Konstruksi Keilmuan Filsafat Dakwah dalam al- Qur’an

Page 190 of 223 dan mu’amalah sesuai dengan ajaran Islam, keempat, tujuan operasional adalah tegaknya al-birr dan al-haqq yang direfleksikan dalam wujud akhlak mulia.

B. Konstruksi Keilmuan Filsafat Dakwah dalam al- Qur’an

Dengan bahasan singkat mengenai pandangan al- Qur’an sebagaimana diuraikan di atas, yang dijadikan pondasi dalam membangun epistemologi dakwah Islam dapat diketahui bahwa epistemologi dakwah dalam visi al- Qur’an harus didasarkan pada sumber pengetahuan, yakni Allah SWT melalui kitab yang mengandung segala hikmah al- Qur’an dengan menggunakan segenap potensi manusia QS an-Nahl, 16: 78. Pendekatan seperti ini sering disebut sebagai pendekatan holistik. Dalam pendekatan holistik ini, menurut Nursamad, sebagaimana dikutip oleh Enjang AS 1990, tidak memersoalkan apakah potensi inderawi, akal budi ataukah intuisi yang menjadi andalan pengetahuannya, tetapi yang penting adalah kejernihan dan kepastian dalam setiap pengetahuan, baik dalam bentuk inderawi, rasional maupun intuitif. Kejernihan dan kepastian itupun tidak dapat diperoleh kecuali dengan cara ‘membersihkan jiwa tazkiyah an-nafs yang menjadi wadah potensi-potensi pengetahuan dari segala macam noda dan penyakit yang dapat menghalangi tercapainya kebenaran hakiki, apa pun bentuk dan jenis pengetahuan tersebut. Page 191 of 223 Lebih lanjut, Nursamad mengatakan bahwa: “ārinsiā-prinsip epistemologi dalam al-hikmah filsafat, didasarkan kepada wah yu dan keimanan”. Dengan alasan: 1 karena tanpa wahyu niscaya manusia mengalami keputusasaan untuk mecapai kebenaran yang pasti; 2 wahyu dianggap sebagai stimulant bagi potensi-potensi intelektual ibarat air hujan menyuburkan tanah kering; 3 berdasarkan hubungan dan keterikatan interaksi antar wahyu dengan potensi pengetahuan, integritas 169 dan harmonisasi pengetahuan-pengetahuan empirik, rasional, dan intuitif dapat terjalin dengan baik; 4 pengetahuan yang diperkenalkan melalui al-hikmah adalah pengetahuan berdimensi intelektual dan moral. Dalam taraf inderawi, manusia menyerap pesan-pesan wahyu yangkemudian terobsesi melakukan observasi perenungan dan pengamatan dalam taraf rasional manusia yang kemudian meletakkan dasar-dasar keilmuan bagi kegiatan perenungan tersebut, dan dalam taraf intuisi manusia menghayati penemuannya dan 5 seluruh proses pengetahuan dan al-hikmah ditentukan oleh kegiatan pembersihan diri karena bentuk dan jenis pengetahuan apa pun yang tercapai, kiranya merupakan gejala jiwa yang pada dasarnya tidak terlepas dari tiga macam kecenderungan, yaitu; ego, hawa nafsu termasuk godaan setan, dan bisikan ilahi. 169 Mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Page 192 of 223 Sebagai suatu disiplin, ilmu dakwah dalam menjalankan fungsi keilmuannya dengan berdasarkan pada kajian tersebut – paling tidak – melalui tiga metode, yaitu 1 metode istinbâth, 2 iqtibâs, dan 3 istiqr â’. Definisi masing- masing “daāat” dirumuskan sebagai berikut : Metode istinbath adalah proses penalaran dalam menjelaskan, memrediksi dan mengevaluasi hakikat dakwah dengan mengacu pada al- Qur’an, as-Sunnah, dan produk ijtihad ulama dalam memahami keduanya. Produk metode ini menjadi teori utama dalam dakwah. Metode Iqtibâs adalah proses penalaran dalam menjelaskan, memrediksi dan mengevaluasi hakikat dakwah dengan mengambil pelajaran dari teori ilmu sosial dan filsafat manusia. Hal ini dapat dilakukan mengingat objek material Ilmu Dakwah bersentuhan dengan objek material ilmu sosial dan filsafat manusia yang mengkaji fenomena perilaku manusia, dengan catatan hal-hal yang secara substansial bertentangan dengan sumber utama dakwah, yaitu al- Qur’an dan as- Sunnah . PrĀduk metĀde kedua ini menajdi “teĀri menengah” atau middle theory dalam Ilmu Dakwah. Metode istiqr â’ adalah proses penalaran dalam menjelaskan, memrediksi dan mengevaluasi hakikat dakwah melalui kegiatan penelitian pada tataran konsep dan pada tataran realitas macam-macam aktivitas Page 193 of 223 dakwah dengan cara kerja ilmiah. Produk metode ketiga ini menjadi teori ketiga dalam Ilmu Dakwah. Selanjutnya dalam permasalahan verifikasi pengujian, pada tahap verifikasi ini karena disadari bahwa Tuhan Allah SWT menurunkan ayat-ayat-Nya ayat Kauniyah dan Qauliyah semuanya untuk dijadikan pelajaran dan sekaligus petunjuk hudan li an-nâs untuk mencapai kebenaran yang di dalamnya tidak ada pertentangan di antara keduanya maka proses verifikasi pada suatu penyelidikan, diadakan langkah-langkah pembenaran konfirmasi dan justifikasi satu dengan lainnya untuk mendapatkan hasil penyelidikan yang di dalamnya tidak terjadi pertentangan antara pengujian terhadap ayat kauniyah dengan ayat qauliyah.

C. Hikmah Dalam al-Q ur’an dan Kegiatan Dakwah