21
2.6 Pajak Sebagai Instrumen Ekonomi Pengelolaan
Pajak merupakan salah satu instrumen ekonomi pengelolaan lingkungan, namun bukan instrumen untuk melegalisasi pencemaran atau perusakan
lingkungan. Pajak lingkungan merupakan salah satu instrumen yang berbasis pasar diantara berbagai instrumen yang tersedia. Di Indonesia, pajak lingkungan
telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Sayangnya implementasi belum banyak dilakukan sehingga
pengelolaan lingkungan di Indonesia lebih mengutamakan pendekatan command- and-control
Suedomo 2009. Ketika pajak digunakan sebagai alat internalisasi eksternalitas akan membuat pemerintah kehilangan ketegasan dihadapan
masyarakat. Ini disebabkan kehidupan yang tenang tanpa ada gangguan dari adanya eksternalitas negatif adalah hak setiap orang, sementara bagi pasar hal ini
adalah peluang untuk melakukan lobi dan transaksi. Analisis cost-benefit menjadi penting dalam hal ini, menimbang mana yang lebih penting antara tujuan dari tiap
aspek yang dibahas dengan opportunity cost yang harus dikeluarkan. Misalkan antara kesehatanlingkungan dengan sisi perkembangan ekonomi dan
kesejahteraan materi masyarakat. Mekanisme Pajak Pigovian bisa menjadi alternatif karena memang dianggap mampu menekan laju peningkatan biaya sosial
dimasa depan sementara mekanisme pengendalian langsung bisa diterapkan jika memang sumber penerimaan negeri sudah tangguh dan mandiri Eirik dan Ronnie
1999. Pajak pada bads akan memberi insentif kepada pembangkit dampak negatif
untuk mencari dan menggunakan teknologi yang dapat mengurangi dampak negatif pada lingkungan. Kelemahan utama Pajak Pigou pada barang adalah
bahwa pajak ini hanya dapat dikenakan ketika proses produksi tambang masih berjalan, padahal dampak lingkungan dapat berlangsung meskipun tambang telah
berhenti. Oleh karena itu, pajak Pigou hanya menangkap kerugian lingkungan yang terjadi selama proses penambangan berlangsung Suedomo 2009.
Para ahli menyarankan untuk menerapkan pajak terhadap pencemaran dan kerusakan, agar tercapai kualitas lingkungan yang diharapkan. Nilai pajak harus
sesuai dengan tingkat optimal sosial degradasi dan tidak mengeliminasi polusi secara menyeluruh. Menerapkan pajak kepada pencemar adalah metode paling
22 Pencemar akan berfikir untuk mengurangi kewajiban pajak mereka,
sehingga biaya kerusakan lingkungan dibebankan kepada masyarakat. Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2 dan diasumsikan biaya pencemaran telah ditentukan.
Analisis ini membutuhkan informasi substansial mengenai prosedur pengurangan abatement dan teknologi yang dipakai. Marginal damage cost S adalah
representasi dari beban yang ditanggung oleh masyarakat. Marginal control cost MC’ adalah atribut yang dilakukan pencemar untuk mengurangi pencemaran.
Pada jumlah produksi yang optimumdengan mempertimbangkan pajak tingkat produksi akan berkurang menuju keseimbangan jumlah produksi baru yang lebih
kecil, karena biaya produksi mengalami peningkatan dengan penetapan pajak sejumlah tertentu.
tepat untuk mengatasi masalah lingkungan, karena akan mengubah prilaku pencemar secara tidak langsung untuk menaati peraturan pengelolaan limbahnya.
Akibatnya jumlah o
utput perusahaan tidak lagi pada tingkat yang mengeluarkan eksternalitas terlalu tinggi, dibandingkan output yang ada dipasar market
equilibrium . Solusi berbasis insentif diusulkan oleh Pigou, yang menyarankan
pemberlakuan pajak pada entitas yang membuat eksternalitas Kahn 1998. Pengendalian produksi dengan sistem pajak merupakan perilaku respon terhadap
adanya eksternalitas. Pengendalian produksi dilakukan dengan memperhitungkan biaya lingkungan dan menerapkan kepastian hak. Pengaturan produksi seharusnya
dirumuskan, ditetapkan dan diimplementasikan secara bersama-sama oleh para pihak. Situasi ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya komitmen untuk
tidak melakukan eksploitasi berlebihan Suhaeri 2005.
Gambar 2 Eksternalitas dengan pajak Sumber : Kahn 1998