Negative Externalities and Optimal Extraction of Iron Sand Mining at Tasikmalaya Regency

(1)

EKS

STERNA

OPTIM

DI

ALITAS N

MAL PEN

I KABUP

NEGATIF

NAMBAN

ZUL

SEKOL INSTITU

PATEN T

F DAN LA

NGAN PA

L IKMAR

LAH PASC UT PERTA

BOGO 2012

TASIKMA

AJU EKS

ASIR BE

EDWARD

CASARJAN ANIAN BOG

OR 2

ALAYA

STRAKSI

SI

D

NA GOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Eksternalitas Negatif dan Laju Ekstraksi Optimal Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Tasikmalaya adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2012

Zul Ikmar Edward NRP H351100051


(4)

(5)

ABSTRACT

EDWARD. Negative Externalities and Optimal Extraction of Iron Sand Mining at Tasikmalaya Regency. Under direction of EKA INTAN KUMALA PUTRI and ZUZY ANNA

Exhaustible resources get special attention in the economics literature. Rapid demand is responsible for unsustainable extraction of iron sand mining at Tasikmalaya Regengcy. Iron sand mining effects at the stream river mining resulted in channel degradation and erosion increased turbidity, stream bank erosion and sedimentation of riffle areas. All these changes adversely affect fish and other aquatic organisms either directly by damage to organisms or through habitat degradation or indirectly through disruption of food web. This situation has implification to fisherman income because of decreasing fish production at Tasikmalaya Regency. Further, effects on disturbing road function at overloaded truck hauling which increase the travel time and fuel consumption. This study is an attempt to estimate the negative externalities and also estimate Pigouvian tax and path of optimal extraction iron sand mining along Tasikmalaya Regency. The total of negative externality in area of sand mining per 5 years Rp 3.674.811.431,9. It is suggested to impose a Pigouvian tax of Rp 9.579 on each sand tonnage truck load in order to compensate the fisherman and road user for loss incurred due to iron sand mining. This paper also tests Hotelling’s prediction that level of extraction period for a iron sand mining with and without negative externalities was included at cost function. The result are, the optimality with negative externalities period extraction 28 years and optimality without externalities 27 years.


(6)

(7)

RINGKASAN

ZUL IKMAR EDWARD. Eksternalitas Negatif Dan Laju Ekstraksi Optimal Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Tasikmalaya. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan ZUZY ANNA

Kegiatan penambangan untuk mengambil bahan galian dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Mekanisasi peralatan telah menyebabkan skala penambangan semakin menjadi besar.Hal ini menyebabkan kegiatan penambangan menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting. Dalam industri pertambangan, pengorbanan yang diperhitungkan seringkali belum mencakup biaya oportunitas, termasuk di dalamnya biaya kerusakan lingkungan. Jawa Barat merupakan provinsi dengan cadangan sumberdaya tambang pasir besi cukup besar di Indonesia. Potensi ini tentunya akan menarik minat banyak investor untuk melakukan eksploitasi pasir besi yang akan sangat bermanfaat untuk kepentingan perusahaan dan meningkatkan pendapatan asli daerah. Kegiatan eksploitasi ini ternyata juga berdampak pada kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Proses pengangkutan pasir besi menuju pelabuhan Cilacap Jawa Tengah yang melintasi jalanan umum menyebabkan rusaknya akses jalan mencapai puluhan kilometer. Kondisi ini menyebabkan terjadinya percepatan kerusakan jalan umum yang tidak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan tetapi juga oleh masyarakat umum. Pada bagian hulu dengan adanya penambangan pasir besi ini juga telah menurunkan pendapatan nelayan tangkap dengan perubahan jumlah tangkapan setiap tahunnya. Proses pencucian dan pemurnian pasir besi ini menyebabkan peningkatan kadar bahan berbahaya diperairan pantai dan sungai. Nilai kerugian ekonomi yang ditanggung oleh pihak diluar perusahaan penambangan pasir besi tersebut belum terkuantifikasi dengan baik, sehingga dibutuhkan penelitian berapa nilai kerugian (eksternalitas negatif) yang ditimbulkan aktivitas penambangan pasir besi.

Valuasi ekonomi kerusakan lingkungan adalah salah satu metode paling tepat untuk memperkirakan beban kerusakan yang ditanggung oleh pihak diluar perusahaan penambangan pasir besi. Untuk itu dalam tulisan ini akan dipaparkan empat tujuan penelitian mengenai kondisi kerusakan lingkungan yang menyebabkan perubahan produktivitas pada sektor perikanan dan gangguan kinerja ruas jalan di Kabupaten Tasikmalaya, yaitu: (1) Mengkaji pola ekstraksi dan biaya produksi aktual penambangan pasir besi, (2) Mengestimasi nilai kerusakan jalan, pendapatan nelayan akibat penambangan pasir besi akibat pengangkutan pasir besi, (3) Menentukan laju ekstraksi optimal tanpa dan dengan eksternalitas, yang paling menguntungkan dari usaha penambangan pasir besi, (4) Mengestimasi nilai pajak yang harus dibayarkan pada setiap output pasir besi dengan mempertimbangkan eksternalitas negatifnya.


(8)

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini disebabkan karena potensi cadangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya telah dieksploitasi cukup besar, namun proses penambangannya masih banyak menimbulkan masalah lingkungan (eksternalitas negatif). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-April 2012.Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Responden yang diamati yaitu nelayan, masyarakat pengguna jalan dengan kendaraan roda 2 dan 4. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Kondisi perikanan tangkap di Kecamatan Cipatujah pada tahun 2007 2011 menunjukkan fluktuasi. Beberapa spesies yang ditangkap dengan alat tangkap tertentu mengalami penurunan produktivitas. Hasil perhitungan nilai kerugian ekonomi menggunakan pendekatan perubahan produktivitas didapatkan total kerugian sebesar Rp. 305 juta. Eksternalitas negatif yang berhubungan gangguan fungsi jalan ruas Cipatujah-Kalapagenep difokuskan terhadap kehilangan waktu tempuh dan peningkatan konsumsi BBM kendaraan bermotor. Nilai kerusakan jalan ini menimbulkan kerugian ekonomi bagi pengguna jalan sebesar Rp.3,36 milyar. Total nilai kerusakan jalan ditambah dengan penurunan produktivitas perikanan adalah Rp. 3,67 milyar.

Penggabungan nilai eksternalitas kedalam biaya produksi penambangan pasir besi menghasilkan umur laju ekstraksi selama 28 tahun. Periode ini lebih lama dibandingkan dengan umur laju ekstraksi tanpa mempertimbangkan biaya eksternalitas yaitu selama 27 tahun. Jika dibandingkan dengan laju ekstraksi aktual, menunjukkan hasil optimasi memiliki volume ekstraksi yang lebih berlanjut (sustainable), serta lebih merata sepanjang periode dengan kecenderungan volume ekstraksi menurun terhadap jumlah cadangan.

Hasil perhitungan kerugian terhadap dua aspek yaitu sarana dan prasarana jalan dan kerugian disektor perikanan dijadikan sebagai proxy nilai pajak lingkungan.Nilai besaran pajak lingkungan yang harus dibayarkan untuk setiap tonase pasir besi sebesar Rp. 9.579. Selama ini, pajak tersebut tidak dihitung sebagai biaya produksi perusahaan, sehingga menjadi bagian tanggungan yang harus diterima oleh masyarakat pengguna jalan dan nelayan.


(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(10)

(11)

EKSTERNALITAS NEGATIF DAN LAJU EKSTRAKSI

OPTIMAL PENAMBANGAN PASIR BESI

DI KABUPATEN TASIKMALAYA

ZUL IKMAR EDWARD

Tesis

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(12)

(13)

Judul Tesis : Eksternalitas Negatif Dan Laju Ekstraksi Optimal Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Tasikmalaya

Nama : Zul Ikmar Edward

NRP : H351100051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Dr. Dra. Zuzy Anna, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr


(14)

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini adalah Eksternalitas Negatif dan Laju Ekstraksi Optimal Penambangan Pasir Besi Di Kabupaten Tasikmalaya.

Terimakasih penulis ucapkan kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS, ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan.

2. Dr. Dra. Zuzy Anna M.Si, anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan serta akses dalam penelitian ini.

3. Ibu, kakak, istri dan seluruh keluarga penulis yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini atas semua doa dan bantuan lainnya.

4. Seluruh Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu di Dinas Perikanan Kabupaten Tasikmalaya, UPTD Dinas Pertambangan Kabupaten Tasikmalaya, masyarakat Kecamatan Cipatujah dan lainnya yang tidak sempat disebutkan disini.

5. Teman-teman ESL, ESK, EPN angkatan 2010.

6. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini disadari atau tidak disadari.

7. Teman-teman dan adik-adik di Perguruan Merpati Putih yang luar biasa dengan selalu penuh kerendahatian, kesederhanaan dan keikhlasan, tapi penuh nyali. Sungguh menginspirasi.

Terakhir, penulis juga mohon maaf jika ada pihak-pihak yang merasa terbebani dan terganggu dengan proses pembuatan dan hasil tugas akhir ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kebaikan yang benar, amin.

Bogor, September 2012


(16)

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 7

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kegiatan Penambangan Pasir Besi ... 9

2.2 Eksternalitas ... 13

2.3 Jenis-Jenis Eksternalitas ... 14

2.4 Solusi Eksternalitas ... 17

2.5Teori Pemanfaatan Sumberdaya Secara Optimal ... 17

2.6 Pajak Sebagai Instrumen Ekonomi Pengelolaan ... 21

2.7 Tinjauan Penelitian Sejenis Terdahulu ... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 27

IV. METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 29

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 29

4.4 Analisis Data ... 32

4.4.1 Pola Ekstraksi Aktual ... 32

4.4.2 Analisia Kerusakan Lingkungan ... 32

4.4.3 Analisa Tingkat Ekstraksi Optimal Pasir Besi Dengan dan Tanpa Adanya Eksternalits Negatif ... 34

4.4.4 Analisis Tingkat Pajak Lingkungan ... 35

4.5 Batasan dan Pengukuran ... 36

4.6 Asumsi Penelitian ... 36

V. GAMBARAN UMUM ... 39

5.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian ... 39

5.2 Sosio Demografi Wilayah Penelitian ... 41

5.3 Gambaran Umum Kegiatan Penambangan Kecamatan Cipatujah ... 42


(18)

VI. POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI

PENAMBANGAN PASIR BESI ... 51

6.1 Pola Ekstraksi Aktual Pasir Besi Kabupaten Tasikmalaya ... 51

6.2 Analisis Ekonomi Penambangan Pasir Besi ... 60

VII. EKSTERNALITAS, LAJU EKSTRAKSI OPTIMAL DAN PAJAK LINGKUNGAN PENAMBANGAN PASIR BESI ... 65

7.1 Penurunan Produksi PerikananTangkap ... 65

7.2 Kerugian Akibat Kerusakan Jalan ... 73

7.3 Laju Ekstraksi Optimal Penambangan Pasir Besi ... 83

7.4 Solusi Eksternalitas Dengan Nilai Pajak Lingkungan ... 88

7.5 Implementasi Pajak Lingkungan ... 93

VIII. SIMPULAN DAN SARAN ... 95

8.1 Simpulan ... 95

8.2 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabulasi perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ... 26

2. Rincian Sampel Informan ... 30

3. Matriks Rencana Penelitian... 31

4. Panjang Kerusakan Kondisi Jalan Ruas Cipatujah Kalapagenep 2011 41 5. Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Cipatujah ... 42

6. Jenis Kelamin, Pendidikan Responden ... 48

7. Tingkat Umur Responden ... 49

8. Jenis Pekerjaan Responden Pengguna Jalan ... 49

9. Klasifikasi Pendapatan Responden Dalam Rupiah ... 50

10.Karakteristik Responden Nelayan ... 50

11.Hasil Pengukuran Beberapa Variabel Kualitas Air ... 57

12.Volume Angkut Pasir Besi Per Ritase ... 59

13.Rincian Biaya Penambangan Pasir Besi ... 61

14.Perkembangan Harga & Penerimaan dari Penambangan Pasir Besi ... 62

15.Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Lapangan Usaha ... 65

16.Jenis Alat Tangkap Nelayan Kecamatan Cipatujah ... 67

17.Jumlah Produksi Perikanan Tangkap TPI Pamayang Sari ... 69

18.Kehilangan Produktivitas Perikanan Peralat Tangkap ... 73

19.Kondisi Jalan Menurut Responden ... 74

20.Penyebab Kerusakan Jalan Menurut Responden ... 75

21.Statistik Kinerja Jalan dan Pendapatan Responden ... 76

22.Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Waktu Tempuh Kendaraan Roda 2 ... 78

23.Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Waktu Tempuh Kendaraan Roda 4 ... 80

24.Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda 2 ... 81

25.Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda 4 ... 82

26.Kerugian Kerusakan Jalan Akibat Penambangan Pasir Besi ... 82


(20)

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Eksternalitas Negatif Pada Penambangan Pasir Besi ... 14

2. Eksternalitas Negatif Dengan Pajak ... 22

3. Kerangka Penelitian Eksternalitas Negatif Dan Laju Ekstraksi Optimal Penambangan Pasir Besi ... 28

4. Peta Lokasi Kabupaten Tasikmalaya ... 40

5. Proses Penambangan Pasir Besi Yang Menyebabkan Eksternalitas 54 6. Ilustrasi Kondisi Gumuk Pasir Penambangan Pasir Besi Kabupaten Tasikmalaya ... 55

7. Proses Pemurnian Pasir Besi ... 58

8. Jalan Rusak di Cipatujah ... 59

9. Truk Pengangkut Pasir Besi ... 59

10.Suasana Pelelangan di TPI Pamayangsari ... 67

11.Alat Tangkap Gillnet ... 68

12.Perahu Ukuran 1 GT ... 68

13.Jumlah Produksi Perikanan Tangkap TPI Pamayangsari... 69

14.Perkembangan Produksi Alat Tangkap Jaring ... 70

15.Perkembangan Produksi Alat Tangkap Pancing ... 71

16.Perkembangan Produksi Alat Tangkap Gillnet ... 72

17.Laju Ekstraksi Optimal Pasir Besi Dengan dan Tanpa Eksternalitas .. 87

18.Kurva Eksternalitas penambangan terhadap jumlah produksi ... 88

19.Kurva Total Biaya Penambangan Besi Terhadap Jumlah Produksi ... 89

20.Kurva Total Penerimaan Terhadap Jumlah Produksi... 90


(22)

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Perusahaan pasir besi yang beroperasi di Kecamatan Cipatujah ... 103 2. Harga ikan perjenis di TPI Pamayangsari ... 103 3. Jumlah produksi ikan dan alat tangkap yang digunakan ... 104 4. Perubahan produktivitas alat tangkap ... 104 5. Biaya produksi penambangan pasir besi ... 105 6. Total penerimaan penjualan pasir besi ... 105 7. Hasil regresi biaya variabel penambangan dengan jumlah produksi

pasir besi ... 106 8. Kerugian total akibat penambangan pasir besi... 106 9. Regresi nilai eksternalitas dengan jumlah produksi pasir besi ... 106 10.Laju ekstraksi optimal dengan dan tanpa eksternalitas ... 107 11.Hasil olah data perhitungan tingkat pajak ... 108 12.Hasil interpolasi kehilangan kecepatan ... 109 13.Hasil interpolasi kehilangan waktu tempuh ... 109 14.Perbandingan UMK pertahun dengan pendapatan responden ... 109


(24)

BABI PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan penambangan untuk mengambil bahan galian dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar ekstraksi relatif tidak berubah, namun yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan penambangan telah menyebabkan skala penambangan menjadisemakin besar. Perkembangan teknologi pertambangan menyebabkan ekstraksi bahan tambang menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting (Bapedal2001). Penambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran, sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, terutama penambangan terbuka (open pit mining) dapat merubah pola iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan.

Pertumbuhan industri yang cukup tinggi di Indonesia disatu sisi memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi Indonesia melalui penerimaan negara berupa pajak, royalti dan pungutan lainnya. Disisi lain indikasi terjadi peningkatan kebutuhan bahan baku mineral logam dimasa mendatang sehingga mendorong eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya alam. Kondisi ini diperparah oleh sistem otonomi daerah yang berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Implikasinya kewenangan daerah dalam memberikan izin dalam penambangan relatif lebih mudah dengan semangat peningkatan PAD, sehingga ekstraksi sumberdaya tambang menjadi tidak terkendali. Hal ini justru menimbulkan masalah yang sangat memprihatinkan dimana eksploitasi yang berlebihan justru menjadi bumerang yang menyebabkan peningkatan kesejahteraan bersifat semu, artinya secara riil dengan semakin meningkatnya ekstraksi sumberdaya alam namun tidak terjadi peningkatan kesejahteraan yang


(25)

nyata, bahkan lingkungan disekitar pemanfaatan sumberdaya alam menjadi rusak dan tercemar.

Pada industri pertambangan, pengorbanan yang diperhitungkan seringkali belum mencakup biaya oportunitas, termasuk di dalamnya biaya kerusakan lingkungan. Beberapa dampak negatif akibat penambangan menyebabkan kerusakan lahan perkebunan dan pertanian, dan terbukanya kawasan hutan. Dalam jangka panjang, penambangan adalah penyumbang terbesar lahan sangat kritis yang susah dikembalikan lagi sesuai fungsi awalnya, serta mencemari tanah, air maupun udara. Pencemaran lainnya dapat berupa debu, gas beracun, bunyi, kerusakan tambak dan terumbu karang di pesisir yang menyebabkan berkurang dan lenyapnya sebagian keanekaragaman hayati sehingga mengganggu mata pencaharian nelayan. Air tambang asam yang beracun jika dialirkan ke sungai yang akhirnya ke laut akan merusak ekosistem dan sumber daya pesisir dan laut, serta menyebabkan berbagai penyakit dan mengganggu kesehatan, selain itu sarana dan prasarana seperti jalan juga dapat rusak berat pada saat pengangkutan bahan tambang (Noviana 2011).

Salah satu penambangan mineral yang sangat penting adalah penambangan bahan dasar pembuatan besi, seperti pasir besi dan biji besi. Keberadaan pasir besi di Indonesia cukup melimpah. Cadangan pasir besi dalam bentuk biji Indonesia sekitar 1.014 milyar ton (Ishlah2009). Cadangan ini tersebar di beberapa provinsi diantaranya Provinsi Jawa Barat sekitar 59 juta ton (BKPM 2010). Potensi ini masih perlu dibuktikan agar cadangan yang tersedia terukur dengan jelas. Umumnya semua lokasi penambangan pasir besi yang ada di Indonesia dilakukan eksploitasi secara terbuka (open pit mining) dan berada pada wilayah pesisir pantai (Miswanto et al.2008).

Jawa Barat merupakan provinsi dengan cadangan pasir besi cukup besar di Indonesia, dengan cadangan terbukti sebesar hingga 59 juta ton yang tersebar di beberapa kabupaten. Potensi ini tentunya akan menarik minat banyak investor untuk melakukan eksploitasi pasir besi yang akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Disisi lain, eksploitasi pasir besi jika tidak terkelola dengan baik dapat menjadi bumerang terhadap kerusakan lingkungan dan penurunan kesejahteraan masyarakat. Dampak negatif yang banyak dirasakan


(26)

       

oleh masyarakat adalah meningkatnya kerusakan jalan akibat pengangkutan hasil tambang melalui jalan umum.

Kerusakan jalan merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Kerusakan jalan ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya disebabkan oleh beban muatan kendaraan yang melintas overcapacity. Kemampuan jalan sebesar (muatan sumbu terberat) MST 8 ton dan MST 10 ton, dilalui oleh kendaraan dengan MST hingga 20 ton. Pada tahun 2010 Kerusakan jalan di Indosesia terbesar berada pada jalan kabupaten/kota. Jumlah total panjang jalan 288.185 km,sekitar 31,14% jalan rusak ringan, kondisi baik hanya 22,46% nya dan sisanya rusak cukup berat. Jalan provinsi dengan panjang total 48.681 km kondisinya baik hanya sekitar 5,85%, sedangkan dari 39.310 km jalan nasional sebanyak 13,34% dalam kondisi rusak ringan, dan 49,67% dalam kondisi baik serta sisanya rusak berat.1 Ini termasuk jalan strategis seperti jalur Lintas Timur Sumatera dan Pantai Utara Jawa. Diperkirakan ongkos sosial dan ekonomi yang ditanggung masyarakat pengguna jalan sekitar 200 triliun rupiah per tahun, sangat besar apabila dibandingkan dengan investasi pemerintah yang 3-6 triliun rupiah pertahun (Widjonarko 2007).

Kawasan pesisir merupakan daerah pengembangan perekonomian yang dapat mengalami degradasi serta penurunan produktivitas. Degradasi dapat disebabkan oleh adanya abrasi pantai, pencemaran dan perusakan hutan pantai. Abrasi ini selain dipicu oleh naiknya muka air laut juga disebabkan penambangan pasir didaerah pesisir. Indonesia dengan 17.508 pulau mempunyai panjang garis pantai 95.000 km dan 20% garis pantai di Indonesia mengalami kerusakan akibat abrasi yang mengalami peningkatan setiap tahun (pu.go.id 2010). Diantara banyak kegiatan yang mengakibatkan penurunan kualitas pesisir adalah penambangan bahan galian C (pasir pantai), penebangan liar hutan pantai, tekanan gelombang pada saat pasang yang mengakibatkan abrasi pantai (Sumartin 2011).

Beberapa pantai mengalami pencemaran yang cukup parah akibat berbagai kegiatan yang dilakukan dipesisirnya. Kasus yang terjadi di daerah Balikpapan, dimana pada tahun 2004 tercemar oleh limbah minyak. Contoh lain adalah kasus

  1

Seperti yang dinyatakan dalam judul “Sebagian Besar Jalan di Indonesia Kondisi Rusak”, 

www.poskota.co.id,  Desember 2011 


(27)

       

yang terjadi di sekitar Teluk Jakarta. Berbagai jenis limbah dan ribuan ton sampah yang mengalir melalui 13 kali di Jakarta berdampak pada kerusakan pantai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Pada tahun 2006, kerusakan terumbu karang dan ekosistem Taman Nasional itu diperkirakan mencapai 75 km. Kerusakan itu salah satunya berdampak terhadap hasil perikanan tangkap (Sumartin 2011). Hal serupa juga dapat terjadi pada penambangan pasir besi didaerah pantai, proses penambangan dan pencucian pasir besi akan mencemari perairan dan menurunkan kualitas air bagi kehidupan hewan air serta rusaknya terumbu karang.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan umum yang terjadi di pantai Selatan Jawa Barat adalah terjadinya, abrasi, akresi, intrusi air laut, kerusakan mangrove dan terumbu karang, serta alih fungsi lahan untuk kegiatan penambangan pasir besi. Penambangan ini juga didorong oleh cadangan pasir besi yang cukup tinggi di Jawa barat, dan posisi geografis lebih dekat dengan jalur pemasaran pelabuhan Cilacap. Tercatat 25 perusahaan penambangan pasir besi, baik berskala menengah maupun kecil yang memiliki izin. Keberadaan perusahaan tersebut menyebabkan terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya. Besarnya eksploitasi saat ini tentunya akan mengurangi ketersediaan pasir besi pada masa mendatang.

Eksploitasi yang berlebihan juga menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Proses pengangkutan pasir besi menuju pelabuhan Cilacap Jawa Tengah yang melintasi jalanan umum menyebabkan rusaknya akses jalan hingga puluhan kilometer. Berdasarkan data Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Tasikmalaya, panjang jalan kabupaten yang kondisinya rusak sepanjang 421,8 kilometer atau 32,3 persen dari total panjang jalan kabupaten sepanjang 1.303,3 kilometer yang beberapa ruas diantaranya dijadikan ruas jalan pengangkutan pasir besi.2 Kondisi ini menyebabkan terjadinya percepatan kerusakan jalan umum yang tidak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan tetapi juga oleh masyarakat umum. Kerugian bisa berupa semakin lamanya waktu tempuh dan

  2

Seperti yang dinyatakan dalam judul “32 Persen Jalan Tasikmalaya Rusak”,  www.KOMPAS.com, Januari 2012  


(28)

peningkatan konsumsi bahan bakar minyak kendaraan. Pengangkutan menuju Cilacap yang melewati jalur Tasik Selatan yaitu ruas Cipatujah - Cikalong - Cimerak - Cilacap menempuh jarak sekitar 150 Km. Jarak tersebut harus ditempuh 6 - 7 jam, padahal kondisi jalan pantura dengan jarak yang sama dapat ditempuh dengan waktu 3 jam. Pada dasarnya pengangkutan melalui jalan umum sangat sulit dihindari, namun kondisi berupa kerusakan jalan seperti berlubang, retak akibat kegiatan pengangkutan seharusnya dapat dibebankan kepada perusahaan penambangan pasir besi. Beban pemeliharaan jalan tidak harus diserahkan pada pemerintah yang tidak selalu memiliki dana yang cukup untuk melakukan pemeliharaan jalan.

Pada bagian hulu dengan adanya penambangan pasir besijuga telah menurunkan pendapatan nelayan tangkap karena perubahan jumlah tangkapan setiap tahunnya yang cenderung menurun. Proses pencucian dilakukan hanya beberapa meter dari bibir pantai dan sempadan. Proses ini dilanjutkandengan segregasi biji dari pasir melalui proses fisika dengan menggunakan magnetic separator. Proses segregasi untuk pemurnian pasir besi ini menyebabkan peningkatan kadar sulfur didaerah pantai dan sungai, ini terjadi karena air buangan dalam proses pemisahan langsung dibuang tanpa perlakuan apapun. Kadar sulfur tersebut membuat air laut dipantai menjadi asam sehingga dapat merusak terumbu karang. Penggunaan pelumas dan bahan bakar untuk peralatan mesin dan bengkel ditepi pantai juga menyebabkan pencemaran perairan disekitar pesisir pantai Kabupaten Tasikmalaya. Pencemaran oleh limbah pencucian pasir besi ini telah menuai protes berupa demonstrasi oleh masyarakat nelayan di Kabupaten Tasikmalaya.

Aspek fisik lingkungan yang diabaikan membuat perusahaan pemegang izin eksploitasi dapat menekan biaya produksi menjadi sangat rendah sehingga mendorong eksploitasi berlebihan, ditambah lagi dengan relatif mudahnya izin penambangan dari tangan bupati di era otonomi daerah ini. Merujuk pada Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan dimana setiap kegiatan usaha harus melakukan pelestarian lingkungan, maka Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat wajib melakukan penilaian menggunakan instrumen ekonomi lingkungan, sehingga pemerintah


(29)

       

Kabupaten Tasikmalaya sebagai pemangku kepentingan mengeluarkan moratorium untuk memberikan waktu penelaahan mendalam mengenai penambangan pasir besi3. Berapa nilai kerugian ekonomi yang disebabkan oleh kerusakan jalan (eksternalitas) dan turunnya produksi perikanan oleh kegiatan penambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya belum dikuantifikasi dengan baik. Oleh sebab itu diperlukan perhitungan nilai eksternalitas negatif menggunakan instrumen ekonomi lingkungan yang tepat dan nantinya dapat diterapkan dalam bentuk kebijakan fiskal berupa penetapan jumlah pajak terhadap setiap output pasir besi. Hal ini bertujuan agar rente dari penambangan dapat menginternalkan eksternalitas negatif dalam bentuk pajak lingkungan. Diharapkan dengan telah dihitungnya eksternalitas negatif tersebut dapat ditentukan estimasi semua biaya yang harus dikeluarkan untuk kompensasi gangguan fungsi jalan dan menurunnya pendapatan nelayan, agar masyarakat yang terkena dampak negatif akibat penambangan pasir besi tidak merasa dirugikan. Penghitungan nilai eksternalitas ini akan memperkecil nilai rente penambangan pasir besi karena meningkatnya biaya produksi yang harus ditanggung oleh perusahaan akibat internalisasi ekstenalitas negatif dalam bentuk pajak.

Sebagaimana setiap produk mineral pada umumnya, pasir besi mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan mineral lain, yaitu ketersediaannya terbatas dan akan habis (exhaustible resource) serta tidak dapat diperbaharui lagi (non-renewable resource). Kabupaten Tasikmalaya dengan potensi pasir besi cukup besar dapat kehilangan potensi penerimaan manfaat optimal untuk kesejahteraan penduduknya. Kesejahteraan penduduk juga akan menurun akibat kerusakan lingkungan. Memperhatikan kondisi ini maka dibutuhkan penilaian yang tepat terhadap besaran nilai tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh penambangan pasir besi, sehingga dapat ditentukan tingkat pajak yang harus diberlakukan terhadap perusahaan penambangan pasir besi. Pada tahap selanjutnya ditambahkan dengan biaya pengambilan yang merupakan opportunity

  3

Seperti yang dinyatakan dalam judul “Gubernur Keluarkan Surat Edaran Moratorium Pasir  Besi”,www.antarajawabarat.com, Januari 2011 


(30)

costdari pengambilan pasir besi saat ini,agar dapat diperkirakan alokasi penambangan pasir besi yang paling optimal.

Dari uraian diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaiman pola ekstraksi dan biaya produksi aktual penambangan pasir besi? 2. Berapa nilai kerusakan jalan dan pendapatan nelayan akibat penambangan

pasir besi ?

3. Berapa tingkat ekstraksi optimal dengan dan tanpa mempertimbangkan eksternalitas negatif pada penambangan pasir besi?

4. Berapa nilai pajak akibat eksternalitas negatif yang muncul dari usaha penambangan pasir besi?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat dirinci tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Mengkaji pola ekstraksi dan biaya produksi aktual penambangan pasir besi.

2. Mengestimasi nilai kerusakan jalan dan pendapatan nelayan akibat penambangan pasir besi akibat pengangkutan pasir besi.

3. Menentukan laju ekstraksi optimal dengan dan tanpa eksternalitas negatif, yang paling menguntungkan dari usaha penambangan pasir besi.

4. Mengestimasi nilai pajak yang harus dibayarkan pada setiap output pasir besi dengan mempertimbangkan eksternalitas negatifnya.

Adapun manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pengelolaan dan pemanfaatan bidang penambangan terutama pasir besi sehingga dapat memaksimalkan pendapatan asli daerah dan meminimalkan kerugian. Untuk penambang akan sangat bermanfaat dalam rangka mencegah tuntutan pidana karena pengelolaan penambangan yang merugikan lingkungan hidup, sedangkan bagi masyarakat Tasikmalaya implementasi penelitian ini akan meningkatkan kesejahteraan dalam pemanfaatan pasir besi.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang penelitian adalah menganalisis eksploitasi penambangan pasir besi di wilayah pesisir Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji bagaimana pola eksploitasi pasir besi selama ini sehingga menimbulkan


(31)

dampak-dampak yang merugikan. Dalam penelitian ini diharapkan pembangunan ekonomi berbasis lingkungan dapat berjalan dengan baik, sehingga pemanfaatan sumberdaya tidak pulih dapat memberikan hasil optimal. Analisis sumberdaya pasir besi dilakukan dengan valuasi ekonomi eksternalitas negatif untuk mengetahui hubungan interaksi antara perikanan, gangguan fungsi jalan dan penambangan. Dalam penelitian ini dampak eksternalitas negatif difokuskan pada tiga bagian dampak yang sangat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat, pertama dampak kerusakan jalan pada proses pengangkutan yang melalui jalan umum terhadap kehilangan waktu kerja, kedua dampak peningkatan konsumsi bahan bakar bagi pengguna kendaraan bermotor, ketiga terpengaruhnya produksi perikanan disekitar pantai dekat penambangan pasir besi, ketiga dampak ini dipilih karena merupakan dampak yang paling dominan pada penambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya dengan menganggap faktor lain bersifat tetap.

Dasar hukum pajak lingkungan adalah undang – undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pajak disini dimaksudkan beban tambahan yang harus dikeluarkan perusahaan penambangan untuk setiap satu-satuan output yang dihasilkan. Pada penentuan laju ekstraksi optimal, modelHotelling digunakan untuk mengetahui tingkat ekstraksi optimal (Q*), tingkat keuntungan maksimal ( *) dan pada tahun berapa cadangan akan habis (T*) yang kemudian dibandingkan dengan lama izin konsesi rata- rata penambangan pasir besi pada pasar bersaing secara sempurna. Dalam model sederhana ini diasumsikan tidak ditemukan cadangan baru.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kegiatan Penambangan Pasir Besi 2.1.1 Sumberdaya Pasir Besi

Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini. Karakter dari endapan besi ini bisa berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Kadang besi terdapat sebagai kandungan logam tanah (residual), namun jarang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa Magnetite,

Hematite, Limonite dan Siderite. Kadang kala dapat berupa mineral: Pyrite,

Pyrhotite, Marcasite, dan Chamosite. Pasir besi sebagai salah satu bahan baku utama dalam industri baja dan industri alat berat lainnya di Indonesia, keberadaannya akhir-akhir ini memiliki peranan yang sangat penting. Permintaan dari berbagai pihak meningkat cukup tajam. Berdasarkan kejadiannya endapan besi dapat dikelompokan menjadi tiga jenis. Pertama endapan besi primer, terjadi karena proses hidrotermal, kedua endapan besi laterit terbentuk akibat proses pelapukan, dan ketiga endapan pasir besi terbentuk karena proses rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika. Beberapa jenis mineral-mineral biji besi, magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil, sementara hematit merupakan mineral biji utama yang dibutuhkan dalam industri besi(Bambang 2007).

2.1.2 Proses Penambangan Pasir Besi

Pasir besi merupakan mineral yang mengendap di sekitar pantai, rawa dan muara sungai, endapannya terdapat pada permukaan sampai ke kedalaman 15 meter. Proses pengambilan pasir besi dilakukan dengan cara membongkar dan mengangkut endapan ke alat pemisah yang bersifat magnet untuk memisahkan pasir besi dari komponen ikutan non logam seperti pasir, tanah dan batuan. Proses pemisahan ini biasa disebut pekerja tambang sebagai processing magnet separator. Magnet separator berkerja memurnikan pasir besi berdasarkan sifat logam yang dimiliki. Bahan galian yang di masukan ke dalam processing akan terpisah menjadi 4 bagian, batu coral, air bersama pasir dan tanah ke 3 bagian ini dibuang dalam bentuk limbah cair dan padat. Pasir besi akan menempel pada


(33)

       

magnet akan diambil dan selanjutnya dengan eskalator lalu ditimbun ke penyimpanan atau gudang. Dari gudang pasir besi (stockpile) akan diangkut ke

loading area di pelabuhan untuk selanjut dibawa ke tempat pembeli.

2.1.3 DampakNegatif Penambangan Pasir Besi

Dalam pandangan fisik aktivitas ekstraksi mineral logam ini terlihat sederhana, tapi tidak demikian dengan daya rusak sesungguhannya. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan ekstraksi pasir besi dapat dikelompokan menjadi 2 golongan, pertama kehancuran fisik, kerusakan pada fisik lingkungan yang dapat langsung terlihat terbagi menjadi beberapa bentuk kehancuran berdasarkan tahapan aktivitas ekstraksi4:

a. Pengerukan Bahan Galian

Endapan pasir besi ini terdapat pada sekitar tepian pulau di sekitar muara sungai, rawa dan sempadan pantai, proses pengerukan akan membuat kawasan lindung sempadan pantai yang biasanya dalam bentuk hutan mangrove dan cemara akan terbabat habis. Masyarakat yang melihat kondisi pantai ketika tambang beroperasi atau pasca tambang tanpa melihat kondisi pulau sebelum tambang beroperasi, tidak akan dapat melihat perubahan ekstrem yang terjadi pada kawasan ini. Berbeda dengan pandangan mata kepala masyarakat di sekitar tambang yang dapat membandingkan perubahan pantai sebelum dan sesudah tambang beroperasi. Masyarakat yang melihat dengan dua kondisi berbeda ini akan menyadari bahwa sebenarnya proses pengerukan kawasan terluar pulau ini telah menyebabkan pengurangan yang luar biasa terhadap luas pulau tempat tambang pasir besi beroperasi. Pengerukan pasir besi selain memangkas bagian terluas pulau, secara fisik juga merubah bentang alam kawasan rawa dan hutan mangrove serta habitat dan tempat pemijahan ikan, kepiting dan udang.

b. Pemisahan Pasir Besi

Pemisahaan pasir besi yang menggunakan sistem magnetik yang boros air, untuk memisahkan 50.000 m3 pasir besi dibutuhkan air sebanyak 20.000 m3. Untuk memenuhi kebutuhan air ini, perusahaan akan membendung muara sungai

  4 

Seperti yang dinyatakan dalam judul “ Pencemaran Lingkungan Akibat Aktifitas Pertambangan Dan UUD Tentang Pencemaran”. 2011. www.rahmatbkhant.blogspot.com 


(34)

dan mengalihkan aliran sungai menuju lokasi proccesing melalui pipa besar atau menggunakan pompa. Proses pembendungan sungai ini akan menyebabkan luapan air menggenangi kawasan pertanian, pemukiman dan sentra aktivitas warga lainnya.

Dampak lainnya akibat pembendungan ini adalah kerusakan ekosistem yang tidak kasat mata tetapi akan terasa oleh nelayan sekitar. Pemusnahan masal terhadap kekayaan biodiversity yang siklus sidupnya tergolong katadromus, yaitu jenis ikan dan arthopoda yang siklus regenerasinya membutuhkan 2 ekosistem. Ekosistem air tawar dan ekosistem air laut, seperti ikan sidat yang akan mati setelah bertelur di gugusan terumbu karang dalam laut, dan setelah menetas anakannya akan melanjutkan siklus hidup induknya untuk tumbuh dan hidup di ekosistem sungai. Pembendungan sungai akan membuat jenis katadromus ini tidak bisa kembali ke sungai untuk memijah.

Pada proses pemurnian pasir besi, bahan yang terambil adalah dalam bentuk butiran pasir besi dan titanium, juga silicon dan magnesium. Jumlah limbah sebagai buangan sisa-sisa pemurnian yang dibuang tergantung dari berapa kadar pasir besi di wilayah endapan yang diambil. Misalnya wilayah Pesisir Barat Bengkulu, dari setiap 50.000 meter persegi pasir besi, akan membuang limbah padat dalam bentuk lumpur pasir dan koral sebanyak 126.000 m3.

Deposit pasir besi dan mineral lain yang digali merupakan sedimentasi dari proses geomorfologi jutaan tahun yang lalu, pembongkaran endapan ini akan mengakibatkan stabilitas ikatan komponen kimia yang mengendap terlepas. Proses pengambilan pasir besi oleh magnet separator tidak sepenuhnya dapat mengambil semua pasir besi dan mineral logam lain. Senyawa kimia yang dibongkar dan terikut dalam prosesing dan bukan berunsur logam, akan terlepas bebas ke air dan lingkungan tempat pembuangan limbah. Ikan yang hidup disungai dan pantai sekitar pembuangan limbah ini biasanya akan mati serentak dalam jumlah yang besar, kalaupun ada yang tersisa ikannya ditemukan dalam kondisi kudisan yang memiliki benjolan disekitar badannya. Kementerian lingkungan hidup RI sudah mencoba mengeleminir resiko dari proses ini dengan mengeluarkan permen LH no 21 tahun 2010 tentang ambang batas mutu air pertambangan biji besi. Sayangnya peraturan ini tidak cukup menjamin


(35)

keselamatan ekosistem sekitar kegiatan penambangan, karena tidak menjangkau identifikasi berbagai jenis komponen kimia yang dilepas,selain itu peraturan ini lebih bersifat pengaturan prosedural fisik.

c. Pengangkutan Pasir Besi

Dalam pengangkutan hasil produksi menuju konsumen, pengangkutan pasir besi biasanya pemanfaatan infrastruktur umum seperti jalan. Pengangkutan dilakukan menggunakan truk – truk pasir berbobot tinggi dan cenderung melebihi kapasitas angkut dan daya dukung jalan. Hal ini menyebabkan kerusakan jalan tidak dapat dihindarkan, akibatnya berdampak pada terganggunya fungsi jalan sebagai barang publik dalam melayani masyarakat pengguna jalan.

Jaringan jalan raya merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan sangatpenting dalam sektor perhubungan, terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil. Selain pertumbuhan ekonomi, transportasi jalan juga sering menimbulkan permasalahan dibidang pemeliharaannya. Kenaikan volume kendaraan (trailer, truk, bus, and kendaraan lainnya) yang melebihi kapasitas daya angkutnya juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan jalan relatif cepat rusak sebelum mencapai umur pelayanan jalan yang telah direncanakan. Peningkatan arus lalu lintas kendaraan khususnya kendaraan berat, yang pada umumnya mengangkut bahan mentah seperti kayu dan sawit (yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan industri) sangat berpengaruh besar terjadinya kerusakan jalan. Terlepas dari mutu komponen perkerasan dan pelaksanaan pekerjaan yang mungkin kurang baik, faktor lain yang sangat berpengaruh dan menentukan umur perkerasan jalan adalah perbedaan antara beban rencana as kendaraan dengan beban aktual yang melewati jalan tersebut (Mudjiatko 2006).

UNESCAP (2005) menyoroti pentingnya infrastruktur jalan dalam perekonomian wilayah, jalan sebagai salah satu komponen infrastruktur berpengaruh secara signifikan terhadap iklim investasi. Jalan merupakan penghubung antara kegiatan produksi dan distribusi, sehingga ketersediaan jaringan jalan yang baik akan sangat menentukan proses produksi dan distribusi.


(36)

2.2 Eksternalitas

Masalah lingkungan banyak disebabkan oleh kegagalan pasar dan tidak adanya hak kepemilikan. Konsumsi terhadap barang publik sering menimbulkan apa yang disebut eksternalitas. Eksternalitas diartikan sebagai setiap pengaruh samping dari produksi atau konsumsi yang dirasakan oleh pihak ketiga di luar pasar. Menurut teori ekonomi mikro harga merupakan mekanisme sinyal penting dalam proses pasar. Harga keseimbangan menunjukkan nilai marjinal yang diberikan oleh konsumen dari pemakaian barang dan biaya marjinal yang harus ditanggung oleh perusahaan dalam memproduksikan barang dimaksud. Dalam keadaan biasa, teori ini dapat memprediksi realitas pasar dengan baik. Namun terdapat banyak keadaan di mana harga gagal merefleksikan semua manfaat dan biaya yang terkait dengan transaksi pasar. Kegagalan pasar ini muncul ketika pihak ketiga dipengaruhi oleh produksi atau konsumsi satu barang. Apabila pengaruh kepada pihak ketiga ini mengakibatkan timbulnya biaya, maka pengaruh ini disebut eksternalitas negatif, sedangkan pengaruh kepada pihak ketiga yang bermanfaat disebut eksternalitas positif (Mangkoesoebroto 1993).

Kerusakan lingkungan akibat aktivitas orang lain merupakan suatu eksternalitas. Eksternalitas terjadi jika suatu kegiatan menimbulkan manfaat ataubiaya bagi kegiatan atau pihak di luar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas ditambah dengan biaya swasta disebut sebagai biaya sosial. Biaya social berkaitan dengan kerusakan lingkungan hidup yang dapat dianggap biaya pembangunan ekonomi (Randal 1987). Masalah utamanya adalah siapa yang harus menanggung biaya sosial tersebut, apakah biaya itu harus ditanggung oleh pihak yang menimbulkan korban atau pihak yang dirugikan, atau pemerintah. Para ekonom menyetujui agar pihak yang menimbulkan kerugian harus dikenai kewajiban untuk mencegah pencemaran atau diwajibkan membayar pajak sebesar kerugian yang ditimbulkannya atau sumber pencemar dipindahkan keluar daerah yang mengalami pencemaran (Suparmoko 1997).

Secara grafis terjadinya eksternalitas dapat dilihat pada Gambar1, dimana produksi optimum akan didapatkan pada saat polusi telah diperhitungkan sebagai biaya sosial yang harus dibayarkan dalam penambangan sehingga mengurangi


(37)

Putri et al. (2010) membagi eksternalitas berdasarkan sebab dan dampak yang dimunculkannya serta interaksi agen ekonomi. Eksternalitas berdasarkan interaksi agen ekonomi misalnya adalah sebagai berikut:

jumlah produksi berdasarkan harga pasar. Dengan kondisi ini tidak ada pihak yang dirugikan dalam sebuah aktivitas penambangan.

2.3 Jenis – Jenis Eksternalitas

Eksternalitas lingkungan dapat dikelompokkan berdasarkan pengaruhnya terhadap individu dan wilayah. Pencemaran lingkungan atau kerusakan lingkungan dapat dikelompokkan sebagai eksternalitas daerah/lokal seperti terjadi kerusakan air danau, kerusakan tanah, dan polusi udara. Polusi di daerah menjadi kesulitan bagi penduduk daerah tersebut jika memiliki dua karakteristik, yaitunon-rivalry and non-exclusion. Adapun polusi dari sungai besar dan kerusakan ekosistem gunung mungkin akan mempengaruhi sejumlah wilayah. Emisi gas rumah kaca merupakan masalah penduduk dunia tanpa memperhatikan dari mana polusi berasal, emisi menyeluruh berdampak kepada semua orang di dunia dan ekosistem secara keseluruhan. Pengelompokkan eksternalitas penting berkenaan dengan masalah otoritas mana yang akan membawahi masalah polusi dan atau kerusakan tersebut (Sankar 2008).

Gambar 1 Eksternalitas negatif pada penambangan pasir besi Sumber :Disesuaikan dengan Kahn (1998)

a. Dampak Produsen Terhadap Produsen Lain

Suatu kegiatan produksi dikatakan mempunyai dampak eksternal terhadap produsen lain jika kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contoh dampak atau efek yang termasuk dalam kategori ini misalnya suatu proses produksi pengolahan ikan


(38)

sardine menghasilkan limbah produk yang dimasukkan ke dalam aliran sungai, sehingga produsen ikan yang menggunakan air dari aliran sungai tersebut akan dirugikan karena produksinya akan menurun.

b. Dampak Produsen Terhadap Konsumen

Suatu produsen dikatakan mempunyai dampak terhadap konsumen, jika aktivitasnya merubah atau menggeser fungsi utilitas rumah tangga (konsumen). Contoh kategori dampak ini adalah pencemaran atau polusi. Kategori ini meliputi polusi suara (noise), berkurangnya fasilitas daya tarik alam (amenity) karena pertambangan, serta polusi air, yang semuanya mempengaruhi kenyamanan konsumen atau masyarakat luas. Misalnya adalah dampak penciuman (bau) dari produsen pembuat ikan asin terhadap masyarakat sekitar, atau polusi udara dari produsen pengasapan ikan kepada masyarakat sekitar.

c. Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain

Dampak konsumen terhadap konsumen yang lain terjadi jika aktivitas seseorang atau kelompok tertentu mempengaruhi atau menggangu fungsi utilitas konsumen yang lain. Dampak atau efek dari kegiatan suatu seorang konsumen yang lain dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, bisingnya suara alat pemotong rumput tetangga, kebisingan bunyi radio atau musik dari tetangga, asap rokok seseorang terhadap orang sekitarnya dan sebagainya.

d. Dampak Konsumen Terhadap Produsen

Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu. Dampak jenis ini misalnya terjadi ketika limbah rumah tangga terbuang ke aliran sungai dan mencemarinya sehingga menganggu perusahaan tertentu yang memanfaatkan air seperti nelayan atau perusahaan yang memanfaatkan air bersih.

Soemarno (2008) membagi eksternalitas berdasarkan sebab dan dampak yang dimunculkannya adalah sebagai berikut:

a. Eksternalitas Pecuniary

Eksternalitas pecuniary atau eksternalitas istimewa terjadi karena perubahan harga dari beberapa input maupun output. Dengan kata lain, eksternalitas ini terjadi manakala aktivitas ekonomi seseorang mempengaruhi kondisi finansial pihak lain. Misalkan pada saat memutuskan apakah membeli atau tidak membeli


(39)

sesuatu barang, seseorang biasanya akan mempertimbangkan kebutuhannya sendiri akan barang tersebut, harganya, dan situasi anggarannya. Jarang sekali, dan umumnya hanya dalam kasus monopsoni saja, individu mempertimbangkan bahwa keputusannya untuk membeli barang/jasa dapat berkontribusi terhadap peningkatan kebutuhan produk tersebut dan oleh karena itu menyebabkan harganya meningkat. Biasanya, pengabaian ini dibenarkan, karena pembelian individual atas suatu komoditi merupakan fraksi yang demikian kecilnya dari total jumlah barang yang dijual, sehingga keputusan individu mempunyai dampak yang dapat diabaikan terhadap harga. Bagaimanapun keputusan individual mempengaruhi harga, bukan hanya seseorang, tetapi juga semua pembeli lainnya, akan mengakibatkan penurunan atau kenaikan harga. Perubahan harga, yang disebabkan oleh keputusan-keputusan individu, disebut sebagai eksternalitas istimewa. Kalau keputusan individu menyebabkan harga naik (kasus yang lazimnya berhubungan dengan peningkatan kebutuhan) maka fenomenanya merupakan suatu eksternal disekonomi yang pecuniary bagi konsumen lainnya. Apabila keputusan individu menyebabkan harga turun (seperti yang dilukiskan dengan keputusan untuk menggabungkan kelompok perjalanan travel yang masih belum mencapai kapasitas penuh) fenomenanya disebut eksternal ekonomi yang pecuniary bagi konsumen lainnyaefisien.

Secara simetri, eksternalitas dis-ekonomi yang pecuniar bagi konsumen merupakan eksternalitas yang pecuniar bagi produsen dan eksternalitas ekonomis yang pecuniar bagi konsumen akan merupakan eksternalitas dis-ekonomi bagi produsen. Hal penting yang harus diperhatikan ialah bahwa eksternalitas pecuniar, apakah ekonomis atau disekonomis, tidak menimbulkan problem bagi ekonomi pasar. Berubahnya kebutuhan menyebabkan harga naik atau turun fluktuasi ini menyediakan pertanda esensial bagi tempat-pasar untuk merotasikan barang dan jasa secara efisien (Soemarno 2008).

b. Eksternalitas banyak arah (Multidirectional externality)

Ekstenalitas banyak arah adalah eksternalitas yang disebabkan oleh suatu/ sejumlah pihak yang mengakibatkan terganggunya suatu/ sejumlah pihak lain.


(40)

2.4 Solusi Eksternalitas

Fauzi (2010) mengemukakan model dasar untuk membangun prinsip kebijakan ekonomi dalam memecahkan masalah eksternalitas. Ia mengemukakan contoh hubungan ekonomi antara perusahaan penambang emas dengan usaha perikanan. Meski tidak ada hubungan keputusan ekonomi dari dua unit usaha tersebut, namun keduanya menjadi terkait karena adanya sungai sebagai barang publik. Penambang emas tersebut membuang limbahnya berupa zat merkuri ke dalam sungai yang menjadi sumber mata pencaharian. Pada dasarnya Fauzi (2010) menyatakan untuk meredam eksternalitas negatif, tidak terkecuali dalam kegiatan penambangan terdapat tiga alternatif kebijakan yang dapat digunakan : internalisasi, perpajakan dan memfungsikan pasar.

Nicholson (1999) menjelaskan dua pemecahan tradisional terhadap eksternalitas. Yaitu perpajakan dan internalisasi biaya. Dalam menggunakan perpajakan sebagai penyelesaian eksternalitas, Nicholson (1999) berpendapat bahwa pemerintah dapat mengenakan pajak cukai yang sesuai terhadap perusahaan yang menghasilkan disekonomi eksternal. Pajak ini dapat dianggap keluaran atau produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan menjadi berkurang. Pemecahan klasik terhadap masalah eksternalitas ini pertama kali diajukan oleh A.C. Pigou pada dasawarsa 1920-an. Walaupun telah sedikit dimodifikasi, solusi ini tetap merupakan jawaban standar untuk masalah eksternalitas yang dibuat oleh ahli ekonomi. Masalah utama bagi regulator adalah mendapatkan informasi empiris yang memadai sehingga pajak yang tepat dapat dikenakan secara langsung kepada perusahaan yang menyebabkan polusi. Pemecahan tradisional kedua adalah internalisasi, merupakan upaya untuk “menginternalkan” dampak yang ditimbulkan dengan cara menyatukan proses pengambilan keputusan dalam satu unit usaha.

2.5 Teori Pemanfaatan Sumberdaya Secara Optimal

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar pengambilan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui menjadi lebih optimal. Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah terdapatnya pasar persaingan sempurna dengan tercapai suatu tingkat efisiensi yang optimum pada saat harga barang sama dengan biaya


(41)

marginalnya. Pada kasus sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, efisiensi optimum akan dicapai apabila harga barang sumberdaya sama dengan biaya marginal ditambah biaya alternatif. Biaya alternatif adalah kelebihan nilai yang bersedia dibayarkan oleh konsumen dengan nilai lebih besar daripada biaya marginal untuk menghasilkan barang sumberdaya tersebut. Biaya alternatif ini juga disebut manfaat sosial bersih, rent, atau royalty. Syarat kedua dari pengambilan sumberdaya secara optimal menyangkut tingkah laku dari biaya alternatif atau royalty itu sepanjang waktu. Biaya alternatif harus selalu meningkat sebesar tingkat bunga yang berlaku dari waktu kewaktu, atau dengan kata lain bila

royalty itu dinyatakan dengan nilai sekarang (present value), maka ia tidak akan berubah sepanjang waktu. Syarat terakhir adalah ekstraksi sumberdaya alam tidak dapat diperbaharui sangat tergantung pada kendala stok yang terbatas. Sebagai dasar dari teori ekstraksi sumberdaya alam tidak terbaharui yang optimal adalah model Hotelling yang dikembangkan oleh Harold Hotelling pada 1931 (Fauzi 2010).

Tujuan perusahaan dalam pemanfaatan sumber daya minerba adalah memaksimumkan keuntungan.Tujuan ini dicapai dengan memilih tingkat ekstraksi optimal selama masa izin. Jika ada komponen biaya yang dapat dihindari atau dapat dibebankan kepada pihak lain, maka tanpa regulasi yang efektif komponen biaya tersebut tidak akan ditanggung oleh perusahaan. Hal seperti ini dapat menghasilkan kondisi dimana pemanfaatan sumber daya minerba menguntungkan secara nansial tetapi merugikan secara ekonomi. Untuk sederhananya, jika present value dari penjualan hasil tambang adalah S dan

present value dari biaya eksplorasi, eksploitasi, dan reklamasi adalah C, maka

present value dari pemanfaatan sumber daya minerba adalah

W = S –C

Jika W > 0, maka pemanfaatan sumber daya minerba secara nansial layak atau menguntungkan bagi pelakunya.Tetapi apakah hal ini juga menguntungkan secara sosial masih perlu dikaji lebih jauh karena biaya yang diperhitungkan masih belum tentu mencakup seluruh biaya yang ditimbulkan oleh pemanfaatan sumber daya minerba tersebut. Seperti umum terjadi, pemanfaatan sumber daya minerba sering menimbulkan dampak lingkungan, khususnya yang bersifat negatif.


(42)

Pemerintah sebagai wakil rakyat mempunyai kewajiban untuk memperhitungkan biaya lingkungan dari setiap keputusannya (Soemarno 2008).

2.5.1 Teori Optimasi Sumberdaya Tidak Terbarukan

Pada tahun 1970-an adalah suatu periode intensif, dimana kekhawatiran publik terhadap kelangkaan sumberdaya alam. Dipicu dari laporan klub roma mengenai “limits to growth” oleh Deniss Meadows. Ia memprediksi konsekuensi katastropik pada awal abad 21 kecuali jika pertumbuhan ekonomi ditunda, ditambah lagi kondisi menjelang tahun 1973 dengan adanya embargo minyak yang akhirnya menyebabkan krisis. Pada saat itu para ekonom bersiap untuk menerapkan kerangka kerja yang dimulai oleh Hotelling tahun 1931(Gaudet 2007).

Cadangan sumberdaya alam adalah sama dengan cadangan kapital fisik yang merupakan aset bagi pemiliknya. Dalam ekonomi pasar, nilai dari aset ini, seperti beberapa aset modal sangat bergantung kepada tingkat pengembalian hasil yang dapat diperoleh pemiliknya. Secara khas, tingkat pengembalian dari aset kapital dapat diuraikan pada tiga komponen :

1. Komponen pertama disebabkan oleh aliran dari produk yang dihasilkan oleh marginal unit dari aset. Ini disebut tingkat dari marginal produktivitas atau tingkat dividen.

2. Komponen kedua disebabkan oleh fakta bahwa karakteristik aset fisik dapat berubah sepanjang waktu.

3. Komponen ketiga adalah tingkat dimana nilai pasar aset dapat berubah sepanjang waktu. Nilai ini mungkin saja negatif, sepanjang nilai ini lebih dari komponen positif lainnya terhadap tingkat pengembalian.

Agar pasar aset berada dalam keadaan equilibrium, tingkat pengembalian harus sama dengan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh pemilik sumberdaya jika aset tersebut diinvestasikan ditempat lain. Pada contoh aset fisik seperti bangunan, mesin dan peralatan, komponen pertama yang digunakan adalah produk marginal yang diturunkan dari penggunaan setiap masukan dalam proses produksi. Komponen kedua berasal dari depresiasi fisik aset, yang akan mengurangi tingkat pengembalian. Komponen ketiga, adalah pendapatan modal yang dapat diterima dengan menahan aset (Gaudet 2007).


(43)

Seandainya sekarang aset adalah sumberdaya tidak terbarukan, seperti deposit mineral atau cadangan minyak dalam tanah. Beberapa aset tidak dapat diproduksi kembali, dimana jumlah cadangan sekarang tidak dapat meningkat sepanjang waktu. Keputusan menahan aset tersebut tidak akan mendapatkan hasil selama aset tersebut berada dalam tanah, yang berarti tidak produktif, berbeda dengan mesin atau peralatan, yang dapat menghasilkan aliran jasa.

Oleh sebab itu komponen pertama identik dengan nilai nol. Seperti komponen kedua, dimana tidak ada padanan yang tepat pada kasus cadangan sumberdaya, dalam artian kekacauan tidak akan terjadi dari menahan aset didalam tanah. Ini sebabnyalebih baik menahan marginal unit dari aset yang ditempatkan dalam tanah daripada mengekstraksi untuk menjaga kualitas merata dari cadangan yang tersisa dari keadaan memburuk. Komponen kedua ini mencatat tingkat pengembalian yang lebih positif, daripada negatif. Jika p (t) adalah harga sekarang dimana sumberdaya dapat berada dalam pasar segera setelah diekstraksi dan c(t) adalah biaya marginal ekstraksi sumberdaya pada tahun t, maka nilai marginal dalam tanah seharusnya:

π (t) = p (t) − c(t),

yang mewakili harga aset dari sumberdaya. Jika tingkat bunga adalah r, dan aset keseimbangan pasar mensyaratkan:

Ini adalah rumus Hotelling yang terkenal, yang menyatakan bahwa harga bersih dari sumberdaya alam-harga aset sumberdaya alam-harus naik sama dengan tingkat bunga. Jika biaya marginal dari ekstraksi sumberdaya bebas dari tingkat ekstraksi dan tidak berubah sepanjang waktu, dan hal ini menghasilkan prediksi sebagai perilaku dari nilai pasar sepanjang wakt , yaitu: u

Jika fungsi diatas benar-benar dapat mewakili kenyataan, kita dapat mengamati harga sumberdaya tidak terbarukan akan meningkat sesuai tingkat bunga sebagai bagian dari biaya dalam harga yang semakin kecil dan semakin kecil sepanjang waktu dan rente kelangkaan semakin tinggi sepanjang waktu (Gaudet 2007).


(44)

2.6 Pajak Sebagai Instrumen Ekonomi Pengelolaan

Pajak merupakan salah satu instrumen ekonomi pengelolaan lingkungan, namun bukan instrumen untuk melegalisasi pencemaran atau perusakan lingkungan. Pajak lingkungan merupakan salah satu instrumen yang berbasis pasar diantara berbagai instrumen yang tersedia. Di Indonesia, pajak lingkungan telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Sayangnya implementasi belum banyak dilakukan sehingga pengelolaan lingkungan di Indonesia lebih mengutamakan pendekatan command-and-control (Suedomo 2009). Ketika pajak digunakan sebagai alat internalisasi eksternalitas akan membuat pemerintah kehilangan ketegasan dihadapan masyarakat. Ini disebabkan kehidupan yang tenang tanpa ada gangguan dari adanya eksternalitas negatif adalah hak setiap orang, sementara bagi pasar hal ini adalah peluang untuk melakukan lobi dan transaksi. Analisis cost-benefit menjadi penting dalam hal ini, menimbang mana yang lebih penting antara tujuan dari tiap aspek yang dibahas dengan opportunity cost yang harus dikeluarkan. Misalkan antara kesehatan/lingkungan dengan sisi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan materi masyarakat. Mekanisme Pajak Pigovian bisa menjadi alternatif karena memang dianggap mampu menekan laju peningkatan biaya sosial dimasa depan sementara mekanisme pengendalian langsung bisa diterapkan jika memang sumber penerimaan negeri sudah tangguh dan mandiri (Eirik dan Ronnie 1999).

Pajak pada bads akan memberi insentif kepada pembangkit dampak negatif untuk mencari dan menggunakan teknologi yang dapat mengurangi dampak negatif pada lingkungan. Kelemahan utama Pajak Pigou pada barang adalah bahwa pajak ini hanya dapat dikenakan ketika proses produksi tambang masih berjalan, padahal dampak lingkungan dapat berlangsung meskipun tambang telah berhenti. Oleh karena itu, pajak Pigou hanya menangkap kerugian lingkungan yang terjadi selama proses penambangan berlangsung (Suedomo 2009).

Para ahli menyarankan untuk menerapkan pajak terhadap pencemaran dan kerusakan, agar tercapai kualitas lingkungan yang diharapkan. Nilai pajak harus sesuai dengan tingkat optimal sosial degradasi (dan tidak mengeliminasi polusi secara menyeluruh). Menerapkan pajak kepada pencemar adalah metode paling


(45)

Pencemar akan berfikir untuk mengurangi kewajiban pajak mereka, sehingga biaya kerusakan lingkungan dibebankan kepada masyarakat. Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2 dan diasumsikan biaya pencemaran telah ditentukan. Analisis ini membutuhkan informasi substansial mengenai prosedur pengurangan (abatement) dan teknologi yang dipakai. Marginal damage cost (S) adalah representasi dari beban yang ditanggung oleh masyarakat. Marginal control cost

(MC’) adalah atribut yang dilakukan pencemar untuk mengurangi pencemaran. Pada jumlah produksi yang optimumdengan mempertimbangkan pajak tingkat produksi akan berkurang menuju keseimbangan jumlah produksi baru yang lebih kecil, karena biaya produksi mengalami peningkatan dengan penetapan pajak sejumlah tertentu.

tepat untuk mengatasi masalah lingkungan, karena akan mengubah prilaku pencemar secara tidak langsung untuk menaati peraturan pengelolaan limbahnya. Akibatnya jumlah output perusahaan tidak lagi pada tingkat yang mengeluarkan eksternalitas terlalu tinggi, dibandingkan output yang ada dipasar (market equilibrium). Solusi berbasis insentif diusulkan oleh Pigou, yang menyarankan pemberlakuan pajak pada entitas yang membuat eksternalitas (Kahn 1998). Pengendalian produksi dengan sistem pajak merupakan perilaku respon terhadap adanya eksternalitas. Pengendalian produksi dilakukan dengan memperhitungkan biaya lingkungan dan menerapkan kepastian hak. Pengaturan produksi seharusnya dirumuskan, ditetapkan dan diimplementasikan secara bersama-sama oleh para pihak. Situasi ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya komitmen untuk tidak melakukan eksploitasi berlebihan (Suhaeri 2005).

Gambar 2 Eksternalitas dengan pajak Sumber : Kahn (1998)


(46)

Kebijakan pemerintah menetapkan tax, sebagai unit yang dibebankan terhadap polusi yang dibuat pencemar, menyebabkan pencemar akan mengurangi emisi dengan mengurangi jumlah produksi mereka dari x1 ke x2. Dana yang

dipungut dari pajak tersebut, dapat dimanfaatkan pemerintah untuk memperbaiki kondisi lingkungan. Pajak pencemaran ini berdasarkan atas prinsip pembayaran oleh pencemar (Kahn 1998).

2.7 Tinjauan Penelitian Sejenis Terdahulu

Penelitian mengenai eksternalitas dan laju ekstraksi optimal pada sumberdaya pertambangan pasir besi masih jarang ditemukan.Beberapa penelitian mengenai eksternalitas memang pernah dilakukan oleh peneliti–peneliti sebelumnya. Syaefuddin (2010) menghitung dampak pengangkutan batu bara melalui jalur sungai di Sungai Barito Kalimantan Selatan. Pengangkutan batubara melalui sungai menggunakan perahu tongkang melalui jalur Sungai Barito di wilayah Kabupaten Batola, ditengarai merusak ekosistem perairan, menimbulkan masalah sosial ekonomi dan pencemaran lingkungan serta memperparah abrasi di perairan sungai tersebut. Penelitian ini menggunakan metode valuasi ekonomi

Damage Cost Analysis. Dalam penelitian ini dampak yang ditimbulkan oleh adanya tansportasi tongkang batubara yaitu penurunan jumlah tangkapan nelayan jaring insang hanyut yang berakibat pada penurunan pendapatan nelayan. Jumlah keramba dan KJA dari tahun 2007 sampai 2008 mengalami penurunan yang drastis. Jumlah Produksi keramba turun sebesar 86 % dan produksi KJA turun sebesar 73%. Kecelakaan berdampak pada besarnya kerugian material, seperti kerusakan dermaga dan perahu.

Kerugian immaterial agak sulit dihitung, karena terkait dengan emosi dan perasaan manusia. Kerugian immaterial terutama terkait dengan kehilangan jiwa. Dalam penelitian ini kehilangan jiwa, dampak berupa perasaan kehilangan, tertekan,sedih dan sebagainya tidak dinilai karena masih sulit diterapkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Barito Kuala tahun 2009, diperoleh jumlah keluar masuk tongkang batubara menunjukkan bahwa total batubara yang diangkut/keluar selama tahun 2009, baik melalui Rute Banjarmasin-Kelanis maupun Banjarmasin-Teweh sebesar 36.344.000 ton. Menggunakan dasar perhitungan tahun 2009 diperoleh nilai total kerugian akibat


(47)

pengangkutan batubara adalah Rp. 5.516.800.000. Nilai total tersebut terdiri dari kerugian pada sektor perikanan Rp. 5.335.800.000 dan kerugian karena kecelakaan Rp. 181.000.000. Nilai ini dikaitkan dengan jumlah batubara yang diangkut, yang jumlahnya mencapai 36.344.000 ton per tahun maka dapat ditetapkan nilai kompensasi sebesar Rp. 152 (seratus lima puluh dua rupiah) per ton batubara.

Noviana (2011) meneliti tentang dampak penambangan pasir besi di Kabupaten Kaur Sumatera Selatan. Tujuannya mengidentifikasi semua dampak penambangan pasir besi. Diantaranya menyebabkan menurunnya kualitas udara, disebabkan mobilisasi alat berat pada tahap pra konstruksi yang meningkatkan kadar debu dan kebisingan di areal tambang dan pemukiman masyarakat di jalan Way Hawang Sukamenanti. Kondisi wilayah penambangan yang merupakan perairan Sungai Air Numan (Danau Kembar) dengan luasan awal 16,02 hektar dan daratan seluas 163,34 hektar. Kegiatan penggalian akan memperluas bentuk dan struktur danau hingga meluas kira – kira menjadi sebesar 28 hektar. Hal ini sangat membahayakan warga, karena debit air juga akan mengalami perubahan struktur, sehingga ancaman terhadap kekeringan dan banjir meningkat. Aktifitas penambangan juga akan mempengaruhi struktur pantai Way Hawang. Ancaman akan meningkat khususnya pada saat air laut pasang dan gelombang besar serta tinggi, yang akan membuat bentuk pantai berubah. Kegiatan penambangan juga dipastikan akan menurunkan kualitas air tanah (sumur) dan kualitas air permukaan Danau Kembar serta Air Way Hawang.

Pengolahan pasir besi membutuhkan banyak air untuk diolah di Magnetic Separator. Dalam proses pengolahan, selain menghasilkan pasir besi juga menghasilkan limbah. Demikian juga dengan kegiatan perawatan alat berat tambang pasir besi dipastikan menghasilkan sisa-sisa pelumas dan oli bekas. Sisa oli bekas ini yang tidak dikelola dengan baik akan mencemari danau kembar dan sumur warga, serta air laut di lingkungan tambang. Pada tahap pengangkutan hasil pemurnian pasir besi, rute jalur angkut perusahaan meliputi jalan Raya Desa Sukamenanti, Desa Way Hawang hingga Pelabuhan Linau. Jalan ini merupakan jalan negara dengan spesifikasi III A atau dapat dilalui kendaraan dengan muatan maksimal 8 ton. Kendaraan pasir besi dari awal konstruksi hingga pengangkutan


(48)

memiliki rata-rata beban melebihi 8 ton sehingga dipastikan akan merusak jalan. Kegiatan penambangan juga merubah tipe vegetasi seluas 46,03 hektar (total) dari vegetasi daratan seluas 16,02 hektar dan perairan Danau Kembar seluas 30,01 hektar kehilangan vegetasi penutup sehingga dipastikan dapat menimbulkan abrasi. Disamping itu pendapatan masyarakat dari berkebun, seperti kelapa, kelapa sawit, tanaman padi juga ikut hilang. Dampak terhadap biota air merupakan dampak tak langsung akibat kegiatan tambang pasir besi. Sumber dampak berasal dari perubahan kulitas air akibat limbah pengolahan pasir. Sumber lainnya adalah karena tirisan penumpukan pasir besi, air limbah bekas pelumas dari kegiatan bengkel. Indeks keanekaragaman Danau Kembar akan menurun dari kondisi awal 0,8 s/d 2, 48 untuk plankton dan 1,90 s/d 2,98 untuk biota benthos. Kondisi ini akan menurunkan jumlah ikan, udang, kepiting, yang merupakan mata pencaharian tambahan bagi masyarakat selain bertani.

Parluhutan (2005) melakukan penelitian mengenai Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang. Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak penambangan pasir laut terhadap perikanan rajungan.Uji T digunakan untuk membandingkan produksi rajungan sebelum dan setelah adanya penambangan pasir laut. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan antara produksi pasir laut dengan produksi rajungan. Aspek ekonomi dinilai dengan valuasi ekonomi melalui metode perubahan surplus produsen. Hasil penelitian menunjukan bahwa produksi rajungan menurun secara signifikan setelah adanya penambangan pasir laut. Lebar karapas dan bobot tubuh juga menurun setelah adanya penambangan pasir laut. Analisis regresi menunjukan bahwa setiap kenaikan produksi pasir laut akan menurunkan produksi rajungan. Terdapat perubahan surplus produsen sebesar Rp.10.046.625.000 setiap tahun. Penambangan pasir laut juga telah berdampak terhadap pola penangkapan nelayan rajungan.


(49)

Tabel 1Tabulasi Perbedaan Penelitian Ini Dengan Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Tujuan Metode Output

Syaefuddin (2010) Penentuan Besarnya Kompensasi untuk Pemulihan Lingkungan Akibat Angkutan Batubara di Sungai Barito,

Kabupaten Barito Kuala - Kalimantan Selatan Menghitung kompensasi dampak pengangkutan batu bara melewati Sungai Barito Damage cost Analysis Nilai kompensasi persatuan berat batubara Noviana (2011) DAMPAK NEGATIF PENAMBANGAN PASIR BESI (Studi kasus Dermaga Linau Kecamatan Maje Kabupaten Kaur)

Mengidentifikasi dampak – dampak penambangan Pasir Besi di Kabupaten Kaur Sumsel Deskriptif analisis Dampak – dampak penambangan diberbagai sektor Parluhutan (2005) Analisis dampak penambangan pasir laut Terhadap perikanan rajungan

Di kecamatan tirtayasa kabupaten serang Menganalisis perbedaan jumlah produksi rajungan sebelum dan sesudah penambangan pasir laut. Dan menganalisis perubahan kesejahteraan nelayan dengan menggunakan surplus konsumen. Uji perbedaan produksi dan surplus produsen Tingkat pengaruh pertambangan terhadap morfologi rajungan dan produktivitas nelayan Edward (2012) Eksternalitas negatif dan laju ekstraksi penambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya

Mengkaji pola ekstraksi aktual dan biaya ekstraksi. Mengestimasi nilai eksternalitas gangguan perikanan dan fungsi jalan, menetapkan nilai pajak dan laju ekstraksi optimal Valuasi ekonomi, keseimbanga n marginal, maksimisasi keuntungan bersih saat ini Nilai eksternalitas, nilai pajak, volume ekstraksi optimal dengan dan tanpa eksternalitas

Pada penelitian ini adalah perluasan dari penelitian yang dilakukan oleh Noviana (2011), Parluhutan (2005) dan Syaefuddin (2010). Penelitian ini menghitung secara ekonomi dampak kerusakan jalan dari lalu lintas kendaraan pengangkutan pasir , perubahan tangkapan nelayan akibat pencemarani. Penelitian ini juga menentukan tingkat pajak yang harus dikeluarkan perusahaan penambangan. Pajak ini kemudian dijadikan internalisasi biaya produksi dalam rangka menentukan laju ekstraki optimal dalam penambangan.


(50)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

Eksploitasi sumber daya alam hampir selalu menimbulkan dampak lingkungan.Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 yang menyatakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup dalam rangka menerapkan fungsi lingkungan hidup termasuk untuk mengatasi eksternalitas negatif. Dalam Tahapan awal penelitian ini adalahmengkaji bagaimana pola ekstraksi penambangan pasir besi selama ini. Kajian ini dilakukan untuk melihat apakah ekstraksi selama ini telah memasukkan instrumen ekonomi dalam menetapkan kuota produksi dalam usaha penambangan. Sebagai sektor yang berbasis sumberdaya, maka pengambilan pasir besi sering mengalami permasalahan berupa kerusakan sumberdaya itu sendiri. Oleh karena itu, agar pemanfaatan ekonomi penambangan pasir besi dapat optimal, maka perlu diperhitungkan dampak kerusakan sumberdaya yang terjadi akibat eksploitasi sumberdaya tersebut.

Fungsi eksternalitas diperkirakan dengan penerapan metoda valuasi ekonomi terhadap kerusakan sarana infrastruktur jalan akibat proses pengangkutan pasir besi. Penilaian kerusakan dinilai dari biaya peningkatan waktu tempuh dan konsumsi bahan bakar minyak kendaraan roda 2 dan 4 yang melalui jalan disepanjang pengangkutan pasir besi. Kehilangan produksi pada nelayan dinilai dengan metoda efek produktivitas nelayan akibat adanya penambangan pasir besi selama 5 tahun terakhir, dimana asumsi yang dibangun bahwa penurunan produktivitas perikanan disebabkan oleh penambangan pasir besi.Semua nilai eksternalitas tersebut nantinya dijadikan sebagai proxy fungsi eksternalitas terhadap kuantitas produksi pasir besi. Untuk memperkirakan fungsi biaya dari penambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya, menggunakan analisis regresi menggunakan data cross sectionperusahaan penambangan pasir besi.

Laju ekstraksi optimal dengan mempertimbangkan eksternalitas diperkirakan dengan analisis maksimisasi net revenue present value (NRPV). Pengertian optimal di sini adalah tingkat ekstraksi dari waktu ke waktu yang memaksimumkan nilai sekarang dari total keuntungan bersih kegiatan ekstraksi


(1)

Lampiran 3 Jumlah Produksi Ikan dan Jenis Alat Tangkap Yang digunakan

Produksi Nilai Produksi Nilai Produksi Nilai Produksi Nilai Produksi Nilai

Manyung 24.703 164.299.500 12.868 151.181.150 16.392 130.008.000 59.230 464.346.200 35.328 324.042.500 jaring Tengriri 20.125 416.133.500 18.407 502.092.550 16.592 457.764.200 11.258 363.660.800 15.294 354.553.700 jaring Cakalang 6.814 59.513.000 6.410 50.941.650 10.403 111.080.600 0 0 4.591 50.750.300 jaring Bawal Putih 4.061 98.419.500 5.301 69.808.900 4.110 105.608.800 3.530 56.711.100 1.455 64.211.000 jaring

Jumlah 55.704 738.365.500 42.986 774.024.250 47.497 804.461.600 74.018 884.718.100 56.668 793.557.500

Kakap Putih 9.847 97.900.200 6.531 87.213.000 16.330 210.528.700 15.823 190.739.500 14.054 195.187.800 pancing Pari 88.695 422.000.800 98.792 495.415.800 62.279 310.983.300 78.063 390.232.900 87.773 449.170.200 pancing Kakap 4.822 85.860.400 8.300 157.475.300 6.662 138.311.000 8.842 227.945.900 10.071 274.229.800 pancing

Jumlah 103.365 605.761.400 113.623 740.104.100 85.271 659.823.000 102.728 808.918.300 111.897 918.587.800

Tongkol 42.761 314.356.300 43.987 334.903.800 41.162 413.724.925 59.230 597.741.500 38.884 460.243.400 gilnet Lobster 4.720 602.516.900 4.735 1.009.175.660 4.004 685.427.605 1.176 257.188.800 1.511 192. 1.000 gilnet Kembung 27.081 141.139.000 97.643 486.471.200 61.366 350.046.500 11.533 67.355.300 81.178 511.228.500 gilnet

Jumlah 7 561 1.058.012.200 146.365 1.830.550.660 106.531 1.449.199.030 71.940 922.285.600 121.572 1.163.492.900

Sumber. Koperasi Mina bangkit (2012)

Jenis Ikan Alat

Tangkap Tahun

2011 2010

2009 2008

2007

02 4.

Lampiran 4 Perubahan Produktivitas Alat Tangkap

Jaring

Tahun Produksi (ton) Nilai Riil (Rp) DW (Kg) DNP Riil (Rp)

2007 55.703,8 856.503.980,0 -329,4 5.064.868,3

2008 42.985,9 774.024.250,0 12.388,5 -223.073.133,8

2009 47.496,8 797.585.859,8 7.877,6 -132.283.909,0

2010 74.018,0 834.368.289,4 -18.643,6 210.160.077,8

2011 56.667,5 719.161.484,4 -1.293,1 16.410.600,7

rata-rata 55.374,4 -123.721.495,9

Pancing/ Rawe

Tahun Produksi (ton) Nilai Riil (Rp) DW (Kg) DNP Riil (Rp)

2007 103.364,50 702.683.224,0 12,24 -83.208,9 2008 113.622,80 740.104.100,0 (10.246,06) 66.739.695,0 2009 85.271,20 654.183.487,2 18.105,54 -138.902.059,5 2010 102.728,00 762.882.299,2 648,74 -4.817.695,9 2011 111897 832.470.193,8 (8.520,46) 63.388.797,8

rata-rata 103.376,74 -13.674.471,4

Gillnet


(2)

Lampiran 5 Biaya Produksi Penambangan Pasir Besi

Kategori Biaya Variabel

Operasi Penambangan CV PMA PT MBG PT MMM PD UP PT JASSMASS

Jumlah Crude Sand (Ton) 26.737,4 5.607,7 19.626,9 5.018,9 461.912,9 Jumlah Hari Kerja (hari) 59,7 12,5 43,8 11,2 1.031,1 Jumlah Naker total (Rp) 27.155.186,6 5.695.299,2 39.867.094,4 5.097.292,8 3.732.421.589,6 Biaya Rental alat total (Rp) 146.220.235,4 30.666.995,7 107.334.484,9 27.446.961,1 2.526.086.435,0

Jumlah ritase 2.674 561 1.963 502 46.191

Pembelian raw/ ritase 267.374.144,8 56.076.792,1 196.268.772,4 50.188.728,9 4.619.129.481,1 Biaya Pengangkutan/ rit (Rp) 93.580.950,7 19.626.877,2 68.694.070,3 17.566.055,1 1.616.695.318,4

Biaya penambangan (Rp) 534.330.517,4 112.065.964,2 412.164.422,0 100.299.038,0 12.494.332.824,1

Operasi Pencucian

Jumlah Magnetic Degree (Ton) 9.536 2.000 7.000 1.790 164.743

Jumlah hari keja (hari) 59,2 12,4 43,5 11,1 1.023,2 Biaya operasional genset&pompa (Rp) 71.075.776,4 12.670.807,5 52.173.913,0 13.341.614,9 1.227.898.136,6 Biaya Naker total (Rp) 26.949.565,2 5.652.173,9 39.565.217,4 5.058.695,7 3.704.159.378,9 Biaya Rental alat (Rp) 124.382.608,7 26.086.956,5 91.304.347,8 23.347.826,1 2.148.821.739,1

Biaya Pencucian 222.407.950,3 44.409.937,9 183.043.478,3 41.748.136,6 7.080.879.254,7

Operasi Pengangkutan

Jumlah Ritase 954 200 700 179 16.474

Biaya Pengangkutan/rit (Rp) 524.480.000,0 110.000.000,0 385.000.000,0 98.450.000,0 9.060.865.000,0 Royalti 3.75% x 196.680.000,0 41.250.000,0 144.375.000,0 36.918.750,0 3.397.824.375,0 Iuran desa/ rit MD 47.680.000,0 8.000.000,0 14.700.000,0 13.425.000,0 1.235.572.500,0

Biaya Pengangkutan (Rp) 768.840.000,0 159.250.000,0 544.075.000,0 148.793.750,0 13.694.261.875,0

Total Biaya (Rp) 1.525.578.467,7 315.725.902,1 290.840.924,61.139.282.900,3 33.269.473.953,7

Biaya Rata - Rata (Rp) 159.981,0 157.863,0 162.754,7 162.481,0 201.947,7

Sumber : Data primer & sekunder diolah (2012)

Perusahaan

Lampiran 6 Total Penerimaan Perusahaan Penambangan Pasir Bes

Tahun

Harga Rata-Rata

Q (ton)

TR (Rp)

2007

220000

972,9

322.835.406,9

2008

301724

13548,9

4.495.926.868,4

2009

341880

47627,6

15.804.229.692,6

2010

365854

64211,6

21.307.284.564,9

2011

429688

185069,0

61.411.284.828,7

Jumlah

331829

311430,0

103.341.561.361,4


(3)

Lampiran 7 Hasil Regresi Biaya Variabel Penambangan dengan Jumlah

ProduksiPasir Besi

Regression Analysis: VC versus Q, Q2

The regression equation is

VC = 158733 Q + 0.262 Q2

Predictor Coef SE Coef T P

Noconstant

Q 113008 1191 94.85 0.000

Q2 0.222990 0.006963 32.02 0.000

S = 66478572

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 2 9.19200E+20 4.59600E+20 103996.01 0.000

Residual Error 3 1.32582E+16 4.41940E+15

Total 5 9.19213E+20

Source DF Seq SS

Q 1 9.14667E+20

Q2 1 4.53253E+18

Lampiran 8 Kerugian Total Akibat Penambangan Pasir Besi

Tahun

Q Tambang (ton)

Perikanan Nilai

Riil (Rp)

Kerusakan Jalan Nilai

Riil(Rp)

Eks Total (Rp)

2007

972,9

-482.779.852

109.003.725,0

591.783.577,4

2008

13.548,9

371.093.582

171.214.858,4

-199.878.723,5

2009

47.627,6

-239.665.404

446.058.160,5

685.723.564,9

2010

64.211,6

-184.634.247

630.467.740,1

815.101.987,5

2011

185.069,0

230.525.717

2.012.606.742,1

1.782.081.025,5

Jumlah

311.430

-305.460.206

3.369.351.226,2

3.674.811.431,9

Sumber. Data primer & sekunder diolah (2012)

Lampiran 9 Hasil Regresi Nilai Eksternalitas Dengan Jumlah Produksi Pasir Besi

Polynomial Regression Analysis: E versus Q

The regression equation is

= 2.11E+08 + 7969 Q + 0.00258 Q**2

E


(4)

Lampiran 10 Laju Ekstraksi Optimal Dengan dan Tanpa Eksternalitas

t dengan Eks

Tahun

Q

(Ton)

PVNR (Rp))

Qt tanpa Eks

(Ton)

PVNR (Rp)

67

282.585

26.812.509.726

2013

267.164

22.187.578.521

279.049

24.868.482.285

20.574.564.339

275.189

23.051.359.445

19.077.368.805

271.075

21.354.047.747

266.702

19.768.134.450

261.962

18.283.349.873

256.827

16.891.909.042

2019

242.920

13.975.899.514

251.329

15.588.100.635

237.875

12.899.403.326

245.457

14.365.608.851

11.887.149.795

239.155

13.217.526.604

137.401.794

119.675.623

217.231

10.159.412.662

8.399.998.013

208.816

9.251.862.252

7.649.753.719

199.780

8.392.251.515

6.938.829.709

190.066

7.575.858.990

2028

180.117

6.262.715.604

179.613

6.798.216.348

2029

170.239

5.617.618.545

168.365

6.055.266.825

2030

159.581

5.000.483.544

156.273

5.343.385.552

2031

148.119

4.408.786.704

143.290

4.659.260.960

2032

135.828

3.840.229.289

129.361

3.999.703.568

2033

122.669

3.292.447.871

114.421

3.361.459.142

2034

108.585

2.762.822.652

98.386

2.741.092.905

2035

93.493

2.248.422.009

81.159

2.134.980.747

2036

77.293

1.746.074.385

62.625

1.539.406.381

2037

59.872

1.252.541.737

42.668

950.746.374

2038

41.116

764.746.600

21.174

365.703.860

2039

20.922

280.013.954

4.156

enue

2012

270.222

23.910.331.8

2014

263.657

2015

260.334

2016

256.401

17.671.105.139

2017

252.068

16.353.575.271

2018

247.591

15.124.158.553

2020

2021

232.339

2022

226.308

10.934.400.804

232.372

12.

2023

219.825

10.037.926.326

.473.077

225.072

11.

2024

212.921

9.194

2025

205.572

2026

197.713

2027

189.255

Jumlah

5.100.000

264.293.419.673

5.100.000

290.786.71

Eks: Eksternalitas negatif; Qt: Jumlah Produksi Pasir Besi; PVNR: Present Value Net Rev

Sumber : Data diolah 2012


(5)

Lampiran 11 Hasil Olah Data Perhitungan Tingkat Pajak

>

>

>

>

>

>

>

>

>

>

>

>

>


(6)

Lampiran 12. Interpolasi Kehilangan Kecepatan

Kk aktual (Km/jam) Kk sejak pb (Km/Jam) Kk aktual (Km/jam) Kk sejak pb (Km/Jam)

2006

18,7

15,4

2007

18,8

0,1

15,5

0,1

2008

19,8

1,1

17,0

1,6

2009

22,5

3,8

21,0

5,6

2010

23,8

5,1

23,0

7,6

2011

33,5

14,8

37,2

21,8

kehilan

Kk:

gan kecepatan; pb: pasir besi

ber: data primer diolah (2012)

Roda 2

hun

Roda 4

Ta

Sum

Lam

piran 13. Interpolasi ambahan waktu tempuh

T

Wt aktual (menit)

Wt sejak pb (menit)

Wt aktual (menit)

Wt sejak pb (menit)

2006

4,5

3,8

2007

6,6

2,1

3,9

0,1

2008

7,7

3,2

4,8

1,0

2009

10,6

6,2

,5

3,7

2010

12,1

7,6

8,7

4,9

2011

22,6

18,1

18,0

14,2

Wt: waktu tem

7

puh; pb: pasir besi

ber: data primer diolah (2012)

Sum

Tahun

Roda 4

Roda 2

Lampiran 14. Perbandingan UMK pertahun dengan pendapatan responden

roda 4 roda 2 roda 4 roda 2

2007 600.000 2 .744,2 948.837,2 11.549,7 5.391,1 2008 621.000 2.103.890,2 982.046,5 11.953,9 5.579,8 2009 705.000 2.388.474,4 1.114.883,7 13.570,9 6.334,6 2010 775.000 2.625.627,9 1. 5.581,4 14.918,3 6.963,5 2011 860.000 2.913.600,0 1. 0.000,0 16.554,5 7.727,3

3,39 1,58

Sumber: data primer & sekunder diolah (2012)

andingan rata2 pendapatan an UM

.032

22 36 Perb

deng K

Pendapatan rata- rata/bln (Rp) Pendpt rata-rata/jam (Rp)