PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN MEDIA KING’S QUIZ TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMP
PENGARUH MODEL
LEARNING CYCLE 5E
DENGAN
MEDIA
KING’S QUIZ
TERHADAP PENINGKATAN
AKTIVITAS BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP
FISIKA SISWA SMP
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Prodi Pendidikan Fisika
oleh Lutvi Setyadi
4201408046
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
(2)
(3)
(4)
(5)
v Motto:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yunus: 57)
“Seandainya kalian bertawakal pada Allah dengan tawakal yang
sebenarnya, maka sungguh Dia akan melimpahkan rezki kepada kalian, sebagaimana Dia melimpahkan rezki kepada burung yang pergi (mencari makan) di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore
harinya dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad)
Hari ini adalah kunci untuk menciptakan masa lalu yang indah dan masa depan yang cerah. (Lutvi Setyadi)
Tindakan kita menunjukkan karakter kita. (Lutvi Setyadi)
Untuk:
Bapak dan ibuku tercinta (Bapak Kustiyono dan Ibu Shofa) terima kasih atas kasih sayang sepanjang masa.
(6)
vi
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya yang senantiasa tercurah sehingga tersusunlah skripsi berjudul “Pengaruh Model
Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz terhadap Peningkatan
Aktivitas Belajar dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMP”.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak berupa saran, bimbingan, maupun petunjuk dan bantuan dalam bentuk lain, maka penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si, Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang.
3. Dr. Khumaedi, M.Si, Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang.
4. Prof. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd, Dosen wali dan dosen pembimbing I yang dengan sabar mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini dari awal hingga akhir.
5. Prof. Dr. Hartono, M.Pd, Dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan penuh tanggung jawab memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih pula atas ide dan masukan yang yang telah diberikan.
6. Dr. Masturi, S.Pd., M.Si, Dosen penguji.
7. Winarko, S.Pd, kepala SMP Muhammadiyah 4 Semarang yang telah memberikan ijin penelitian dan kemudahan saat melaksanakan penelitian. 8. Fajar, S.Pd, Gunadi, Maryadi, atas bantuan dan kerjasamanya dalam
penelitian.
9. Ayahanda Kustiyono, Ibunda Shofa, Adinda Anita Shofiana, Adinda Silvi Rafika Dewi, keluarga kecil nan bahagia tempatku tumbuh besar dalam kecukupan cinta dan kasih sayang. Segenap keluarga Besar Mbah Jasminah, yang mengajarkan indahnya ikatan kekeluargaan.
(7)
vii
diberikan kepada penulis untuk menyempurnakan skrisi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pembaca yang budiman.
Semarang, 29 Agustus 2014
(8)
viii
Setyadi, Lutvi. 2014. Pengaruh Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz terhadap Peningkatan Aktivitas Belajar dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMP. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Prof. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd, Pembimbing II: Prof. Dr. Hartono, M.Pd.
Kata Kunci: Model Learning Cycle 5E, Media King’s Quiz, Aktivitas Belajar dan Pemahaman Konsep.
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Keaktifan siswa berdampak pada hasil belajar. Penggunaan permainan kartu bertujuan untuk membantu mengerti dan menghafalkan konsep, hukum-hukum fisika, secara rileks tanpa tekanan apapun. Model Learning Cycle 5E dan Media King’s Quiz diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pemahaman konsep dan aktivitas belajar siswa yang diajar menggunakan Model Learning Cycle 5E dan MediaKing’s Quiz lebih baik daripada pemahaman konsep dan aktivitas belajar siswa yang diajar dengan model ceramah dan Media King’s Quiz. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siwa kelas VII SMP Muhammadiyah 4 Semarang. Sampel dipilih secara Random Sampling diperoleh siswa kelas VII.1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII.3 sebagai kelas kontrol. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Model
Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz dapat meningkatkan pemahaman fisika siswa SMP kelas VII semester II.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, observasi, dan tes. Berdasarkan analisis data hasil penelitian, hasil uji t dengan taraf signifikan 5% diperoleh thitung=3,067 lebih besar dari ttabel =1,664. Selain itu peningkatan pemahaman kelas kontrol dapat dilihat dari rata-rata nilai pre test dan post test yang diperoleh yaitu sebesar 46,296 dan 71,991 dengan gain ternormalisasi sebesar 0,48. Peningkatan pemahaman pada kelas eksperimen secara signifikan dapat dilihat dari rata-rata nilai pre test dan post test yang diperoleh yaitu sebesar 46,296 dan 75 dengan gain ternormalisasi sebesar 0,53. Secara signifikan dihitung menggunakan uji t dengan taraf signifikan 5%, menunjukkan bahwa thitung = 3,067 lebih besar dari ttabel = 1,664, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa rata-rata peningkatan pemahaman kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Aktivitas belajar siswa kelas kontrol
P=18,09% dikategorikan “kurang sekali” sedangkan kelas eksperimen P=41,39%
dikategorikan “cukup”, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas belajar kelas
eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwaModel Learning Cycle 5E
dengan MediaKing’s Quizdapat meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 4 Semarang pada pokok bahasan wujud zat.
(9)
ix
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... .. xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.5 Penegasan Istilah ... 6
1.6 Sistematika Skripsi ... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Fisika ... 9
(10)
x
2.5Tinjauan tentang Wujud Zat... 26
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel ... 30
3.2 Variabel Penelitian ... 31
3.3 Rancangan Penelitian ... 31
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 32
3.5 Desain Penelitian ... 33
3.6Uji Coba Instrumen Penelitian ... 34
3.7 Metode Analisis Data ... 37
3.8Prosedur Penelitian... 42
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Awal ... 44
4.2 Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Akhir ... 45
4.3 Pembahasan ... 49
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 56
5.2 Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN
(11)
xi
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Perkembangan Tahapan Learning Cycle ... 18
Tabel 3.1 Desain Penelitian Control Group Pre Test Post Test ... 31
Tabel 3.2 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 36
Tabel 3.3 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 37
Tabel 3.4 Interpretasi Aktivitas Belajar ... 42
Tabel 4.1 Hasil Uji Kesamaan Dua Varian ... 44
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Pre Test Post Test ... 45
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ... 46
Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 47
Tabel 4.5 Hasil Uji Peningkatan Pemahaman ... 47
Tabel 4.6 Hasil Uji Signifikansi ... 48
(12)
xii
Lampiran 1 Kisi-Kisi Soal Uji Coba ... 61
Lampiran 2 Soal Uji Coba ... 62
Lampiran 3 Kunci Jawaban Soal Uji Coba ... 68
Lampiran 4 Analisis Hasil Uji Coba ... 69
Lampiran 5 Contoh Perhitungan Hasil Uji Coba ... 71
Lampiran 6 Soal Pre Test dan Post Test ... 74
Lampiran 7 Kunci Jawaban Soal Pre Test dan Post Test ... 78
Lampiran 8 Silabus Pembelajaran ... 79
Lampiran 9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 80
Lampiran 10 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol... 86
Lampiran 11 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen ... 92
Lampiran 12 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 99
Lampiran 13 Uji Homogenitas Populasi ... 100
Lampiran 14 Daftar Nama Siswa ... 102
Lampiran 15Desain Permainan King’s Quiz ... 103
Lampiran 16 Aturan Permainan King’s Quiz ... 104
Lampiran 17 Kisi-kisi Soal Kotak ... 106
(13)
xiii
Lampiran 22 Uji Normalitas Data PreTest Kelas Kontrol ... 117
Lampiran 23 Uji Kesamaan Dua Varian Data PreTest Siswa ... 118
Lampiran 24 Data Nilai Post test Kelas Kontrol Dan Kelas Eksperimen... 119
Lampiran 25 Uji Normalitas Data Post test Kelas Eksperimen ... 120
Lampiran 26 Uji Normalitas Data Post test Kelas Kontrol... 121
Lampiran 27 Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 122
Lampiran 28 Uji Pihak Kanan ... 123
Lampiran 29 Uji Signifikansi ... 124
Lampiran 30 Uji Peningkatan Pemahaman (uji gain) ... 125
Lampiran 31 Analisis Aktivitas Belajar Siswa ... 127
Lampiran 32 Foto Penelitian ... 128
(14)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tujuan pembelajaran fisika dalam KTSP adalah agar siswa menguasai konsep-konsep fisika dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan model ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut, siswa perlu dibekali dengan kompetensi yang memadai agar menjadi peserta aktif dalam masyarakat. Kompetensi tersebut adalah: 1) mampu melakukan kerja ilmiah melalui eksperimen, 2) mampu melakukan penalaran ilmiah menyelesaikan masalah sederhana, dan 3) mampu mengaitkan pengetahuan fisika dengan pemanfaatan fisika dalam teknologi melalui pembahasan dasar kerja teknologi atau pembuatan alat-alat teknologi yang bermanfaat (Depdiknas, 2008).
Dalam KTSP, fisika merupakan mata pelajaran yang lebih banyak memerlukan pemahaman konsep daripada penghafalan yang dilakukan melalui kegiatan pembelajaran di sekolah menengah yang dapat dijadikan sebagai modal penguasaan ilmu dan tekonologi pada pendidikan selanjutnya. Siswa dituntut untuk mampu menguasai setiap standard kompetensi yang telah ditetapkan.
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman, 2001:93). Aktivitas dapat dibagi menjadi
(15)
dua jenis yaitu aktivitas fisik dan non fisik. Yang termasuk aktivitas fisik adalah aktivitas visual, lisan, mendengarkan, menulis, menggambar, dan metrik sedangkan aktivitas non fisik meliputi aktivitas mental dan emosional (Burton, 1952). Dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu pandangan ilmu jiwa lama dan modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas didominasi oleh guru sedangkan menurut pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa.
Model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat berpengaruh pada proses dan hasil belajar siswa. Hasil penelitian Pratama (2012) menunjukkan bahwa pada proses pembelajaran yang disajikan dengan model konvensional (ceramah, tanya jawab, diskusi) tampak aktivitas siswa kurang optimal melibatkan diri dalam proses belajar. Aktivitas belajar siswa juga dipengaruhi oleh minat siswa terhadap pelajaran fisika, sehingga diperlukan model pembelajaran yang lebih kompleks, menarik, dan menyenangkan.
Konstrutivisme ialah teori yang bertunjangkan usaha pelajar mengaitkan ide lama dengan ide baru dalam pembinaan ilmu pengetahuan (Sadia: 1996). Teori ini pertama kali diperkenalkan dalam konteks pendidikan dan perkembangan anak-anak oleh Piaget dan John Dewey. Piaget membagi proses belajar menjadi tahap asimilasi, akomodasi, dan organisasi. Implementasi teori Piaget oleh Karplus dikembangkan menjadi fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Teori yang dikembangkan Karplus kemudian disebut dengan model Learning Cycle. Unsur-unsur teori belajar Piaget (asimilasi, akomodasi,
(16)
dan organisasi) mempunyai korespondensi dengan fase-fase dalam LC (Abraham: 1986).
Wena (2009) menyebutkan bahwa salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik adalah pembelajaran siklus (learning cycle). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Model LC ini sesuai dengan perubahan paradigma pembelajaran, yaitu dari paradigma mengajar ke paradigma belajar atau perubahan paradigma pembelajaran teacher centered ke
student centered.
Selain model pembelajaran, peran media pembelajaran juga sangat penting bagi keberhasilan pembelajaran. Menurut Briggs (1981), media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Pemilihan media pembelajaran yang menyenangkan dapat dijadikan alternatif pilihan untuk membantu dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran yang menyenangkan dapat berupa media pembelajaran permainan. Joan Freeman dan Utami Munandar (dalam Andang Ismail, 2009:27) mendefinisikan permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional. Permainan diharapkan mengurangi ketegangan dalam proses pembelajaran. Siswa merasa senang mempelajari tanpa paksaan dan tentu hasil yang diperoleh lebih maksimal. Permainan menurut Carrier (1982), mempunyai nilai yang sangat tinggi, sebab permainan memberikan kesempatan
(17)
kepada siswa untuk menggunakan keterampilan tertentu dengan situasi yang tidak terlalu formal. Salah satunya dengan media permainan King’s Quiz.
Permainan King’s Quiz memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif melakukan kegiatan dalam proses belajat mengajar serta bertukar pengetahuan dengan teman yang lebih banyak. Dengan King’s Quizdiharapkan dapat mengubah rasa takut anak terhadap pelajaran fisika, karena guru dalam penyampaian materi pembelajaran membuat siswa senang mengikuti pembalajaran. Siswa akan terdorong dalam mempelajari suatu materi pembelajaran sehingga apa yang diperoleh siswa dari belajar akan lebih bermakna bagi dirinya yang akan memperpanjang daya ingat daripada menghafal.
Banyak penelitian dilakukan, di antaranya penelitian Retalis (2008:17). Symon melakukan penelitian terhadap siswa-siswa di tiga sekolah yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan permainan papan jika digunakan dengan benar, mempunyai potensi untuk menambah nilai tradisional kelas berbasis praktik instruksional. Dengan permainan papan, pemain dapat belajar dari pemain lainnya, sementara pada saat bersamaan mereka dapat bersenang-senang dalam lingkungan permainan tersebut. Pembelajaran dengan permainan papan yang menggunakan obyek seperti gambar dan pertanyaan atau pertanyaan yang berbasis belajar memungkinkan beberapa pengguna (siswa) untuk bermain dan bekerjasama saat mencoba memecahkan masalah tertentu. Hal ini juga memungkinkan guru untuk memantau proses belajar dan memberikan umpan balik atau saran untuk siswa jika diperlukan. Selain itu, menurut Kenny dan Gunter (2007:1), permainan dapat menjadi alat pembelajaran yang dimainkan
(18)
untuk memotivasi dan mengubah sikap bagi orang yang memainkannya. Permainan yang berhubungan dengan pendidikan adalah untuk menopang atau menyokong pemahaman konsep.
Berdasarkan pemaparan di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul : “Pengaruh Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz terhadap Peningkatan Aktivitas Belajar dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMP.”
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu:
(1) Apakah aktivitas belajar siswa yang diajarkan dengan model learning cycle 5E dengan media King’s Quizlebih baik daripada aktivitas belajar siswa yang diajarkan tanpa model learning cycle 5E?
(2) Apakah pemahaman konsep siswa yang diajarkan dengan model learning cycle 5Edengan media King’s Quizlebih baik daripada pemahaman konsep siswa yang diajarkan tanpa model learning cycle 5E?
1.3
TujuanPenelitian
(1) Untuk menentukan aktivitas belajar siswa SMP yang diajarkan dengan model
(19)
(2) Untuk menentukan pemahaman konsep siswa SMP yang diajarkan dengan model learning cycle 5E dengan media King’s Quiz.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa dan bagi peneliti. Bagi siswa, akan belajar bertukar pendapat dan berinteraksi dengan teman dalam satu kelas, serta memberikan suasana pembelajaran fisika yang rekreatif sehingga siswa lebih mudah memahami dan menguasai materi yang diberikan, sedangkan bagipeneliti dapat digunakan untuk menambah wawasan dan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.
1.5
PenegasanIstilah
Untuk menghindari agar tidak terjadi salah penafsiran istilah dalam
penelitian ini dan persoalan yang dibahas tidak menyimpang dari tujuan semula maka perlu diberi penegasan istilah sebagai berikut :
(1) Learning cycle 5E
Learning cycle atau siklus belajar merupakan model pembelajaran yang terdiri atas fase-fase atau tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Learning cycle 5E terdiri atas
(20)
limafase kegiatan yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration,
danevaluation.
(2) Media Pembelajaran
Media pembelajaran berasal dair bahasa latin Medium yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar, tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelejaran diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi verbal dan visual. Media pembelajaran adalah alat, metode, teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah (Hamalik, 2001:23).
(3) King’s Quiz
PermainanKing’s Quiz merupakan gabungan permainan papan, permainan kartu dengan permainan kuis. Permainan ini diciptakan oleh peneliti sendiri. Pengambilan nama King’s Steps dikarenakan pemain harus menjalankan bidaknya seperti gerak bidak raja pada permainan catur.
(4) Aktivitas
Menurut Mulyono (2001:26), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. (Burton, 1952) menjelaskan bahwa aktivitas fisik meliputi aktivitas visual, lisan, mendengarkan, menulis, menggambar, dan metrik, sedangkan aktivitas non fisik meliputi aktivitas mental dan emosional.
(21)
(5) Kemampuan Memahami
Pemahaman adalah menerima arti, menyerap ide, memahami, mengetahui secara benar melalui karakter, mengerti arti kata-kata atau simbol-simbol seperti bahasa (Sudjana, 1995:96).
1.6
Sistematika Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yang dapat dirinci sebagai berikut:
(1) Bagian Pendahuluan, pada bagian ini berisi halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
(2) Bagian Isi, terdiri dari: Bab I : Pendahuluan
Bab II : Tinjauan Pustaka dan Hipotesis Bab III : Metode Penelitian
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab V : Kesimpulan dan Saran
(22)
(23)
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pembelajaran Fisika
2.1.1 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal (Suherman dkk, 2001:9).
Proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/fasilitas dan teman sesama siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran yaitu:
(1) Siswa, dilihat dari keadaan fisik dan psikologis;
(2) Sarana meliputi guru, metode, bahan materi, media, sumber pelajaran dan program tugas;
(3) Lingkungan meliputi sosial, budaya dan lain-lain;
(4) Hasil belajar meliputi perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik. 2.1.2 Pembelajaran Fisika
Tujuan dasar setiap ilmu termasuk fisika adalah mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah, asas yang dapat diandalkan (Suriasumantri, 1982:19). Menurut Wospakrik (1993:1) fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan memberi pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses alam
(24)
dan sifat zat serta penerapannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua proses fisika ternyata dapat dipahami melalui sejumlah hukum alam yang bersifat dasar.
Menurut pandangan teori kognitif Gestalt, manusia sebagai sumber dari semua kegiatan dan dia bebas membuat pilihan dalam setiap situasi. Teori ini menganggap bahwa tingkah laku manusia hanyalah ekspresi dari kondisi kejiwaan seseorang. Implikasi teori Gestalt pada pengembangan pendekatan pembelajaran fisika di kelas adalah lebih menekankan pada aspek pemahaman, kemampuan berpikir, dan aktivitas siswa (Suryabrata, 1983:14).
Dari uraian tersebut berarti apabila teori kognitif ini digunakan sebagai dasar pijakan dalam mengembangkan pendekatan pembelajaran fisika di kelas, maka aspek pemahaman merupakan inti proses belajar. Belajar yang sebenarnya haruslah dapat memberikan pemahaman bagi siswa, artinya kunci utamanya adalah dimengertinya hal-hal yang dipelajari. Pendapat Kohler yang dikutip oleh Suryabrata (1983:28) menyatakan bahwa ciri-ciri belajar menurut teori Gestalt adalah sebagai berikut:
(1) Tergantung pada kemampuan dasar; (2) Tergantung pada pengalaman masa lalu;
(3) Tergantung pada pengaturan situasi yang dihadapi;
(4) Pemecahan soal yang dilandasi pemahaman dapat diulangi dengan mudah; (5) Sekali pemahaman diperoleh, dapat digunakan pada situasi lain yang sejenis.
(25)
2.1.3 Pengertian Aktivitas Belajar
2.1.3.1 Aktivitas
Menurut Mulyono (2001:26), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
2.1.3.2 Belajar
Menurut Hamalik (2001:28), belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap, sedangkan Sardiman (2001:22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”.
Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas (2008:31), belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna
(26)
memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.
Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. Seorang pakar pendidikan, Trinandita (1984) menyatakan bahwa ”hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, sehingga masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.
2.1.3.3 Jenis- jenis aktivitas
Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi, antara lain Paul D. Dierich membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut:
(1) Kegiatan-kegiatan visual : membaca, melihat gambar- gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
(27)
(2) Kegiatan-kegiatan lisan (oral) : mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.
(3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan : mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio.
(4) Kegiatan-kegiatan menulis : menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
(5) Kegiatan-kegiatan menggambar : menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.
(6) Kegiatan-kegiatan metrik : melakukan percobaan, memilih alat- alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun.
(7) Kegiatan-kegiatan mental : merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan- hubungan, membuat keputusan.
(8) Kegiatan-kegiatan emosional : minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat pada semua kegiatan tersebut diatas, dan bersifat tumpang tindih (Burton, 1952:436).
2.1.3.4 Aktivitas Siswa yang Diamati
Beberapa aktivitas dari 8 kegiatan belajar di atas bisa terjadi secara bersamaaan. Maka untuk mempermudah pengamatan, akan dipilih 10 aktivitas
(28)
yang bisa mewakili beberapa aktivitas-aktivitas dasar tersebut. Dalam penelitian ini peneliti akan mengamati aktivitas siswa sebagai berikut:
(1) Memperhatikan apa yang disampaikan guru; (2) Mengajukan pertanyaan;
(3) Menjawab pertanyaan siswa maupun guru; (4) Memberi saran;
(5) Mengemukakan pendapat;
(6) Mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar; (7) Bertukar pendapat antar teman dalam kelompok;
(8) Mengambil keputusan dari semua jawaban yang dianggap paling benar; (9) Mempresentasikan hasil kerja kelompok;
(10) Merespon jawaban teman.
2.1.4 Pengertian Kemampuan Memahami
Pemahaman adalah tingkat kemampuan memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya (Purwanto, 1992:44). Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan, sedangkan dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Jadi pemahamankonsep adalah pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.
(29)
Menurut Nana Sudjana (1995), pengetahuan pemahaman dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan:
(1) Pemahaman terjemahan, yaitu kemampuan menjelaskan atau menterjemahkan arti dari simbol-simbol yang mendasarinya.
(2) Pemahaman penafsiran, yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian sebelumnya dengan yang diketahui berikutnya, dapat menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian atau dapat membedakan yang pokok dari yang bukan pokok.
(3) Pemahaman ekstrapolasi, yaitu kemampuan melihat dibalik yang tertulis, atau dapat membuat ramalan tentang konsekuensi sesuatu, atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus atau masalah.
Berdasarkanuraian di atas, pemahaman konsep dapat diartikan sebagai kemampuan mamperoleh makna dari suatu konsep yang dipelajari. Dalam pemahaman konsep, siswa mampu untuk menguasai konsep, operasi, dan relasi matematis. Pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan yang penting untuk dikuasai dalam pembelajaran fisika. Kecakapan ini dapat dicapai dengan memperhatikan indikator sebagai berikut:
(1) Siswa mampu menyatakan ulang konsep yang dipelajari.
(2) Siswa mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya prasyarat yang membentuk konsep tersebut.
(3) Siswa mampu menerapkan konsep secara algoritma.
(30)
(5) Siswa mampu menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi fisika.
(6) Siswa mampu mengkaitkan beberapa konsep.
(7) Siswa mampu mengembangkan syarat perlu dan atau cukup suatu konsep. Konsep harus dikonstruksi oleh pebelajar dengan panduan dari guru untuk dapat dipahami.Tidak ada satu ukuran yang pasti untuk sebuah pendekatan mengajar yang dapat membangun pemahaman konsep. Seorang guru dapat membantu menambah pemahaman konsep siswanya lebih dalam dengan menyediakan:
(1) Suatu aktivitas yang dapat mengajak/membangkitkan minat siswa dalam aktif mengkonstruksi pemahaman konsep mereka dalam situasi yang baru;
(2) Kesempatan untuk mendekatkan konsep pada jalan berbeda yang meneruskannya ke berbagai pandangan;
(3) Kesempatan untuk mengubah konsep beberapa kali (tidak lebih dari dua kali sehari) dalam konteks yang berbeda;
(4) Kesempatan untuk bekerja sama dengan lainnya; dan (5) Waktu untuk mengeksplorasi konsep.
Kita dapat melihat pemahaman konsep siswa telah mengalami kemajuan ketika:
(1) Level pemahaman dan penggunaan konsep abstrak siswa meningkat; (2) Siswa dapat menghubungkan antar konsep;
(3) Siswa menerapkan dan mentransfer pemahaman mereka ke konteks yang lebih jauh dan rumit;
(31)
(4) Siswa memberikan tanggapan dan keputusan pada suatu informasi yang mendasar pada pemahaman baru mereka;
(5) Siswa mulai memahami bahwa konsep dapat diinterpretasikan berbeda.
2.2
ModelLearning Cycle 5E dalam Pembelajaran Fisika
2.2.1 Perkembangan Model Learning Cycle
Model learning cycle pertama kali diperkenalkan oleh Robert Karplus dalam Science Curriculum Improvement Study/SCIS (Bybee, 1997). Learning cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik yang pada mulanya terdiri atas tiga tahap, yaitu (1) eksplorasi (exploration), (2) pengenalan konsep (concept introduction), dan (3) penerapan konsep (concept application) (Wena, 2009: 171). Pada proses selanjutnya, tiga tahap siklus tersebut dikembangkan menjadi lima tahap atau dikenal dengan
learning cycle 5Eyang terdiri atas tahap (a) pembangkitan minat (engagement), (b) eksplorasi (exploration), (c) penjelasan (explanation), (d) elaborasi (elaboration), dan (e) evaluasi (evaluation). Learning cycle 5E telah dikembangkan lagi oleh Eisenkraft menjadi learning cycle 7E dengan menambahkan penekanan pada mendatangkan pengetahuan awal dan memperluas konsep. Tahapan engage dikembangkan menjadi dua tahapan yaitu elicit dan
engage, sedangkan pada tahapan elaborate dan evaluate menjadi tiga tahapan yaitu elaborate, evaluate, dan extend (Bybee, 1997). Perkembangan tahap-tahap
(32)
Tabel 2.1. Perkembangan Tahapan Learning Cycle 3 tahap Robert Karplus 5 tahap Bybee 7 tahap Eisenkraft Exploration
Invention (Term Introduction) Discovery (Concept Application)
Engage Explore Explain Elaborate Evaluate Elicit Engage Explore Explain Elaborate Evaluate Extend
2.2.2 Tahapan Model Learning Cycle 5E
Tahapan-tahapan model pembelajaran learning cycle 5E dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.2.2.1Pembangkitan Minat (engagement)
Tahap engagement bertujuan mempersiapkan siswa agar terkondisi dalam menempuh tahap berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam tahap engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada tahap ini pula siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam fase exploration.
2.2.2.2Eksplorasi (exploration)
Pada tahap exploration, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil (tanpa pengajaran langsung) untuk menguji
(33)
prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, telaah literatur, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator munculnya karakter intelektual kemampuan berpikir kritis. Munculnya indikator ini menunjukkan kesiapan siswa untuk menempuh fase berikutnya, fase
explanation.
2.2.2.3Penjelasan (explanation)
Pada tahap explanation,siswadidorong untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini siswa menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari. Pada fase ini diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini siswa mengembangkan karakter intelektual berpikir analitis dan kreatif.
2.2.2.4Elaborasi (elaboration)
Pada tahap elaboration/penerapan konsepsiswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan seperti problem
(34)
solving(menyelesaikan problem-problem nyata yang berkaitan) atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari. Pada tahap ini siswa dapat mengembangkan karakter intelektual berpikir analitis.
2.2.2.5Evaluasi (evaluation)
Pada tahap evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa melalui problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong siswa melakukan investigasi lebih lanjut. Pada tahap ini siswa dapat mengembangkan karakter intelektual berpikir kritis, analitis, dan kreatif.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya tentang aktivitas belajar,bisa ditarik kesimpulan bahwa kelima tahapan LC tersebut menuntut siswa untuk melakukan berbagai aktivitas belajar. Setiap tahapannya bisa terdiri dari dua atau lebih jenis kegiatan. Contoh, pada tahap Engagement saja bisa terdiri dari kegiatan mental, mendengarkan, lisan, emosional dan lain-lain. Banyaknya aktivitas bisa ditentukan tergantung tujuan yang ingin dicapai antara guru dengan siswa.
2.2.3 Learning Cycle dan Pembelajaran Fisika
Implikasi teori Gestalt pada pengembangan pendekatan pembelajaran fisika di kelas adalah lebih menekankan pada aspek pemahaman, kemampuan berpikir, dan aktivitas siswa (Suryabrata, 1983:14). Tiga aspek ini sejalan dengan apa yang telah diuraikan tentang LC di atas, bahwa model LC menuntut siswa
(35)
untuk aktif dalam setiap tahapannya. Merangsang kemampuan berpikir, mengajak untuk memahami konsep fisika.
2.3
Pemanfaatan Media Pembelajaran
King’s Quiz
2.3.1 Pengertian Media PembelajaranMediapembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran/pelatihan.
Menurut Briggs (1981) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Dari pendapat di atasdisimpulkanbahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yangdapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
2.3.2 Tujuan Media Pembelajaran
Ada beberapa tujuan menggunakan media pembelajaran, diantaranya yaitu:
1. mempermudah proses belajar-mengajar; 2. meningkatkan efisiensi belajar-mengajar; 3. menjaga relevansi dengan tujuan belajar;
(36)
4. membantu konsentrasi siswa;
5. Menurut Briggs : Wahana fisik yang mengandung materi instruksional; 2.3.3 Permainan sebagai Media Belajar
Permainan adalah kontes antar pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Ada empat komponen utama dalam sebuah permainan yaitu:
(1) Pemain
Pemain adalah orang yang terlibat secara langsung dalam suatu permainan. (2) Lingkungan tempat pemain berinteraksi
Dalam permainan harus ada lingkungan ynag digunakan pemain untuk memainkan sebuah permainan.
(3) Aturan permainan
Dalam permainan harus ada tata aturan yang harus dipatuhi pemai dan lingkungannya sehingga pemain dapat bermain dengan lancar.
(4) Tujuan yang ingin dicapai
Setiap permainan mempunyai tujuan yang harus dicapai baik oleh setiap pemain atau lingkungan (Sadiman, 2003:77).
Permainan dapat menjadi sumber belajar atau media belajar apabila permainan tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan atau pembelajaran.
Permainan dapat digunakan sebagai alat bantu belajar untuk lebih mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa. Sebagai alat bantu belajar permainan mempunyai kelebihan antara lain:
(37)
(1) Merupakan kegiatan menyenangkan dan menghibur untuk dilakukan;
(2) Memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar sehingga pengajaran tidak hanya satu arah;
(3) Permainan dapat memberikan umpan balik langsung pada siswa. (4) Bersifat luwes, artinya dapat menyesuaikan keadaan;
(5) Umumnya dapat dilakukan dengan mudah.
Disamping mempunyai kelebihan, permainan juga mempunyai kekurangan antara lain:
(1) Memerlukan banyak waktu untuk menjelaskan permainan; (2) Tidak semua materi dapat dijelaskan dengan permainan;
(3) Bagi siswa yang kurang mengetahui aturan permainan dapat menimbulkan kegaduhan.
Siswadapat belajar berbagai kesempatan dan kegiatan baik didalam sekolah maupun diluar sekolah. Permainan dapat membuat suasana lingkungan belajar menjadi menyenangkan, segar, hidup, bahagia, santai namun tetap memiliki suasana belajar yang kondusif. Menurut Piageat, bermain adalah manifestasi penyesuaian, salah satu dasar proses-proses mental menuju pada pertumbuhan intelektual dan bermain merupakan suatu mekanisme penyesuaian yang penting bagi perkembangan atau pertumbuhan manusia.
2.3.4 Permainan King’s Quiz
QuizGame (permainankuis)
adalahbentukpermainanataupikirandimanapemain(sebagai individuataudalamtim) berusaha untukmenjawabpertanyaan dengan benar. Dibeberapanegara,
(38)
kuisjugapenilaiansingkatyang digunakandalambidangpendidikandan miripdenganmengukurpertumbuhandalampengetahuan, kemampuan, atauketerampilan(http://bentrox.blogspot.com). Seperti halnya permainan kuis, permainan King’s Quiz merupakan gabungan permainan papan, permainan kartu dengan permainan kuis. Permainan ini diciptakan oleh peneliti sendiri. Pengambilan nama King’s Quiz dikarenakan pemain harus menjalankan bidaknya seperti gerak bidak raja pada permainan catur.
PermainanKing’s Quiz berupa papan yang terdiri 5 x 5 kotak. Permainan ini bisa dimodifikasi menjadi 6 x 6, 7 x 7, sampai n2 kotak, tergantung pada jumlah pemain. Umumnya jumlah pemain adalah adalah n2/8. Contoh untuk papan berukuran 5 x 5, maka jumlah pemain yang diperbolehkan adalah n2/8 = 52/8 = 3,125 = 3 pemain. Perhitungan ini dimaksudkan agar setiap pemain mendapatkan bagian sebanyak 8 kotak. Setiap kotak diberi nomor urut pada satu sisi, sedangkan sisi lain berisi pertanyaan yang diletakkan terbalik, artinya nomor urut berada si atas sedang sisi pertanyaan diletakkan di bawah. Setiap pemain yang melewati kotak harus menjawab pertanyaan yang tersedia. Setiap pertanyaan mempunyai poin yang berbeda, tergantung tingkat kesulitan pertanyaan tersebut.
PermainanKing’s Quiz ini dilakukan dengan cara berikut. Pertama, pemain menentukan urutan bermain dengan suit. Pemain pertama menempatkan bidak di kotak yang dipilihnya, tetapi terlebih dahulu menjawab pertanyaan yang tersedia. Jika jawaban benar maka pemain tersebut boleh menempatkan bidaknya dan mendapat poin, jika jawaban salah maka pemain belum bisa menempatkan bidaknya dan harus menunggu giliran selanjutnya. Pemain yang kedua boleh
(39)
memilih kotak mana saja termasuk kotak pilihan pemain pertama yang belum terjawab. Begitu seterusnya sampai semua pemain mendapat giliran. Setelah itu, bagi pemain yang sudah mendapatkan tempat untuk bidaknya, pada gilirannya harus memilih kotak dengan menjalankan bidaknya ke arah horisontal, vertikal, atau diagonal satu langkah. Gerak ini mirip dengan gerak bidak raja pada permainan catur. Kotak yang sudah terjawab tidak boleh dilewati oleh pemain. Tujuan permainan ini adalah mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya dan menutup langkah lawan agar terpojok.
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Karena permainan ini berupa kuis dan cenderung bersifat evaluatif yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep-konsep yang sudah dipelajari. Maka berdasarkan penjelasan sebelumnya tentang tahapan-tahapan Learning Cycle 5E, jenis permainan King’s Quiz cocok dimasukkan dalam tahap
(40)
2.4
Pemanfaatan Model
Learning Cycle 5E dan Media
King’s
Quiz dalam Pembelajaran Fisika
Soekamto, dkk (1995) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.”
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yangdapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Sehingga bisa disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan alat bantu dalam model pembelajaran.
Begitu halnya dengan pemanfaatan model Learning Cycle 5E dan media King’s Quiz. Model LC dan media King’s Quiz ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas serta pemahaman siswa terhadap mata pelajaran fisika.
2.5
Tinjauan tentang Wujud Zat
2.5.1 Partikel Zat 2.5.1.1Zat Padat
Susunan partikel zat padat adalah sebagai berikut:
(41)
(2) Gaya tarik-menarik antarpartikelnya sangat kuat sehingga gerakannya partikelnya menjadi tidak bebas.
(3) Gerakan partikelnya tidak diam, tetapi bergetar dan berputar di tempatnya. (4) Partikel-partikelnya tidak mudah dipisahkan sehingga bentuknya selalu tetap
(tidak berubah). 2.5.1.2Zat Cair
Susunan partikel zat cair adalah sebagai berikut:
(1) Letak partikelnya kurang rapat dibandingkan dengan zat padat. (2) Gerakan partikelnya cukup bebas.
(3) Partikelnya dapat berpindah tempat, tetapi tidak mudah meninggalkan kelompoknya karena masih terdapat gaya tarik-menarik.
(4) Bentuknya mudah berubah sesuai tempatnya, tetapi volumenya tetap. 2.5.1.3Zat Gas
Susunan partikel gas adalah sebagai berikut:
(1) Letak partikelnya sangat berjauhan sehingga gaya tarik-menarik antarpartikelnya hampir tidak ada.
(2) Bergerak sangat bebas.
(3) Baik volume maupun bentuknya mudah berubah. (4) Zat gas dapat mengisi seluruh ruangan yang ada. 2.5.2 Perubahan Wujud
Suatu zat dapat berubah wujud disebabkan adanya pengaruh energi. Perubahan zat terdiri dari dua jenis, yaitu perubahan fisika (perubahan zat yang tidak disertai dengan terbentuknya zat lain jenis baru, seperti air yang menjadi es)
(42)
dan perubahan kimia (perubahan zat yang disertai dengan terbentuknya zat baru jenis lain, seperti kayu yang dibakar).
Diagram di bawah ini menunjukkan istilah dalam perubahan wujud zat.
2.5.3 Gaya Tarik-Menarik antar Partikel
Gaya tarik-menarik antarpartikel yang sejenis disebut kohesi, dan gaya tarik- menarik antarpartikel yang tidak sejenis disebut adhesi.
Pada tabung yang telah diolesi minyak pada bagian dalam, akan terlihat permukaan air yang berbentuk cembung, sedangkan pada tabung satu lagi yang tidak diolesi minyak, permukaan air terlihat berbentuk cekung.
Jadi, jika gaya kohesi lebih besar dibandingkan dengan gaya adhesi, maka akan terjadi peristiwa yang disebut miniskus cembung, dan jika gaya kohesi lebih kecil dibandingkan dengan gaya adhesi, maka akan terjadi miniskus cekung.
(a) Meniskus Cembung (b) Meniskus Cekung
(43)
2.5.4 Gaya Kapiler atau Kapilaritas
Gaya kapiler atau kapilaritas adalah gejala meresapnya zat cair melalui celah-celah sempit atau pipa rambut. Gejala ini disebabkan adanya gaya adhesi atau kohesi antara zat cair dengan dinding celah itu. Akibatnya, bila pembuluh kaca dimasukkan dalam zat cair, permukaannya menjadi tidak sama.
Contoh adanya gaya kapiler atau kapilaritas terjadi pada kompor minyak tanah. Sumbu kompor menyerap minyak sehingga minyak naik dan kompor dapat menyala. Contoh lain adalah naiknya air dalam tanah dari akar sampai daun sehingga terjadi peristiwa fotosintesis.
(44)
30
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Populasi dan Sampel
3.1.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2002:130). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII semester 2 SMP Muhammadiyah 4 Semarang tahun pelajaran 2013/2014. Pemilihan siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 4 Semarangsebagai populasi dikarenakan siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 4 Semarang telah memenuhi persyaratan sebagai populasi yang bersifat homogen. Keseluruhan jumlah siswa kelas VII adalah 175 siswa yang terbagi dalam delapan kelas yaitu kelas VII.1, VII.2, VII.3, VII.4, dan VII.5.
3.1.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002:131). Semua anggota populasi bersifat homogen, sehingga sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik Random Sampling. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa kelas VII semester 2 SMP Muhammadiyah 4 Semarang tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas VII.1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII.2 sebagai kelas kontrol.
(45)
3.2
Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian yang menjadi titik pusat perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002:118). Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari dua macam variabel yaitu:
(1) Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi suatu kejadian. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran dengan media King’s
Quiz.
(2) Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel sebagai akibat dari variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah pemahaman dan aktivitas siswa terhadap pokok bahasan wujud zat.
3.3
Rancangan Penelitian
Penelitian eksperimen menggunakan rancangan control group pre test post test seperti bagan berikut:
Tabel 3.1 Desain Penelitian Control Group Pre test Post Test Sampel Kondisi Awal Perlakuan Kondisi Akhir
Kelas eksperimen O1 X O2
Kelas control O3 Y O4
(Arikunto, 2006:86) Keterangan:
(46)
O2 dan O4 : post test pada kelas eksperimen dan kelas control
X :perlakuan dengan Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s
Quiz.
Y : perlakuan dengan model ceramah dengan Media King’s Quiz. Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Media King’s Quiz. Media pembelajaran tersebut diterapkan pada kedua kelas dengan model pembelajaran yang berbeda untuk kelas eksperimen menggunakan Model
Learning Cycle 5E dan kelas kontrol menggunakan model ceramah.
3.4
Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan daftar nilai mid dan daftar nama siswa.
3.4.2 Metode Tes
Metode tes digunakan untuk mengukur aspek kognitif siswa tentang materi wujud zat. Tes yang digunakan adalah tes objektif bentuk pilihan ganda. Tes ini dibagi menjadi dua yaitu pre test (tes awal) dan post test (tes akhir).
3.4.3 Metode Observasi
Metode observasi digunakan untuk mengukur aktivitas belajar siswa selama pembelajaran. Metode ini menggunakan lembar observasi yang terdiri dari 10 jenis aktivitas belajar. Observer mengamati lalu menuliskan jumlah siswa yang terlibat dalam setiap aktivitas.
(47)
3.5
Desain Penelitian
Desain penelitian ditunjukkan pada sebagai berikut. Bagan 3.1 Desain Penelitian
Kajian pustaka
(pentingnya aktivitas dan pemahaman konsep siswa)
Sampel
Kelompok kontrol Kelompok eksperimen
Penggunaan King’s Quiz dalam model LC 5E
Penggunaan King’s Quiz dalam model ceramah Pre-test
Analisis pemahaman konsep awal
Post-test
Analisis pemahaman konsep akhir Kondisi akhir
Analisis aktivitas belajar dan pemahaman konsep meningkat
Observasi Aktivitas
(48)
3.6
Uji Coba Instrumen Penelitian
3.6.1 Tahap Persiapan Uji Coba Instrumen
Sebelum instrumen tes diujicobakan dilakukan pembatasan materi terlebih dahulu. Materi pelajaran yang digunakan sebagai bahan tes adalah materi wujud zat. Tipe soal yang digunakan adalah tipe soal objektif bentuk pilihan ganda. Jumlah butir soal yang diujicobakan terdiri 20 butir soal pilihan ganda. Tiap butir soal membutuhkan waktu 2 menit, sehingga alokasi waktu yang dibutuhkan adalah 40 menit.
3.6.2 Tahap Uji Coba Instrumen
Instrument tes diujicobakan pada kelas VIII.4 karena telah mendapatkan materi wujud zat dengan tujuan untuk memperoleh butir soal tes yang baik.
Langkah-langkah analisis yang dilakukan untuk soal tes meliputi: validitas, realibilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda soal.
3.6.2.1Validitas
Instrumen dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2005:121). Pada penelitian ini, validitas yang diuji adalah validitas isi instrumen. Pengujian validitas isi melalui analisis rasional oleh professional judgment. Secara teknis pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator. Dengan kisi-kisi instrumen itu maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis (Sugiyono, 2005:129).
(49)
3.6.2.2Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk menghitung koefisien reliabilitas pada tes digunakan rumus:
2 2 11
1 S
pq S
k k r
Keterangan:
r11 : reliabilitas instrument k : banyaknya soal
pq : jumlah pq
S2 : varian total
Setelah r11 diketahui, kemudian dibandingkan dengan harga rtabel. Apabila r11> rtabel maka, dikatakan instrumen reliabel (Arikunto 2002:188).
Dari hasil analisis yang dilakukan, diketahui r11= 0,616 dan rtabel untuk n = 19 dengan taraf kepercayaan 5% adalah 0,4555. Dengan demikian r11>rtabel, berarti soal tersebut reliabel.
3.6.2.3Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Besarnya daya pembeda soal disebut indeks diskriminasi yang dicari dengan rumus:
(50)
Keterangan:
Ja :banyaknya peserta kelas atas Jb : banyaknya peserta kelas bawah
Ba : banyaknya kelas atas yang menjawab benar Bb : banyaknya kelas bawah yang menjawab benar Kriteria daya pembeda soal adalah:
0,00 ≤ D ≤ 0,20 : soal jelek 0,20 ≤ D ≤ 0,40 : soal cukup baik 0,40 ≤ D ≤ 0,70 : soal baik 0,70 ≤ D ≤ 1,00 : soal baik sekali
(Arikunto 2002:218) Hasil analisis daya pembeda soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba No Kriteria Soal Nomor Soal
1 Baik Sekali ---
2 Baik 3
3 Cukup Baik 1,2,6,7,9,12,13,14,16,17,18 4 Jelek 4,5,8,10,11,15,19,20
Kriteria soal yang dipakai adalah soal yang valid, reliabel, mempunyai tingkat kesukaran baik, mudah, sedang atau sukar, serta daya pembeda cukup baik dan baik. Hasil analisis menunjukkan soal yang mempunyai daya pembeda cukup baik dan baik berjumlah 12 soal, sedangkan yang mempunyai daya pembeda jelek berjumlah 8 soal.
(51)
3.6.2.4Tingkat Kesukaran
Keterangan :
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Soal dengan P : 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar Soal dengan P : 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang Soal dengan P : 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
(Arikunto, 2002:210) Hasil analisis tingkat kesukaran soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel. 3.3 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba
No Kriteria Soal Nomor Soal
1 Mudah 2,5,6,8,10,13
2 Sedang 1,3,7,11,12,14,16,17,18 3 Sukar 4,9,15,19,20
3.7
Metode Analisis Data
3.7.1 Analisis Tahap Awal
Analisis tahap awal digunakan untk mengetahui apakah kedua kelas berangkat dari kondisi yang sama, maka perlu dilakukan uji kesamaan dua varian. Data yang digunakan pada analisis tahap awal adalah nilai pretest.
(52)
3.7.1.1Uji Kesamaan Dua Varian
Uji kesamaan dua varian bertujuan untuk mengetahui apakah kelas mempunyai keadaan awal yang sama atau tidak. Rumus digunakan:
Dengan taraf signifikan 5% dengan dk pembanding adalah banyaknya data varian terbesar dikurangi satu dan dk penyebut adalah banyaknya data varian terkecil dikurangi satu, maka diperoleh Ftabel. Setelah didapat nilai Fhitung kemudian dibandingkan dengan nilai Ftabel. Jika harga Fhitung< Ftabel, maka Ho diterima berarti kedua kelas tersebut mempunyai varian yang sama atau dikatakan homogen (Sudjana, 2002:250).
3.7.2 Analisis Tahap Akhir
Setelah mendapat perlakuan berbeda baru kemudian diadakan postest. Data postest digunakan untk menguji hipotesis penelitian. Tahapan analisis tahap akhir adalah sebagai berikut:
3.7.2.1Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Rumus yang digunakan adalah Chi Kuadrat.
Keterangan: χ 2
= Chi-Kuadrat
Oi = frekuensi yang diperoleh dari data penelitian Ei = frekuensi yang diharapkan
(53)
k = banyaknya kelas interval Jika χ2
hitung ≤ χ2tabel dengan derajat kebebasan dk = k – 3 dengan taraf signifikan 5% maka akan berdistribusi normal (Sudjana, 2002:293).
3.7.2.2Uji Hipotesis
Uji hipotesis menggunakan uji t dengan peerbedaan dua rata-rata uji satu pihak. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
Rumus uji t yang digunakan adalah:
Keterangan:
= rata-rata nilai pada kelas eksperimen = rata-rata nilai pada kelas kontrol = jumlah siswa kelas eksperimen = jumlah siswa kelas kontrol = korelasi antara dua sampel
= simpangan baku kelas eksperimen = simpangan baku kelas kontrol = simpangan baku kelas eksperimen = simpangan baku kelas kontrol
(54)
Dari thitung dibandingkan dengan ttabel dengan dk = n1+n2-2 dan taraf kesalahannya 5%. Kriteria pengujian adalah Ho diterima apabila harga thitung< ttabel (Sugiyono, 2005:119).
Selanjutnya untuk mengetahui apakah pemahaman kelas eksperimen lebih besar dibandingkan rata-rata pemahaman kelas kontrol dilakukan uji normal gain.
3.7.2.3Uji Peningkatan Pemahaman
Uji Peningkatan pemahaman bertujuan untuk mengetahui besar peningkatan pemahaman siswa sebelum diberi perlakuan dan setelah mendapatkan perlakuan. Peningkatan pemahaman siswa dapat dihitung menggunakan rumus gain ternormalisasi sebagai berikut:
Keterangan:
: Skor rata-rata pre test (%) : Skor rata-rata post test (%)
Besarnya faktor-g dikategori sebagai berikut: Tinggi : g > 0,7
Sedang : 0,3 ≤ g ≤ 0,7
Rendah : g < 0,3 (Wiyanto, 2008:86)
3.7.2.4Uji Signifikansi
(55)
Keterangan : = uji t
= rata-rata kelompok atas = rata-rata kelompok bawah
= jumlah deviasi skor kelompok atas = jumlah deviasi skor kelompok bawah
= jumlah responden pada kelompok atas atau bawah (27% x N) N = jumlah seluruh responden yang mengikuti tes
dk = (n-1)(n-2), dengan taraf signifikasi 5%
(Subino, 1987:101) 3.7.2.5Analisis Aktivitas Belajar Siswa
Data hasil observasi yang didapat melalui lembar observasi aktivitas siswa digunakan untuk melihat proses dan perkembangan aktivitas yang terjadi selama pembelajaran berlangsung. Data jumlah siswa yang terlibat dalam masing-masing aktivitas dan dipersentasekan dengan rumus :
Keterangan :
P : Jumlah persentase siswa yang melakukan aktivitas F : Jumlah siswa yang melakukan aktivitas
N : Jumlah keseluruhan siswa yang belajar.
Interpretasi aktivitas belajar dilakukan sebagaimana yang dikemukakan Arikunto (2002:251) pada Tabel 3.4.
(56)
Tabel 3.4. Interpretasi Aktivitas Belajar Persentase Aktivitas Kategori
0 % ≤ P < 20 % Kurang sekali
20 % ≤ P < 40 % Kurang
40 % ≤ P < 60 % Cukup
60 % ≤ P < 80 % Baik
80 % ≤ P < 100 % Baik Sekali
3.8
Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini melalui tiga tahap yaitu persiapan, pembelajaran dan evaluasi. Masing-masing tahap tersebut adalah sebagai berikut.
3.8.1 Tahap Persiapan
Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:
(1) Melaksanakan observasi awal melalui wawancara dengan guru; (2) Menyusun perangkat pembelajaran dan perangkat tes sebagai
pedoman dalam melaksanakan pembelajaran; (3) Menentukan populasi penelitian;
(4) Menentukan sampel kelas yang dipakai untuk penelitian (kelas eksperimen dan kelas kontrol);
(57)
3.8.2 Tahap Pembelajaran
Pada tahap pelaksanaan dilakukan dua kali pertemuan. Setiap satu kali pertemuan waktu yang digunakan kurang lebih 80 menit. Adapun kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut:
(1) Guru melakukan pembelajaran tentang materi wujud zat dengan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat. (2) Kelas kontrol diberi perlakuan dengan model ceramah
dengan Media King’s Quizdan kelas eksperimen diberi perlakuan dengan model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz.
(3) Kedua kelas diberikan tes untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
3.8.3 Tahap Evaluasi
Pada tahap evaluasi kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Melaksanakan penilaian/evaluasi terhadap
proses pembelajaran;
(58)
44
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Awal
4.1.1 Uji Kesamaan Dua Varians
Uji kesamaan dua varians digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok yang diambil dengan teknik random sampling homogen atau tidak. Uji kesamaan dua varians menggunakan data pre testdari kelas VII.1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII.2 sebagai kelas kontrol. Hasil Uji Kesamaan Dua Varian Data Pre Test antara Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Uji Kesamaan Dua Varian Data Pre Test antara Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kelas Varian dk
pembilang
dk
penyebut Fhitung Ftabel Kriteria Kontrol 81,1287
35 35 1,0489 1,9611
Tidak berbeda
secara signifikan Eksperimen 85,0970
Hasil uji kesamaan dua varian diperoleh Fhitung= 1,0489, sedangkan Ftabel
(59)
mempunyai varian yang tidak jauh berbeda atau kedua kelas berangkat dari kondisi awal yang sama.
4.2
Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Akhir
Setelah kedua kelas sampel melaksanaan pre test, kelas kontrol mendapat pembelajaran model konvensional dengan Media King’s Quiz, sedangkan kelas eksperimen mendapat pembelajaran Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz. Pada akhir penelitian kedua kelas melaksanakan post test untuk mengetahui hasil belajar kognitif pada materi wujud zat. Rekapitulasi hasil pre test dan post test kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Pemahaman antara Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
No Kriteria Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Pre Test Post Test Pre Test Post Test
1 Rata-rata 46,296 71,991 46,296 75,000
2 Nilai Tertinggi 58,333 91,667 58,333 91,667 3 Nilai Terendah 25,000 50,000 25,000 50,000 4 Standar deviasi 9,007 9,991 9,225 9,554
5 Varians 81,129 99,813 85,097 91,270
4.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak dan untuk menentukan uji selanjutnya apakah menggunakan
(60)
statistik parametrik atau non parametrik. Uji normalitas setelah penelitian menggunakan data post test. Hasil analisis uji normalitas data post test dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kelas 2hitung 2tabel Kriteria
Eksperimen 7,2454 7,8147 Normal
Kontrol 3,8553 7,8147 Normal
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh 2hitung untuk setiap data
lebih kecil dari 2tabel, hal ini berarti data tersebut berdistribusi normal. Karena
data berdistribusi normal maka uji selanjutnya menggunakan statistik parametrik.
4.2.2 Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Berdasarkan hasil uji kesamaan dua varians, kedua kelas memiliki varians yang sama. Hipotesis dirumuskan:
Ho : Rata-rata hasil belajar kelas Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz sama dengan kelas model ceramah dengan Media King’s Quiz.
Ha : Rata-rata hasil belajar kelas Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz tidak sama dengan kelas model ceramah dengan Media King’s Quiz.
Pengujian hipotesis ini menggunakan rumus t-test untuk menguji hipotesis. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.4.
(61)
Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Uji Satu Pihak Antara Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kelas Rata-rata dk thitung ttabel Kriteria Kontrol 71,991
70 3,067 1,664
Terima Ho jika
hitung
t <ttabel
Eksperimen 75,000
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada taraf 5%, skor thitung= 3,067 sedangkan skor ttabel= 1,664. Skor thitung>ttabelsehingga Ho ditolak.
Kesimpulannya, rata-rata hasil belajar kelas Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz tidak sama dengan kelas model ceramah dengan Media King’s
Quiz.
4.2.3 Uji Peningkatan Pemahaman
Uji peningkatan rata-rata pemahaman antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat diperoleh melalui nilai pre test dan post test yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Uji Peningkatan Pemahaman Antara Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Rata-rata Kelas
Kontrol
Kelas Eksperimen
Pre Test 46,296 46,296
Post Test 71,991 75,000
(62)
Hasil uji gain menunjukkan bahwa rata-rata pemahaman kedua kelas mengalami peningkatan yang tidak jauh berbeda yaitu dengan kriteria sedang dengan faktor berkisar antara 0,3sampai 0,7.
4.2.4 Uji Signifikansi
Uji signifikansi peningkatan pemahaman antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.6. dengan hipotesis:
Ho : Rata-rata peningkatan pemahaman kelas Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz lebih kecil dari kelas model ceramah dengan Media King’s Quiz.
Ha : Rata-rata peningkatan pemahaman kelas Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz lebih besar dari kelas model ceramah dengan Media King’s Quiz.
Tabel4.6. Hasil Uji Signifikansi Peningkatan Pemahaman Antara Kelas Kontrol dan Kelas eksperimen
Kelas Rata-rata dk thitung ttabel Kriteria Kontrol 71,991
70 3,067 1,664
Terima Ho jika thitung<ttabel Eksperimen 75
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada taraf 5%, skor thitung= 3,067 sedangkan skor ttabel= 1,664. Skor thitung > ttabel, sehingga Ho ditolak. Kesimpulannya, rata-rata peningkatan pemahaman kelas Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz lebih besar dari kelas model ceramah dengan Media King’s Quiz.
(63)
4.2.5 Analisis Aktivitas Belajar Siswa
Hasil analisis aktivitas belajar siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hasil Analisis Aktivitas Belajar Siswa antara Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kelas N P rerata Kategori
Kontrol 36 18,06% Kurang Sekali
Eksperimen 36 41,39% Cukup
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa kelas kontrol dikategorikan “kurang sekali”, sedangkan kelas eksperimen dikategorikan “cukup”.
4.3
Pembahasan
4.3.1 Analisis Hasil Belajar Kognitif Siswa
Hasil analisis datapost testmenunjukkan bahwa pemahaman siswa pada kedua kelas dapat dikatakan merata seperti Tabel 4.3 yang ditunjukkan melalui hasil uji normalitas nilai post test kedua kelas, sehingga untuk menguji ada tidaknya perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol maka uji statistik yang digunakan adalah uji parametris yaitu uji-t. Penggunaan Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz, memberikan pengaruh terhadap hasil kognitif siswa. Hasil uji t dengan taraf signifikan 5% menunjukkan
(64)
bahwa thitung= 3,067 lebih besar dari ttabel= 1,664, sehingga diperoleh kesimpulan
bahwa rata-rata hasil kognitif kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Peningkatan rata-rata pemahaman kelas kontrol dapat dilihat dari rata-rata nilai pre test dan post test yang diperoleh yaitu sebesar 46,296 dan 71,991 dengan gain ternormalisasi sebesar 0,48yang termasuk dalam kategori sedang, sedangkan peningkatan rata pemahaman pada kelas eksperimen dapat dilihat dari rata-rata nilai pre test dan post test yang diperoleh yaitu sebesar 46,296 dan 75 dengan gain ternormalisasi sebesar 0,53 yang termasuk dalam kategori sedang. Secara signifikan dihitung menggunakan uji t dengan taraf signifikan 5%, menunjukkan bahwa thitung = 3,067 lebih besar dari ttabel = 1,664, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa rata-rata peningkatan pemahaman kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
Kesimpulan ini menunjukkan bahwa penggunaan Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz dalam pembelajaran memberikan efek positif terhadap hasil kognitif siswa.
4.3.1.1Pengaruh Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz
terhadap Hasil Belajar Siswa
Adanya peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen dikarenakan penggunaan Model Learning Cycle 5E yang menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran, hal ini sesuai pernyataan Wena (2009) yang menyebutkan bahwa salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik adalah pembelajaran siklus (learning cycle). Learning Cycle merupakan rangkaian
(65)
tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Keaktifan siswa akan berdampak pada hasil belajar, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas (2008:31), belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, sehingga masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.
Penggunaaan Media King’s Quiz juga mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparno (2007:154) bahwa permainan kartu lebih untuk membantu mengerti dan menghafalkan konsep, hukum-hukum fisika, secara rileks tanpa tekanan apapun. Keuntungan dari permainan kartu adalah siswa senang bermain dan sekaligus belajar fisika, fisika menjadi tidak menakutkan, tetapi mengasyikkan dan menyenangkan untuk dipelajari juga secara main-main.
(66)
4.3.1.2Pengaruh Model Ceramah dengan Media King’s Quiz terhadap Hasil Belajar Siswa
Model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat berpengaruh pada proses dan hasil belajar siswa. Adanya penurunan hasil belajar pada siswa kelas kontrol yang menggunakan model ceramah sesuai dengan hasil penelitian Pratama (2012) yang menunjukkan bahwa pada proses pembelajaran yang disajikan dengan model konvensional (ceramah, tanya jawab, diskusi) tampak aktivitas siswa kurang optimal melibatkan diri dalam proses belajar. Siswa terlihat lesu, bahkan ada yang mengantuk. Rendahnya motivasi belajar siswa dalam pembelajaran menjadi penyebabnya.
Media King’s Quiz yang bersifat evaluatif harus didahului dengan pemahaman konsep siswa yang matang. Jika pemahaman konsep siswa kurang optimal dikarenakan penggunaan model ceramah, maka penggunaan Media King’s Quiz di akhir pembelajaran (tahap evaluasi) tidak banyak berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
4.3.2 Analisis Aktivitas Belajar Siswa
Pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa kelas kontrol P=18,09% dikategorikan “kurang sekali”, sedangkan kelas eksperimen P=41,39% dikategorikan “cukup”. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz dalam pembelajaran memberikan efek positif terhadap peningkatan aktivitas siswa.
(67)
4.3.2.1Pengaruh Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz terhadap Aktivitas Belajar Siswa
Model Learning Cycle 5E membagi proses pembelajaran menjadi lima tahapan yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation.
Setiap tahapan menuntut keaktifan siswa sebagai berikut:
(1) Tahap engagement, siswa diberi pertanyaan-pertanyaan pembangkit minat oleh guru. Siswa akan merenungkan jawaban dari pertanyaan dan menduga-duga jawabannya. Pada tahap ini, siswa memulai pelajaran dengan motivasi untuk menemukan dan mengetahui jawaban yang benar.
(2) Tahap exploration, siswa mengerjakan LKS yang menuntut siswa untuk berdiskusi dalam kelompok dan menemukan jawaban LKS dengan proses berpikir. Guru membebaskan siswa untuk berpikir, dan menemukan jawaban. (3) Tahap explanation, perwakilan setiap kelompok akan mempresentasikan hasil
diskusi mereka di depan kelas. Selanjutnya, kelompok lain akan menanggapi hasil presentasi. Siswa dibebaskan untuk mengkoreksi, memberi kritik, dan saran kepada kelompok yang mendapat giliran presentasi. Pada akhir tahap ini, guru akan mengkoreksi hasil diskusi, dan memberikan jawaban yang benar.
(4) Tahap elaboration, siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada tahap engagement dengan berbekal pengetahuan yang didapat pada tahap explanation. Siswa akan membacakan jawaban di depan kelas. Guru bertugas meluruskan jawaban siswa.
(68)
(5) Tahap evaluation, siswa akan memainkan Media King’s Quiz secara berkelompok. Siswa antusias dengan permainan yang baru.
Penggunaan Media King’s Quiz membangkitkan motivasi keaktifan siswa pada proses permainannya. Hal ini sesuai dengan Penelitian Retalis (2008) bahwa pembelajaran dengan permainan jika digunakan dengan benar, memiliki potensi untuk menambah nilai tradisional kelas berbasis praktik instruksional. Dengan permainan papan, pemain dapat belajar dari pemain lainnya, sementara pada saat bersamaan mereka dapat bersenang-senang dalam lingkungan permainan tersebut. Permainan papan dapat membuat proses belajar lebih berstimulasi dan memotivasi siswa untuk lebih menerapkan kemampuan dan pengetahuan. Selain itu, Kenny dan Gunter (2007) bahwa permainan dapat menjadi alat pembelajaran yang dimainkan untuk memotivasi dan mengubah sikap bagi orang yang memainkannya. Permainan yang berhubungan dengan pendidikan adalah untuk menopang atau menyokong pemahaman konsep.
Aktivitas belajar siswa telihat dalam proses permainan King’s Quiz. Kegiatan diskusi dalam kelompok terlihat saat penentuan kotak pilihan; menjawab pertanyaan yang tersedia; dan penentuan strategi menutup jalan kelompok lain. Siswa terlihat gembira jika kelompok memperoleh poin dari setiap jawaban yang benar. Siswa juga bersemangat untuk mengalahkan perolehan nilai kelompok lain. Pembelajaran fisika menjadi tidak menakutkan, tetapi mengasyikkan dan menyenangkan untuk dipelajari juga secara main-main.
(69)
4.3.2.2Pengaruh Model Ceramah dengan Media King’s Quiz terhadap Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas belajar pada kelas kontrol dengan model ceramah dengan Media
King’s Quiz dikategorikan “kurang sekali”. Hal ini dikarenakan model pembelajaran ceramah masih berorientasi pada teacher centered. Guru sebagai pusat pembelajaran. Hal ini mengakibatkan aktivitas terpusat pada guru bukan pada siswa. Siswa menjadi pasif dalam pembelajaran. Sedikit siswa yang tertarik pada pembelajaran. Padahal keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.
Aktivitas belajar justru lebih banyak terjadi pada tahap evaluasi dengan Media King’s Quiz seperti yang dijelaskan di subbab sebelumnya. Hal ini sedikit berpengaruh pada persentase total aktivitas belajar kelas kontrol walaupun masih kalah jauh dengan aktivitas belajar di kelas eksperimen.
4.3.3 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan media King’s Quiz yang berjumlah satu set untuk satu kelas, sehingga siswa harus dibagi menjadi beberapa kelompok. Hal ini menyebabkan sebagian siswa belum bisa berperan secara maksimal dalam permainan. Ketertarikan siswa terhadap media King’s Quiz belum terukur dikarenakan belum adanya angket untuk siswa.
(70)
56
BAB 5
PENUTUP
5.1
Simpulan
Berdasarkan pembahasan hasil analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa yang mendapatkan pembelajaran Model Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model konvensional dengan Media King’s Quiz. Hal ini dapat dilihat dari skor thitung = 3,067. Skor ini lebih besar dari ttabel untuk n = 36, dk = 70 yang sebesar 1,664. Dengan rata-rata nilai kelas eksperimen sebesar 75, sedangkan rata-rata nilai kelas kontrol sebesar 71,991. Besarnya peningkatan pemahaman juga dapat dilihat dari besar skor gain ternormalisasi untuk kelas eksperimen yang sebesar 0,53. Skor ini lebih besar dari gain ternormalisasi kelas kontrol yang sebesar 0,48.Perbedaan pemahaman signifikan ditunjukkan oleh besarnya thitungdengan taraf signifikan 5%, yaitu thitung = 3,067, nilai ini lebih besar dari ttabel = 1,664, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa pemahaman konsep siswa yang mendapatkan pembelajaran Model
Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model ceramah dengan Media King’s
Quiz.
Aktivitas belajar siswa kelas kontrol P=18,09% dikategorikan “kurang sekali”, sedangkan kelas eksperimen P=41,39% dikategorikan “cukup”. Hal ini
(71)
menunjukkan bahwa aktivitas siswa yang mendapatkan pembelajaran Model
Learning Cycle 5E dengan Media King’s Quiz lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model ceramah dengan Media King’s
Quiz.
5.2
Saran
Saran yang diberikan dalam penelitian ini antara lain. Permainan King’s
Quiz dalam satu kelas sebaiknya dibuat lebih banyak agar setiap siswa mendapat kesempatan bermain. Setelah siswa bermain King’s Quiz, sebaiknya diberikan angket untuk mengetahui apakah siswa merasa senang dan tertarik dengan media King’s Quiz.
(1)
Kemudian P di kategorikan sesuai : Kategori Kurang sekali Kurang Cukup Baik Baik Sekali
F1 F2 F P % Kategori F1 F2 F P % Kategori
1. 35 36 35,5 98,61 Baik Sekali 25 28 26,5 73,61 Baik
2. 7 5 6 16,67 Kurang Sekali 4 2 3 8,333 Kurang Sekali
3. 12 10 11 30,56 Kurang 0 1 0,5 1,389 Kurang Sekali
4. 4 2 3 8,333 Kurang Sekali 0 0 0 0 Kurang Sekali
5. 9 9 9 25 Kurang 2 2 2 5,556 Kurang Sekali
6. 33 36 34,5 95,83 Baik Sekali 10 8 9 25 Kurang
7. 18 20 19 52,78 Cukup 9 8 8,5 23,61 Kurang
8. 15 15 15 41,67 Cukup 10 9 9,5 26,39 Kurang
9. 9 9 9 25 Kurang 5 4 4,5 12,5 Kurang Sekali
10. 8 6 7 19,44 Kurang Sekali 2 1 1,5 4,167 Kurang Sekali
41,39 Cukup 18,06 Kurang Sekali
Bertukar pendapat antar teman
Mengambil keputusan jawaban yang benar Persentase Aktivitas
0 % ≤ P < 20 % 20 % ≤ P < 40 % 40 % ≤ P < 60 % 60 % ≤ P < 80 % 80 % ≤ P < 100 %
Kelas Eksperimen (N=36) Kelas Kontrol (N=36) No.
P rerata % P rerata %
Jenis Kegiatan
Merespon jawaban teman Mempresentasikan hasil kerja
Memperhatikan apa yang disampaikan guru Mengajukan pertanyaan
Menjawab pertanyaan siswa maupun guru Memberi saran
Mengemukakan pendapat Mendiskusikan masalah
(2)
128
FOTO-FOTO PENELITIAN
Suasana Kelas Eksperimen saat pembelajaran Model
Learning Cycle 5E
(3)
Suasana kelas eksperimen saat sesi permainan
King’s Quiz
(4)
(5)
(6)