Page 53 of 223 Aristoteles adalah Alexander Iskandar Zulkarnaen, ia
belajar hikmah kepada Aristoteles selama kurang lebih 20 tahun.
Maka jalur pemikiran hikmah kefilsafatan para filosof yang bukan nabi, yaitu Luqman dan generasi yang
berikutnya, menisbahkannya kepada pemikiran filosofis Hermes, dan rentangan waktu antara Hermes hingga
awal hijrah nabi terakhir kurang lebih berkisar antara
3725 tahun āerhitungan menurut Abu Ma’syar.
B. Periode al-Khulaf â’ al-Râsyidûn
Estafeta aktivitas dakwah dalam tataran teoritis dan praktis, sepeninggal rasul terakhir Muhammad SAW
dilanjutkan oleh pelanjutnya, yaitu al-Khulafâ al-Râsyidûn para pelanjut yang memeroleh dan melaksanakan Islam
ingga bimbingan kehidupan. Pemikiran dakwah yang berkembang pada periode ini adalah metode naql dan
‘aql secara seimbang orientasi utama pengembangan dakwah
berupa futuhat yaitu konsolidasi dan ekspansi Islam di semenanjung Arabia dan sekitarnya. Produk pemikiran
dan aktivitas dakwah al-Khulaf
â’ al-Râsyidûn ini disebut atsar shahabat, yang memuat khazanah Islam. Mereka
adalah Abu Bakar 632-634 M., Umar Ibn Khathab 634- 644 M., Usman Ibn Affan 644-655 M., dan Ali Ibn Abi
Thalib 656-661 M.
Perlu diketahui, bahwa futuhât adalah proses menghadirkan dan mendatangkan Islam ke daerah-
daerah yang dituju dengan tidak memaksa rakyat
Page 54 of 223 mad’û untuk mengubah agamanya, mereka menerima
dan memeluk Islam bukan karena paksaan tetapi atas dasar pilihan dan kebebasan kehendaknya setelah
memertimbangkan secara objektif-proposional terlebih dahulu.
66
Adapun hikmah praktis telah diperoleh para al- Khulafâ’
al-Râsyidûn melalui
perilaku, banyak
mengamalkan ilmu dengan jujur dan ikhlas, istiqamah, pengalaman dan kemahiran, strategi yang bijak, dan
memahami sendi-sendi dakwah mereka memandang penting penggunaan akal dalam kehidupan, misalnya,
berikut ini sebagai contoh pandangan khalifah Ali r.a
dalam syair: “bila Tuhan menyemāurnakan akal seseorang, sempurnalah akhlak dan kepakaran orang itu.
Pemberian Allah yang paling utama bagi seseorang adalah akalnya, karena tidak ada kebaikan yang sebaik
akal. Dengan akal, seorang pemuda dapat hidup eksis di tengah manusia, karena ilmu dan pengamatannya
senantiasa rasional.
C. Periode Tabi’in
Bicara tentang tabi’in, Tabi’in adalah mereka yang hidup sesudah generasi sahabat nabi. Mereka adalah
orang-orang yang mampu bersikap bijak dalam menyalurkan kewajiban dakwahnya. Tokoh pemikir
dakwah rijâl ad-dakwah pada periode ini di antaranya adalah Said bin Musayab, Hasan bin Yaser al-Bashri,
66
Ibid. , hal. 34.
Page 55 of 223 Umar bin Abd al-Aziz dan Abu Hanifah. Umar bin
‘Abd al-Aziz adalah seorang khalifah pada zaman Daulah Bani
Umayah.
Adapun hikmah praktis yang dikembangkan oleh keempat tokoh pada periode ini adalah memulai dengan
memerbaiki diri
sendiri, memerbaiki
keluarga, memerbaiki umat, mengembangkan dakwah dengan
surat, menanamkan perasaan takut kepada Allah, berpegang teguh pada agama Allah, dan memerhatikan
umat non-muslimin.
Pada zaman ini, metode pemikiran dakwah lebih banyak menggunakan penalaran metode muhadditsin,
yang lebih banyak berorientasi pada naql daripada ‘aql
sebagaimana digunakan dalam penalaran metode mutakallimîn
.
D. Periode Tâbi at-Tâ bi’în