Situasi Keluarga Setelah Perceraian

27 bersatu kembali maka mereka akan bersedih hati dan mengalihkan kasih sayang mereka pada orang tua yang masih ada atau tinggal bersama mereka. Selain itu, peran ganda yang harus dijalankan salah satu orang tua pasca terjadinya perceraian juga merupakan hal berat bagi salah satu orang tua. Apabila yang terjadi adalah ketiadaan ayah, peran ibu menjadi bertambah yaitu sebagai pencari nafkah dan mengasuh anak, padahal keluarga memiliki banyak fungsi yang harus diemban Hendi, dkk. 2001:45

3. Dampak perceraian bagi anak

Pada umumnya, respon seorang anak pada perceraian adalah rasa marah, takut, depresi, dan merasa bersalah Hetherington, 1978. Tanggapan anak kecil atas perceraian ditengahi oleh keterbatasan kompetensi kognitif dan sosial mereka, ketergantungan mereka terhadap orang tuanya Hetherington,dkk, 1989. Proses perceraian bagi anak merupakan masa dimana anak mengalami pengalaman disakiti atau mendapat perlakuan tidak adil dari diri sendiri ataupun orang lain. Dalam DSM IV 1994 edisi revisi, jelas diungkapkan bahwa perceraian dapat menjadi fokus klinis yang perlu ditangani, yaitu sebagai masalah yang berkaitan dengan tahap perkembangan atau masalah yang berkaitan dengan fokus hidup seseorang. Hetherington 2003 menyatakan bahwa hasil-hasil penelitian tentang perceraian banyak yang mengungkapkan bahwa anak pada 28 keluarga yang bercerai beresiko tinggi mengalami masalah-masalah perkembangan psikologis, tingkah laku, sosial, dan akademik, dibandingkan dengan keluarga dengan sepasang orang tua yang tidak bercerai. Perceraian membawa dampak tersendiri bagi anak, anak merasa takut, depresi, marah, dan merasa bersalah. Disisi lain perceraian dapat juga melepaskan anak-anak dari konflik perkawinan. Banyak anak yang berasal dari keluarga bercerai menjadi individu-individu yang berkompeten. Pada umunya reaksi anak terhadap perceraian tergantung pada kondisi keluarga sebelum bercerai.

E. Tes Proyektif 1. Pengertian Tes Proyektif

Metode proyektif dikemukakan oleh Kurt Lawrence Frank pada tahun 1948, yang terdiri atas 5 kategori sebagai berikut : a. Teknik Konstitutif menyusun : materi belum terstruktur, subyek diminta untuk memberi struktur. Contoh : tes wartegg, tes ro, tes finger print. b. Teknik Konstruktif membentuk : materi belum berbentuk, subyek diminta untuk membentuk. Contoh : tes mozaik