41 3.
Bagi anak jalanan perempuan sering kali mereka dijadika sebagai tempat pelampiasan kebutuhan seksual preman lelaki dewasa yang sama –sama
tinggal di jalanan, atau bahkan mereka dijual sebagai pelacur. 4.
Menjadi subjek dan objek kriminalitas. Seorang anak jalanan sering kali dimanfaatkan oleh para preman untuk mencari uang sebanyak-banyaknya
dengan cara yang tidak benar seperti mencuri dan merampas. Dan kadang- kadang anak jalanan yang tidak patuh dengan orang yang menyuruhnya bisa
menerima perlakuan kriminal seperti dipukul dan dianiaya atau bahkan diperkosa bagi anak jalanan perempuan.
5. Kehidupan masa depan sang anak tidak terjamin karena tidak dibekali oleh
pengetahuan dan keterampilan yang cukup ketika masih kecil. Bahkan dapat dikatakan anak-anak jalanan itu tidak mempunyai masa depan. Selamanya
mereka akan berada di jalanan dan akan sulit sekali bagi mereka untuk keluar dari kehidupan jalanan.
6. Pendidikan formal sang anak tidak maksimal karena mereka mungkin lebih
memilih untuk berada dijalanan dari pada disekolah dengan berbagai alasan.
2.3 Pendekatan Penyelesaian Anak Jalanan
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha mengatasi anak jalanan diperkotaan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur yang terkait baik
intansi pemerintah, International Laour Organization ILO maupun organisasi masyarkat non pemerintah NGO yang fokus dalam upaya pendampingan dan
perlindungan pekerja anak Jauchar, 2008:155.
Universitas Sumatera Utara
42 Sementara itu Twikromo 1999 dalam Jauchar, 2008:155,
melihat bahwa setidaknya ada dua pendekatan yang lazim digunakan dalam menaggulangi masalah
anak jalanan yaitu: 1.
Penanggulangan Preventif. Biasanya dibawa kesituasi formal, cara semacam ini cenderung dilaksanakan didalam kelas dengan jumlah
peserta yang cukup besar, seperti situasi formal yang mana bimbingan, latihan dan pendekatan bisa diselenggarakan secara individual di jalan-
jalan 2.
Penaggulangan Represif. Dilakukan secara teroganisir dan intansi pemerintah untuk mengurangi atau mencegah meluasnya pengaruh
masalah anak jalanan seperti razia. Uapaya penaggulangan secara represif biasanya dilaksanakan oleh pemerintah kota ketika melihat aktifitas anak
jalanan telah menggangu ketertiban umumperkotaan. Menurut Jauchar 2008: 161-163, guna mengatasi permasalahan anak
jalanan, terdapat tiga strategi penanggulangan anak jalanan melalui identifikasi dan pengembangan kelompok sasaran yang diharapkan mampu mengakomodir berbagai
segmen usia yang ada dalam anak jalanan. Ketiga strategi itu adalah: 1.
Pengembangan pendidikan formalnon formal Pada strategi ini lebih diajukan kepada anak-anak jalanan usia
sekolah 5-9 tahun dan 10-14 tahun yaitu agar mereka tetap dapat melanjudkan sekolahnya dan berada dalam lingkungan sekolah dan
keluarga. Dalam startegi ini instansi terkait tidak hanya bekerja sendiri, akan tetapi juga menjalin kerja sama dengan lemabaga swadaya
masyarakat yang fokus dalam bidang pendampingan dan perlindungan anak.
Universitas Sumatera Utara
43 2.
Pengembangan kemapuan permodalan. Pada strategi ini terkait dengan kemampuan permodalan yang
ditunjukan pada anak-anak jalanan yang sudah drop out dari sekolah dan usia sudah tidak memungkinkan untuk melanjudkan sekolah. Melalui
strategi ini anak-anak jalanan diberi pelatiahan keterampilan dan permodalan baik secara kelompok maupun perorangan. upaya
pengembangan strategi ini dilaksanakan dengan pola kemitraan dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki kompetensi dalam bidang usaha
tertentu. Usia anak jalanan yang mendapat program ini terutama bagi mereka yang berusia 16-19 tahun. Hal ini dilaksanakan dengan asumsi
bahwa mereka akan segera memasuki masa remaja yang berarti pola pikir mereka diharapkan dapat berkembang untuk beralih berwirausaha dan
tidak lagi berada di jalanan. 3.
Permodalan kelembagaan ekonomi kemasyarakatan. Pada strategi ketiga ini adalah perkembangan kelembagaan
ekonomi kerakyatan. Anak-anak jalanan yang semula berusaha secara individu, didorong agar mau berusaha secara berkelompok maupun
perorangan. Pembentukan kelompok maupun jenis usaha yang akan dilaksanakan hendaknya mucul dari aspirasi mereka sendiri. Peran
institusi pemerintah maupun lembaga-lembaga pemberdayaan dilaksanakan terbatas pada upaya pendampingan dan monitoring saja. Hal
ini dimaksudkan untuk tidak memberikan penekanan kepada anak bimbingan sehingga keterlibatan mereka dalam kelompok murni karena
kesan visi dan misi dengan terjalin suasana kondusif dan melaksanakn usaha-usahanya.
Universitas Sumatera Utara
44
2.4 Kerangka Pemikiran