Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Randika 2011 yang mendapatkan P pada variabel pendidikan 0,976, sehingga disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat filariasis.
9. Hubungan antara pendapatan dengan perilaku minum obat
Hasil analisis dengan menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,413 dengan P Value 0,05 yang menunjukan bahwa Ho diterima
atau tidak ada hubungan antara pendapatan dengan perilaku minum obat anti filaria. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin 1970 yang
menyatakan bahwa pendapatan atau kelas ekonomi adalah salah satu faktor pembentuk perilaku kesehatan.
Masih dalam teori yang sama, Lewin memberikan penguatan bahwa pendapatan atau ekonomi tidak secara langsung membentuk perilaku.
Masyarakat akan cenderung memanfaatkan sesuatu yang didapatkan jika dia telah mengeluarkan biaya dalam mendapatkannya. Rasa rugi adalah salah
satu faktor penguat untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku sehat. Masyarakat akan merasa terdorong untuk mengambil manfaat jikalau dia
akan merasa rugi atau membuang uang jika tidak dimanfaatkan. Sedangkan pada program pencegahan filariasis ini, pemerintah menjalankan program
dengan gratis, sehingga menurunkan dorongan untuk bertindak. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Jaya 2009 yang
mengemukakan bahwa hasil uji statistik antara pendapatan dengan
kepatuhan minum obat adalah P= 0,757 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan dengan kepatuhan minum obat.
10. Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku minum obat
Hasil analisis dengan menggunakan Pearson correlation didapatkan P tabel 0,589 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau
tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku minum obat anti filaria. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin 1970 dan Green 1991
yang menyatakan bahwa pengetahuan adalah salah satu faktor pembentuk perilaku manusia.
Penyebab utama ketidaksesuaian ini adalah bahwa petugas kesehatan tidak memberikan pendidikan kesehatan secara merata kepada semua
kelompok umur. Petugas hanya memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu-ibu pengajian dan pertemuan warga. Sedangkan kelompok remaja tidak
mendapatkan pendidikan kesehatan dari petugas. Selain itu, petugas tidak memberikan obat secara langsung kepada masyarakat pada waktu obat akan
diminum malam hari. Waktu pemberian obat juga menentukan bagaimana sikap dan perilaku masyarakat terhadap obat tersebut, karena jikalau ada
sesuatu yang akan ditanyakan, masyarakat bisa langsung bertanya dan petugas bisa langsung memberikan pengarahan. Selain itu, petugas bisa
melihat secara langsung ketika masyarakat minum obat yang dibagikan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Bahavior Intention yang
dikemukakan oleh Snehedu Kar 1988 dalam Notoatmodjo 2010 yang