Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat
dilakukan dengan merubah sikap kerja statis dengan sikap kerja yang bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah oksigen dapat berjalan normal ke seluruh
anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif
maupun subjektif.
3.4. Keluhan Musculoskeletal
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament
dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders MDSs atau keluhan pada sistem
musculoskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1. Keluhan sementara reversible, yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan, dan
2. Keluhan menetap persistent, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Salah satu faktor yang menyebabkan keluhan muskuloskeletal adalah sikap kerja yang tidak alamiah. Di Indonesia, postur kerja
yang tidak alami ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja maupun tingkah laku
pekerja itu sendiri. Sebagai Negara berkembang, sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada perkembangan teknologi negara-negara maju, khususnya dalam
pengadaan peralatan industri. Mengingat bahwa dimensi peralatan tersebut didesain tidak berdasarkan ukuran tubuh orang Indonesia, maka pada saat bekerja
pekerja Indonesia harus mengoperasikan peralatan tersebut, terjadilah postur kerja yang tidak alami Tarwaka, Solichul HA. Bakri, Lilik Sudiajeng, Ergonomi:
Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas., Surakarta: Penerbit UNIBA PRESS, 2004.
Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health Administration OSHA, tindakan untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah
melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik desain stasiun dan alat kerja dan rekayasa manajemen kriteria dan organisasi kerja. Langkah preventif ini
dimaksudkan untuk mengeliminir overexertion dan mencegah adanya sikap kerja yang tidak alami.
a. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alternative sebagai berikut:
−
Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang
mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.
−
Substitusi, yaitu mengganti alatbahan lama dengan alatbahan baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur
penggunaan peralatan.
−
Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja.
−
Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
b. Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut:
−
Pendidikan dan pelatihan Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami
lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap resiko sakit
akibat kerja.
−
Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti disesuaikan
dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.
−
Pengawasan yang intensif Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih
dini terhadap kemungkinan terjadinya resiko sakit akibat kerja.
3.5. Postur Kerja