menyatakan bahwa sumberdaya yang ada di CV. Mulia berlebih, seperti sumberdaya tenaga kerja mesin dan sebagian bahan baku. Sumberdaya tersebut hanya akan mengakibatkan pemborosan biaya. Sementara sumberdaya pembatas pur AC Yamato, kulit box kotak jeruk, kulit polos hitam, kulit box polos hitam, dan kulit SP polos hitam.

Penelitian Tandyna (2001) dalam penelitiannya mengenai system pengadaan bahan baku dan optimalisasi produksi natadecoco pada PT. Menacoco Sari, Jakarta menyatakan bahwa produksi belum mencapai kondisi optimal. Hal ini terlihat dari penggunaan sumberdaya yang banyak berlebih bahan baku gula,


(9)

9 penggunaan jam kerja pengemasan dan jam kerja mesin. Bahan baku nata mentah dan jam kerja produksi merupakan sumberdaya yang dimanfaatkan secara maksimal pada kondisi optimal. Sumberdaya nata mentah merupakan sumberdaya pembatas utama dengan nilai dual sebesar Rp 5.054.484.

Bahan baku merupakan salah satu komponen biaya terbesar dalam biaya varabel. Oleh sebab itu untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan perlu diadakan sistem perencanaan pengadaan bahan baku. Pengendaliaan bahan baku yang optimal akan menekan atau menghidarkan perusahaan dari pemborosan biaya-biaya yang ditimbulkan oleh persediaan. Bahari (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam melakukan perencanaan pengadaan bahan baku terdapat beberapa factor yang harus diperhatikan seperti pola data suplai bahan baku dari tiap sumber, pola data permintaan produk, dan jumlah persediaan pada periode sebelumnya. Adanya fluktuasi pengadaan bahan baku akan berdampak pada kuantitas produk yang dihasilkan.

2.3. Model Optimalisasi Pengadaan Bahan Baku

Salah satu teknik optimalisasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah optimalisasi berkendala adalah penggunaan teknik Linear Programming

(LP). LP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah optimalisasi berkendala dimana semua fungsi tujuan dan kendala merupakan fungsi linier. Penentuan fungsi tujuan dalam metode LP terdiri dari maksimisasi keuntungan dan minimisasi biaya. Penelitian Haloho (2008), Cakraningrum (2000) dan Sugiharto (2001) membentuk fungsi tujuan perusahaan dengan cara maksimisasi keuntungan pada kendala sumberdaya yang terbatas.

Cakraningrum (2000) , Sugiharto (2001) dan Thamrin (2003) merumuskan model fungsi tujuan dengan keuntungan yang dimaksimalkan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi. Sedangkan Haloho (2008) merumuskan fungsi tujuan berdasarkan perkembangan keuntungan perusahaan.

Pada dasarnya optimalisasi pengadaan bahan baku berkendala merupakan persoalan dalam memperhitungkan nilai atau fungsi variabel yang memperhatikan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Keterbatasan sumberdaya uuntuk menghasilkan keuntungan optimal perusahaan dalam mengoptimalkan


(10)

10 bahan baku pada umumnya kapasitas mesin atau kapasitas produksi, ketersediaan tenaga kerja langsung, ketersediaan kebun pihak ketiga dan kendala transfer.

Cakraningrum (2000) dalam penelitiannya yang berjudul Optimalisasi Bahan Baku Pabrik Gula (Studi Kasus pada PG Mojo, Sragen, Jawa Tengah) menyatakan bahwa tingkat penggunaan lahan pada kondisi actual lebih besar dibandingkan kondisi optimalnya sebesar 22,5 persen, jumlah produksi tebu pada kondisi actual juga lebih besar dibandingkan kondisi aktualnya sebesar 5,72 persen, namun jumlah gula yang dihasilkan oleh pabrik lebih rendah 3,88 persen dari kondisi optimalnya. Hal ini terutama disebabkan oleh kondisi rendemen aktual yang rendah sehingga keuntungan yang diterima pada kondisi aktual lebih kecil dari nilai optimalnya.

Haloho (2008) dengan penelitiannya mengenai Analisis optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan Crude Palm Oil dan Palm Kernel (Kasus Kegiatan Replanting PTPN.VIII, Kertajaya, Kabupaten Lebak, Banten) menggunakan Model Dekomposisi Multiplikatif menyatakan bahwa kombinasi pengadaan TBS belum mencapai kondisi optimalnya yaitu Rp 3.697.320.000. Dengan scenario penurunan produksi kebun sendiri sebesar 20 persen dapat meningkatkan keuntungan optimal sebesar Rp 3.998.681.000. Fungsi kendala yang terdapat ialah kapasitas maksimal PKS, tenaga kerja, produksi kebun sendiri 100 persen, produksi kebun sendiri 80 persen, pembelian 4 persen dan batasan kuota pembelian. Kendala pembatas dalam penelitian ini adalah ketersediaan produksi kebun sendiri 100 persen, pembelian TBS plasma 4 persen dan kuota pembelian TBS.

Thamrin (2003) dalam penelitiaanya Perencanaan Optimalisasi Pengadaan Bahan Baku Pada Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus Kegiaan Peremajaan PTPN. V, Sei Rokan, Kabupaten Rokan Hulu, Riau) menambahkan keterbatasan kendala lain yang dihadapi perusahaan dalam mengotimalkan pengadaan bahan baku seperti kendala potensi produksi kebun sendiri dan kendala kuota pembelian dari pihak ketiga. Potensi kebun sendiri dimasukkan menjadi sebuah kendala atas dasar bahwa perkebunan tersebut mengalami kegiatan replanting. Sedangkan kuota pembelian dilakukan untuk menjaga efisiensi produksi, dimana pembelian tersebut dapat diambil ataupun tidak oleh perusahaan. Penelitian tersebut


(11)

11 menyatakan nilai BEP kapasitas minimal pengolahan yaitu 4200.000-6.600.000 kg/bulan tahap 3 (usia tanaman 15 tahun), laba optimal 444.915.000.000. Cenderung meningkat tajam karena pasokan dari kebun sendiri pada kondisi optimal.

Sugiharto (2001) dengan penelitiannya mengenai Optimalisasi Pengadaan Bahan Baku dan Produksi Karet Olahan di Perkebunan Cikumpay PTPTN VIII Purwakarta, Jawa Barat menyatakan bahwa peningkatan pasokan bahan baku akan menyebabkan semakin banyaknya pilihan komposisi produk akhir yang dapat diproduksi. Selain itu juga meningkatkan jumlah produk akhir yang dihasilkan. komposisi produk akhir berdasarkan analisis sensitivitasnya tidak peka terhadap penurunan harga bahan baku tetapi peka terhadap kenaikan harga bahan baku. Hasil keuntungan optimal Rp 12.858.090. Skenario penambahan jumlah mesin

sheleter, kamar pengering, mesin pemusing dan mesin mungle akan menambah keuntungan optimal perusahaan menjadi Rp. 13.427.930.

Dalam tehnik optimalisasi, upaya memperoleh solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi perusahaan jarang diperoleh suatu solusi yang terbaik. Dalam penelitian Sugiharto (2001) dan Thamrin (2003), Tandyna dan Haloho (2008) menunjukkan masih adanya perbedaan antara keuntungan pada kondisi optimal dan kondisi actual dimana keuntungan pada kondisi optimal belum tercapai. Pada dasarnya keadaan tersebut terjadi karena pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki belum mencapai kondisi optimalnya. Sementara Cakranigrum (2000) juga menunjukan bahwa tingkat keuntungan pada kondisi optimal lebih tinggi dari pada kondisi aktualnya walaupun penggunaan sumberdaya actual berada diatas penggunaan sumberdaya optimal.

Berdasarkan dari keempat penelitian terdahulu tersebut, penggunaan LP atau asumsi-asumsi yang digunakan belum mampu secara tepat dalam model menggambarkan kondisi optimal sama dengan kondisi actual.


(12)

12

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi

Produksi dan operasi dalam ekonomi menurut Assauri (2008) dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan dan menambah kegunaan atau utilitas suatu barang atau jasa. Dalam kegiatan penciptaan ataupun penambahan kegunaan suatu barang dibutuhkan factor-faktor produksi yang terdiri atas tanah atau alam, modal, tenaga kerja dan keterampilan manajerial (managerial skill) serta keterampilan teknis dan teknologi. Factor-faktor yang merupakan masukan (input) dalam proses produksi dan operasi terdiri atas bahan dan peralatan mesin, tenaga kerja, dan dana.

Fungsi produksi (Gambar 1) adalah hubungan antara faktor produksi yang digunakan sebagai masukan (input) dalam proses produksi dengan jumlah keluaran (output) yang dihasilakan pada suatu waktu dan tingkat teknologi tertentu. Secara simbolik fungsi produksi dapat ditulis seperti berikut:

Y = f ( X1,X2,X3,…..Xn)

Dimana, Y adalah output yang dihasilkan dan X1 sampai dengan Xn merupakan sejumlah input yang digunakan dalam kegiatan proses produksi. Sementara symbol “f” menunjukan bentuk hubungan transformasi produksi input menjadi output (Purvis , Steyner dan Lipsey, 1986).

Dari fungsi produksi tersebut dapat diketahui bahwa output yang dihasilkan secara fisik sangat dipengaruhi oleh jumlah input yang digunakan, dalam hal ini output sebagai variable dependen merespon setiap perubahan input sebagai variable independennya.

Daerah I terjadi ketika produk marjinal (PM) lebih besar dari produk rata-rata (PR). Pada kondisi ini produk rat-rata-rata (PR) meningkat hingga kondisi maksimalanya pada akhir tahap I. kegiatan produksi pada tahap ini secara ekonomi tidak rasional karena input-input belum digunakan secara efisien, jadi sebenarnya tingkat produksi masih dapat ditingkatkan dengan melakukan penambahan penggunaan input.


(13)

13 Daerah II terjadi ketika produk marjinal (PM) mengalami penurunan hingga besarnya lebih kecil dari produk rata-rata (PR) tapi masih lebih besar dari nol. Daerah ini merupakan daerah rasional bagi kegiatan produksi, karena pada daerah ini kegiatan produksi sudah efisien. Efisiensi penggunaan input variable mencapai puncaknya pada awal tahap II, yaitu ketika produk rata-rata (PR) sama dengan produk marjinalnya (PM). Efisiensi penggunaan input tetap mencapai kondisi puncaknya pada akhir tahap II, yaitu ketika produk marginal sama dengan nol.

Daerah III terjadi ketika produk marjinal (PM) lebih kecil dari nol. Kegiatan produksi yang dilakukan pada daerah ini, secara ekonomi tidak rational kaerena setiap penambahan input yang dilakukan terhadap input tetap akan diperoleh output yang semakin menurun.

Output (Y)

Produk total (PT)

0<EP<1 EP<0 I II III

PM maks

PR maks

Produk rata-rata (PR) Input (X) Produk marginal (PM) Gambar 1. Kurva Produksi

Sumber : Purvis , Steyner dan Lipsey, 1986 3.1.2. Pengadaan Bahan Baku

Mulyadi (2000) menyatakan bahwa kebutuhan bahan baku merupakan bagian dari sistem pengendalian persediaan produksi. Bahan baku membentuk bagian secara menyeluruh suatu produk jadi yang siap dipasarkan kepada pelanggan dengan menggunakan saluran pemasaran yang ada.

Menurut Handoko (2000), bahan baku digolongkan atas tiga Kriteria yaitu bahan mentah, part, dan supplies. Bahan mentah merupakan bagian terbesar dari


(14)

14 barang jadi dan merupakan pengeluaran terbesar dalam memproduksi suatu barang. Part merupakan bagian dari produk jadi yang dipergunakan dalam jumlah kecil, sedangkan supplies merupakan bahan yang dipergunakan dalam proses produksi tetapi tidak mengambil bagian dari barang jadi.

Berdasarkan atas cara perolehannya bahan baku dapat dibedakan menjadi kelompok bahan baku yang diberi dan bahan baku yang diproduksi oleh perusahaan sendiri. Dalam mempertimbangkan perolehan bahan baku ini terdapat dua dasar pokok pertimbangan yaitu ketersediaan bahan di pasar dan tingkat harga yang diterima. Keputusan pengadaan bahan baku dengan membeli dilakukan apabila bahan baku banyak terdapat dipasar dengan harga yang lebih rendah dari pada biaya per satuan jika memproduksi sendiri.

Cara memperoleh bahan baku tiap perusahaan berbeda-beda. System pengadaan bahan baku yang baik dapat menjamin kelangsungan proses produksi merupakan hal yang harus dilakukan setiap perusahaan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas produksi. Dalam analisis pengadaan bahan baku yang berasal dari produk-produk pertanian, terdapat lima unsur yang dapat diperhatikan, yaitu (Austin, 1981) :

1. Kuantitas, menunjukan jumlah ketersediaan bahan baku

2. Kualitas, mencakup penentuan dan pengawasan mutu bahan baku 3. Waktu, karena hasil pertanian bersifat musiman

4. Biaya yang wajar

5. Organisasi yang meliputi struktur, kekuatan, dan integrasi vertical

Tindakan-tindakan yang diambil oleh perusahaan agroindustri dalam pengendalian kualitas produk-produk pertanian yang dihasilkan petani untuk kebutuhan agroindustrinya adalah sebagai berikut :

1. Menyediakan saran produksi pertanian bagi petani 2. Memberi pengarahan teknis dan pelatihan kepada petani 3. Menyediakan saran fisik

4. Member insentif harga bagi produk yang berkualitas 5. Melakukan pemeriksaan tanaman di lapangan


(15)

15 Pengadaan bahan baku pabrik kelapa sawit Adolina dilakukan dengan dua cara yaitu memproduksi (menanam) kelapa sawit sendiri dan pembelian dari petani. Penanaman kelapa sawit sendiri berfungsi untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang akan diproduksi pabrik kelapa sawit secara kontiniu apabila petani tidak bersedia memasok kelapa sawit ke pabrik.

3.1.3. Optimalisasi

Persoalan optimalisasi adalah suatu persoalan untuk membuat nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada. Setiap perusahaan atau organisasi tentunya memiliki keterbatasan atas sumberdayanya, baik keterbatasan dalam jumlah bahan baku, tenaga kerja, jam kerja mesin maupun modal. Adanya keterbatasan ini membuat perusahaan perlu mencari suatu alternatif strategi yang mengoptimalkan hasil yang dicapainya baik itu berupa keuntungan yang maksimal maupun biaya yang minimum (Subagyo, Asri dan Handoko 2000).

Tujuan optimalisasi adalah untuk memaksimumkan nilai atau keuntungan yang dihasilkan dari proses produksi atau untuk meminimumkan biaya yang akan dikeluarkan dalam proses produksi dengan memperhatikan kendala-kendala yang berada diluar jangkauan pelaku kegiatan tersebut. Dalam upaya memperoleh solusi dari suatu permasalahan, hasil yang diperoleh jarang mendapat suatu solusi yang terbaik yang diakibatkan oleh kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu pendekatan dengan optimalisasi sering menghasilkan jawaban yang sifatnya terbaik kedua (the second best) (Soekartawi, 1993).

Secara umum jenis persoalan optimasi meliputi optimasi tanpa kendala dan optimasi dengan kendala. Dalam optimasi tanpa kendala factor-faktor yang menjadi kendala terhadap fungsi tujuan diabaikan sehingga dalam menentukan nilai maksimum atau minimum tidak terdapat batasan untuk berbagai variable (X) yang tersedia. Pada optimum dengan kendala, factor-faktor yang menjadi kendala pada fungsi ttujuan diperhatikan dan turut menentukan fungsi maksimum dan minimum fungsi tujuan (Nicholson 1995).

Salah satu teknik optimasi yang dapat digunakan dalam menyelesaikan optimasi berkendala adalah metode pemrograman linier. Metode Linear Programming (LP) merupakan metode yang digunakan untuk memecahakan


(16)

16 masalah optimasi berkendala. Dalam Linear Programming (LP) semua fungsi merupakan fungsi linier, baik fungsi kendala maupun fungsi tujuan. Metode pemrograman linier ini digunakan dengan asumsi kombinasi input suatu produk proporsinya tetap (Subagyo, Asri dan Handoko, 2000)

3.1.4. Program Linear

Menurut Subagyo, Asri dan Handoko (2000), salah satu cara yang dikenal untuk memecahkan masalah optimalisasi adalah program linear. Program linear merupakan suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber terbatas secara optimal. Masalah tersebut timbul apabila pengambil keputusan diharuskan untuk memilih atau menentukan tingkat setiap kegiatan yang akan dilakukan, dimana masing-masing kegiatan membutuhkan sumber yang sama, sedangkan jumlahnya terbatas. Program linear mencakup perencanaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai suatu hasil yang mencerminkan tercapainya suatu sasaran tertentu yang paling baik (menurut model matematis) diantara alternatif-alternatif yang mungkin dengan menggunakan fungsi linear.

Metode program linear dapat digunakan dalam dua cara yaitu (Soekartawi, 1993) : 1. Meminimumkan biaya dalam rangka tetap mendapatkan total penerimaan atau

total keuntungan sebesar mungkin (dikenal dengan program minimisasi)

2. Memaksimumkan total penerimaan atau total keuntungan pada kendala sumberdaya yang terbatas (dikenal dengan program memaksimumkan)

Secara umum model linier programming adalah sebagai berikut: Fungsi tujuan:

Maksimumkan / minimumkan :

Z = C1X1+ C2X2+ C3X3+ ….+ CjXj Fungsi kendala :

a11X1+ a12X2 + a13X3 + ….+ a1jXj ≤ b1 a21X1+ a22X2 + a23X3 + ….+ a1jXj ≤ b2

.

.

.


(17)

17 X1, X2 , X3, …,Xj ≥ 0

Keterangan :

Z = Nilai fungsi tujuan

Xj = Peubah pengambilan keputusan atau kegiatan ke-j (yang ingin dicari) Cj = Koefisien peubah pengambil keputusan dalam fungsi tujuan

aij = Koefisien teknologi dalam kendala ke-I pada kegiatan ke-j

bi = Sumberdaya yang terbatas yang membetasi kegiatan atau usaha yang bersangkutan, disebut pula konstanta nilai sebelah kanan dari kendala ke-i

Menurut Subagyo, Asri dan Handoko (2000), penggunaan model LP dilandasi empat asumsi dasar, yaitu :

1. Proporsionalitas, berarti pada variabel keputusan (Xj) berubah, maka dampaknya menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan, (CjXj), dan fungsi kendala (aijXj)

2. Aditivitas, berarti bahwa nilai parameter suatu kriteria optimalisasi merupakan jumlah dari nilai individu-individu (Cj) dalam model LP tersebut. 3. Divisibility, berarti bahwa variabel-variabel keputusan keputusan (Xj) dapat

dibagi ke dalam pecahan-pecahan jika diperlukan.

4. Deterministik, berarti bahwa semua parameter dalam model LP tetap dan dapat diketahui atau ditentukan secara pasti.

Menurut Soekartawi (1993), linier programming (LP) memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dalam menggunakan LP adalah :

1. Mudah dilakukan apalagi jika menggunakan alat bantu computer

2. Dapat menggunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan untuk memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai.

3. Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia.

Kelemahan dalam menggunakan LP adalah bila alat bantu komputer tidak tersedia maka cara LP dengan menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisanya bahkan tidak mungkin dikerjakan dengan manual saja. Kelemahan lain yang dimiliki LP, penggunaan asumsi linieritas, karena didalam kenyataan yang sebenarnya kadang-kadang asumsi ini tidak sesuai.


(18)

18 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Dalam rangka mencapai keuntungan maksimal Unit usaha Adolina perlu membuat perencanaan produksi optimal untuk dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan. Salah satu perencanaan produksi optimal adalah perencanaan bahan baku. Perumusan pengadaan bahan baku TBS sebagai bahan baku CPO dan PKO pada tingkat optimal bertujuan untuk mengetahui kombinasi pengadaan bahan baku TBS yang dapat memberikan keuntungan maksimal bagi perusahaan untuk diolah di pabrik kelapa sawit. Perencanaan kombinasi pengadaan bahan baku yang optimal dapat dicari dengan menggunakan Linear Programming. Dalam pengadaan bahan baku TBS untuk kegiatan pengolahan menjadi CPO dan PK unit usaha Adolina memiliki beberapa kendala seperti kapasitas pabrik, potensi kebun sendiri, tenaga kerja dan kuota pembelian TBS dari pihak ketiga. Beradasarkan kegiatan dalam pengadaan bahan baku TBS dan keterbatasan sumberdaya tersebut maka dirumuskan suatu perencanaan pengadaan bahan baku yang optimal dengan maksud mengetahui kombinasi aktivitas yang dapat memberikan keuntungan yang maksimal. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis optimalisasi untuk mengetahui besarnya proporsi pengadaan bahan baku TBS dari kebun sendiri dan pihak ketiga untuk memenuhi kapasitas pabrik dan memberikan keuntungan yang maksimal bagi perusahaan.

Setelah mengetahui besarnya biaya pengadaan dari tiap sumber, maka dapat disusun model perencanaan optimalisasi produksi dilanjutkan dengan merumuskan kendala-kendala dari model tujuan berdasarkan data yang diperoleh untuk diolah dalam bentuk persamaan program linier dengan menggunakan program LINDO. Program linier akan memberikan beberapa alternatif dan tindakan yang akan diambil perusahaan dalam mencapai solusi optimalnya yaitu maksimasi keuntungan perusahaan dari kegiatan pengadaan TBS dalam memproduksi CPO dan PKO.


(19)

19 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Tujuan perusahaan: Memaksimumkan

Keuntungan Kendala : Kapasitas pabrik, Pembelian dari plasma, Kuota

pembelian dari pihak ketiga, Tenaga Kerja dan kendala

Tranfer Pengolahan.

Pengadaan Bahan Baku TBS

Perencanaan Produksi Perencanaan bahan baku

Produksi (TBS)

Kegiatan produksi Aktual

Optimalisasi Pengadaan Bahan Baku


(20)

20

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina PTPN IV Medan, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa PTPN IV merupakan perusahaan negara yang bergerak dalam agroindustri tanaman perkebunan serta pengolahan kelapa sawit milik pemerintah yang tetap eksis dalam memenuhi permintaan bahan baku CPO sebagai kebutuhan industri primer minyak goreng dan olein nasional. Adapun pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni 2011-Juli 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak perusahaan, baik manajer (Administratur) kebun, Tata Usaha Keuangan untuk mengetahui kondisi operasional perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam rangka pengelolaan produksi dan persediaan untuk memenuhi permintaan konsumennya.

Data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki perusahaan. Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari literatur, hasil penelitian, dan laporan manajemen perusahaan. Data tersebut berupa data penjualan dan pengolahan CPO dari bulan Januari 2008 sampai Desember 2010, data pembelian TBS dari pihak ketiga, data biaya pengadaan TBS yang dikeluarkan dari kebun sendiri, data identifikasi kebutuhan bahan baku, kapasitas pabrik dan jumlah tenaga kerja pengolahan, serta harga jual produk akhir CPO.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan Data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dijabarkan secara deskriptif mengenai gambaran, kondisi umum dan proses produksi PKS Adolina. Data kuantitatif yang digunakan adalah data produksi CPO dan PKO selama tahun 2010. Data kuantitatif ini berupa analisis penentuan harga pengadaan bahan baku TBS (Rp/kg), biaya produksi dan keuntungan aktual perusahaan yang kemudian diolah dengan program Microsoft Excel. Hasil


(21)

21 pengolahan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk membentuk fungsi tujuan dan kendala dalam upaya merencanakan pengadaan optimal bahan baku TBS untuk diolah menjadi CPO dan PKO. Setelah fungsi tujuan dan kendala terbentuk, data tersebut diolah dengan program linier LINDO (Linier Interactive and Discrete Optimizer). Hasil pengolahan dari program linier ini akan diperoleh tingkat penerimaan optimal yang diperoleh pada tiap tahapan waktu, penggunaan sumber daya dan sensitivitas tingkat keuntungan serta alternatif ketersediaan sumber daya dalam mengubah solusi optimum.

4.3.1. Penentuan Variabel Keputusan

Penentuan variabel keputusan didasarkan pada harga produk, sumber pengadaan bahan baku dan biaya pengadaan bahan baku serta biaya pengolahan. Keuntungan yang diperoleh adalah selisih penerimaan dengan biaya. Data yang dianalisis digolongkan ke dalam fungsi tujuan dan fungsi kendala. Pengelompokan data dan formulasi model yang digunakan adalah sebagai Fungsi Pada model program linear disusun 60 variabel keputusan selama periode satu tahun. Variabel keputusan yang digunakan adalah harga CPO, harga PKO, biaya pengadaan TBS kebun sendiri, biaya pembelian TBS dan biaya pengolahan. Tabel 7. Variabel Keputusan Optimalisasi Pengadaan Bahan Baku TBS PKS

Adolina

Bulan/Rp Biaya TBS kebun Adolina

(X1)

Biaya TBS Pembelian

(X2)

Harga CPO (X3)

Harga PKO (X4)

Biaya Pengolahan

(X5)

Januari(1) X11 X21 X31 X41 X51

Februari(2) X12 X22 X32 X42 X52

Maret(3) X13 X23 X33 X43 X53

April(4) X14 X24 X34 X44 X54

Mei(5) X15 X25 X35 X45 X55

Juni(6) X16 X26 X36 X46 X56

Juli (7) X17 X27 X37 X47 X57

Agustus(8) X18 X28 X38 X48 X58

September(9) X19 X29 X39 X49 X59

Oktober(10) X110 X210 X310 X410 X510

November(11) X111 X211 X311 X411 X511


(22)

22 4.3.2. Fungsi Tujuan

Fungsi tujuan pada penelitian ini adalah maksimisasi keuntungan. Dalam penelitian ini keuntungan perusahaan diperoleh dengan menghitung selisih antara penerimaan dengan total biaya pengadaan bahan baku dan pengolahan. Nilai keuntungan yang diperhitungkan adalah keuntungan sebelum dikurangi biaya tetap, biaya umum atau disebut juga laba kotor. Hal ini mengingat biaya tetap tidak berubah sesuai perubahan jumlah produksi sehingga sesuai dengan asumsi yang mendasari program linier.

Maksimisasi

Z = (TR - TC) X ij

Z = + PKernel j (β Xij) –(∑C1jXij) -(∑C2jXij) Keterangan:

Z : Nilai fungsi tujuan maksimumkan keuntungan (Rp) P CPOj : Harga CPO pada bulan ke-j (Rp/kg CPO)

P Kernel j : Harga Kernel pada bulan ke-j (Rp/kg Kernel)

α : Tingkat rendemen produk CPO pada bulan ke-j β : Tingkat rendemen produk Kernel pada bulan ke-j

B : Harga penjualan TBS dari setiap kebun pada bulan ke-j (Rp/kg) C1j : Biaya pengadaan TBS dari sumber ke-i pada bulan ke-j (Rp/Kg) C2j : Biaya pengolahan TBS dari sumber ke-i pada bulan ke-j (Rp/Kg)

X ij : Jumlah bahan baku yang akan disuplai oleh sumber ke i pada bulan ke j

i : Sumber bahan baku ke i (kebun sendiri dan pembelian TBS dari pihak ke tiga)

J : Bulan ke-j ; 1,2,3 ... 12 (Januari,... Desember) 4.3.3. Penentuan Fungsi Kendala

Fungsi kendala yang dirumuskan dalam penelitian ini berdasarkan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Terdapat beberapa kendala yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu, kendala kapasitas produksi maksimal pabrik, ketersediaan TBS pembelian, kuota pembelian, ketersediaan tenaga kerja dan kendala transfer.

1. Kendala Kapasitas Produksi Maksimal Pabrik

Pabrik kelapa sawit Adolina mempunyai kapasitas terpasang sebesar 30 ton TBS/jam. Kapasitas produksi ini merupakan pembatas, sehingga pabrik tidak dapat berproduksi melebihi kapasitasnya. Dalam kegiatan pengolahan TBS yang dilakukan oleh PKS Adolina diasumsikan pengolahan berjalan adalah 22 jam setiap harinya dan 25 hari setiap bulannya. Sehingga kapasitas nyata pabrik setiap


(23)

23 bulannya adalah : 30 ton TBS/Jam x 22 jam/hari x 25 hari/bulan = 16.500.000 kg/bulan. Fungsi kendala kapasitas produksi maksimal pabrik dapat dirumuskan sebagai :

∑ Xij Bj Keterangan :

Xij = Jumlah bahan baku yang dipasok kepabrik dari sumber ke i pada bulan ke j (kg/bln)

Bj = Kapasitas nyata pabrik pada bulan ke-j (kg/bulan) 2. Kendala Ketersediaan TBS Pembelian

Pasokan bahan baku TBS dari kebun plasma merupakan salah satu alternatif sumber ketersediaan dalam pengolahan CPO dan PK yang sifatnya kontiniu. Berdasarkan data produksi tahun 2009 dan 2010 pembelian TBS mampu memasok sebesar 40 persen dari total pasokan TBS di PKS Adolina. Dalam hal ini diasumsikan umur tanaman kelapa sawit kebun Adolina dan plasma adalah sama. Sehingga formulasi model fungsi kendalanya adalah :

∑ X2 j ≤ 0,4 (X1 j +X2 j )

∑ X2 j ≤ (0,4X1 j +0,4 X2 j )

∑ X2 j -0,4 X2 j – 0,4 X1 j ≤ 0

∑ 0,6 X2 j – 0,4 X1 j ≤ 0

Keterangan :

µ = Persentasi koefisien pasokan TBS pembelian

X1j = Jumlah pasokan bahan baku TBS dari kebun sendiri pada bulan ke-j (kg/bln)

X2j = Jumlah Pasokan TBS yang dibeli dari kebun plasma pada bulan ke-j (kg/bln)

3. Kendala Kuota Pembeliaan

Kebijakan yang diambil oleh PTPN IV Unit usaha Adolina dengan menetapkan batas maksimal pembeliaan TBS dari kebun plasma adalah sebesar 300 ton TBS/hari atau 6.000.000 kg/bln. Dimana pilihan pembelian ini dapat diambil ataupun tidak oleh perusahaan sehingga perusahaan dapat meningkatkan potensi produksi dari kebun sendiri. Fungsi kendalanya dapat dirumuskan sebagai berikut :


(24)

24 Keterangan :

X2ij = Jumlah bahan baku yang dipasok dari pembelian produksi kebun pasma Pada bulan ke-j (kg/bln)

Rij = Kuota pembelian bahan baku oleh pabrik pada bulan ke-j (kg/bln) 4. Kendala Ketersediaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang tersedia tiap bulannya untuk mengolah bahan baku menjadi produk setengah jadi (work in process) perlu diperhitungkan sebagai kendala. Dalam tiap shift terdapat 39 orang tenaga kerja langsung yang mengoperasikan mesin pengolahan, dimana setiap hari terbagi atas 2 shift. Sehingga 1 hari tersedia tenaga kerja 78 orang. Berdasarkan perhitungan 25 hari kerja perbulannya, maka tenaga kerja yang tersedia tiap bulannya adalah 1.950 orang tenaga kerja langsung. Tenaga kerja ini pada tahun 2010 mengolah TBS sepanjang tahun.

∑ Ci Xij M j

Keterangan :

Cj = Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah 1 kg TBS pada bulan ke-j (HOK/kg)

X ij = Jumlah bahan baku yang dipasok dari sumber ke-i pada bulan ke-j (kg/bln)

Mj = Ketersediaan tenaga kerja pada bulan ke-j (HOK/bln)

Nilai Koefisien untuk kendala ketersediaan tenaga kerja ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengolah satu kilogram TBS dari kebun sendiri dan pembelian dari plasma. Nilai ruas kanan (Right Hand Side) dalam kendala jam tenaga kerja lapangan ini adalah ketersediaan tenaga kerja lapangan yang diperhitungkan berdasarkan jumlah jam kerja dalam satu bulan.

5. Kendala Transfer Kegiatan Pengolahan

Kendala transfer merupakan persentasi nilai CPO dan PK yang dihasilkan dari setiap kilogram TBS yang diolah. Rendemen TBS menghasilkan CPO adalah α persen, maka koefisien fungsi kendala adalah α sedangkan rendemen PK ialah β persen, maka koefisien fungsi kendalanya adalah β. Nilai ruas kanan (Right Hand Side) dalam kendala transfer adalah nol.

∑ X3j α (X 1j + X 2j )


(25)

25 Keterangan :

α = Rendemen CPO β = Rendemen PKO

X3j = Jumlah CPO yang dihasilkan pada bulan ke-j

X4j = Jumlah PK yang dihasilkan pada bulan ke-j

X 1j = Jumlah TBS yang dipasok dari kebun Adolina pada bulan ke-j(kg/bln) X 2j = Jumlah TBS yang dipasok dari kebun pembelian pada bulan ke-j(kg/bln) 6. Biaya Pengolahan

Biaya pengolahan adalah biaya yang digunakan selama proses pengolahan berlangsung, seperti biaya tenaga kerja langsung, biaya bahan kimia, biaya bahan bakar dan biaya listrik. Biaya pengolahan pada PKS Adolina adalah biaya pengolahan CPO dan PKO. Biaya pengolahan perkilogram setiap bulannya berbeda tergantung pada harga CPO dan PKO yang dihasilkan. Biaya pengolahan dibandingkan dengan total harga CPO dan PKO merupakan koefisien (£) kendala biaya pengolahan

∑ X5j £ (X 1j + X 2j )

∑ X5j - £X3j + £X 4j 0 Keterangan :

£ = Koefisien biaya pengolahan dibagi total harga CPO dan PKO X3j = Jumlah CPO yang dihasilkan pada bulan ke-j

X4j = Jumlah PKO yang dihasilkan pada bulan ke-j

4.3.4. Analisis Primal

Analisis primal dilakukan untuk mengetahui nilai setiap variabel keuputusan yang di peroleh serta mengetahui sumber-sumber pemborosan yang terdapat di PKS Adolina. Nilai pemborosan dilihat dari nilai reduce cost yang ada. Analisis primal dilakukan untuk mengetahui kombinasi pengadaan bahan baku TBS dari tiap sumber dalam pengolahan CPO dan PKO yang optimal untuk diproduksi pada Pabrik Kelapa Sawit Adolina sehingga diperoleh keuntungan yang maksimum. Aktivitas yang tidak termasuk skema optimal akan memiliki nilai reduced cost. Dengan membandingkan nilai dari seluruh variabel keputusan, maka dapat ditentukan kombinasi pengadaan bahan baku TBS yang berasal dari kebun sendiri dan pihak ketiga pada tingkat optimal dengan produksi aktual kebun plasma dapat diketahui alternatif kegiatan pengadaan bahan baku produksi dari tiap sumber yang digunakan perusahaan untuk mencapai keuntungan optimal.


(26)

26 4.3.5. Analisis Dual

Analisis dual dilakukan untuk menilai sumberdaya yang digunakan dalam pengadaan TBS dengan melihat nilai slack/surplus dan nilai dualnya (dual price). Nilai dual (dual price) atau sering disebut dengan harga bayangan (shadow price) menunjukan perubahaan yang akan terjadi pada fungsi tujuan apabila sumberdaya yang digunakan berubah sebesar satu satuan. Nilai ini juga menunjukan batas harga tertinggi dari tiap sumberdaya (input) yang masih memungkinkan perusahaan tetap melakukan pembelian. Nilai dual sangat berperan dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal pembelian sumberdaya. Slack/surplus

adalah kelebihan atau penurunan keuntungan dari tiap pengadaan sumberdaya yang selama ini dihadapi oleh perusahaan atau organisasi. Sumberdaya yang akan menjadi amatan dalam analisis dual adalah kapasitas produksi maksimal pabrik kelapa sawit, ketersediaan TBS pembelian, batasan kuota pembelian, ketersediaan tenaga kerja dan rendemen TBS.

4.3.6. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan pada saat solusi optimal tercapai. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara melihat perubahan koefisien fungsi tujuan tanpa merubah nilai optimalnya. Analisis ini berguna untuk mengetahui pengaruh perubahan pada tingkat keuntungan ketersediaan sumberdaya perusahaan tidak akan mengubah solusi optimal yang telah didapat. Pengaruh perubahan dapat dilihat dari selang kepekaan minimum (allowable decrease) dan selang kepekaan maksimum (allowable increase). Semakin sempit selang kepekaan tingkat keuntungan atau ketersediaan sumberdaya, menunjukan bahwa nilai tersebut paling peka dalam mengubah solusi optimal.

Batas minimum pada fungsi tujuan menunjukkan besarnya batas penurunan nilai koefisien fungsi tujuan tanpa merubah hasil pemecahan optimal. Demikian juga sebaliknya, batas maksimum pada fungsi tujuan menunjukkan besarnya batas peningkatan nilai koefisien fungsi tujuan tanpa merubah hasil optimal. Jika perubahan-perubahan yang terjadi masih berada di dalam selang kepercayaan, maka kondisi optimal relatif stabil.

Batas minimum pada kendala sebelah kanan menunjukkan besarnya batas penurunan nilai kendala sebelah kanan tanpa merubah nilai dual. Demikian juga,


(27)

27 batas maksimum pada kendala sebelah kanan menunjukkan besarnya batas peningkatan nilai kendala sebelah kanan tanpa merubah nilai dual. Jika perubahan-perubahan yang terjadi masih berada di dalam selang kepercayaan, maka nilai dual valid.

Dalam penelitian ini analisis sensitivitas digunakan untuk melihat batas perubahan kapasitas produksi maksimal pabrik kelapa sawit, ketersediaan TBS pembelian, batasan kuota pembelian, ketersediaan tenaga kerja dan rendemen TBS tanpa merubah kondisi optimalnya.

4.3.7. Analisis Post Optimal

Analisis post optimal dilakukan untuk mengetahui bagaimana solusi optimal yang diperoleh dari kombinasi pengadaan bahan baku TBS dalam memproduksi CPO dan PK di PKS Adolina jika terjadi perubahan terhadap parameter yang membentuk model. Pada penelitian ini dilakukan analisis post optimal dengan dua skenario. Skenario yang digunakan adalah mengetahui pengaruh penerimaan keuntungan terhadap aktivitas pengadaan bahan baku TBS dan peningkatan sumberdaya ketersediaan tenaga kerja.

4.4. Asumsi-Asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Koefisien di dalam model memenuhi asumsi-asumsi dasar dari Linier Programing.

2. Mesin Pengolahan Kelapa Sawit tidak mengalami kerusakan.

3. Tandan buah segar kebun sendiri Adolina diserap seluruhnya oleh PKS Adolina.

4. Produksi TBS dari kedua kebun untuk menghasilkan CPO dan PKO dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV dapat diserap oleh pasar.


(28)

28

V. GAMBARAN UMUM PKS ADOLINA

5.1. Profil Perusahaan

5.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan

Kebun unit Adolina didirikan oleh Pemerintah Belanda sejak tahun 1926 dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang

bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938 budidaya tembakau diubah menjadi kelapa sawit dan karet dengan nama “NV Serdang Maatschappy (SCM)”.

Sejak tahun 1973 budidaya karet diganti menjadi kakao, sedangkan kelapa sawit tetap dipertahankan. Pada tahun 1942 diambil alih oleh pemerintah Jepang dari Pemerintah Belanda. Pada tahun 1946 diambil kembali oleh Pemerintah Belanda dengan nama tetap NV SCM. Maka pada tahun 1958 perusahaan ini diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara (PPN), tahun 1960 PPN diganti nama menjadi PPN Baru SUMUT V. Pada tahun 1936 PPN Baru SUMUT V dipisah menjadi dua kesatuan yaitu:

1. PPN Karet III Kebun Adolina Hulu, Kantor Kesatuan di Tanjung Morawa 2. PPN Aneka Tanaman II Kebun Hilir, Kantor Kesatuan di Pabatu

Pada tahun 1968 PPN Antan II diganti menjadi PNP VI, dengan penggabungan kembali PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dengan PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, lalu pada tahun 1978 PNP VI dirubah menjadi bentuk Persero dengan nama PT. Perkebunan VI (Persero). Pada tahun 1994 PTP VI, PTP VII dan PTP VIII bergabung dan dipinjam oleh Direktur Utama PTP VIII. Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP VII dan PTP VIII diberi nama PTP Nusantara IV (Persero). Adolina merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan luas areal Hak Guna Usaha Kebun Adolina adalah seluas 8.965,69 Ha. Pembibitan dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina ini awalnya pada tahun 1956 memiliki kapasitas 26 Ton Tandan Buas Segar (TBS)/Jam, namun pada saat ini kapasitas PKS yang terpasang adalah 30 Ton TBS/Jam dengan tingkat stagnasi sebesar 0,75 % dan tingkat losis mencapai 1,50%. Dalam perkembanganya PKS Adolina terus melakukan pembenahan dan pelayanan demi meningkatkan keunggulan produksi. Pelayanan-pelayanan ini meliputi:


(29)

29 1. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2000

2. Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000 : 2004

3. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) 5.1.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan kelapa sawit. Unit usaha Adolina memperoleh bahan baku TBS dari kebun-kebun PTPN IV unit Adolina sendiri dan sebagian lagi diperoleh dari kebun-kebun rakyat atau swasta yang berada disekitarnya. Selain memproduksi CPO unit usaha Adolina juga memproduksi PKO yang selanjutnya tidak dipasarkan melainkan akan diproses lebih lanjut ke pabrik pengolahan inti sawit di Pabatu.

5.1.3. Lokasi Perusahaan

PTP Nusantara IV (Persero) PKS Adolina berada di Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya dipinggiran Jalan Raya Medan Pematang Siantar dengan jarak 38 Km dari Medan, yang dikelilingi oleh 21 desa yang berada di enam Kecamatan yaitu Perbaungan, Pantai Cermin, dan Pegajahan (berada di Kabupaten Serdang Bedagai) serta Galang, Bangun Purba dan STM Hilir (berada di Kabupaten Deli Serdang). Sesuai Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) No : 04.13/Kpts/Org/93/VII/1998 tanggal 17 Desember 1998 memutuskan terhitung tanggal 01 Januari melebur kebun Bagun Purba, Lau Rempak, B. Kuala dan merubah statusnya menjadi Afdeling unit kebun Adolina. Luas hak guna kebun unit Adolina seluas 8.965,69 hektar. Dimana dibagi menjadi dua bagian yaitu 8.636hektar untuk lahan kelapa sawit dan 329,69 hektar untuk Emplasment, pondok dan bibitan serta pabrik dll.

5.1.4. Daerah Pemasaran

Produk minyak CPO yang dihasilkan PKS Adolina ini dipasarkan dengan system pemesanan oleh pihak konsumen dimana selanjutnya pesanan minyak sawit CPO dikirim kepada pihak konsumen. Daerah pemasaran CPO dari unit usaha Adolina ini diekspor ke beberapa Negara seperti Belanda, Jepang, Belgia, dan sebagian dikirim untuk pasar local. Sedangkan untuk produk inti tidak


(30)

30 dipasarkan, melainkan diproses lebih lanjut ke pabrik pengolahan inti sawit di Pabatu.

5.2. Organisasi dan Manajemen

5.2.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina adalah struktur yang berbentuk lini dan fungsional berdasarkan fungsi. yaitu pembagian atas unit-unit organisasi didasarkan pada spesialisasi tugas yang dilakukan dan juga wewenang dari pimpinan dilimpahkan pada unit unit organisasi di bawahnya pada bidang tertentu secara langsung. Pimpinan tertinggi dipegang oleh seorang Manajer Unit. Adapun Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Organisasi PTPN IV Unit Adolina Manager Unit

Ka.Dis Tan Rayon A

Ka.Dis Tan Rayon B

Ka.Dis Tan Rayon C

KDTP Ka.Dis TU Ass.SDM

dan Umum

Ass. Afd 1

Ass. Afd 2

Ass. Afd 6 Ass. Afd 4

Ass. Afd 3

Ass. Afd 5 Ass. Afd 8 Ass. Afd 7

Ass. Afd 9

Ass.SDM dan Umum Ass.Tek

Pabrik

Ass.

Pengolahan 1

Ass.


(31)

31 5.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Adapun pembagian tugas dan tanggung jawab pada PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina adalah sebagai berikut :

1. Manajer Unit

Manajer Unit merupakan pimpinan tertinggi dikebun Adolina. Manajer Unit bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap perencanaan operasional pabrik serta bertanggung jawab dalam mengevaluasi kinerja Unit. Manajer Unit juga bertanggung jawab kepada Direksi yang terletak di kantor pusat Medan. Selain itu manajer unit memiliki tugas sebagai berikut :

a. Menciptakan iklim kerja yang sesuai dengan memperlihatkan hubungan ke dalam dan diluar kehidupan sosial bawahan dan masyarakat sekitarnya agar kegairahan kerja tetap terpelihara.

b. Melaksanakan penilaian dan mengusulkan pengangkatan, pemindahan, penambahan dan hukuman bagi karyawan staf berdasarkan ketentuan yang telah berlaku demi tegaknya disiplin kerja.

c. Mengawasi dan menilai hasil kerja kepala Dinas secara terus menerus dengan membandingkan hasil nyata dan norma-norma kerja serta melakukan tindakan pemulihan untuk menghindari anggaran biaya yang melebihi batas teloransi yang dibenarkan.

d. Melaporkan data serta kegiatan yang ada kepada direksi. 2. Kepala Dinas Tanaman

Kepala Dinas Tanaman bertugas melakukan koordinasi penyusunan taksasi produksi tanaman berdasarkan data dan pengamatan agar diperoleh taksasi yang dapat mendekati kenyataan. Selain itu Kepala Dinas Tanaman juga memiliki tugas sebagai berikut :

a. Mengajukan anggaran belanja dengan program pelaksanaan yang sistematis dan mudah dimengerti bersama-sama dengan asisten tanaman/afdeling.

b. Mengendalikan semua kegiatan operasi afdeling berdasarkan normanorma yang berlaku agar semua kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan operasi.


(32)

32 c. Membina pengetahuan dan keterampilan para asisten tanaman/afdeling melalui rapat kerja, diskusi, penjelasan langsung dilapangan supaya lebih mampu melaksanakan tugas sebagai instruksi terhadap bawahannya. d. Memelihara kerja di bidang tanaman sesuai dengan lingkungan kerja agar

setiap orang merasa senang dan aman dalam menyelesaikan tugas.

e. Menyempurnakan metode kerja yang tidak sesuai dengan metode yang lebih baik melalui pengamatan agar efektivitas dan efisiensi kerja tercapai secara optimal.

3. Asisten Tanaman/Afdeling

Asisten Tanaman/Afdeling bertugas membuat taksasi produksi tanaman yang disusun berdasarkan analisis data dan taksiran potensi tanaman agar diperoleh taksasi yang dapat mendekati kenyataan. Selain itu, Asisten Tanaman/Afdeling mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Mengajukan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan ketentuan penerimaannya agar dapat menyelesaikan semua pekerjaan sesuai dengan program.

b. Mengatur pembagian kerja dan melengkapi peralatan/bahan secara teratur dan terpadu supaya hasil kerja diperoleh sesuai dengan yang ditentukan.

c. Menempatkan tenaga kerja sedapat mungkin sesuai dengan bakat, fisik dan sikap agar tercapai semangat kerja yang bergairah.

d. Melaksanakan pemeiharaan secara efektif dan efisien sesuai dengan standar yang ditentukan.

e. Melaksanakan panen sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan menyelesaikan pengangkutan secepatnya pada hari itu juga sehingga kenaikan ALB (Asam Lemak Bebas) di kebun dapat dihindari.

4. Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan

Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan merupakan penanggung jawab pabrik dibidang pemeliharaan, bengkel dan bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan dan tindakan dalam bidang produksi.

Selain itu Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan juga memiliki tugas sebagai berikut :


(33)

33 a. Memberikan petunjuk dan mengawasi pemeliharaan di bidang teknik b. Membuat rencana pelayanan kebutuhan bangunan atau pengangkutan

bahan mentah.

c. Melayani kebutuhan dan merencanakan kapasitas pabrik.

d. Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengarahkan serta mengawasi kegiatan-kegiatan bagian pengolahan dan laboratorium.

e. Menandatangani dan mengecek formulir-formulir dan laporan-laporan sesuai dengan asisten dan prosedur yang berlaku.

f. Melaporkan data, kegiatan bagian pengolahan dan laboratorim kepada administratur.

5. Assisten Bengkel Umum/Pabrik

Assisten Bengkel Umum/Pabrik bertugas membantu Kepala Dinas Teknik dalam memimpin bagian reparasi alat-alat pabrik. Selain itu, Assisten Bengkel Umum/Pabrik mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Berperan dalam pemeliharaan dan perbaikan alat-alat yang ada di pabrik agar tetap dalam kondisi yang baik.

b. Merencanakan dan mengarahakan serta mengkoordinasikan kegiatan bagian reparasi.

6. Assisten Transportasi/Motor

Assisten Transportasi/Motor bertugas membantu Kepala Dinas Teknik dalam memimpin bagian bengkel motor. Selain itu, Assisten Transportasi/Motor mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Mengawasi alat pengangkutan kendaraan bermotor.

b. Mengkoordinasikan segala perbaikan kendaraan bermotor yang rusak. 7. Asisten PKS

Asisten PKS bertugas membantu Kepala Dinas Pengolahan dalam mengawasi kegiatan pabrik. Selain itu, Asisten PKS mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Mengawasi seluruh kegiatan proses produksi di pabrik

b. Mengawasi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan dengan berpedoman kepada ketentuan yang diberikan oleh direksi.

c. Memberikan data dan kegiatan proses produksi kepada Kepala Dinas Pengolahan.


(34)

34 8. Mandor Bagian Pengiriman

Mandor Bagian Pengiriman bertugas membantu Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan dalam mengawasi kegiatan pabrik. Selain itu mandor bagian pengiriman bertanggung jawab melaksanakan penjualan minyak sawit (CPO) dan inti pada pelanggan.

9. Kepala Dinas Tata Usaha

Kepala Dinas Tata Usaha bertugas membantu Manajer Unit dalam memimpin seluruh kegiatan administrasi perusahaan. Tugas yang ditangani Kepala Dinas Tata Usaha adalah sebagai berikut :

a. Merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan bagian administrasi. b. Mengawasi pemakaian dan penggunaan alat-alat kantor.

c. Mengkoordinasikan segala pembayaran dan penyediaan barang-barang. d. Mengawasi seluruh kegiatan administrasi perusahaan.

10. Asisten Tata Usaha

Asisten Tata Usaha bertugas membantu Kepala Dinas Tata Usaha dalam menjalankan seluruh kegiatan administrasi diperusahaan.

11. Asisten SDM dan Umum

Asisten SDM dan Umum bertugas membantu Manajer Unit dalam meneliti penerimaan tenaga kerja. Tugas yang ditangani Asisten SDM dan Umum adalah sebagai berikut :

a. Mengawasi dan meneliti penerimaan tenaga kerja dengan berpedoman kepada standard yang telah ditetapkan oleh Direksi.

b. Melaksanakan kegiatan yang diprogramkan oleh pemerintah setelah mendapatkan persetujuan Direksi.

c. Membina hubungan baik dengan pemerintah dan masyarakat disekitar lokasi perusahaan.

d. Mengkoordinasikan kegiatan dalam peningkatan kesejahteraan karyawan.

e. Memberikan informasi kepada Manajer Unit dalam bidang produktivitas kerja.


(35)

35 12. Perwira Pengamanan (Pa Pam)

Perwira Pengamanan (Pa Pam) bertugas membantu Manajer Unit dalam memimpin bidang keamanan. Tugas yang ditangani Perwira Pengamanan (Pa Pam) adalah melakukan pengawasan pengamanan informasi dan inventaris perusahaan.

5.2.3. Jumlah Tenaga Kerja

Adapun jumlah karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Karyawan Unit Usaha Adolina

Uraian Tenaga Kerja Kebun Adolina

Pria Wanita Jumlah

Karyawan Pimpinan 8 0 8

Karyawan Pelaksana 1.193 437 1.630

Honorer 9 2 11

Jumlah 1.210 439 1.649

5.2.4. Jam Kerja

Pengaturan jam kerja karyawan yang berlaku di PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina dibagi atas 2 bagian, yaitu sebagai berikut :

a. Bagian Kantor

Untuk bagian kantor hanya ada 1 shift dengan 7 jam kerja per hari dan 40 jam kerja per minggu dengan bagian dapat diihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jam Kerja Karyawan Kantor Unit Usaha Adolina

No. Hari Waktu Kerja (WIB) Istirahat

1 Senin – Kamis 06.30 – 09.30 10.30 – 15.00

09.30 – 10.30

2 Jumat 06.30 – 09.30

10.30 – 12.00

09.30 – 10.30

3 Sabtu 06.30 – 09.30

10.30 – 13.00

09.30 – 10.30

b. Bagian Pabrik

Untuk bagian pabrik pekerja dibagi atas dua shift . Jam kerja karyawan berdasarkan sift di PKS Adolina dapat dilihat pada Tabel 10.


(36)

36 Tabel 10. Jam Kerja Karyawan PKS Adolina

No Shift Waktu Kerja (WIB)

1 I 06.30 – 17.00

2 II 17.00 – 05.00

5.3. Proses Produksi

Proses produksi adalah cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan dan dana. Pada PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina ada dua jenis proses pengolahan sawit yaitu proses pengolahan sawit CPO dan PKO.

5.3.1. Proses Produksi CPO

Bahan baku utama PPKS PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina adalah buah kelapa sawit yang masih segar. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di PKS dimaksudkan untuk memperoleh minyak sawit CPO dari daging buah (mesocp) dan PKO dari biji (nut). Untuk mendapat kualitas minyak yang baik bermula dari lapangan, sedangkan proses pengolahan dipabrik hanya dapat menekan sekecil mungkin perubahan/penurunan kualitas dan kehilangan (Lossis) selama proses. Pabrik tidak dapat memproduksi minyak lebih dari apa yang dikandung TBS. Mutu dan Rendemen hasil olah sangat dipengaruhi oleh

fraksi panen (derajat kematangan), kegiatan pengutipan brondolan dan perlakuan terhadap TBS. perlakuan TBS mulai dari panen, transport dan proses pengolahan dipabrik akan menentukan kuantitas dan kualitas minyak yang dihasilkan.Adapun proses produksi CPO dan PKO adalah sebagai berikut :

1. Stasiun Penerimaan Bahan Buah (Fruit Reception Station)

Stasiun penerimaan bahan buah ini berfungsi untuk menerima TBS yang berasal dari kebun dan pembelian. Pada stasiun ini TBS melalui tahapan proses yaitu tahap penimbangan buah dan tahap penumpukan dan pemindahan buah. 2. Stasiun Penimbangan Buah (Fruit Weighting) dan Sortasi

Setiap truk yang mengangkut TBS kepabrik ditimbang terlebih dahulu dijembatan timbang (bridge weighing) untuk memperoleh berat sewaktu berisi (bruto) dan sesudah dibongkar (tarra). Selisih antara bruto dengan tarra adalah


(37)

37 jumlah TBS yang diterima di PKS (netto). Jembatan timbang menggunakan mekanikal hybrid dengan kapasitas 50 ton. Dilengkapi dengan sistem komputasi, jembatan timbangan ditera oleh Badan Meterologi 1 kali setahun. TBS (tandan buah segar) yang sudah ditimbang dimasukkan ke loading ramp.

Sortasi TBS dilakukan dilantai atau peron loading ramp. Mutu dan rendemen hasil olah sangat dipengaruhi oleh mutu tandan dan mutu panen. Sortasi TBS sebagai alat untuk menilai mutu panen dilaksanakan terhadap setiap kebun yang mengolah buah di PKS dengan menentukan satu truk/lebih yang dianggap mewakili untuk setiap afdeling kebun pengirim/hari. Untuk pengiriman TBS dari pihak ke III, maka sortasi dilakukan terhadap semua truk. Sebelum dibongkar, diambil sekitar 40 brondolan untuk mengetahui apakah buah tersebut termasuk jenis dura atau tenera. Untuk TBS dari pihak ke III, buah yang ditolak adalah buah mentah (fraksi 00 dan fraksi 0), buah dura (bila komposisinya >15%), dan buah yang beratnya <10 kg. sortasi buah dilaksanakan sesuai dengan kriteria panen yang terbagi atas beberapa fraksi.

3. Stasiun Rebusan

TBS yang berada dalam lory rebusan diangkut dari stasiun penerimaan buah dengan bantuan transfer carrier yang bergerak pada jaringan rel. Lory

rebusan ini selain sebagai alat angkut juga sebagai wadah untuk merebus buah. Badan lory tersebut terbuat dari plat baja berlubang kecil dengan diameter 27.000 mm berjumlah 3 unit dengan system 2 pintu dan memakai PLC (Program Local Control) dengan waktu merebus buah ± 90 menit, masing-masing sterilizer

berkapasitas 10 lory ( ± 25 ton TBS). Sistem perebusan yang dipakai adalah sistem 3 puncak (triple peak). Triple peak adalah jumlah puncak dalam proses perebusan ditunjukkan dari jumlah pembukaan atau penutupan dari uap masuk atau keluar selama perebusan berlangsung yang diatur secara manual atau otomatis. Waktu perebusan yang menjadi perhatian setelah puncak pertama dan kedua adalah pada saat puncak ketiga (holding time) yaitu antara 40-60 menit.

Holding time sangat dipengaruhi oleh kematangan buah, lamanya buah menginap dan tekanan steam. Semakin matang dan semakin buah lama menginap, semakin pendek waktu yang diperlukan di puncak ketiga.


(38)

38 4. Stasiun Penebah

Stasiun penebah mempunyai fungsi untuk memisahkan brondolan dari tandannya buah matang dari sterilizer diatur masuk sebagai umpan ke dalam

thresher yang kecepatannya diatur oleh variabel speed. Di dalam tresher

dipisahkan antara tandan kosong dan brondolan matang dengan cara dibantingkan/dijatuhkan dari atas ke bawah sambil diputar.

5. Stasiun Pengempaan

Stasiun pengempaan adalah stasiun pertama dimulainya pengambilan minyak dari buah dengan jalan melumat dan mengepal. Pada stasiun ini dilakukan dua tahap pengolahan yaitu :

a. Pengadukan (digesting) b. Pengempaan (pressing)

1. Digester terintegrasi dengan screw press. Brondolan yang telah dibawa

fruit elevator diremas atau diaduk. Fungsi digester adalah sebagai berikut :

a. Mencincang dan melumat brondolan sehingga daging dengan biji (noten) mudah dipisahkan.

b. Mengeluarkan sebagian minyak dari brondolan yang timbul akibat proses pengadukan.

c. Memudahkan pengeluaran minyak di screw press. 2. Screw Press

Massa adukan yang berasal dari alat pengadukan (digester), dialirkan ke dalam alat pengempa (screw press) yang berfungsi untuk mengempa massa adukan sehingga terjadi pemisahan antara massa padat (biji, serat dan kotoran) dengan cairan minyak kasar. Tujuan dari proses pengempaan ini adalah untuk mengambil minyak yang ada dalam massa adukan semaksimal mungkin dengan cara mengempa pada tekanan tertentu.

6. Stasiun Pemurnian Minyak (Clarification Station)

Stasiun ini berfungsi untuk mendapatkan minyak sawit mentah CPO yang sudah dimurnikan dari impurities atau kotoran lainnya.Stasiun pemurnian minyak adalah stasiun terakhir untuk pengolahan minyak sawit mentah (CPO). Minyak mentah yang dihasilkan dari stasiun pengempaan dikirim ke stasiun ini untuk proses selanjutnya sehingga diperoleh minyak produksi.


(1)

110

Lanjutan lampiran 5

27) 6000000.000000 0.000000 75) 63041.554688 0.000000 28) 6000000.000000 0.000000 76) 109408.648438 0.000000 29) 6000000.000000 0.000000 77) 72247.500000 0.000000 30) 6000000.000000 0.000000 78) 89676.804688 0.000000 31) 6000000.000000 0.000000 79) 156962.281250 0.000000 32) 6000000.000000 0.000000 80) 124924.796875 0.000000 33) 6000000.000000 0.000000 81) 108900.218750 0.000000 34) 6000000.000000 0.000000 82) 123432.960938 0.000000 35) 6000000.000000 0.000000 83) 85262.484375 0.000000 36) 6000000.000000 0.000000 84) 109046.148438 0.000000 37) 6000000.000000 0.000000 85) 137280.000000 0.000000 38) 0.000000 1710755.750000

39) 0.000000 2191692.500000 40) 0.000000 2342626.250000 41) 0.000000 2342331.250000 42) 0.000000 2765911.250000 43) 0.000000 3249768.250000 44) 0.000000 4254072.500000 45) 0.000000 4824504.500000 46) 0.000000 3186557.500000 47) 0.000000 4482323.000000 48) 0.000000 4202053.500000 49) 0.000000 5848410.000000 NO. ITERATIONS= 36

RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES

VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X31 6326.359863 INFINITY 2125.162354 X32 6526.399902 INFINITY 2433.211182 X33 6660.500000 INFINITY 2133.186035 X34 6441.419922 INFINITY 2130.272461 X35 6423.240234 INFINITY 2176.079346 X36 6120.000000 INFINITY 2287.621582 X37 6439.509766 INFINITY 2662.123047 X38 7124.569824 INFINITY 2990.395508 X39 6853.180176 INFINITY 2633.518555 X310 7383.689941 INFINITY 3138.364746 X311 8230.240234 INFINITY 3297.770508 X312 8690.910156 INFINITY 4364.484863 X41 3030.888916 INFINITY 3030.888916 X42 3222.020020 INFINITY 3222.020020 X43 3508.770020 INFINITY 3508.770020 X44 3576.760010 INFINITY 3576.760010 X45 3709.879883 INFINITY 3709.879883 X46 3705.870117 INFINITY 3705.870117 X47 3617.870117 INFINITY 3617.870117 X48 4070.330078 INFINITY 4070.330078 X49 4658.040039 INFINITY 4658.040039 X410 4913.040039 INFINITY 4913.040039 X411 5117.569824 INFINITY 5117.569824 X412 6621.930176 INFINITY 6621.930176 X11 -1170.680054 INFINITY 513.226746 X12 -1158.819946 INFINITY 591.756958 X13 -1282.219971 INFINITY 515.377747 X14 -1237.800049 INFINITY 515.312866 X15 -1221.199951 INFINITY 525.523132 X16 -1102.660034 INFINITY 552.460571 X17 -1091.760010 INFINITY 638.110901 X18 -1207.650024 INFINITY 723.675720 X19 -1268.500000 INFINITY 637.311523 X110 -1281.329956 INFINITY 761.994873 X111 -1453.099976 INFINITY 798.390198 X112 -1353.439941 INFINITY 1052.713745 X21 -1692.930054 1479.358032 INFINITY X22 -1661.140015 1196.228760 INFINITY X23 -1877.959961 1346.341797 INFINITY X24 -1708.400024 1270.570801 INFINITY X25 -1699.020020 1095.424316 INFINITY


(2)

111

Lanjutan kampiran 5

X26 -1740.790039 1572.316895 INFINITY X27 -1574.719971 2775.200439 INFINITY X28 -1701.280029 3585.569336 INFINITY X29 -1924.920044 2247.687012 INFINITY X210 -1815.170044 2795.371338 INFINITY X211 -2197.300049 2823.559570 INFINITY X212 -2498.540039 4601.997070 INFINITY X51 -326.700012 326.700012 INFINITY X52 -265.000000 265.000000 INFINITY X53 -387.000000 387.000000 INFINITY X54 -252.199997 252.199997 INFINITY X55 -279.000000 279.000000 INFINITY X56 -428.100006 428.100006 INFINITY X57 -305.200012 305.200012 INFINITY X58 -297.000000 297.000000 INFINITY X59 -449.899994 449.899994 INFINITY X510 -289.700012 289.700012 INFINITY X511 -446.600006 446.600006 INFINITY X512 -613.200012 613.200012 INFINITY RIGHTHAND SIDE RANGES

ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 2 16500000.000000 INFINITY 9350000.000000 3 16500000.000000 INFINITY 8555555.000000 4 16500000.000000 INFINITY 6750000.000000 5 16500000.000000 INFINITY 6750000.000000 6 16500000.000000 INFINITY 5210526.500000 7 16500000.000000 INFINITY 3882353.000000 8 16500000.000000 INFINITY 2200000.750000 9 16500000.000000 INFINITY 2200000.750000 10 16500000.000000 INFINITY 5774999.500000 11 16500000.000000 INFINITY 3882353.000000 12 16500000.000000 INFINITY 5210526.500000 13 16500000.000000 INFINITY 4583333.500000 14 0.000000 INFINITY 2859999.750000 15 0.000000 INFINITY 3177778.000000 16 0.000000 INFINITY 3900000.000000 17 0.000000 INFINITY 3900000.000000 18 0.000000 INFINITY 4515789.500000 19 0.000000 INFINITY 5047059.000000 20 0.000000 INFINITY 5719999.500000 21 0.000000 INFINITY 5719999.500000 22 0.000000 INFINITY 4290000.000000 23 0.000000 INFINITY 5047059.000000 24 0.000000 INFINITY 4515789.500000 25 0.000000 INFINITY 4766666.500000 26 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 27 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 28 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 29 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 30 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 31 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 32 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 33 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 34 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 35 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 36 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 37 6000000.000000 INFINITY 6000000.000000 38 2145.000000 2805.000000 2145.000000 39 2145.000000 2309.999756 2145.000000 40 2145.000000 1485.000000 2144.999756 41 2145.000000 1485.000000 2145.000000 42 2145.000000 990.000061 2145.000000 43 2145.000000 660.000000 2145.000000 44 2145.000000 330.000122 2145.000000 45 2145.000000 330.000122 2145.000000 46 2145.000000 1154.999878 2145.000000 47 2145.000000 660.000000 2144.999756 48 2145.000000 990.000061 2145.000000 49 2145.000000 825.000000 2144.999756


(3)

112

Lanjutan lampiran 5

50 0.000000 INFINITY 1726725.000000 51 0.000000 INFINITY 1932089.000000 52 0.000000 INFINITY 2355600.000000 53 0.000000 INFINITY 2358525.000000 54 0.000000 INFINITY 2726407.750000 55 0.000000 INFINITY 3047161.750000 56 0.000000 INFINITY 3427710.000000 57 0.000000 INFINITY 3460599.750000 58 0.000000 INFINITY 2595450.000000 59 0.000000 INFINITY 3063564.750000 60 0.000000 INFINITY 2733181.500000 61 0.000000 INFINITY 2874300.000000 62 0.000000 INFINITY 368224.968750 63 0.000000 INFINITY 402783.375000 64 0.000000 INFINITY 523575.000000 65 0.000000 INFINITY 531375.000000 66 0.000000 INFINITY 594955.250000 67 0.000000 INFINITY 603123.562500 68 0.000000 INFINITY 736449.937500 69 0.000000 INFINITY 727870.000000 70 0.000000 INFINITY 569497.500000 71 0.000000 INFINITY 643500.000000 72 0.000000 INFINITY 571247.375000 73 0.000000 INFINITY 557700.000000 74 0.000000 INFINITY 73323.250000 75 0.000000 INFINITY 63041.554688 76 0.000000 INFINITY 109408.648438 77 0.000000 INFINITY 72247.500000 78 0.000000 INFINITY 89676.804688 79 0.000000 INFINITY 156962.281250 80 0.000000 INFINITY 124924.796875 81 0.000000 INFINITY 108900.218750 82 0.000000 INFINITY 123432.960938 83 0.000000 INFINITY 85262.484375 84 0.000000 INFINITY 109046.148438 85 0.000000 INFINITY 137280.000000


(4)

113

Lampiran 6. Persentasi Realisasi Pasokan TBS Kebun Adolina dan Pembelian Skenario

satu

TBS Kebun Adolina (Kg) TBS Pembelian (Kg) Total TBS (Kg) (%) Pembelian

8.656.497

1.611.327

10.267.823

0,16

9.761.630

2.341.330

12.102.960

0,19

11.942.502

2.661.391

14.603.893

0,18

12.101.525

2.583.945

14.685.470

0,18

13.931.862

3.817.919

17.749.781

0,22

15.202.126

3.056.336

18.258.462

0,17

17.545.037

1.864.606

19.409.643

0,10

17.708.583

1.623.035

19.331.618

0,08

13.251.339

1.965.219

15.216.558

0,13

15.335.226

1.960.434

17.295.659

0,11

13.622.705

1.977.568

15.600.273

0,13


(5)

ii

RINGKASAN

ROSELINA BR BAKARA.

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS)

sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel

Oil (PKO) (Studi Kasus PKS Adolina PT Perkebunan Nusantara IV). (Dibawah

bimbingan

DWI RACHMINA

).

Sub sektor perkebunan sebagai salah satu bagian dari pertanian dalam arti

luas dan merupakan komponen utama yang penting dalam perekonomian

Indonesia. Hasil-hasil perkebunan yang selama ini telah menjadi komoditas

ekspor antara lain adalah kelapa sawit. Tingginya permintaan minyak kelapa sawit

tercermin dari menigkatnya konsumsi minyak sawit dunia. Produksi minyak sawit

pertumbuhannya dari tahun 2001 sampai 2008 mencapai 6,75 persen dan

pertumbuhan konsumsi pada rentang tahun yang sama mencapai 6,93 persen.

Persentase peningkatan pada kinerja ekspor CPO yang berkisar 4,13 persen

hingga 14,58 persen ini mengindikasikan bahwa salah satu sumber penghasil

devisa Indonesia berasal dari ekspor CPO ke Negara seperti India, China dan Uni

Eropa.

Unit Usaha Adolina merupakan salah satu unit usaha milik PTPPN IV

yang bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Perkebunan

Adolina memiliki luas areal tanam kelapa sawit sebesar 8.815,69 hektar dengan

tanaman produktif seluas 5.095 hektar dan pabrik kelapa sawit (PKS) dengan

kapasitas produksi 30 ton Tandan Buah Segar (TBS) per jam. Bahan baku TBS

merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan industri PPKS. Pabrik

pengolahan sering mengalami kekurangan bahan baku dalam memenuhi kapasitas

produksi untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan. Saat ini produksi kebun

Adolina hanya mampu memasok TBS sebesar 32 persen dari kapasitas pabrik

kelapa sawit (PKS). Oleh sebab itu perlu dilakukan kegiatan optimalisasi

pengadaan TBS untuk mencapai keuntungan optimal PKS Adolina dengan

memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki. Penelitiaan ini dilakukan

dengan tujuan untuk menganalisis tingkat produksi CPO dan PKO yang

memberikan keuntungan maksimal dengan pemanfaatan sumberdaya yang

terbatas dan mengidentifikasi tingkat pengadaan optimal TBS dalam

memproduksi CPO dan PKO di PKS Adolina untuk mencapai keuntungan

maksimum.

Sumberdaya yang menjadi kendala adalah kapasitas maksimal pabrik,

ketersediaan TBS pembelian, kuota batasan pembelian, ketersediaan tenaga kerja,

dan kendala transfer. Kendala pembatas dalam penelitian ini adalah ketersediaan

tenaga kerja dan kendala Transfer. Metode penelitian yang digunakan adalah

linear programming

dengan a nalisis

primal,

analisis

dual

, analisis

sensitivitas

dan analisis

post optimal

.

Hasil optimalisasi keadaan aktual menyatakan bahwa

keuntungan aktual masih belum tercapai, keuntungan saat ini hanya sebesar 72

persen dari keuntungan optimal. Pada keadaan ini masih terdapat

sumberdaya-sumberdaya yang mengalami kelebihan sehingga mengakibatkan pemborosan

seperti, kapasitas pabrik yang digunakan hanya rata-rata mencapai 68 persen,

kelebihan pasokan TBS pembelian sebesar 4.446.525, dan batasan kuota

pembelian sebesar 6.000.000 kilogram setiap bulannya.


(6)

iii

Pasokan bahan baku dari pembelian merupakan salah satu sumberdaya

yang berlebih dan mengakibatkan pemborosan bagi PKS Adolina. Maka untuk

memaksimalkan keuntungan dilakukan analisis

post optimal

dengan dua scenario.

Penentuan scenario dilihat dari keadaan aktual perusahaan dan kelabihan dan

kekurangan sumberdaya yang terdapat diperusahaan. Skenario satu yaitu

pengurangan pasokan pembelian sebesar 44,8 persen dan di ikuti dengan

peningkatan pasokan kebun Adolina sebesar 22 persen akan meningkatkan

keuntungan optimal sebesar 0,55 persen dari keuntungan aktual PKS Adolina

pada tahun 2010. Peningkatan keuntungan optimal yang dapat diperoleh sebesar

Rp 18.471.150.000. Skenario dua yaitu peningkatan jumlah ketersediaan tenaga

kerja langsung sebesar 10 persen mampu meningkatkan keuntungan optimal

sebesar 0,39 persen yaitu senilai Rp 25.042.951.163.