Pengaruh Pasteurisasi dan Maltodekstrin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil Penelitian Pendahuluan

4.1.1 Pengaruh Pasteurisasi dan Maltodekstrin

Hasil untuk sampel dengan maltodekstrin 3 yang dipasteurisasi, rendemen dari berat jambu awal sebesar 2.14 , sedangkan sampel dengan penambahan maltodekstrin 3 yang tidak dipasteurisasi sebesar 0.79. Sampel dengan maltodekstrin 17.5 dan tanpa pasteurisasi menghasilkan rendemen sebesar 5.13 dan sampel dengan maltodekstrin 20 tanpa pasteurisasi menghasilkan rendemen paling tinggi yaitu sebesar 6.15. Berdasarkan penambahan bahan pengisi sebesar 3 ternyata masih banyak sampel yang menempel pada siklon, hal ini karena kadar gula pada sampel masih tinggi. Penampakan fisik juga menampilkan hasil tepung yang masih cukup basah. Uji vitamin C pada tepung ini menunjukkan nilai yang cukup tinggi, sekitar 1455.21 mg100 g bahan kering. Pada saat proses pengeringan dengan maltodekstrin 17.5, masih terlihat adanya sampel yang menempel pada siklon, oleh karena itu pada penelitian selanjutnya dipilih kadar maltodekstrin sebesar 20. Perlakuan pasteurisasi tidak dilakukan pada penelitian selanjutnya, karena mempertimbangkan bahwa setelah sampel dibuat langsung dilakukan proses pengeringan. Histogram rendemen tepung jambu biji instan dari berat jambu awal pada suhu pengeringan 180 o C Gambar 5 menunjukkan rendemen tertinggi ada pada sampel dengan penambahan maltodekstrin sebanyak 20. Sedangkan Gambar 6 menunjukkan rendemen tepung jambu biji instan dari bahan baku total pada suhu pengeringan 180 o C Gambar 5. Rendemen tepung jambu biji instan dari berat jambu awal pada suhu pengeringan 180 o C 22 Gambar 6. Rendemen tepung jambu biji instan dari bahan baku total pada suhu pengeringan 180 o C Tepung dengan bahan pengisi 20 mengandung kadar air yang lebih tinggi dibandingkan tepung dengan kadar maltodekstrin 17.5 pada suhu pengeringan yang sama. Untuk hasil uji warna, tepung dengan kadar maltodekstrin 20 lebih cerah, sedangkan tepung dengan kadar bahan pengisi 17.5 lebih merah. Gambar 7 adalah histogram nilai L uji warna tepung jambu biji. Histogram menunjukkan bahwa pada suhu 180 o C dengan kadar bahan pengisi 20, memiliki nilai L tertinggi, hal ini berarti bahwa tepung yang dihasilkan paling cerah dibanding tepung dengan penambahan maltodekstrin 20. Gambar 7. Nilai L uji warna tepung jambu biji pada suhu pengeringan 180 o C Histogram nilai a kemerahan uji warna tepung jambu biji diperlihatkan pada Gambar 8. Histogram menunjukkan bahwa nilai a tertinggi ada pada tepung dengan penambahan maltodekstrin 17.5. Hal ini menunjukkan bahwa tepung ini berwarna lebih merah dibanding tepung dengan penambahan maltodekstrin 20. 23 Gambar 8. Nilai a uji warna tepung jambu biji pada suhu pengeringan 180 o C Histogram nilai b kekuningan uji warna tepung jambu biji diperlihatkan pada Gambar 9. Histogram menunjukkan bahwa nilai b tertinggi ada pada tepung dengan penambahan maltodekstrin 17.5. Hal ini menunjukkan bahwa tepung ini berwarna paling kuning dibanding tepung dengan penambahan maltodekstrin 20. Gambar 9. Nilai b uji warna tepung jambu biji pada suhu pengeringan 180 o C

4.2 Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Jambu Biji Instan

Pada penelitian ini perlakuan yang dilakukan pada sampel jambu adalah perendaman pada larutan vitamin C 1, penambahan maltodekstrin 20, dan pengeringan pada suhu 150 o C, 160 o C, 170 o C, dan 180 o C, serta tidak adanya penambahan tepung gula seperti pada penelitian Soelistyo 1988. Adapun produk tepung hasil pengeringan dengan spray dryer dapat dilihat pada Gambar 10.