Hubungan antara nilai Ka dan nilai pH yaitu semakin besar nilai Ka maka

94 . Gambar 6. Kunci Jawaban Soal 5 a. Diketahui Tabel 3 yaitu tabel kekuatan asam: No Larutan Kekuatan Asam Ka 1 HF Ka = 6,8 x 10 -4 2 H 2 S Ka = 8,9 x 10 -9 3 HOCl Ka = 3,0 x 10 -8 Berdasarkan Tabel 3, urutan kekuatan asam yaitu HF HOCl H 2 S b. 1 pH larutan HF [� + ] = √ = √ , − , = √ − = − √ Jadi pH larutan HF dengan konsentrasi 0,1 M yaitu − log √ 2 pH larutan H 2 S [� + ] = √ = √ , − , = √ − = − , √ Jadi pH larutan HF dengan konsentrasi 0,1 M yaitu 5,5 − log √ 3 pH larutan HOCl [� + ] = √ = √ − , = √ − = − √ Jadi pH larutan HF dengan konsentrasi 0,1 M yaitu 5 − log √ c. Berdasarkan perhitungan nilai pH,maka urutan nilai pH yaitu H 2 S HOCl HF

d. Hubungan antara nilai Ka dan nilai pH yaitu semakin besar nilai Ka maka

nilai pH semakin kecil atau semakin besar nilai Ka maka nilai pH semakin kecil. � = − log[� + ] = − log − √ = − log √ � = − log[� + ] = − log − , √ = , − log √ � = − log[� + ] = − log − √ = − log √ 95 Gambar 7. Jawaban Soal No.5 Kelas Ekperimen Berdasarkan Gambar 8, dapat dilihat bahwa kelas eksperimen mampu dalam menganalisis tabel nilai Ka sehingga dapat mengurutkan kekuatan asam berdasarkan nilai Ka. Peserta didik juga mampu menganalisis rumus yang harus digunakan dalam perhitungan pH tersebut. Peserta didik mulai kesulitan ketika dihadapkan pada pengakaran bilangan berpangkat, sehingga hasil perhitungan pH peserta didik menjadi kurang tepat. Kurangnya kemampuan dalam mensintesis disiplin ilmu lain juga menyebabkan peserta didik menjadi kesulitan dalam menarik kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh. Gamnbar 8. Jawaban Kelas Kontrol 96 Berdasarkan Gambar 8, dapat dilihat bahwa peserta didik kelas kontrol sudah mengalami kesulitan ketika harus mengurutkan kekuatan asam berdasarkan nila Ka. Peserta didik masih beranggapan bahwa semakin besar nilai pangkat suatu bilangan, maka semakin besar pula nilai bilangan tersebut. Secara umum, peserta didik mampu menganalisis rumus yang digunakan untuk menghitung nilai pH. Akan tetapi pada penyelesaian akhir peserta didik masih kesulitan ketika menghadapi soal perkalian dan pengakaran bilangan berpangkat. Kurangnya kemampuan dalam mensintesis disiplin ilmu lain menyebabkan peserta didik kesulitan dalam menarik kesimpulan berdasrkan data yang diperoleh. Soal Higher Order Thinking Skills lain yang kurang dikuasai oleh peserta didik adalah jenis soal nomor 7. Indikator Higher Order Thinking Skills yang diukur dalam soal ini adalah keterampilan peserta didik dalam menganalisis perubahan warna pada indikator, mengevaluasi data pengamatan untuk membuat inferens tentang zat pencemar dan mencipta prosedur untuk mengatasi pencemaran air yang diakibatkan zat pencemar. Secara umum, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol mampu untuk mencapai kriteria tersebut. Kekurangan peserta didik adalah dalam hal mengajukan pendapat untuk mengatasi permasalahan dalam soal. Hampir 98 peserta didik memberikan jawaban yang bervariasi dan menarik, akan tetapi masih kurang relevan jika dikaitkan dengan materi Larutan Asam dan Basa. Salah satu contoh jawaban soal nomor 7 peserta didik kelas kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. 97 Gambar 9. Kunci Jawaban Soal No. 7 Gambar 10. Jawaban Soal No. 7 Kelas Eksperimen Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa peserta didik kelas eksperimen dapat menyimpulkan sungai mana yang tercemar limbah asam berdasarkan perubahan warna dari larutan indikator. Akan tetapi, gagasan yang a. Menentukan kisaran pH Dengan menggunakan cara garis bilangan, kisaran pH masing-masing di Sungai A maupun B dapat ditentukan.  Kisaran pH di Sungai A Dengan indikator metil orange Dengan indikator phenolftalein pH untuk air di Sungai A 4,2 b. Air yang tercemar zat asam adalah air di Sungai A, karena memiliki kisaran pH 7 c. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara menambahkan zat basa misalnya CaCO 3 untuk menaikkan nilai pH air . 4,2 6,3 8,3 10,0  Kisaran pH di Sungai B Dengan indikator metil orange Dengan indikator phenolftalein pH untuk air di Sungai B 10,0 4,2 6,3 8,3 10,0 98 disampaikan peserta didik tidak relevan dengan konteks materi asam dan basa. Jawaban juga disampaikan dengan jelas dan runtut. Gambar 11. Jawaban Soal No. 7 Kelas Kontrol Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa peserta didik kelas kontrol tidak dapat menyimpulkan sungai mana yang tercemar limbah asam berdasarkan perubahan warna dari larutan indikator. Gagasan yang disampaikan peserta didik tidak sesuai dengan konteks dari materi asam dan basa. Jawaban yang disampaikan juga kurang jelas dan runtut. Hasil ini juga didukung oleh hasil observasi Higher Order Thinking Skillls HOTS yang dilakukan selama proses pembelajaran. Observasi dilakukan sebanyak empat kali baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Higher Order Thinking Skills yang diamati meliputi keterampilan peserta didik dalam menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Hasil observasi ini kemudian dijelaskan secara kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Rerata hasil observasi dari kedua kelas untuk tiap aspek Higher Order Thinking Skills dapat dilihat pada Tabel 16. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa Higher Order 99 Thinking Skills melalui tes tidak jauh berbeda dengan data melalui observasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan Higher Order Thinking Skills yang dimunculkan berdasarkan hasil observasi pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Diagram Perbedaan Skor Observasi Pada aspek pertama yaitu keterampilan menganalisis, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol berada dalam kategori Sangat Baik SB. Kemudian pada aspek kedua yaitu keterampilan mengevaluasi, kelas eksperimen berada dalam kategori Baik B, sedangkan kelas kontrol berada dalam kategori Cukup C. Dalam aspek ketiga yaitu keterampilan mencipta, kelas eksperimen berada dalamkategori Sangat Baik SB, sedangkan kelas kontrol berada dalam kategori Baik B. Perbedaan Higher Order Thinking Skills secara deskriptif antara kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat dari persentase kategori Sangat Baik, Baik - 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 Menganalisis Mengevaluasi Mencipta 76,75 55,75 11,15 81,13 61,12 14 Kontrol Eksperimen P er se n tase S k or HO T S Aspek HOTS 100 dan Cukup. Pada kelas eksperimen, aspek Higher Order Thinking Skills memiliki kategori sangat baik sebanyak 66,67 dan kategori baik sebesar 33,33. Sedangkan pada kelas kontrol, terdapat kategori Sangat Baik sebesar 33,33, kategori Baik sebesar 33,33 dan Cukup sebesar 33,33 . Selama proses pembelajaran berlangsung, aspek menganalisis yang diobservasi meliputi keterampilan peserta didik dalam menganalisis, mentabulasikan dan membandingkan, pada aspek mengevaluasi, keterampilan peserta didik yang diobservasi adalah keterampilan dalam mengevaluasi, menyeleksi, memilih, mengajukan pendapat, menyimpulkan dan untuk aspek mencipta, kemampuan peserta didik yang diamati adalah kemampuan peserta didik dalam merancang. Selain dapat meningkatkan Higher Order Thinking Skills peserta didik, penerapan model pembelajaran Problem Based Learning memberikan manfaat lain bagi peserta didik, yaitu dapat mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualnya, mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi yang disimulasikan dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom. Hal ini terlihat dari segi keaktifan dan kreativitas selama proses pembelajaran, peserta didik kelas eksperimen lebih aktif dan kreatif dibandingkan dengan peserta didik kelas kontrol. Peserta didik kelas eksperimen cenderung selalu mencoba hal-hal baru diluar perintah yang diberikan peneliti dan hampir semua anggota kelompok terlibat aktif dalam proses pemecahan masalah. Peserta didik kelas eksperimen juga lebih aktif bertanya, bekerja sama dalam kelompok dan aktif mencari 101 referensi untuk menyelesaikan permasalahan secara mandiri. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning juga lebih memotivasi peserta didik dalam belajar. Adanya LKPD ini juga mengharuskan peserta didik untuk mengajukan hipotesis sebelum melakukan penyelidikan menyebabkan peserta didik menjadi lebih tertarik untuk menguji hipotesis dari permasalahan yang dimunculkan dalam LKPD. Peserta didik juga menjadi lebih antusias dalam melakukan penyelidikan karena ingin membuktikan apakah hipotesis yang diberikan sesuai dengan kesimpulan yang akan diperoleh atau tidak. Mengenai respon peserta didik terhadap penerapan model pembelajaran Problem Based Learning, dapat dilihat dari hasil analisis deskriptif data respon peserta didik. Hasil analisis menunjukkan nilai indeks persentase sebesar 87,03. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa peserta didik sangat setuju bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan Higher Order Thinking Skills. Adanya perbedaan yang signifikan pada rata-rata Higher Order Thinking Skills peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model Problem BasedLearning dengan peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: Pertama, penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan metakognitif peserta didik. Deswita 2012 memberikan definisi metakognitif sebagai kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Dengan 102 kata lain, metakognitif adalah pengetahuan peserta didik tentang kelemahan dan kekurangan dirinya sendiri dalam mehadapi tugas-tugas kognitif. Dengan kata lain, ketika peserta didik ingin meningkatkan Higher Order Thinking Skills maka peserta didik harus memilih model pembelajaran yang dapat membiasakan peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi, salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning. Penelitian yang dilakukan Tosun dan Senocak 2013 menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan metakognitif peserta didik sehingga pemahaman terhadap materi kimia juga meningkat. Kedua, penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat membuat peserta didik lebih termotivasi untuk belajar kimia prestasi belajarnya juga akan meningkat. Motif merupakan faktor nonaktif yang secara sadar atau tidak beroperasi dalam menentukan arah dari perilaku individu terhadap akhir atau tujuan. Dengan kata lain, motivasi merupakan dorongan yang timbul oleh adanya suatu rangsangan sehingga mengakibatkan perubahan tingkah laku atau aktivitas efektif yang lebih baik dari sebelumnya Slameto, 2013. Dengan demikian, motivasi belajar dapat menimbulkan suatu perubahan afektif dalam diri peserta didik, dan salah satu dorongan yang memotivasi belajar peserta didik dakam meningkatkan Higher Order Thinking Skills-nya adalah dengan pemilihan model pembelajaran yaitu dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan Tosun Taskesenligil 2011 yang menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran 103 Problem Based Learning dapat meningkatkan motivasi peserta didik terhadap kimia terutama dalam orientasi, kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri dan sikap ilmiah. Ketiga, penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat membuat peserta didik lebih siap dalam belajar kimia. Menurut Slameto 2013, kesiapan atau readiness adalah kesediaan untuk memberikan respon atau bereaksi. Kesediaan tersebut muncul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan adalah kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika dalam diri peserta didik sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. Pemberian masalah sebelum memulai pembelajaran dapat membuat peserta didik lebih siap untuk menerima pembelajaran karena peserta didik dituntut untuk memahami permasalahan terlebih dahulu sebelum melakukan penyelesaian. Oleh karena itu, penerapan model pembelajaran Problem Based Learning yang membuat peserta didik lebih siap untuk belajar kimia akan memberikan hasil belajar yang lebih baik. Peningkatan Higher Order Thinking Skills pada kelas eksperimen tentu tidak semata-mata karena penerapan model pembelajaran Problem Based Learning. Pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap Higher Order Thinking Skills adalah sebesar 10,5. Dengan demikian, sisanya sebesar 89,5 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan pernyataan Purwanto 2014 ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar yaitu faktor luar dan faktor dari 104 dalam. Faktor dalam yaitu karakteristik peserta didik yang berbeda-beda baik fisiologis kondisi fisik, panca indera, dan sebagainya maupun psikologis minat, motivasi, bakat, tingkat kecerdasan, dan sebagainya. Semua faktor tersebut dapat mempengaruhi bagaimana proses dan hasil belajar peserta didik. Faktor luar berupa instrumental input dan environmental input. Environmental input merupakan faktor lingkungan alam dan sosial sedangkan instrumental input merupakan faktor yang sengaja dirancang yaitu kurikulum, bahan pelajaran, pendidik, sarana dan fasilitas, dan manajemen sekolah. Instrumental ini merupakan faktor penting penentu penting pencapaian hasil output belajar yang dikehendaki. 105 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan: 1. Ada perbedaan yang signifikan pada Higher Order Thinking Skills antara peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi pokok “Larutan Asam dan Basa” di Kelas XI Semester II SMA Negeri 1 Seyegan, jika pengetahuan awal kimia peserta didik dikendalikan secara statistik. 2. Higher Order Thinking Skills peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning untuk aspek menganalisis berada dalam kategori Sangat Baik SB, aspek mengevaluasi berada dalam kategori Baik B dan aspek mencipta berada dalam kategori Sangat Baik SB. Higher Order Thinking Skills peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E untuk aspek menganalisis berada dalam kategori Sangat Baik SB, aspek mengevaluasi berada dalam kategori Cukup C dan aspek mencipta berada dalam kategori Baik B. 3. Peserta didik sangat setuju bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan Higher Order Thinking Skills.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang direkomendasikan peneliti adalah:

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100